Oleh :
Menurut Zuhairini
Pendidikan Agama Islam adalah usaha untuk
membimbing ke arah pertumbuhan kepribadian peserta
didik secara sistematis dan pragmatis supaya mereka
hidup sesuai dengan ajaran Islam, sehingga terjalin
kebahagiaan di dunia dan akhirat
Pendidikan Agama Islam juga diartikan sebagai program yang
terncana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Islam serta diikuti
tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan dengan
kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa.
Pengembangan kurikulum pai yang dapat dilakukan
oleh guru di sekolah meliputi :
Pengembangan pendekatan,
03 Pengembangan silabus
materi PAI
04 model dan metode
pembelajaran
Model ini merupakan model yang paling lama dan paling banyak
dikenal. Model ini diberi nama model administratif atau line staff karena
inisiatif dan gagasan pengembangannya datang dari para administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
Model administratif sering pula disebut sebagai model garis dan atau
dikatakan pula sebagai model dari atas ke bawah. Kegiatan kurikulum dimulai
dari pejabat pendidikan yang berwenang membentuk panitiah pengarah, yang
biasanya terdiri dari pengawas pendidikan, kepala sekolah, dan staf pengajar.
2. Model Pengembangan Kurikulum dari Bawah (Grass Rods)
Model pengembangan kurikulum ini merupakan lawan dari modal pertama. Inisiatif dan
upaya pengembangan kurikulum tidak datang dari atas tapi dari bawah, yaitu guru-guru atau
komponen sekolah. Jika model administratif kegiatan kurikulum berasal dari atas, maka dalam
model kedua ini inisiatifnya justru berasal dari bawah, yaitu pengajar yang merupakan para
pelaksana kurikulum.
Pengembangan kurikulum dari bawah ini menuntut adanya kerja antar guru, antar
sekolah. Khususnya wali murid dan masyarakat. Pada pelaksanaannya para administrator cukup
memberikan bimbingan dan dorongan kepada para staf pengajar.
Sebagai bapak dari pengembang kurikulum. Tyler telah menanamkan perlunya hal
lebih rasional, sistematis dan pendekatan yang berarti tugas mereka. Akan tetapi,
pendapat tyler sering dipandang rendah oleh beberapa penulis sesudahnya. Hal itu
karena dalam hal menentukan objectives model, ia terkesan sangat kaku. Namun
sebenarya pandangan demikian tidak selalu benar, mengingat banyak karya atau
tulisan Tyler yang telah diinterpretasi, dianalisis secara dangkal, dan bahkan
cenderung menghindarinya. Tentu saja memiliki pengaruh yang kuat dan luas
terhadap para pengembang kurikulum atau penulis kurikulum lainnya selama tiga
dekade yang lalu.
6. Model Pengembangan Kurikulum Sistem Beu’camp
Model pengembangan kurikulum ini dikembangkan oleh Beu’camp seorang ahli kurikulum. Beu’camp
mengemukakan lima hal dalam pengembangan kurikulum.
1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan di cakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu
sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi,ataupun seluruh daerah.
2. Menetapkan personalia, yaitu menetapkan siapa-siapa sajayang turut serta terlibat dalam pengembangan
kurikulum. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum: (1) para ahli
pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan dan para ahli bidang ilmu dari luar. (2) para
ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru terpilih.
(3) para profesional dalam sistem pendidikan, dan (4) profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Beu’cam membagi kegiatan ini kedalam lima langkah,
(1) membentuk tim pengembang kurikulum, (2) mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum
yang ada yang sedang digunakan, (3) studi penjajakan tentang kemngkinan penyusunan kurikulum baru,
(4) merumuskan kriteria bagi penentuan kurikulum baru, (5) penulisan dan penyusunan kurikulum baru.
4. Implementasi kurikulum.
5. Langkah ini merupakan langkah terakhir yaitu mengevaluasi kurikulum. Dalam rangka ini mencakup
empat hal, yaitu: (1) evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, (2) evaluasi desain kurikulum.
(3) evaluasi belajar siswa, (4) evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Karakteristik Kurikulum SD/SDIT
a) Kerangka Dasar Kurikulum
1. Kelompok Mata pelajaran
Sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan pasal 6 ayat (1) dinyatakan
bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
diatur berdasarkan kelompok mata pelajaran sebagai berikut :
● Kelompok mata pelajaran agama dan akhlakmulia.
● Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
● Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dantekhnologi.
● Kelompok mata pelajaranestetika.
● Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Dalam pelaksanaan kurikulum disetiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didikuntuk
menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
• Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan lima pilar belajar, (1) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksankan
dan berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, (5) belajar untuk
membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, efektif, dan menyenangkan.
• Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan,
dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap
memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke- Tuhanan, keindividuan,
kesosialan, danmoral.
• Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan
menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa
sing tuladha (dibelakang memberikan dorongan, ditengah membangun semangat, didepan memberikan teladan)
• Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, budaya serta kekayaan daerah untuk
keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
• Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan
diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai
antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
b) Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran. Struktur kurikulum SD/SDIT/MI meliputi subtansi pembelajaran yang
ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas I sampai kelas VI. Struktur kurikulum
SD/SDIT/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan
ketentuan sebgai berikut :
(a) Kurikulum SD/SDIT /MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Muatan lokal
merupakan kegiatan kulikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata
pelajaranyang ada. Subtansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
(b) Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru.
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan
kondisi sekolah.
(c) Subtansi mata pelajaran IPA atau IPS pada SD/SDIT/MI merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”.
(d) Pembelajran pada kelas 1 s.d III dilaksankan pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV s.d VI
dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
(e) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur
kurikulum.
(f) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.
(g) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Landasan Pengembangan Kurikulum
Secara Umum Landasan Pengembangan Kurikulum terbagi menjadi 4 yaitu :
Kelemahan dan kendala yang dihadapi dalam penerapan kurikulum PAI disekolah-
sekolah umum, berasal dari kalangan guru, yaitu keluhan yang sering dikemukakan
adalah alokasi waktu yang kurang memadai dan kurikulum yang terlalu memenuhi
syarat. Disamping itu, sarana dan lingkungan sekolah sering tidak mendukung
pelaksanaan pendidikan agama. Juga dari pihak orang tua kurang adanya kerjasama.
Kelemahan lain, pada umumnya guru-guru agama kurang mampu atau tidak dengan
sungguh-sungguh untuk mengembangkan metodologi yang tepat untuk mata pelajaran
khusunya agama.
IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI SDIT
trend terkini
Studi kasus di SDIT Al-Anwar dan SDIT Firdaus MOJOKERTO JAWA TIMUR
Supervisi di SDIT Al-Anwar dilaksanakan secara formal maupun tidak formal. Bersifat harian yang
tidak formal biasanya berkomunikasi secara langsung misalnya menegur guru atau pihak administrasi sekolah
yang sekitarnya tidak sesuai dengan yang seharusnya. Supervisi formal dilakukan dengan mengadakan
kunjungan ke kelas ketika guru sedang melaksanakan kegiatan belajar mengajar, dengan waktu yang tidak
direncanakan terlebih dahulu. Supervisi juga dilakukan oleh ketua yayasan, yang dilaksanakan setiap hari
sabtu, dimana ketua yayasan, kepala sekolah dan guru-guru, serta staf administrasi berkumpul bersama untuk
membahas segala permasalahan serta mencari jalan keluarnya
SDIT Firdaus juga menggunakan sistem supervisi dengan menggunakan sistem pengawasan
secara terus menerus, baik itu supervisis kelas maupun supervisi klinis.
Dalam dunia pendidikan menggunakan metode atau model pembiasaan terbukti ampuh dalam membentuk
kepribadian anak.
kegiatan rutin yang dilakukan di SDIT Al Anwar yaitu berdo’a bersama sebelum memulai pelajaran
dan membaca hafalan surat-surat pendek , dan membaca Al-Qur’an yang dipimpin oleh guru, sholat dzuhur
berjamaah dilanjutkan dengan kultum dari pihak guru dengan sistem dialogis dua arah berupa tanya jawab dari
guru ke siswa. Dalam sholat ini dikelompokkan antara kelas bawah (1,2, dan 3) dan kelas (4,5,dan ), ini
dimaksudkan kelas bawah masih memerlukan bimbingan sholat baik dalam hal bacaan maupun gerakannya.
kegiatan rutin di SDIT Firdaus yaitu tiap hari senin diadakan do’a bersama dihalaman sekolah
antara lain surah Ar-Rahman, Al-Waqi’ah, dan Asmaul Husna. Ada program leadership untuk siswa seperti
ceramah, pisis, pada intinya memberikan kesempatan anak untuk tampil kedepan.
