Anda di halaman 1dari 38

UAS TELAAH KURIKULUM PAI

Rangkuman

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir


Mata Kuliah Telaah Kurikulum PAI

Dosen Pengampu:
Takdir, S.Pd.I., M.Pd.I.

Disusun Oleh:
Fadliatun Mutmainnah
NIM: 20100119024

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM B


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2021
BAB I

PENGERTIAN, PERAN, DAN FUNGSI KURIKULUM PAI

1. Pengertian Kurikulum PAI

Kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) adalah upaya sadar dan

terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, hingga mengimani dan mengamalkan ajaran Islam secara kaffah

(menyeluruh).1

2. Peran Kurikulum PAI

Terdapat 4 (empat) peran yang harus dilaksanakan guru PAI yaitu, sebagai

berikut:

1) Implementer (pelaksana)

2) Developer (pengembang)

3) Adapter (penyelaras)

4) Researcher (peneliti)

Sedangkan jika dilihat dari segi pengelolaan kurikulum dapat dibedakan

antara yang bersifat sentralisasi dan desentralisasi.

3. Fungsi Kurikulum PAI

Fungsi-fungsi kurikulum PAI, yaitu:

1) Sebagai pengembangan

2) Sebagai penyaluran

3) Sebagai perbaikan

4) Sebagai pencegahan

5) Sebagai penyesuaian

6) Sebagai nilai
1
PERAN DAN FUNGSI PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI SEKOLAH,
https://www.academia.edu/35180190/MAKALAH_PERAN_DAN_FUNGSI_PENGEMBANGAN_KURI
KULUM_PAI_DI_SEKOLAH diakses pada tanggal 8 September 2021.
BAB II

KOMPONEN KURIKULUM PAI

Komponen adalah bagian yang integral dan fungsional yang tidak

terpisahkan dari suatu sistem kurikulum karena komponen itu sendiri mempunyai

peranan dalam pembentukan sistem kurikulum. Sebagai sebuah sistem, kurikulum

mempunyai komponen-komponen. Seperti halnya dalam sistem manapun,

kurikulum harus mempunyai komponen lengkap dan fungsional baru bisa

dikatakan baik. Sebaliknya kurikulum tidak dikatakan baik apabila didalamnya

terdapat komponen yang tidak lengkap sekarang dipandang kurikulum yang tidak

sempurna.

Komponen-komponen kurikulum pada prinsifnya terdiri dari empat

macam komponen yaitu:2

1. Komponen Tujuan

Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau

sasaran yang mesti dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum. komponen ini

sangat penting, karena melalui tujuan, materi proses dan evaluasi dapat

dikendalikan untuk kepentingan mencapai tujuan kurikulum dimaksud. Tujuan

kurikulum dapat dispesifikasikan ke dalam tujuan pembelajaran umum yaitu

berupa tujuan yang dicapai untuk satu semester. Sedangkan tujuan pembelajaran

khusus yang menjadi target setiap kali tatap muka. Dalam konteks kurikulum

berbasis kompetensi tujuan pembelajaran umum disebut dengan istilah standar

kompetensi dan tujuan pembelajaran khusus disebut dengan istilah kompetensi

dasar.

2. Komponen Isi/Materi

2
Komponen-Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Islam,
https://sosioakademika.blogspot.com/2015/10/komponen-komponen-kurikulum-
pendidikan.html diakses pada tanggal 14 September 2021.
Komponen materi adalah komponen yang didesain untuk mencapai

komponen tujuan. Yang dimaksud dengan komponen materi adalah bahan-bahan

kajian yang terdiri dari ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman dan keterampilan

yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran guna mencapai komponen

tujuan.

3. Komponen Metode

Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam pengembangan

kurikulum. Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran sangat

penting, sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum. Strategi merujuk

pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam

pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada

hal itu saja.

4. Evaluasi

Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang dapat

diperbandingkan seperti halnya penjaga gawang dalam permainan sepak bola,

memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak

untuk diluluskan dan siapa yang belum berhak diluluskan, karena itu siswa yang

dapat mencapai targetlah yang berhak untuk diluluskan,sedangkan siswa yang

tidak mencapai target (prilaku yang diharapkan) tidak berhak untuk diluluskan.

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mcengenal, memahami, menghayati, hingga

mengimani ajaran Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut

agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga

terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

Kurikulum pendidikan agama Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan

kurikulum secara umum, perbedaan hanya terletak pada sumber pelajarannya saja.
Sebagaimana yang diutarakan oleh Abdul Majid dalam bukunya Pembelajaran

Agama islam Berbasis Kompetensi, mengatakan bahwa kurikulum Pendidikan

Agama Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode dan evaluasi

pendidikan dan evaluasi pendidikan yang bersumber pada ajaran agama Islam.
BAB III

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk

mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan

untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk

dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau

sekolah.3

Pengembangan kurikulum merupakan alat untuk membantu guru

melakukan tugasnya mengajar/menyajikan bahan, menarik minat siswa, dan

memenuhi kebutuhan masyarakat.

Model-model Pengembangan Kurikulum

1. Model Taba

Pendapat Hilda Taba mengenai model pengembangan kurikulum dikenal

dengan pendekatan akar rumput. Taba berpendapat bahwa kurikulum seharusnya

didesain oleh para guru daripada diterima guru dari pemerintah.

Model pengembangan kurikulum Taba memuat lima langkah

pengembangan, yaitu:

a. membuat unit-unit eksperimen

b. menguji unit-unit eksperimen

c. mengadakan revisi dan konsolidasi

d. mengembangkan kerangka kurikulum

e. implementasi dan diseminasi unit-unit baru

2. Model Ralph Tyler

MODEL–MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM, http://wisnucorner.blogs.uny.ac.id,


diakses pada tanggal 22 September 2021.
Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan Tyler diajukan

berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang mengarah pada langkah-langkah

dalam pengembangan kurikulum.

