PENGEMBANGAN KURIKULUM
REVISI MAKALAH
sabilun najah
Mutiara Fanty
REVISI MAKALAH
Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2018
PENGEMBANGAN KURIKULUM
I. PENDAHULUAN
II. PERMASALAHAN
Dari latar belakang masalah tersebut maka permasalahan yang bisa
dimunculkan adalah :
1
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pengembangan Kurikulum
Pengembangan berasal dari kata dasar “kembang”, mendapat imbuhan
“pe-an”, yang berarti “proses, cara, perbuatan mengembangkan”1. Dalam
bahasa Inggris, istilah pengembangan digunakan kata “development” (noun)
yang berasal dari kata “develop” (verb) yang artinya “grow larger, fuller, or
more mature, organized”2.
Proses pengembangan kurikulum, terdapat tiga kegiatan yang selalu
terkait dan tidak dapat dipisahkan, yakni desain, implementasi, dan evaluasi.
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang tiada henti (ongoing
process) antara berbagai komponen, yaitu: orientations, development,
implementation dan evaluation.3
Senada dengan Saylor dan Miller & Seller, Sukmadinata menjelaskan
bahwa pengembangan kurikulum bisa dilakukan dengan langkah-langkah : (1)
identifikasi kebutuhan pendidikan, (2) analisis dan pengukuran kebutuhan, (3)
penyusunan desain kurikulum, (4) validasi kurikulum, (5) implementasi
kurikulum, (6) evaluasi kurikulum.4
Dalam konteks Indonesia, pengembangan kurikulum sebelum 2004
menempatkan para pengembang ide kurikulum dan konstruksi kurikulum
berbeda dengan pelaksana kurikulum. Pengembangan dokumen (curriculum
construction) dilakukan di tingkat nasional oleh sejumlah ahli, sedangkan
implementasi kurikulum dilakukan pelaksana kurikulum (pengawas, kepala
sekolah, guru) diberbagai satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia
dengan kondisi belajar dan lingkungan kerja yang beragam. Setelah 2004, para
pengembang ide kurikulum tetap dilakukan oleh sejumlah kecil para ahli di
tingkat nasional tetapi pengembang dokumen kurikulum dan pelaksana
1
Abdul Rohman, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Semarang: CV. Karya abadi
Jaya, 2015), hlm. 88
2
Abdul Rohman, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Semarang: CV. Karya abadi
Jaya, 2015), hlm. 88
3
Abdul Rohman, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Semarang: CV. Karya abadi
Jaya, 2015), hlm. 88
4
Abdul Rohman, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Semarang: CV. Karya abadi
Jaya, 2015), hlm. 91
2
kurikulum adalah sama yaitu para guru, kepala sekolah bahkan komite
sekolah.5
B. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
5
Abdul Rohman, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Semarang: CV. Karya abadi
Jaya, 2015), hlm. 92-93
6
Abdul Rohman, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Semarang: CV. Karya abadi
Jaya, 2015), hlm. 100
7
Hafni Ladjid, pengembangan kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 9
3
b. Prinsip fleksibilitas
Fleksibilitas ini artinya lentur/tidak kaku dalam memberikan
kebebasan bertindak. Dalam kurikulum pengertian itu
dimaksudkan kebebasan dalam memilih program-program
pendidikan bagi murid dan mengembangkan program
pendidikan bagi para guru
c. Prinsip kontinuitas
Prinsip kontinuitas yaitu berkesinambungan. Perkembangan
dan proses belajar akan berlangsung secara berkesinambungan,
tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena itu,
pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum
juga hendaknya berkesinambungan anatar satu tingkat kelas,
dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan
jenjang lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan
pekerjaan.
d. Prinsip praktis
Yaitu mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana
dana biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip
efisien. Betapapun bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau
menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus
dan mahal pula biayanya, maka kurikulum tersebut tidak
praktis dan sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan
selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan, baik
keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia. Kurikulum
bukan hanya harus ideal tetapi juga praktis.
e. Prinsip Efektifitas
Dalam sajian bidang pendidikan prinsip efektifitas ini
dikaitkan dengan efektifitas guru mengajar dan efektifitas para
murid belajar. Implikasi prinsip ini dalam pengembanagan
kurikulum ialah mengusahakan agar setiap kegiatan kurikuler
membuahkan hasil tanpa ada kegiatan yang mubazir dan
terbuang percuma.
4
2. Prinsip Khusus
Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan
kurikulum:
a. Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
Tujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan
pendidikan. Perumusan komponen-komponen kurikulum
hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau
berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek
(tujuan khusus).
b. Prinsip berkenaan dengan isi pendidikan
Memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum
perlu mempertimbangkan beberapa hal :
- Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pengajaran ke dalam
bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana
- Isi bahan harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan
ketrampilan
- Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis
dan siitematis
c. Prinsip berkenaan dengan pemilihan belajar mengajar
Pemilihan proses belajar mengajar yang digunakan hendaknya
memperlihatkan hal-hal sebagai berikut:
- Apakah metode/tekhnik belajar-mengajar yang digunakan
cocok untuk mengajar bahan pelajaran?
