Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Pembelajaran dan pengembangan kurikulum

Dosen pengampu :
Dr. Hj. Mualimah Radhiana, M. Pd

Kelompok 11
Disusun oleh :
1. Sebrina Hendri zahir (1800888203008)
2. Riyanda trihardi (1800888203025)
3. Suci Wulandari (1800888203028)

Pendidikan bahasa inggris


Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
Universitas batanghari
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai.
Makalah ini membahas tentang pengertian kurikulum dan landasan-landasan pengembangan kurikulum.
Mengomukasikan komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembngan kurikulum.
Mengenal berbagai model pengembangan kurikulum. Mengenal keterhubungan pembelajaran dengan
pengembangan kurikulum Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

i
BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh pengembang
kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat
menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
Kegiatan pembelajaran yang di selenggarakan oleh setiap guru, selalu bermula dari dan bermuara pada
komponen-komponen pembelajaran yang tersurat dalam kurikulum. Pernyataan ini, didasarkan pada
kenyataan bahwa kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru merupakan bagian utama dari
pendidikan formal yang syarat mutlaknya adalah adanya kurikulum sebagai pedoman. Dengan demikian,
guru dalam merancang program pembelajaran maupun melaksanakan proses pembelajaran akan selalu
berpedoman pada kurikulum.
Guru dapat dikatakan sebagai pemegang peran penting dalam pengimplementasikan kurikulum, baik
dalam rancangan maupun dalam tindakannya. Oleh karena itu, sudah selayaknya seorang calon guru
dikenalkan dengan kuriklum yang akan banyak digaulinya pada saatnya nanti, pengenalan terhadap
kurikulum tersebut, tidak saja terbatas pada pengertian kuriklum saja. Lebih dari itu yang penting adalah
dengan pengembangan kurikulum

2.2 Landasan pengembangan kurikulum

Kurikulum merupakan wahan belajar mengajar yang dinamissehingga perlu dinilai dan dikembangkan
secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat
(depdikbud, 1986;1). Adapun yang dimaksud dengan Pengembangan kurikulum adalah suatu proses
yang menentukan bagaimana pembuatan kurikulum berjalan.
Hal tersebut meliputi pertanyaan-pertanyaan berikut: siapa akan dilibatkan dalam pembuatan
kurikulum, guru, administrator, orangtua, atau siswa? Apa produser yang akan digunakan dalam
kurikulum, petunjuk administratif, komisi fakultas (staf pengajar), atau konsultasi universitas? Jika
komisi digunakan, bagaimana mereka akan di atur? ( zais, 1976 :17).sedangkan Bondi dan Wiles
(1989;87) mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum yang terbaik adalah proses yang meliputi
banyak hal yakni : (1) kemudahan-kemudahan suatu analisis tujuan, (2) rancangan suatu program, (3)
penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan dan (4) peralatan dalam evaluasi proses ini. Agar
pengembangan kurikulum dapat berhasil seuai dengan yang diinginkan, maka dalam pengembangan
kurikulum diperlukan landasan-landasan pengembangan kurikulum. Seperti yang tercantum dalam
kurikulum SD, Dalam landasan program dan pengembangan dikemukakan bahwa pengembangan
kurikulum mengacu pada pada tiga unsur yaitu :
1. Nilai dasar merupakan falsafah dalam pendidikan seutuhnya
2. Fakta empirik yang tercermin dari pelaksanan kurikulum, baik berdasarkan penilaian kurikulum,
studi, maupun survei lain nya
3. Landasan teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotan (depdikbud, 1986 :
1)

Hal yang dikemukakan dalam “landasan program dan pengembangan kurikulum” merupakan contoh
adanya landasan-landasan pengembangan kurikulum, yang acapkali disebut sebagai determinan faktor-
faktor penentu pengembangan kurikulum :

a. Landasan filosofis
b. Landasan ilmu pengetahuan teknologi dan seni
c. Landasan kebutuhan masyarakat
d. Landasan perkembangan masyarakat
e. Landasan psikologis