3. Model Grass Roots

Pengembangna kurikulum model ini adalah kebalikan dari model

administratif, artinya model ini digunakan dan berkembang dalam sistem

pendidikan desentralisasi. Model Grass Roots adalah model pengembangan

kurikulum yang dimulai dari bawah. Dalam prosesnya pengembangan kurikulum

ini diawali atau dimulai dari gagasan dan ide guru-guru sebagai tim pengajar.

4. Model Demostrasi

Model ini pada dasarnya bersifat grass roots, yang idenya datang dari

bawah. Semula merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skal kecil yang

selanjutnya digunakan dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering

mendapat tantangan atau ketidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu.

5. Roger’s interpersonal relations model

Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan, ia mendasarkan

pandangannya bahwa kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan

individu yang terbuka, luwes, dan adaptif (penyesuaian) terhadap situasi

perubahan.

6. The systematic action-research model

Model pengembangan kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa

perubahan kurikulum merupakan perubahan sosial. Sesuai dengan asumsi tersebut

model ini menekankan pada tiga hal yaitu: hubungan insani, sekolah dan

organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan profesional.

Model ini terdiri dari dua langkah:


1. Mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalah

kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan

mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah

tersebut.

2. Implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama,

kegiatan ini segera diikuti oleh kegiatan pegumpulan data dan fakta-fakta.

7. Emerging technical model (model teknologi)

Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai

efesiensi efektivitas dalam bisnis, juga mepengaruhi perkebangan model- model

kurikulum.

8. Model Beauchamp

Model ini dikembangakan oleh George A. Beuchamp, seorang ahli

kurikulum. Menurut Beauchamp, proses pengembangan kurikulum meliputi lima

tahap yaitu :

1. Menentukan area atau wilayah akan dicakup oleh kurikulum

2. Penentuan tahap ini ditentukan pemegang wewenang yang dimiliki

pengambil kebijakan dibidang kurikulum.

3. Menetapkan personalia.

9. Model Wheeler

Menurut Wheeler, pengembangan kerikulum merupakan suatu proses yang

membentuk lingkaran. Menurut wheeler proses pengembangan kurikulum

merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan saling berkaitan. Wheeler

berpendapat bahawa proses pengembangan kurikulum terjadi dari lima fase atau

tahap.

10. Model Nicholls


Dalam bukunya, Developing curriculum: A Participial Guide (1978),

Audrey dan Howard Nicholls mengembangkan suatu pendekatan yang cukup

tegas mencakup elemen-elemen kurikulum dengan jelas dan ringkas. Buku

tersebut sangat popular di kalangan pendidik, khususnya di Inggirs, di mana

pengembangan kurikulum pada tingkat sekolah sudah lama ada.

11. Model Dinamic Skilbeck

Menurut Skilbeck, model pengembangan kurikulum yang ia namakan

model Dynamic, adalah model pngembangan kurikulum pada level sekolah

(School Nased Curriculum Development).

Menurut Skilbeck langkah-langakah pengembangan kurikulum adalah

sebagai berikut:

1. Menganalisis sesuatu

2. Memformulasikan tujuan

3. Menyususn program

4. Interpretasi dan implementasi

5. Monitoring, feedback, penilaian, dan rekonstruksi

12. Model Oliva

Model pengembangan kurilum Oliva merupakan model pengembangan

kurikulum deduktif yang menawarkan sebuah proses pengembangan kurikulum

sekolah secara lengkap. Oliva menyusun suatu kurikulum yang memenuhi tiga

kriteria : sederhana, komprehensif, dam sistematik. Secara siklus garis besar dan

berurutan terdiri atas uraian filosofis, uraian tujuan pembelajaran umum (goals),

tujuan pembelajaran khusus (objectives), desain perencanaan, implementasi, dan

evaluasi.

13. Model Saylor, Alexander, dan Lewis


Model ini membentuk curriculum planning process (proses perencanaan

kurikulum). Untuk memahami model ini, kita harus menganalisa konsep

kurikulum dan konsep rencana kurikulum model tersebut. Kurikulum menurut

model ini adalah “a plan for providing sets of learning opportunities for person to

be educated”, yaitu sebuah rencana yang menyediakan perangkat kesempatan

pembelajaran bagi seseorang untuk dididik. Tetapi, rencana kurikulum tidak

dipahami sebagai sebuah dokumen semata tetapi lebih sebagai beberapa rencana

yang lebih kecil untuk bagian utama dari kurikulum tertentu.


BAB IV

Pengembangan Kurikulum di Pesantren

Dalam beberapa penelitian terhadap pesantren ditemukan bahwa pesantren

mempunyai kewenangan tersendiri dalam menyusun dan mengembangan

kuurikulumnya. Menurut penelitian Lukens-Bull dalam bukunya Abdullah Aly,

secara umum kurikulum pesantren dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu;

Pendidikan Agama, pengalaman dan pendidikan moral, sekolah dan pendidikan

umum serta, ketrampilan dan kursus.4

Pertama, kurikulum berbentuk pendidikan Agama Islam. Di dalam dunia

pesantren, kegiatan belajar pendidikan Agama Islam lazim disebut sebagai ngaji

atau pengajian. Kegiatan ngaji dipesantren pada praktiknya dibedakan menjadi

dua tingkatan. Pada tingkatan awal ngaji sangatlah sederhana, yaitu para santri

belajar membaca teks-teks Arab, terutama sekali Al-Qur’an.