- Apakah metode/tekhnik tersebut memberikan kegiatan
yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan
individual siswa?
- Apakah metode/tekhnik tersebut memberikan urutan
kegiatan yang bertingkat-tingkat?
- Apakah metode tersebut dapat menciptakan kegiatan untuk
mencapai tujuan kognitif, afektif, dan psikomotor?
5
- Apakah metode/tekhnik tersebut lebih mengaktifkan siswa,
atau mengaktifkan guru atau kedua-duanya?
- Apakah metode/tekhnik tersebut mendorong
berkembangnya kemampuan baru?
- Apakah metode/tekhnik tersebut menimbulkan jalinan
kegiatan belajar di sekolah dan di rumah, juga mendorong
pengunnan sumber yang ada dirumah dan di masayarakat?
- Untuk belajar keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan
belajar yang menekankan “learning by doing” di samping
“learning by seeing and knowing”.
d. Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pengajaran
Proses belajar-mengajar yang baik perlu didukung oleh
pengunaan media dan alat-alat bantu pengajaran yang tepat:
- Alat/media pengajaran apa yang diperlukan. Apakah
semuanya sudah tersedia? Biala laat tersebut tidak ada apa
penggantinya?
- Kalau ada alat yang harus dibuat, hendaknya
memperhatikan: bagaimana pembuatannya, siapa yang
membuat, pembiyaannya, waktu pembuatan?
- Bagaimana pengorganisasian alat dalam bahan pelajaran,
apakah dalam bentuk modul, paket belajar, dan lain-lain?
- Hasil yang terbaik akan diperoleh dengan menggunakan
multi media.
e. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan
penilaian Penilaian merupakan bagian integral dari
pengajaran :
- Dalam penyusunan alat penilaian (test) hendaknya langkah-
langkah sebagai berikut:
Rumusan tujuan-tujuan pendidikan yang umum, dalam
ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Uraiakan ke
dalam bentuk tingkah-tingkah laku murid yang dapat
diamati. Hubungkan dengna bahan peljaran. Tuliskan
butir-butir test.
6
- Dalam merencanakan suatu penilaian hendaknya
diperhatikan beberapa hal :
Bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan kelompok
yang akan ditest?
Berapa lama waktu dibutuhkan untuk pelaksanaan test?
Apakah test tersebut berbentuk uaraian atau objektif?
Apakah test tersebut diadministrasikan oleg guru atau oleh
siswa?
- Dalam pengelohan suatu hasil penilaian hendaknya
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Norma apa yang digunakan di dalam pengolahan hasil test?
Apakah digunakan formula quessing?
Bagaimana pengubahan skor ke dalam skor masak?
Skor standar apa yang digunakan?
Untuk apakah hasil-hasil test digunakan?
C. Pengembangan Kurikulum
8
Prof. Dr. Nana Syaodil Sukmadinata, pengembangan kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdaarya,
1997), hlm. 155
7
2. Peranan para ahli
8
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum sebagai
berikut :
1. Perguruan tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh dari perguruan tinggi.
Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang
dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu
pendidikan dan keguruan (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan)
2. Masyarakat
Sebagai bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh
lingkungan masyarakat dimana sekolah tersebut berada. Isis kurikulum
hendaknya mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan
kebutuhan masyarakat homogen atau heterogen, masyarakat kota atau desa,
petani, pedagang atau pegawai, dan sebagainya
3. Sistem nilai
Masalah utama yang dihadapi para pengembangan kurikulum menghadapi
nilai adalah, bahwa dalam masyarakat nilai itu tidak hanya satu.
Masyarakat umumnya heterogen dan multifaset.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengajarkan nilai :
- Guru hendaknya mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada
dalam masyarakat
- Guru hendaknya berpegang pada prinsip demokrasi, etis, dan normal
- Guru berusaha menajdikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru
- Guru menghargai nilai-nilai kelompok lain
- Memahami dan menerima keberagaman kebudayaan sendiri
9
menghilangkan duplikasi, merevisi metode serta isi pengajaran, mengusahakan
perluasan dan kesinambungan kurikulum.9
Untuk menyusun artikulasi kurikulum diperlukan kerja sama dari
berbagai pihak: para administrator, kepala sekolah, TK sampai rektor
universitas, guru-guru dari setiap jenjang pendidikan, orang tua murid dan
tokoh-tokoh masyarakat.
