MAKALAH
Kurikulum )
Disusun oleh :
1. Gita Fitri [2022.3.10.1.00734]
2. Eva Fajriyah [2022.3.10.1.00727]
3. Rihad Nurul Iman [2022.3.10.1.00767]
FAKULTAS TARBIYAH
CIREBON
2
BAB I
PENDAHULUAN
diberi konotasi sebagai usaha sekolah untuk mempengaruhi siswa agar mereka
dapat belajar dengan baik di dalam kelas, di halaman sekolah, di luar lingkungan
menjadi pribadi yang diharapkan. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
pendidikan selanjutnya.
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif dan efektif melalui penguatan sikap,
menilai hasil belajar siswa dalam proses pencapaian sasaran belajar, yang
3
pelajaran, antara lain mata pelajaran bahasa Indonesia. Peran mata pelajaran
bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 sangat strategis sebagai penghela ilmu
pengetahuan. Hal ini karena mata pelajaran bahasa Indonesia difungsikan sebagai
mengajar dibutuhkan suatu model pembelajaran yang memenuhi, agar siswa tidak
merasa bosan dengan materi yang diajarkan oleh guru. Hal ini disebabkan oleh
salah satu perubahan mendasar dalam kurikulum 2013 yaitu model pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dan dapat
dijadikan sebagai acuan pembelajaran dikelas pada kurikulum 2013 adalah model
dan PMP tahun 2013). Rais (2010:4) mangatakan bahwa project based learning
(PBL) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang
suatu hasil produk. Dalam kegiatan ini, siswa melakukan ekplorasi, penilaian,
pencapaian yang diperoleh siswa dari segi pengetahuan hingga keterampilan dan
aktivitas penyelesaian proyek menjadi lebih baik lagi. Oleh sebab itu, manfaat
di kelas harus diubah dari kecenderungan lama (satu arah) agar menjadi lebih
interaktif (multi arah). Melalui model pembelajaran ini, siswa juga diharapkan
bertahan pada hasil belajar berupa pengetahuan semata. Itupun sangat dangkal
hanya sampai pada tingkat ingatan dan pemahaman dan belum banyak yang
BAB II
PEMBAHASAN
masalah lain. seorang siswa yang belajar fisika, umpamanya, harus melakukan kegiatan
belajar sebagaimana seorang ahli fisika melakukannya. Hal seperti itu akan
mempermudah proses belajar fisika bagi siswa.
Sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam perkembangan kurikulum subjek
akademis.
a. Melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana
memperoleh dan mengurai fakta-fakta dan bukan sekedar mengingat-ingatnya.
b. Studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respons terhadap perkembangan
masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komprehensif-terpadu.
Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut
batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas
fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problema-problema yang ada. Mereka
mengembangkan suatu model kurikulum yang terintegrasi (integrated curriculum). Ada
beberapa ciri model kurikulum yang dikembangkan.
1) Menentukan tema-tema yang membentuk satu kesatuan (unifying theme).
2) Menyatukan kegiatan belajar dari beberapa disiplin ilmu.
3) Menyatukan berbagai cara /metode belajar.
c. Pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah pada fundamentalis. Mereka tetap
mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis, dan
memecahkan masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu
kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan
praktis pemecahan masalah dalam kehidupan.
a. Ciri-ciri kurikulum subjek akademis
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan,
metode, organisasi isi, dan evaluasi. Tujuan kurikulum subjek akademis adalah
pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan
proses “penelitian”. Dengan berpengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu, para siswa
diharapkan memilik konsep-konsep dan cara-cara yang dapat terus dikembangkan dalam
masyarakat yang lebih luas. Para siswa harus belajar menggunakan pemikiran dan dapat
mengontrol dorongan-dorongannya. Sekolah harus memberikan kesempatan kepada para
siswa untuk merealisasikan kemampuan mereka menguasai warisan budaya dan jika
mungkin memperkayanya.
Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulum subjek akademis adalah
metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi
(dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai. Konsep utama disusun secara sistematis,
dengan ilustrasi yang jelas untuk selanjutnya dikaji. Dalam materi disiplin ilmu yang
diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara
pemecahannya.