Kedua, kurikulum berbentuk pengalaman dan pendidikan moral. Kegiatan

keagamaan yang paling terkenal di dunia pesantren adalah kesalehan dan

komitmen para santri terhadap lima rukun Islam. Kegiatan-kegiatan tersebut

diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran para santri untuk mengamalkan

nilai-nilai moral yang di ajarkan pada saat ngaji.

Ketiga, kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum. Pesantren

memberlakukan kurikulum sekolah mengacu kepada pendidikan nasional yang

dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional, sedangkan kurikulum Madrasah

mengacu kepada pendidikan Agama yang diberlakukan oleh Departemen Agama.

PENGEMBANGAN KURIKULUM PESANTREN, MADRASAH, dan SEKOLAH,


https://media.neliti.com diakses pada tanggal 30 September 2021.
Keempat, kurikulum berbentuk ketrampilan dan kursus. Pesantren

memberlakukan kurikulum yang berbentuk ketrampilan dan kursus secara

terencana dan terpogram melalui kegiatan ekstrakulikuler.


BAB V

Pengembangan Kurikulum PAI Berbasis Karakter di Sekolah

Menurut bahasa, karakter adalah kualitas mental atau moral,

kekuatan moral, nama atau reputasi. Sedangkan menurut Rutland, karakter

berasal dari bahasa Latin yang berarti dipahat. Karakter merupakan bagian

gabungan dari kebajikan dan nilai-nilai yang dipahat dalam batu

kehidupan yang akan menyatakan nilai sebenarnya.

Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental, akhlak seseorang

yang merupakan kepribadian khusus dan menjadi pendorong untuk

bertindak, bersikap atau berkata, sehingga akan menjadi pembeda dengan

lainnya. Pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk

karakter tersebut, karena saat ini bangsa Indonesia mengalami penurunan

moral.

Pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran di kelas harus

diintegrasikan dalam semua mata pelajaran, khususnya mata pelajaran

PAI. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah

Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan, bahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang

memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian dan

keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang

dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran atau kuliah pada

semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.

Sebagai pusat pengembangan kultur, sekolah tidak terlepas dari

nilai kultur yang dianut bangsa. Bangsa Indonesia memiliki nilai kultur

Pancasila, sebagai falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara, yang


mencakup religius, kemanusiaan, persatuan, kemanusiaan, kerakyatan dan

keadilan. Nilai itulah yang dijadikan dasar filosofis pendidikan karakter.5

Pendidikan karakter tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus

terintegrasi dan diinternalisasi. Cara tersebut dapat dilakukan dengan

kegiatan pembiasaan, integrasi pendidikan formal, in-formal dan non-

formal, integrasi dan internalisasi dalam seluruh mata pelajaran, integrasi

dalam proses pembelajaran, keteladanan dari seluruh unsur pendidikan dan

kegiatan ekstrakurikuler.

Optimalisasi implementasi dari pendidikan karakter harus

memperoleh dukungan dari semua pihak, terutama guru dan orang tua

yang memiliki peran sangat penting. Pihak-pihak ini merupakan

kurikulum hidup, sehinggaketeladanan dan semangat untuk mendidik

peserta didik harus ada dalam diri para guru dan orang tua. Oleh karena

itu, pendidik itu harus berkarakter sebelum membentuk karakter peserta

didik, agar peserta didik mampu menyerap dan mengamalkan atas karakter

yang ditanamkan oleh pendidik.

5
PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM,
http://ejournal.kopertais4.or.id, diakses pada tanggal 6 Oktober 2021.
BAB VI

Pengembangan Kurikulum Manajemen Berbasis Madrasah

Pengembangan Kurikulum Berbasis Sekolah/Madrasah dapat

didefinisikan sebagai upaya pengembangan kurikulum dengan

menggunakan pendekatan botton up or school based Curriculum yang

memberi peluang secara utuh kepada sekolah/madrasah untuk melakukan

pengembangan kurikulum. Pendekatan tersebut merupakan lawan dari

pendekatan centre based or top down yang sedikit sekali melibatkan

sekolah/madrasah dalam pengambilan keputusan pengembangan

kurikulum.6

Pendapat lain mengemukakan pengertian Pengembangan

Kurikulum Berbasis Sekolah/Madrasah sebagai suatu proses yang

dilakukan oleh beberapa atau keseluruhan anggota masyarakat

sekolah/madrasah dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan dan

pengevaluasian terhadap satu atau beberapa aspek kurikulum. Hal tersebut

dilakukan dengan selektif dan atau adaptif dan atau kreatif.

Pada dasarnya pengembangan kurikulum berbasis

sekolah/madrasah bukanlah fenomena baru, tetapi sebetulnya sudah terjadi

di beberapa sekolah, dan sangatlah sulit membuat batasan secara jelas atas

pemahaman dari pengembangan kurikulum berbasis madrasah karena

pengembangan kurikulum berbasis sekolah/madrasah mencakup pemilihan

individual oleh seluruh staf. Oleh sebab itu, di dalam pengembangan

kurikulum berbasis sekolah/madrasah, pada tahap pertama kita perlu

6
MANAJEMEN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN PAI, https://digilibadmin.unismuh.ac.id
diakses pada tanggal 13 Oktober 2021.
melakukan analisis situasi sekolah dengan mempertimbangkan beberapa

hal berikut ini:

1) Struktur pendukung yaitu ketentuan administratif di dalam

pengimplementasiannya baik di dalam maupun di luar sekolah.

2) Stuktur pengambilan keputusan yaitu ketentuan administratif di dalam

sekolah untuk mengoptimalkan partisipasi sta.

3) Pergerakan akuntabilitas yaitu dampak dari kurikulum untuk semakin

meningkatkan akuntabilitas sekolah.