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan. Hambatan
pertama terletak pada guru. Guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan
kurikulum. Hal itu disebabkan beberap hal. Pertama kurang waktu. Kedua
kekurangsesuaian pendapat, baik antara sesama guru maupun dengan kepala
sekolah dan administrator. Ketiga karena kemampuan dan pengetahuan guru
sendiri.
Hambatan lain datang dari masyarakat. Untuk pengembangan
kurikulum dibutuhkan dukungan masyarakat baik dalam pembiayaan maupun
dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum
yang sedang berjalan. Masyarakat adalah sumber input dari sekolah.
Keberhasilan pendidikan, ketetapan kurikulum yang digunakan membutuhkan
bantuan, serta input fakta dan pemikiran dari masyarakat.
1
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun
permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring,
pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam
pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga
dilakukan suatu evaluasi, untuk menilai baik valitidas komponen-
komponennya, prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya.
3. Beaucamph’ s system
Model pengembangan ini dikemukan oleh Beaucamp seorang ahli
kurikulum. Beaucamph mengemukakan lima hal dalam
pengembangan kurikulum :
a. Menetapkan arena atau lingkup wilyah yang akan dicakup oleh
kurikulum tersebut, apakah suaru sekolah, kecamatan,
kabupaten, propinsi atau seluruh Negara. Penetapan area ini
ditentukan oleh wewewang yang dimiliki oleh pengambil
kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum serta oleh tujuan
pengembangan kurikulum.
b. Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta
terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori
orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum
yaitu :
- Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat
pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari
luar
1
- Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan
guru-guru terpilih
- Para professional dalam sistem pendidikan
- Professional lain dan tokoh-tokoh masyarakat
c. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini
berkenaan dengan posedur yang harus ditempuh dalam
merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus,
memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan
dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
d. Implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah
mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang
bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan
yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas,
bahan maupun biaya, di samping kesiapan manajerial dari
pimpinan sekolah atau administrator setempat.
e. Evaluasi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup empat hal,
yaitu :
- Evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
- Evaluasi desain kurikulum
- Evaluasi hasil belajar siswa
- Evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum
1
5. Taba’ s inverted model
Taba menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots approach)
bagi perkembangan kurikulum. Taba percaya kurikulum harus
dirancang oleh guru dan bukan diberikan oleh pihak berwenang.
Menurut Taba guru harus memulai proses dengan menciptakan
suatu unit belajar mengajar khusus bagi murid-murid mereka
disekolah dan bukan terlibat dalam rancangan suatu kurikulum
umum. Menghindari penjelasan grafis dari modelnya, Taba
mencantumkan lima langkah urutan untuk mencapai perubahan
kurikulum, sebagai berikut :
a. Membuat unit percontohan yang mewakili peringkat kelas atau
mata pelajaran. Langkah ini sebagai penghubung antara teori
dan praktek.
b. Menguji unit percobaan
Uji ini diperlukan untuk mengecek validitas dan apakah materi
tersebut dapat diajarkan dan untuk menetapkan batas atas dan
batas bawah dari kemampuan yang diharapkan.
c. Revisi dan konsolidasi
Unit pembelajaran dimodifikasi menyesuaikan dengan
keragaman kebutuhan dan kemampuan siswa, sumber daya yang
tersedia dan berbagai gaya mengajar sehingga kurikulum dapat
sesuai dengan semua tipe kelas.
d. Pengembangan kerangka kerja
Setelah sejumlah unit dirancang, perencana kurikulum harus
memeriksa apakah ruang lingkup sudah memadai dan urutannya
sudah benar.
e. Memasang dan menyebarkan unit-unit baru
Mengatur pelatihan sehingga guru-guru dapat secara efektif
mengoperasikan unit belajar mengajar di kelas mereka.
1
6. Roger’ s interpersonal relation model
Model pengembangan kurikulum rogers adalah kurikulum yang
dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara
fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri
berkomunikasi secara interpersonal.10
Ada beberapa model yang dikemukakan Rogers yaitu jumlah dari
model yang paling sederhana sampai dengan yang komplit. Model-
model tersebut disusun sedemikian rupa sehingga model yang
berikutnya sebenarnya merupakan penyempurnaan dari model-
model sebelumnya. Adapun model tersebut dikemukakan sebagai
berikut :
a. Model I (Model Yang Paling Sederhana)
Menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata
terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan
ujian. Hal ini berdasarkan asumasi bahwa pendidikan adalah
evaluasi, dan evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan
adalah akumulasi materi dan informasi.
Model ini mengabaikan cara-cara (metode) dalam proses
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar dan urutan atau
organisasi bahan pelajaran secara sistematis.
b. Model II
Model II dilakukan dengan menyempurnakan model I yaitu
tentang metode dan organisasi bahan pelajaran.