Melalui proses tersebut para siswa akan menemukan, bahwa kemampuan berpikir
dan mengamati digunakan dalam ilmu kealaman, logika digunakan dalam matematika,
bentuk dan perasaan digunakan dalam seni dan koherensi dalam sejarah. Mereka
mempelajari buku-buku standar untuk memperkaya pengetahuan, dan untuk memahami
budaya masa lalu dan mengeti keadaan masa kini.
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis.
Pola-pola organisasi yang terpenting di antaranya:
1) Correlated curriculum
2) Unified atau Concentrated curriculum
3) Integrated curriculum
4) Problem Solving curriculum
8
2. Kurikulum Humanistik
a. Konsep dasar
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik.
Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education)
yaitu John Dewey (progressive Education) dan J.J. Rousseau (Romantic Education).
Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Mereka bertolak dari asumsi
bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan. Ia adalah
subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa
mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik
humanis juga berpegang pada konsep Getsalt, bahwa individu atau anak merupakan satu
kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia yang utuh
bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga segi sosial dan efektif (emosi, sikap,
perasaan, nilai, dan lain-lain).
Pandangan mereka berkembang sebagai reaksi terhadap pendidikan yang lebih
menekankan segi intelektual dengan peran utama dipegang oleh guru. Pendidikan
humanistik menekankan peranan siswa. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk
menciptakansituasi yang permisif, rileks, akrab. Berkat situasi tersebut anak
mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Pendidikan mereka lebih menekankan bagaimana mengajar siswa (mendorong
siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap terhadap sesuatu. Tujuan pengajaran
adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan
keterasingan dari lingkungan. Ada beberapa aliran yang termasuk dalam pendidikan
humanistik yaitu pendidikan Konfluen, Kritikisme Radikal, dan Mitikisme modern.
Pendidikan konfluen menekankan kebutuhan pribadi, individu harus merespons
secara utuh (baik segi pikiran, perasaan, maupun tindakan), terhadap kesatuan yang
menyeluruh dari lingkungan.
Kritikisme Radikal bersumber dari aliran naturalisme atau romantisme Rousseau.
Mereka memandang pendidikan sebagai upaya untuk membantu anak menemukan dan
mengembangkan sendiri segala potensi yang dimilikinya. Pendidikan merupakan upaya
untuk menciptakan situasi yang memungkinkan anak berkembang optimal. Pendidik
adalah ibarat petani yang berusaha menciptakan tanah yang gembur, air dan dan udara
yang cukup, terhindar dari berbagai hama, untuk tumbuhnya tanaman yang penuh dengan
berbagai potensi. Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan, yang ada adalah dorongan dan
rangsangan untuk berkembang.
Mitikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan pengembangan
kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity training, yoga, meditasi,
dan sebagainya.
b. Kurikulum konfluen
Kurikulum konfluen dikembangkan oleh para pendidikan konfluen, yang ingin
menyatukan segi-segi afektif (sikap, perasaan, nilai) dengan segi-segi kognitif
(kemampuan intelektual). Pendidikan konfluen kurang menekankan pengetahuan yang
mengandung segi afektif). Menurut mereka kurikulum tidak menyiapkan pendidikan
tentang sikap, perasaan, dan nilai yang harus dimiliki murid-murid. Kurikulum
hendaknya mempersiapkan berbagai alternatif yang dapat dipilih murid-murid dalam
proses bersikap, berperasaan dan member pertimbangan nilai. Murid-murid hendaknya
diajak untuk menyatakan pilihan dan mempertanggungjawabkan sikap-sikap, perasaan-
perasaan, dan pertimbangan-pertimbangan nilai yang telah dipilihnya.
c. Beberapa ciri kurikulum konfluen
Kurikulum konfluen mempunyai beberapa cirri utama yaitu :
1
1) Partisipasi
2) Integrasi
3) Relevansi,
4) Pribadi anak
5) Tujuan
Dasar dari kurikulum konfluen adalah Psikologi Gestalt yang menekankan
keutuhan, kesatuan, keseluruhan. Teori yang mendukung pandangan ini adalah
Eksistensialisme yang memusatkan perhatiannya pada apa yang terjadi sekarang di
tempat ini. Apa yang menjadi isi kurikulum diukur oleh apakah hal itu bermanfaat bagi
kita sekarang? Apakah hal itu akan memperbaiki kehidupan kita sekarang.