4) Perubahan persepsi atas peran guru yaitu kemampuan para staf di dalam

menyesuaikan peran barunya sebagai pengembang kurikulum daripada

hanya sekedar pelaksana kurikulum.

5) Sistem promosi yaitu melalui tranfer dan promosi.

6) Seorang ahli sekolah yaitu yang memiliki pengalaman dan pengetahuan

di dalam pengembangan kurikulum. Laurie Brady (1946 : 11-13).

Manajemen pendidikan berbasis madrasah merupakan salah suatu

model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada

madrasah dan mendorong pengambilan keputusan partisipasif yang

melibatkan secara langsung warga madrasah (kepala madrasah, guru,

siswa, karyawan, orang tua, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu

madrasah berdasarkan kebijakan pemerintah. Manajemen pendidikan

berbasis madrasah juga merupakan suatu proses pengelolaan lembaga

pendidikan Islam secara Islami dengan cara memanfaatkanberbagai

sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan

pendidikan Islam secara efektif dan efisien dengan tetap mengacu pada

fungsi menejemen yaitu planning, organizing, actuatin dan controling


sehingga mutu pendidikan madrasah dapat dicapai baik pada ranah

kognitif, afektif dan psikomotorik.

Manajemen pendidikan berbasis madrasah juga dilakukan dengan

cara melakukan manjemen kurikulum, manajemen proses belajar

mengajar, manajemen tenaga pendidik, manajemen sarana dan prasarana,

manajemen media pembelajaran, melakukan hubungan kerjasama dengan

masyarakat. Kendala yang dihadapi dalam manajemen berbasis madrasah

yaitu kurangnya motivasi belajar siswa dalam pembelajaran di madrasah,

kenakalan siswa dalam proses pembelajaran di madrasah,

ketidakdisiplinan siswa dalam pembelajaran di sekolah, kurangnya

perhatian orang tua siswa terhadap belajar anak. Solusi yang dilakukan

yaitu dengan cara meningkatkan motivasi belajar pada siswa, menanamkan

kebiasaan yang baik pada diri siswa, meningkatkan kedisiplinan dengan

cara membuat kode etik madrasah, meningkatkan hubungan kerjasama

antara madrasah dan orang tua siswa seperti membimbing dan

mengarahkan serta membiasakan anak didik di rumah belajar disiplin

waktu, memberikan pendampingan dan kontrolan terhadap belajar anak

dalam belajar.
BAB VII

ANALISIS PENERAPAN KURIKULUM 2013

A. Penerapan Kurikulum 2013

1. Karakteristik Pembelajaran

Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada

Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan

memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus

dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan

pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi.

2. Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan

pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan

penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan

skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan dengan

pendekatan pembelajaran yang digunakan.

3. Pelaksanaan Pembelajaran

a. Persyaratan Pelaksanaan Proses Pembelajaran

1) Alokasi Waktu Jam Tatap Muka Pembelajaran

2) Buku Teks Pelajaran

3) Pengelolaan Kelas

b. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, meliputi

kegiatan pendahuluan, inti dan penutup.

4. Penilaian Hasil dan Proses Pembelajaran


Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik

(authentic assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar

secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan

menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar siswa atau bahkan mampu

menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring

(nurturant effect) dari pembelajaran.

Hasil penilaian otentik dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan

program perbaikan (remedial), pengayaan (enrichment), atau pelayanan konseling.

Selain itu, hasil penilaian otentik dapat digunakan sebagai bahan untuk

memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan.

Evaluasi proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan

menggunakan alat: angket, observasi, catatan anekdot, dan refleksi.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Kurikulum 2013

Pada penerapan Kurikulum 2013 terdapat 3 faktor yang saling

mempengaruhi antara lain:

1. Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan

pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan

penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan

skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan dengan

pendekatan pembelajaran yang digunakan.

2. Pelaksanaan Pembelajaran Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran diimplementasikan dalam penyusunan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP dikembangkan dari silabus untuk

mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai


Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban

menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung

secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi

peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun berdasarkan KD

atau subtema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.

3. Penilaian Pembelajaran

Penilaian pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk

memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar

peserta didik yangdilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga

menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.7

7
M Mirnasulistyawati, “
ANALISIS PENERAPAN KURIKULUM 2013 DALAM PELAKSANAAN DAN PENINGKATAN
PEMBELAJARAN”, 2020, https://www.jurnal.iain-bone.ac.id diakses pada tanggal 3 November
2021.
BAB VIII

ANALISIS PENERAPAN KURIKULUM MERDEKA BELAJAR

Pendidikan merupakan elemen terpenting yang dibutuhkan oleh setiap

orang dan individu-individu masyarakat untuk mengembangkan skil yang dimiliki

sehingga mempunyai potensi untuk memajukan kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Pentingnya pendidikan menyadarkan kita akan penentuan nasib bangsa

dan negara pada generasi yang mendatang. Pendidikan yang diinginkan oleh

pemerintah saat ini adalah pendidikan yang diwacanakan dengan motto “Merdeka

Belajar” ini memungkinkan untuk membebaskan siswa dan guru dengan aturan-

aturan baku yang telah ditetapkan sebelumnya. Motto merdeka belajar di

gaungkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Nadiem Makarim

pada rapat acara koordinasi bersama dinas provinsi dan kota, beliau menjelaskan

ada empat program pembelajaran nasional, yaitu:

1. USBN diganti dengan Ujian assessmen.

Tahun 2020 USBN diganti dengan dengan ujian asessmen yang

diselenggarakan disekolah. Ujian dalam bentuk tes tertulis dan bentuk penilaian

lain yang lebih komprehensif seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok,

karya tulis, dan sebagainya). Guru dan sekolah lebih merdeka dalam menilai hasil

belajar terhadap siswa – siswinya. Bahkan diharapkan anggaran USBN dialihkan

untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan guna

pembelajaran.