2.3 prinsip-prinsip pengembangan kurikulum

prinsip-prinsip berbeda dengan yang digunakan kurikulum lain (Depdikbud. 1982 : 27). Berbagai prinsip
pengembangan kurikulum tersebut diantaranya: prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip relevansi,
prinsip efisiensi, prinsip efetivitas, prinsip fleksibilitas, prinsip integritas, prinsip kontinuitas, prinsip
sinkronis, prinsip objektivitas, prinsip demokrasi, dan prinsip praktis (Depdikbud. 1982 : 27−28; Nana Sy.
Sukmadinata,1988 : 167−168). Dari berbagai prinsip pengembangan kurikulum tersebut, tiga di
antaranya yakni prinsip relevansi, prinsip kontinuitas, dan prinsip fleksibilitas akan diuraikan berikut ini.

a. Prinsip relevansi
Ada berbagai prinsip pengembangan kurikululum yang merupakan kaidah yang menjiwai kurikulum
tersebut. Pengembangan kurikulum dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang di
dalam kehidupan sehari-hari atau menciptakan prinsip-prinsip baru. Sebab itu selalu mungkin terjadi
suatu kurikulum menggunakan
Apabila pengembang kurikulum melaksanakan pengembangan kurikulum dengan memilih jabaran
komponen-komponen kurikulum agar sesuai (relevan)dengan berbagai tuntutan, maka pada saat itu ia
sedang menerapkan prinsip relevansi pengembangan kurikulum. Relevansi berarti sesuai antara
komponen, tujuan, isi/pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi kurikulum, dan juga sesuai dengan
kebutuhan masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang diidealkan.
Nana sy. Sukmadinata(1988 : 167−168) membedakan relevansi menjadi dua macam, yakni relevansi ke
luar maksudnya tujuan,isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevansi
dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Sedangkan relevansi ke dalam yaitu
terjalin relevansi di anatar komponen-komponen kurikulum, tujuan, isi, proses penyampaiana dan
evaluasi.

b. Prinsip kontinuitas.
Komponen kurikulum yakni tujuan, isi/pengalaman belajara, organisasi, dan evaluasi dikembangkan
secara berkesinambungan. Prinsip kontinuitas atau berkesinambungan menghendaki pengembangan
kurikulum yang berkesinambungan secara vertikal dan brkesinambungan secara horizontal.
Berkesinambungan secara vertikal (bertahap/berjenjang)dalam artian dalam jenjang berpendidikan yang
satu dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikembangkan kurikulumnya secara
berkesinambungan tanpa ada jarak di anatara keduanya, dari tujuan pembelajaran sampai ke tujuan
pendidikan nasional juga berkesinambungan kurikulum jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan
menengah, dan jenjang pendidikan tinggi (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 168). Sedangkan
berkesinambungan horizontal (berkelanjutan)dapat diartikan pengembangan kurikulum jenjang
pendidikan dan tingkat/kelas yang sama tidak terputus-putus dan merupakan pengembangan yang
terpadu.

c. Prinsip fleksibilitas.
Para pengembang kurikulum harus menyadari bahwa kurikulum harus mampu disesuaikan dengan
situasi dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang tanpa merombak tujuan pendidikan
yang harus dicapai 1982 : 27). Selain itu, perlu disadari juga bahwa kurikulum dimaksudkan untuk
mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang
dan yang akan datang, di sini dan di tempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan
kemampuan berbeda (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 168). Dari uraian sebelumnya, jelas bahwa prinsip
fleksibilitas menuntut adalanya keluwesan dalam mengembangkan kurikulum tanpa mengorbankan
tujuan yang hendak dicapai. Namun demikian, keluwesan jangan diartikan bahwa kurikulum dapat
diubah kapan saja. Keluwesan harus diterjemahkan sebagai kelenturan melakukan penyesuaian-
penyesuaian komponen kurikulum dengan setiap situasi dan kondisi yang selalu berubah.
Apabila kita mengkaji komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum,
keduanya saling terkait satu dengan yang lain. Pengemabangan kurikulum dengan komponen-
komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum sekaligus. Penguasaan tentang
komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dipersyaratkan bagi
setiap pengembang kurikulum.

2.4 model - model pengembangan kurikulum

Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat
dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya. Model-model pengembangan kurikulum tersebut sering
kali dinamakan dengan nama ahli yang melontarkan gagasan tentang model pengembangan kurikulum
tersebut. Berikut ini akan diuraikan tentang beberapa model pengembangan kurikulum.