Prinsip pengajarannya menerapkan prinsip terapi Gestalt, yang menekankan
keterbukaan, kesadaran, keunikan, dan tanggung jawab pribadi. Hal-hal di atas sangat
esensial dalam perkembangan individu yang sehat, yang matang. Pengajaran lebih
menekankan kepada tanggung jawab pribadi daripadi kompetisi. Tidak ada jawaban yang
salah atau benar dalam pengajaran konfluen. Melalui latihan kesadaran/kepekaan
perkembangan yang sehat akan tercapai, karena dengan cara itu ia lebih sadar akan
eksistensinya dan kemungkinannya untuk berkembang.
Kurikulum konfluen menyatukan pengetahuan objektif dan subjektif,
berhubungan dengan kehidupan siswa dan bermanfaat baik bagi individu maupun
masyarakat. Hal itu sesuai dengan konsep Gestalt bahwa sesuatu itu dikatakan berarti
(penting-red) apabila bermanfaat bagi keseluruhan. Pendidikan konfluen sangat
mengutamakan kesatuan dari keseluruhan.
d. Metode-metode belajar konfluen
Para pengembang kurikulum konfluen telah menyusun kurikulum untuk berbagai
bidang pengajaran. Kurikulum tersebut mencakup tujuan, topik-topik yang akan
dipelajari, alat-alat pelajaran, dan buku teks. Pengajaran konfluen juga telah tersusun
dalam bentuk rencana-rencana pelajaran, unit-unit pelajaran yang telah diujicobakan.
Kebanyakan bahan tersebut diajarkan dengan teknik afektif. George Issac Brown telah
memberikan sekitar 40 macam teknik pengajaran konfluen, diantaranya dyads yang
merupakan latihan komunikasi afektif antara dua orang, fantasy body trips merupakan
pemahaman tentang badan dan diri individu, rituals yaitu suatu kegiatan untuk
menciptakan kebiasaan, kegiatan atau ritual baru.
Berbeda dengan pengembang kurikulum yang lain, para penyusun kurikulum
konfluen tidak menuntut para guru melaksanakn pengajaran seperti yang mereka
kerjakan. Mereka mengharapkan setiap guru mengembangkan kreasi sendiri. Dalam
menciptakan kreasi ini, yang terpenting mereka memahami tujuan dan keguanaan
kegiatan yang mereka ciptakan.
Dalam memilih kegiatan belajar beberapa cara dapat di tempuh. Pertama,
mengindentifikasikan tema-tema atau topik-topik yang mengandung self judgment. Untuk
setiap tema atau topik hendaknya dipilih prosedur atau bentuk-bentuk kegiatan yang atau
teknik yang sesuai. Kedua, materi disajikan dalam bentuk yang belum selesai (open
ended), tema atau issue-issue diharapkan muncul secara spontan dari prosedur serta
perlengkapan pengajaran yang ada. Cara yang kedua ini menuntut keterbukaan dari siswa
tetapi juga guru perlu mengusahakan kerahasiaan.
Pengajaran humanistik memfokuskan prosesa aktualisasi diri (self actualization).
Setiap orang mempunyai self (aku = diri) yang tidak selalu disadari, tersembunyi atau
tertutup. Aku atau diri ini perlu dibuka, atau dibangunkan melalui pendidikan.