2. 2021 UN diganti

Mendikbud Nadiem manyatakan materi UN terlalu padat sehingga siswa

dan guru hanya cenderung menguji penguasaan tehadap konten, bukan

kompetensi penalaran. karena hal itu, di tahun 2021 diubah menjadi asesmen
kompetensi minimum dan survei karakter. Assesmen tersebut untuk menguji dua

kompetensi minimum siswa literasi dan numerasi.

3. RPP dipersingkat

Guru akan bebas Memilih, Membuat, Memodifikasi atau Mengembangkan

format RPP. RPP akan dipersingkat menjadi satu halaman saja sehingga tidak

memberatkan guru dalam pembuatan RPP yang berisikan tujuan pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, dan assesmen.

4. Zonasi PPDB lebih fleksibel

Kemendikbud tetap menggunakan system zonasi sekolah yang telah

berlaku sebelumnya namun untuk beberapa kondisi daerah yang akses dan

kulitasnya masih dibawah standar yang ditetapkan, siswa-siswi bisa melalui jalur

afirmasi 15 persen dan pindahan 5 persen. Untuk jalur prestasi 0 – 30 persen

disesuaikan dengan kondisi daerah dan ditetapkan di daerah masing masing dalam

menentukan wilayah zonasi. 8

8
Muhammad Fadhil, “ANALISIS MERDEKA BELAJAR ALA KETAMANSISWAAN (NITENI,
NIROKKE, NAMBAHI) PADA PROSES BELAJAR DAN MENGAJAR BAHASA INGRIS (K13) DI KELAS XI
MAN 1 YOGYAKARTA”, 2020, Artikel
https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/semnas2020/article/view/7527 diakses pada tanggal 10
November 2021.
BAB IX

PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN PAI

Sebelumnya materi pendidikan agama Islam dalam jenjang pendidikan

terbagi beberapa mata pelajaran diantaranya: Alquran hadits, Aqidah-akhlak,

Fiqih, dan Tarikh/SKI (Sejarah kebudayaan Islam). Materi-materi tersebut

disajikan melalui dengan metode pembelajaran dan media pembelajaran.

Menurut Arifin ada tiga pokok nilai yang terkandung dalam tujuan

pendidikan Islam yang akan diaktualisasikan melalui metode, yaitu pertama,

membentuk peserta didik menjadi menjadi hamba Allah Swt sebaik-baiknya.

Kedua, bernilai pendidikan yang mengarah kepada petunjuk Alquran dan hadits,

ketiga, berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan sesuai dengan ajaran Alquran

yang disebut pahala dan siksaan.

Menurut Rusdiana Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar dan

terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, hingga mengimani, bertaqwa kepada Allah Swt, dan berakhlak mulia

dalam mengamalkan pembelajaran agama Islam dari petunjuk Alquran dan hadits,

dengan pendekatan kegiatan bimbingan pengajaran, ltihan, dan pengalaman

peserta didik.

Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan

maupun teori belajar, yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh

pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau

murid. Sedangkan menurut Corey sebagaimana yang dikutip oleh Syaiful Sagala

Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja

dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisikondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,

pembelajaran merupakan subjek khusus dari pendidikan.

Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut guru dalam

menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana

yang telah diprogramkan.9

Sedangkan pembelajaran Majid berpendapat adalah upaya

untukmembelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya

(effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan kea rah pencapaian tujuan

yang telah direncanakan sebelumnya. Hendro menegaskan pembelajaran adalah

suatu proses membuat seseorang, kegiatan pembelajaran harus memiliki rencana

yang sangat matang untuk menentukan bagaimana pembelajaran tersebut dapat

mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Memahami penjelasan diatas dapat disimpulkan, materi pembelajaran

pendidikan agama Islam adalah aktivitas yang sistematis dan direncanakan

sebelumnya dengan baik dengan materi ajar pendidikan agama Islam Alquran

hadits dll, untuk disampaikan kepada peserta didik dikelas.

Pengembangan materi pembelajaran Pendidikan agama Islam mampu

mewarnai kehidupan belajar siswa ataupun setingkat pelajar mahasiswa di

kampus, dengan memberi optimisme dan kriatif dalam belajar. Terkhusus dalam

aspek pengembangan kurikulum Pendidikan agama Islam dan sebagai strategi

pembelajaran PAI dalam menghasilkan target yang di harapkan oleh kurikulum

ataupun prencenaan belajar. Pentingnya pengembangan materi pembelajaran

Pendidikan Islam ini karena sebagai otentik model pembelajaran PAI yang

9
Mohammad Jailani, Hendro Widodo, Siti Fatimah, “
Pengembangan Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, 2021, Artikel
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/idaroh/article/view/8886 diakses pada tanggal 17
November 2021.
relevan di masa kini (revolusi industry 5.0), Bersama dengan perkembangan

pertumbuhan Pendidikan pelajar (peserta didik dan mahasiswa).