Dalam pengembangan kurikulum pada model II sudah
dipikirkan pemilihan metode yang efektif bagi berlangsungnya
proses belajar. Di samping itu bahan pelajaran juga sudah
disusun secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar
dan juga memperhatikan luas dan dalamnya bahan pelajaran.
Akan tetapi model II belum memperhatikan masalah teknologi
pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan kegiatan
pengajaran.
10
Sukmadinata, N. S, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. (Bandung, 1997), hlm. 34
1
c. Model III
Model III menyempurnakan model II. Dalam model III
memasukkan unsur teknologi pendidikan. Hal ini berdasarkan
pertimbangan bahwa teknologi pendidikan merupakan faktor
yang sangat menunjang dalam keberhasilan kegiatan belajar
mengajar.
Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan
pelajaran hanya akan sampai pada model III. Padahal masih ada
satu lagi masalah pokok yang harus diperhatikan, yaitu yang
berkaitan dengan masalah tujuan.
d. Model IV
Pengembangan kurikulum merupakan penyempurnaan model
III, yaitu dengan memasukkan unsur tujuan ke dalamnya.
Tujuan itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang
lain, baik metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi
pelajaran maupun kegiatan penilaian yang dilakukan.
1
d. Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok11
11
M. Ahmad, dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung, CV Pustaka Setia, 1997) hlm. 50
1
seluruh rumusan unit-unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah
memilki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan.
12
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Jakarta, Gaya Media, 1999) hlm.
36-37
1
c) Pengorganisasian pengalaman belajar.
d) Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar sisa
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan mengetahui.
1
elemen kurikulum lain, dan telah menempatkan test dengan
waktu yang baik.13
13
Abdullah Idi, dkk, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, hlm 42-43
1
Model ini fleksibel terhadap perubahan-perubahan situasi
sehingga hubungan perubahan-perubahan dilihat untuk elemen-
elemen pada model berikutnya.14
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua
pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum
terintregasi filsafat, nila-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan.
Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu,
pendidik, penjabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya.
Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum, yaitu prinsip umum dan prinsip
khusus. Didalam prinsip khusus terdapat beberapa macam
pengembangannya yaitu; (a) prinsip relevansi, (b) prinsip fleksibilitas, (c)
prinsip kontinuitas, (d) prinsip praktis, (e) prinsip efektifitas. Adapun prinsip
khusus yaitu; (a) prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, (b) prinsip
berkenaan dengan isi pendidikan, (c) prinsip berkenaan dengan pemilihan
proses belajar mengajar, (d) prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat
pengajaran, (e) prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.
Pengembangan kurikulum dalam mengembangkan suatu kurikulum
banyak pihak yang turut berpartisipasi, yaitu: administrator pendidikan, ahli
pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang
tua murid serta tokoh-tokoh masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum yaitu; (a)
perguruan tinggi, (b) masyarakat, (c) sistem nilai. Artikulasi dalam pendidikan
berarti “kestupaduan dan koordinasi segala pengalaman belajar”. Untuk
merealisasikan artikulasi kurikulum, perlu meneliti kurikulum secara
menyeluruh, membuang hal-hal yang tidak diperlukan, menghilangkan
duplikasi, merevisi metode serta isi pengajaran, mengusahakan perluasan dan
kesinambungan kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa
hambatan. Hambatan pertama terletak pada guru. Guru kurang berpartisipasi
14
Ibid.., hlm 44
2
dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan beberap hal. Pertama
kurang waktu. Kedua kekurangsesuaian pendapat, baik antara sesama guru
maupun dengan kepala sekolah dan administrator. Ketiga karena kemampuan
dan pengetahuan guru sendiri.
Hambatan lain datang dari masyarakat. Untuk pengembangan kurikulum
dibutuhkan dukungan masyarakat baik dalam pembiayaan maupun dalam
memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang
sedang berjalan. Masyarakat adalah sumber input dari sekolah. Keberhasilan
pendidikan, ketetapan kurikulum yang digunakan membutuhkan bantuan,
serta inputfakta dan pemikiran dari masyarakat.
Model-model perkembangan kurikulum yaitu; (a) the administrative
model, (b) tim grass roots model, (c) beaucamph’ s system, (d) The
demonstration model, (e) taba’ s inverted model, (f)roger’ s interpersonal relation
model, (g) the systematic action-research model, (h) emerging technical, (i)
models model Tyler, (j) model D.K. Wheeler , (k) model Audery dan Nicholls
B. Saran
Setelah mempelajari tentang perkembangan kurikulum maka kami
harapakan bagi setiap pembaca untuk dapat memahaminya dan dapat
mempelajarinya lebih detail dari berbagai literature lainnya.
2
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rohman, 2015, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Semarang: CV. Karya
abadi Jaya
Abdullah Idi, 1999, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Jakarta, Gaya Media
Pertama