Kurikulum perlu merencanakan program untuk membantu para siswa menemukan
dan menampakan dirinya. Kurikulum humanistik dapat membantu mereka memperlancar
1
proses aktualisasi diri ini. Melalui berbagai kegiatan pengajaran model humanistik para
siswa dapat menyatakan diri, berekspresi, bereksprimen, berbuat, memperoleh umpan
balik dan menemukan dirinya. Menurut Abraham Maslow, kita dapat belajar lebih
banyak tentang diri kita melalui pengujian respons-respons menuju puncak pengalaman
(peak experiences). Puncak pengalaman adalah penglaman-pengalaman yang
membangkitkan rasa sayang, benci, cemas, duka, senang dsb. Menurut Maslow puncak
pengalaman ini merupakan awal dan juga akhir dari pendidikan.
Menurut Philip H. Phenix, kurikulum harus dapat mengembangkan kesadaran dan
mendorong kreativitas murid-murid. Bagi Phenix kesadaran merupakan kunci
perkembangan diri dalam membina hubungan dan penyesesuain diri dengan orang lain,
kelompok, budaya, dan lain-lain.
e. Karakteristik kurikulum humanistik
Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik, berkenaan dengan
tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Menurut para humanis, kurikulum berfungsi
menyediakan pengalaman (pengetahuan-red) berharga untuk membantu memperlancar
perkembangan pribadi murid. Bagi mereka tujuan pendidikan adalah proses
perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan
otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar.
Semua itu merupakan bagian dari cita-cita perkembangan manusia yang teraktualisasi
(self actualizing person). Seseorang yang telah mampu mengaktualisasikan diri adalah
orang yang telah mencapai keseimbangan (harmoni) perkembangan seluruh aspek
pribadinya baik aspek kognitif, estetika, maupun moral. Seorang dapat bekerja dengan
baik bila memiliki karakter yang baik pula.
Kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan
murid. Guru selain harus mampu menciptakan hubungan yang hangat dengan murid, juga
mampu menjadi sumber. Ia harus mampu memberikan materi yang menarik dan mampu
menciptakan situasi yang memperlancar proses belajar. Guru harus memberikan
dorongan kepada murid atas dasar saling percaya. Peran mengajar bukan saja dilakukan
oleh guru tetapi juga oleh murid. Guru tidak memaksakan sesuatu yang tidak di sengani
murid.
Sesuai dengan prinsip yang dianut, kurikulum humanistik menekankan integrasi,
yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan
tindakan. Kurikulum humanistik juga menekankan keseluruhan. Kurikulum harus mampu
memberikn pengalaman yang menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-
penggal.kurikulum ini kurang menekankan sekuens, karena dengan sekuens murid-murid
kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memperdalam aspek-aspek
perkembangannya. Penyusunan sekuens dalam pengajaran yang sifatnya afektif,
dilakukan oleh Shiflett.
1) Menyusun kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat atau perhatian tertentu.
2) Memperkenalkan bahan-bahan yang akan dibahasdalam setiap kegiatan. Di dalamnya
tercakup topik-topik, bahan ajar serta kegiatan belajar yang akan membantu siswa dalam
merumuskan apa yang ingin merek pelajari. Kegiatan yang diutamakan adalah yang akan
membangkitkan rasa ingin tahu dari pemahaman.
3) Pelaksanaan kegiatan, para siswa diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang
berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
4) Penyempurnaan, pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta
upaya tindak lanjutnya.
Dalam evaluasi, kurikulum humanistik berbeda dengan yang biasa. Model lebih
mengutamakan proses daripada hasil.kalau kurikulum yang biasa terutama subjek
1
dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada gilirannya akan melahirkan
manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
3. Model Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum idenya datang dari bawah (grass roots). Semula
merupakan suatu upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunakan
dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering mendapat tantangan atau
ketidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua
bentuk model pengembangan ini.
a. Sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah yang diorganisasi dan ditunjuk
untuk melaksanakan suatu uji coba atau eksperimen suatu kurikulum. Unit-unit ini
melakukan suatu proyek melalui kegiatan penelitian dan pengembangan untuk
menghasilkan suatu model kurikulum. Hasil dari kegiatan penelitian dan pengembangan
ini diharapkan dapat digunakan pada lingkungan sekolah yang lebih luas. Pengembangan
model ini biasanya diprakarsai oleh pihak Departemen Pendidikan dan dilaksanakan oleh
kelompok guru dalam rangka inovasi dan perbaikan suatu kurikulum.
b. Dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang sudah ada,
kemudian mereka mengadakan eksperimen, uji coba, dan mengadakan pengembangan
secara mandiri. Pada dasarnya guru-guru tersebut mencobakan yang dianggap belum ada,
dan merupakan suatu inovasi terhadap kurikulum, sehingga berbeda dengan
pengembangan kurikulum yang berlaku, dengan harapan akan ditemukan pengembangan
kurikulum yang lebih baik dari yang ada.