Pengembangan materi pembelajaran Pendidikan agama Islam berbasis

Neurosains berperan terhadap belajar peserta didik dan mahasiswa dengan

pendekatan Neurosains yaitu dengan pendekatan otak, pelajar dipengaruhi dengan

otaknya dalam rangka memberi stimulus dan daya minat belajar sehingga pelajar

akan termotivasi dan konsentrasi dalam belajar hasil akhirnya pelajar mampu

memhami pembelajaran Pendidikan agama Islam. Sedangkan pengembangan

materi pembelajaran berbasis Quipper School pengembangan materi ini mampu

memberi kreatif belajar terhadap pelajar terkhusus terhadap peserta didik di

sekolah antara lain peserta didik mampu berkreasi dengan pembelajaran Aqidah

akhlak, contoh dengan mapel Aqidah Akhlak dengan bab asmaul husna (sifat

wajib) mampu berinovasi dalam materi tersebut. Pengembangan materi ini juga

bisa dimanfaatkan dalam media pembelajaran misal audivo visual, teks semasa

daring (online learning) yang berimplikasi terhadap pembelajaran Pendidikan

agama Islam dimasa kini khususnya dimasa online pandemic COVID-19.


BAB X

PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI BERBASIS LINGKUNGAN

Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga

pendidikan (sekolah) bagi siswa yang tidak terbatas pada sejumlah mata

pembelajaran, namun meliputi semua yang berkaitan dengan perkembangan siswa

dimana curriculum is interpreted to mean all of the organized courses activities,

and experiences which pupils have under the derection of school, whether in the

classroom or not (Hamalik, 2012: 10).

Lingkungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

daerah (kawasan dsb) yang termasuk di dalamnya. Sedangkan hidup artinya

kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,

termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Departemen Pendidikan

Nasional, 2008: 83). Kehidupan dimana manusia tinggal sangatlah dipengaruhi

dari kehidupan yang ada di sekitarnya sehingga dibutuhkan kesadaran yang tinggi

untuk kelestarian habitat sekitarnya.10

Perencanaan kurikulum Pendidikan Agama Islam berbasis lingkungan

berdasarkan asas-asas: pertama: tujuan kurikulum; Pendidikan Agama Islam

berbasis lingkungan disesuaikan dengan tujuan yang dituangkan dalam buku

pedoman sekolah Adiwiyata.

Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan

keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, sesama manusia,

hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan manusia dengan alam

sekitarnya sebagai bukti ketaatan pada Allah SWT.

10
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Lingkungan, Artikel
https://journal.iainkudus.ac.id diakses pada tanggal 24 November 2021.
Kedua; asas keterpaduan: Perencanaan kurikulum Pendidikan Agama

Islam memadukan jenis dan sumber dari semua disiplin ilmu atau diintegrasikan

dengan semua disiplin ilmu, keterpaduan sekolah dan masyarakat berdasarkan

kurikulum. Perencanaan ini sangatlah penting dilakukan untuk menentukan arah

tujuan dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang berkaitan dengan

lingkungan alam di sekitarnya.

Kurikulum sebagai jantung pendidikan perlu dikembangkan dan

diimplementasikan secara kontekstual untuk merespon kebutuhan daerah, satuan

pendidikan, dan peserta didik di masa kini dan masa mendatang. Hal ini sesuai

dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional yaitu pada pasal 36 ayat (2) dan (3) serta pasal 38 ayat (2).

Pasal 36 ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis

pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan

pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Pasal 36 ayat (3) menyebutkan

bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka

Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan

iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan potensi,

kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan

lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f) tuntutan dunia

kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (h) agama; (i)

dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan nilai-nilai

kebangsaan (Andang, 2013: 70). Pasal 38 ayat (2) mengatur bahwa kurikulum

pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh

setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah

koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama

kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.


Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2006 mengembangkan

program pendidikan lingkungan hidup pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah melalui program Adiwiyata. Program tersebut dari Kementerian

Negara Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan

kesadaran warga sekolah sehingga menjadi sebuah karakter peduli lingkungan

dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Sekolah yang telah mendapatkan

predikat adiwiyata dianggap telah berhasil membentuk karakter peduli terhadap

lingkungan (Al-Anwari, 2014: 230). Keberhasilan ini perlu dituangkan dalam

kurikulum yang dapat dijadikan acuan bagi semua warga sekolah.11

11
K
urikulum pendidikan agama islam berbasis lingkungan, Artikel,
https://www.researchgate.net diakses pada tanggal 24 November 2021.
BAB XI

PENGEMBANGAN MATERI PAI (INTEGRASI PAI DENGAN SAINS)

Kata integrasi memiliki pengertian penyatuan hingga menjadi kesatuan yg

utuh atau bulat. Dalam konterks Ilmu sosial, integrasi sosial adalah suatu kondisi

kesatuan hidup bersama dari aneka satuan sistem sosial budaya, kelompok-

kelompok etnis dan kemasyarakatan, untuk berinteraksi dan bekerjasama,

berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma dasar bersama guna mewujudkan fungsi

sosial budayayang maju, tanpa mengorbankan ciri-ciri kebhinekaan yang ada.

Kata integrasi memiliki pengertian penyatuan hingga menjadi kesatuan yg utuh

atau bulat. Dalam konterks Ilmu sosial, integrasi sosial adalah suatu kondisi

kesatuan hidup bersama dari aneka satuan sistem sosial budaya, kelompok-

kelompok etnis dan kemasyarakatan, untuk berinteraksi dan bekerjasama,

berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma dasar bersama guna mewujudkan fungsi

sosial budayayang maju, tanpa mengorbankan ciri-ciri kebhinekaan yang ada.

Khudori Sholeh (1988), menyatakan bahwa sebenarnya lembaga

pendidikan Islam telah melakukan integrasi tersebut meskipun dalam pengertian

sederhana. Lembaga pendidikan Islam mulai dari Madrasah Ibtidaiyah sampai

Perguruan Tinggi, memang telah memberikan materi-materi ilmu keagamaan

seperti tafsir, hadis, fiqh, dan seterusnya, dan pada waktu yang sama juga

memberikan berbagai disiplin ilmu modern yang diadopsi dari Barat. Artinya,

mereka telah melakukan integrasi antara ilmu dan agama.