Untuk melatih kejujuran siswa, kedua sekolah mengadakan program kantin kejujuran dan
menyediakan tempat atau kotak bagi siswa yang menemukan sesuatu yang bukan merupakan hak miliknya.
Di kedua SDIT telah ada program Hilden Kurikulum, dimana para guru dituntut menjadi contoh bagi siswa baik
dalam tindakan maupun tutur katanya.hal ini sudah dimulai dari proses perekrutan tenaga pengajar. Program
Hilden Kurikulum lainnya adalah bentuk tulisan-tulisan yang terpampang di lingkungan sekolah.
untuk menghadapi ujian nasional, sekolah sekolah mengadakan sistem tambahan pelajaran
dengan program menginap di sekolah. Di SDIT Al-Anwar dengan program pondok malam selama sebulan,
sedangkan di SDIT Firdaus dengan program Mabit Malam, dimana siswa menginap disekolah. Pada program
tersebut siswa diberikan tambahan pelajaran dan pembinaan mental keagamaan, agar siap menghadapi UN
baik secara materi maupun mental.
kekuatan yang ada pada kedua sekolah adalah adanya kurikulum yang sudah mendukung dalam
pembentukan karakter siswa, juga adanya dukungan dari komite dan pengembangan kurikulum, serta orang tua
siswa. Adapun kendala-kendala yang dihadapi adalah belum mendapatkan bantuan dari pihak pemerintah
berupa guru PNS khususnya guru pendidikan agama, dan sarana prasarana yang masih harus diingatkan
secara terus menerus.
pelaksanaan kurikulum di SDIT Al-Anwar dan SDIT Firdaus menggunakan muatan dari Dinas
Pendidikan Nasional dan Muatan Lokal, yaitu 2 jam pelajaran khusus Pendidikan Agama Islam dan
pengembangan muatan lokal berupa Akidah Akhlak, Quran Hadits, dan Shiroh. Dalam muatan lokal tersebut
adapula program untuk pengembangan diri peserta didik yang terdiri dari struktur dan program pilihan, serta
pembiasaan moral.
dalam pembentukan empat karakter nabi, Amanah, Fatonah, Sidiq, dan Tbligh belum masuk
dalam kurikulum secara tertulis sudah terimplementasi dalam kegiatan harian di sekolah.
STUDI KASUS PENGEMBANGAN KURIKULUM DI SDIT MUHAMADIYAH
GUNUNG TERANG BANDAR LAMPUNG
Dari Tinjauan yang dilihat dalam berbagai penelitian, sebagai contoh studi kasus pengembangan
kurikulum di SDIT Gunung terang Bandar Lampung ini, terlihat dari pengembangan yang dilakukan dalam
kurikulum PAI di SDIT Muhamadiyah Gunung terang mendapat hasil yang berbentuk mata pelajaran dan
program-program, seperti lahirnya mata pelajaran tahfidz, tahsin, do’a hadits, Bahasa Arab. Kemudian program
pekanan, buku penghubung, juga program gerakan literasi membaca selain itu sekolah juga berhasil mendapat
prestasi juara dalam lomba-lomba yang diikuti.
sekolah SDIT Gunungterang adalah sekolah yang memadukan kurikulum, yaitu kurikulum nasional
yang berasal dari pemerintah dan Kurikulum Islam Terpadu yang berasal dari sekolah sediri. Kurikulum PAI
disini dinamakan dengan kurikulum Islam terpadu. Tujuan diterapkannya kurikulum PAI/Islam Terpadu untuk
menciptakan generasi islami yang terlihat dari upaya-upaya yang dilakukan sekolah.
pengembangan kurikulum PAI di SDIT Muhamadiyah Gunungterang dilaksanakan oleh :
penanggung jawab kurikulum PAI, kepala sekolah, guru PAI dan komite sekolah. Dalam proses
pengembangannya , yaitu dimulai dari tahap merumuskan kurikulum PAI yang dilakukan oleh penanggung
jawab kurikulum PAI kemudian dimusyawarahkan bersama kepala sekolah dan dewan guru kemudian setelah
ada kesepakatan bersama diterapkan oleh sekolah. Strategi yang diterapkan yaitu melengkapi sarana dan
prasarana, meningkatkan kompetensi guru dan profesionalisme guru serta menerapkan tata tertib.
Thank You