Ada beberapa kebaikan dalam penerapan model pengembangan ini, di antaranya
adalah:
a. Kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah
diuji dan diteliti secara ilmiah;
b. Perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan
kecil akan ditolak oleh pihak administrator, akan berbeda dengan perubahan kurikulum
yang sangat luas dan kompleks.
c. Hakikat model dmostrasi berskala kecil akan terhindar dari kesenjangan dokumen dan
pelaksanaan di lapangan.
d. Model ini akan menggerakkan inisiatif, kreativitas guru-guru serta memberdayakan
sumber-sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam
mengembangkan program yang baru.
Hal penting dari model demontrasi adalah adanya keterbukaan komunikasi antara
percobaan yang dilakukan guru dengan percobaan-percobaan yang dilakukan secara
lembaga. Di samping itu model demontrasi dapat dikembangkan oleh setiap guru dalam
bentuk penelitian tindakan kelas (classroom action research).
4. Model Beaucham
Model ini dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964). Langkah-langkahnya
sebagai berikut:
a. Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas
disekolah, disebarkan disekolah-sekolah didaerah tertentu baik berskala regional maupun
nasional yang disebut arena.
b. Menunjuk tim pengembangan yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf
pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumer lain.
c. Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar.
d. Melaksanakan kurikulum di sekolah.
e. Mengevaluasi kurikulum yang berlaku.
1
Secara umum model ini telah dianggap lengkap namun masih terdapat berbagai
pertanyaan yang tak terjawab dalam proses rekayasa kurikulum. Dalam beberapa hal
model ini hampir sama dengan model administratif, terutama dalam orientasinya dari atas
ke bawah. Keuntungan model ini terutama adalah adanya penegasan arena yang kiranya
akan mempermudah dan memperjelas ruang lingkup kegiatan. Kekurangannya, seperti
halnya model administratif di atas, adalah kurang pekanya terhadap perubahan
masyarakat dan kurag memperhatikan keadaan daerah yang antara satu dengan lainnya
menuntut adanya kekhususan-kekhususan tertentu.
5. Model Terbalik Hilda Taba
Model terbalik ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif yang
disebut model terbalik, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-
konsep yang datangnya dari atas secara deduktif. Sebelum melaksanakan langkah-
langkah lebih lanjut,terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan
percobaan, kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan
Penilaian, memperhatikan antara luas dan dalamnya bahan, kemudian disusunlah suatu
unit kurikulum.
b. Mengadakan try out.
c. Mengadakan revisi atas dasar try out.
d. Menyusun kerangka kerja teori.
e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan.
Pengembangan kurikulum model terbalik berusaha mendekatkan kurikulum
dengan realitas pelaksanaanya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar
yang professional. Dengan demikian, model ii benar-benar memadukan teori dan praktik.
Akan tetapi, dan ini dipandang sebagai kelemahannya, model tersebut sulit
diorganisasikan karena menuntut kemampuan teoretis dan profesional yang tinggi dari
staf pengajar dan administrator pelaksana.
6. Model Hubungan Interpersonal dari Rogers
Menurut Roger’s manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing,
changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri,
tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk
membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tnersebut. Pendidikan juga tidak
lain merupakan upaya untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan
tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu
perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers. Pertama, pemilihan
target dari system pendidikan. Didalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang
menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan untuk turut serta
dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para pejabat
pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang relaks, tidak
formal.
Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu
secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi
secara interpersonal.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Diadakannya kelompok untuk dapatnya hubungan interpersonal di tempat yang tidak
sibuk
1
b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tikar pengalaman,
dibawah pimpinan staf pengajar.
c. Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luaslagi dalam satu
sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna.
d. Selanjutnya penemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi,
yaitu dengan mengikutsertakan para pegawai administrasi dan orang tua peserta didik.
Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing person akan saling menghayati
dan lebih akrab, sehingga memudahkan berbagai pemecahan problem sekolah yang
dihadapi.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih
realistis, karena didasari oleh kenyataan yang diharapkan.
7. Model penelitian tindakan
Model ini dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan Shores, berdasarkan asumsi
bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, yaitu proses yang melibatkan
berbagai kepribadian orang tua, peserta didik, guru, struktur sistem sekolah, dan
hubungan individu serta kelompok, baik di sekolah maupun di masyarakat.
Kurikulum muncul dalam konteks pengharapan dari masyarakat. Setiap orang
berharap bahwa setiap perilaku haruslah sesuai dengan profesinya, apa itu dokter,
pengusaha, ibu, wiraswastawan, maupun seorang guru. Dalam hal terakhir, setiap orang
mempunyai sesuatu ide tentang apa dan bagaimana seharusnya anak didik, serta peran
apa yang harus dijadikan kurikulum. Jadi program pengembangan kurikulum yang efektif
berusaha memperhatikan berbagai perasaan, pengharapan, dan ide yang dimiliki orang
terhadap kurikulum serta selalu dikaitkan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Langkah-langkah yang perlu diambil dalam model ini ialah:
a. Penelaahan berbagai masalah kurikulum, dengan cara: menemukan fakta-fakta secara
luas untuk dijadikan sesuatu masalah, mengidentifikasi berbagai faktor, kekuatan serta
syarat yang harus diambil jika masalah tersebut perlu dipecahkan.
b. Penerapan berbagai keputusan yang berhubungan dengan masalah pertama. Kegiatan ini
dilaksanakan dengan mencari data atau fakta. Untuk itu, perlu menyediakan data untuk
penilaian, memberi pandangan baru untuk suatu perencanaan kurikulum, menemukan
data tambahan untuk perubahan
8. Emerging technical models
Perkembangan bidang tekhnologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efesiensi
efektifitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum.
Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan atas hal itu, diantaranya:
a. The behavioral analysis model analysis
Model ini menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Siswa mempelajari
perilaku-perilaku secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih
kompleks.
b. The system analysis model
Model ini berasal dari gerakan efesiensi bisnis. Langkah pertamadari model ini
adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa.
Langkah kedua adalahmenyusun instrumen untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar
tersebut. Langkah ketiga, mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan
biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan keuntungan dari
beberapa program pendidikan.
c. The computer based model
Merupakan model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan komputer.
Pengembangan dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit
1
kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada para
siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit kurikulum
tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil
belajar yang dicapai siswa disimpan dalam komputer.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam
rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan mengevaluasi
(evaliation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus
dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat
memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan. Yang
dimaksud dengan model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis
dalam proses penyususnan suatu kurikulum.
Model konsep kurikulum dikembangkan oleh para ahli dikaji empat macam
model konsep kurikulum berdasrakan pada urutan kajian paling tradisional sampai
dengan kajian yang dianggap cukup modern yaitu kurikulum subjek akademis,
humanistik, rekontroksi sosial dan teknlogis.
Model pengembangan kurikulum yang dapat digunakan meliputi model
administrasi, model grass root, model demonstrasi, model Beauchamp, model hubungan
Interpersonal dari Roger, model Tyler, serta model Inverted dari Taba. Model
administrasi rencananya berasal dari pejabat, model grass root serta demonstrasi memiliki
kemiripan dengan rencana yang berasal dari pendidik, model Beauchamp menelaah
erdasarkan langkah-langkah tertentu, model hubungan Interpersonal dari Roger
menitikberatkan pada kegiatan kelompok campuran, model Tyler berdasar pada empat
pertanyaan pendidikan, dan model Inverted dari Taba menekankan pada kesederhanaan
prosedur.