Integrasi yang dilakukan ini biasanya hanya dengan sekedar memberikan

ilmu agama dan umum secara bersama-sama tanpa dikaitkan satu sama lain

apalagi dilakukan di atas dasar filosofis yang mapan. Sehingga pemberian bekal

ilmu dan agama tersebut tidak memberikan pemahaman yang yutuh dan

komprehensif pada peserta didik. Apalagi kenyataannya, ilmu-ilmu tersebut sering


disampaikan oleh guru atau dosen yang kurang mempunyai wawasan keislaman

dan kemoderenan yang memadai.

Dalam Konteks ini yang diharapkan adalah integrasi antara pendidikan

agama Islam dengan Sains dan Teknologi dalam rangka memberikan pengertian

secara utuh kepada peserta didik tentang materi pelajaran pendidikan agama Islam

yang sering disampaikan secara dogmatis dengan mengesampingkan faktafakta

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Peserta didik saat ini sangat kritis dan tidak begitu saja menerima

pelajaranpendidikan agama Islam. Ketika disampaikan tentang haramnya

makanan tertentu maka mereka tidak serta merta menerima namun mereka

mempertanyakan tentang keharaman makanan tersebut. Dalam kasus seperti inilah

peran sains diharapkan mampu memberikan penjelasan secara menyeluruh.

Sehingga antara pendidikan agama Islam dan sains dapat saling mendukung

dalam memberikan pemahaman yang utuh kepada peserta didik.

Selain itu, dengan perkembangan teknologi informasi yang demikian pesat

juga diharapkan dapat dikembangkannya model-model pembelajaran dan

pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dalam proses kegiatan belajar

mengajar. Hal ini dengan tujuan untuk memudahkan penyampaian informasi

tentang pendidikan agama Islam kepada peserta didik. Tentunya harus didukung

dengan sumber daya manusia dalam hal ini adalah guru/dosen/pendidikan agama

Islam yang memadai dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Integrasi yang diharapkan antara pendidikan agama Islam dengan Sains

dan Teknologi bukan dipahami dengan memberikan materi pendidikan agama

Islam yang diselingi dengan dengan materi sains dan teknologi. Akan tetapi yang

dimaksudkan adalah adanya integrasi yang sebenarnya, di mana ketika kita

menjelaskan tentang suatu materi pendidikan agama Islam dapat didukung oleh
fakta sains dan teknologi. Sebab, di dunia yang demikian modern ini, peserta

didik tidak mau hanya sekedar menerima secara dogmatis saja setiap materi

pelajaran agama yang mereka terima. Secara kritis mereka juga mempertanyakan

tentang materi pendidikan agama yang kita sampaikan sesuai dengan kenyataan

dalam kehidupan sehari-hari.12

12
C Chanifudin,
“INTEGRASI SAINS DAN ISLAM DALAM PEMBELAJARAN”, Artikel,
https://media.neliti.com diakses pada tanggal 1 Desember 2021.
BAB XII

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PAI DALAM KEGIATAN

EKSTRAKURIKULER

Pendidikan menurut Routledge adalah process of acquiring or imparting

knowledge and skills.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan

mengandung maksud suatu proses dalam rangka mengubah sikap dan tata tingkah

laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui

kegiatan pengajaran dan pelatihan”. Pendidikan adalah The art of imparting or

acquiring knowledge and habit through instructional as study.

Kata agama berarti ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan

(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah

yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Pendidikan agama Islam pada sekolah umum adalah penanaman nilai-nilai

ajaran Islam oleh generasi tua kepada generasi selanjutnya yang dikemas dalam

mata pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) baik melalaui kegiatan

intrakurikuler di kelas atau ekstrakurikuler di luar jam pelajaran formal dengan

tujuan agar peserta didik dapat menguasai, memahami dan mengamalkan ajaran

agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Sekolah merupakan pusat lembaga pendidikan yang kedua setelah

pendidikan rumah tangga. Sebagai pembina lanjutan, maka seyogyanya sekolah

menjadi tempat pembinaan lanjutan dan tempat pemeliharaan hal-hal atau

kebiasaan peserta didik yang baik yang telah diperoleh dalam rumah tangga dan

juga memperbaiki hal-hal atau kebiasaan yang kurang baik, oleh karenanya

pendidikan agama Islam tidak hanya diberikan pada madrasah-madrasah saja,

akan tetapi juga diberikan pada sekolah umum baik pada tingkatan Dasar,

Menengah Pertama ataupun Menengah Atas bahkan pada Perguruan Tinggi.


Pendidikan yang diselenggarakan di sekolah pada intinya bertujuan untuk

membentuk kualitas peserta didik secara menyeluruh dalam dua dimensi

kehidupannya, yaitu dimensi intelektualitas dan dimensi spiritualitas. Secara

akademik, lembaga pendidikan berfungsi untuk mencetak manusia yang mampu

hidup dalam kondisi lingkungan yang selalu berubah dengan cepat dan dipenuhi

dengan budaya kompetisi.

Hal ini diperkuat oleh Kamarodin Hidayat yang mengungkapkan bahwa

pembelajaran pendidikan agama Islam di Sekolah Menengah Atas (SMA)

seyogyanya tidak hanya menekankan pada aspek intelektualitasnya saja, akan

tetapi juga aspek spiritualitasnya. Aspek intelektualitas berkaitan tentang

bagaimana peserta didik mempelajari Islam sebagai ilmu, sedangkan aspek

spiritualitas adalah bagaimana beragama secara benar, hal ini menunjukkan

bahwa mempelajari ilmu-ilmu tentang Islam, sekaligus pengamalannya, tidak

hanya sekedar mempelajari Islam sebagai ilmu belaka.

Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa proses

pembelajaran pendidikan agama Islam tidak bisa hanya bertumpu pada kegiatan

intrakurikuler saja, tetapi juga harus didukung oleh kegiatan-kegiatan lain seperti

kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, dalam hal ini kegiatan kegiatan

kokurikuler dan ekstrakurikuler ini tidak perlu disediakan suatu silabus, karena

kegiatannya bersifat luwes.

Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan yang

dilaksanakan di luar kelas dan mengarah pada pembentukan watak dan

kepribadian peserta didik yang matang, berkaitan dengan aspek-aspek

rasionalitas, intelektualitas, emosi dan spiritualitas dalam dirinya.

Disinilah peran dan manfaat dari kegiatan ekstrakurikuler yang seharusnya

menjadi media pelatihan dan penerapan seluruh pengetahuan dan kemampuan


akademik peserta didik sehingga kompetensi-kompetensi dasar yang menjadi

tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam dapat tercapai.

Ekstrakurikuler secara bahasa berasal dari rangkaian dua kata ekstra dan

kurikuler, secara bahasa ekstra berarti tambahan diluar yang resmi, sedangkan

kurikuler mengandung arti bersangkutan dengan kurikulum.

Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat terkait dengan istilah

ekstrakurikuler, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik diluar jam

pelajaran biasa, termasuk pada saat liburan sekolah, yang bertujuan untuk

memberikan pengkayaan kepada peserta didik dalam artian memperluas

pengetahuan peserta didik dengan cara mengaitkan pelajaran yang satu dengan

yang lain.

Pengembangan kegiatan ekstrakurikuler merupakan bagian dari

pengembangan institusi sekolah. Berbeda dari pengaturan kegiatan intrakurikuler

yang secara jelas disiapkan dalam perangkat kurikulum, kegiatan ekstrakurikuler

lebih mengandalkan inisiatif sekolah. Secara yuridis, pengembangan kegiatan

ekstrakurikuler memiliki landasan hukum yang kuat, karena diatur dalam surat

keputusan Menteri yang harus dilaksanakan oleh sekolah.

Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu cara

penambahan pendidikan agama Islam, sehingga harus disusun secara terencana

agar semua pihak yang terkait dalam penyelanggaraan pendidikan agama Islam

dapat berperan secara aktif mendukung tercapainya tujuan pendidikan agama

Islam.

Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam selain

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan atau

mengembangkan minat dan bakatnya, juga bertujuan untuk meningkatkan

kemampuana mereka dalam memadukan, menintegrasikan, menerapkan


pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah dipelajari dalam kegiatan

intrakurikuler kedalam situasi kehidupannyata, baik dalam lingkungan keluarga,

sekolah, maupun masyarakat.13

13
Yoyoh Badriyyah, “Pengembangan Model Pembelajaran PAI Berbasis Ekstrakurikuler”,
Artikel, https://iaibbc.e-journal.id/xx/article/view/17 diakses pada tanggal 15 Desember 2021.
DAFTAR PUSTAKA

PERAN DAN FUNGSI PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI DI SEKOLAH,

https://www.academia.edu/35180190/MAKALAH_PERAN_DAN_FUNG

SI_PENGEMBANGAN_KURIKULUM_PAI_DI_SEKOLAH diakses

pada tanggal 8 September 2021.

Komponen-Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Islam,

https://sosioakademika.blogspot.com/2015/10/komponen-komponen-

kurikulum-pendidikan.html diakses pada tanggal 14 September 2021.

MODEL–MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM,

http://wisnucorner.blogs.uny.ac.id, diakses pada tanggal 22 September

2021.

PENGEMBANGAN KURIKULUM PESANTREN, MADRASAH, dan

SEKOLAH, https://media.neliti.com diakses pada tanggal 30 September

2021.

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM,

http://ejournal.kopertais4.or.id, diakses pada tanggal 6 Oktober 2021.

MANAJEMEN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN PAI,

https://digilibadmin.unismuh.ac.id diakses pada tanggal 13 Oktober 2021.

M Mirnasulistyawati, “

ANALISIS PENERAPAN KURIKULUM 2013 DALAM PELAKSANAAN

DAN PENINGKATAN PEMBELAJARAN”, 2020,

https://www.jurnal.iain-bone.ac.id diakses pada tanggal 3 November 2021.

Fadhil, Muhammad. “ANALISIS MERDEKA BELAJAR ALA

KETAMANSISWAAN (NITENI, NIROKKE, NAMBAHI) PADA


PROSES BELAJAR DAN MENGAJAR BAHASA INGRIS (K13) DI

KELAS XI MAN 1 YOGYAKARTA”, 2020, Artikel

https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/semnas2020/article/view/7527

diakses pada tanggal 10 November 2021.

Siti Fatimah, Mohammad Jailani, Hendro Widodo, “

Pengembangan Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam”, 2021, Artikel

http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/idaroh/article/view/8886 diakses

pada tanggal 17 November 2021.

Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Lingkungan, Artikel

https://journal.iainkudus.ac.id diakses pada tanggal 24 November 2021.

urikulum pendidikan agama islam berbasis lingkungan, Artikel,

https://www.researchgate.net diakses pada tanggal 24 November 2021.

Chanifudin, C.

“INTEGRASI SAINS DAN ISLAM DALAM PEMBELAJARAN”, Artikel,

https://media.neliti.com diakses pada tanggal 1 Desember 2021.

Badriyyah, Yoyoh. “Pengembangan Model Pembelajaran PAI Berbasis

Ekstrakurikuler”, Artikel, https://iaibbc.e-journal.id/xx/article/view/17

diakses pada tanggal 15 Desember 2021.

Anda mungkin juga menyukai