1.Model Administratif (Line−Staff)


Model administratif atau garis−komando (Line−Staff) merupakan pola pengembangan kurikulum yang
paling awal dan mungkin yang paling
dikenal (Zais, 1976 :447;Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 178). Model pengembangan kurikulum ini
berdasarkan pada cara kerja atasan-bwahan (top-down)yang dipandang efektif dalam pelaksanaan
perubahan, termasuk perubahan kurikulum.
Model administratif/garis-komando memiliki langkah-langkah berikut ini :
1. Administrator pendidikan/top administrative officer (pemimpin)membentuk komisi pengarah.
2. Komisi pengarah (steering comitee) bertugas merumuskan rencana umum, mengembangkan
prinsip-prinsip sebagai pedoman dan menyiapkan suatu pernyataan filosofi dan tujuan-tujuan untuk
seluruh wilayah sekolah.
3. Membentuk komisi kerja pengembangan kurikulum yang bertugas mengembangkan kurikulum
secara operasional mencakup keseluruhan komponen kurikulum dengan mempertimbangkan landasan
dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
4. Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan menyempurnakan bagian-bagian
tertentu bila dianggap perlu. Karena pengembangan kurikulum model administratif ini berdasarkan
konsep, inisiatif, dan arahan dari atas ke bawah, maka akan memerlukan waktu bertahun-tahun agar
dapat berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan adanaya tuntutan untuk mempersiapkan para pelaksana
kurikulum tersebut.
Dari uraia mengenai model pengembangan kurikulum administratif, kita dapat menandai adanya dua
kegiatan di dalamnya; (a) menyiapkan sperangkat dokumen kurikulum baru, dan (b) menyiapkan
instalasi atau implementasi dokumen. Dengan kata lain, model administratif/garis-komando
membutuhkan kegiatan penyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk pelatihan agar
dapat melaksanakan kurikulum dengan baik

2.Model Grass-roots
Model pengembangan kurikulum ini merupakan kurikulum dari model administratif dilihiat dari
sumber inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum. Bila model administratif semua inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum dari atas, maka model rakyat biasa (grass roots) semua inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum dari bawah, sedangkan model grass-roots adalah buttom-up (dari bawah ke
atas). Lebih lanjut juga bisa diketahui bahwa model administratif merupakan sentralisasi penuh,
sedangkan model grass-roots cenderung biasa dalam sistem pendidikan yang kurikulumnya bersifat
desentralisasi atau memeberikan peluang terjadinya desentralisasi sebagian. Model pengembangan
kurikulum grass-roots dapat mengupayakan pengembangan sebagian komponen-komponen kurikulum
dapat keseluruhan, dapat pula sebagian dari keseluruhan komponen kurikulum atau keseluruhan dari
seluruh komponen kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum model grass-roots perlu diingat
4(empat)prinsip berikut yang dikemukakan oleh Smith Stanley, dan Shores (1957 dalam Zais, 1976 :
449)yakni:
(i) Kurikulum akan bertambah baik hanya kalau kompetensi potensial guru bertambah baik.
(ii) Kompetensi guru akan menjadi bertambah baik hanay kalau guru-guru menjadi personil-personil
yang dilibatkan dalam masalah-masalah perbaikan (revisi)kurikulum.
(iii) Jika para guru bersama menanggung bentuk-bentuk yang menjadi tujuan yang dicapai, dalam
memilih, mendefinisikan, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, serta dalam memutuskan
dan melihat hasil, keterlibatan mereka akan dapat lebih terjamin, dan
(iv) Sebagai orang yang bertemu dalam kelompok-kelompok tatap muka, mereka akan mampu mengerti
satu dengan yang lain dengan lebih baik dan membantu adanya konsensus dalam prinsip-prinsip dasar,
tujuan-tujuan, dan perencanaan.

3. Model Beauchamp
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan model beauchamp memiliki lima bagian pembuatan
keputusan. Lima tahap pembuatan keputusan tersebut adalah :
1) Memutuskan arena pengembangan kurikulum, suatu keputusan yang menjabarkan ruang lingkup
upaya pengembangan.
2) Memilih dan melibatkan personalia pengembangan kurikulum, suatu keputusan yang menetapkan
personalia upaya pengembangan kurikulum. Ada 4 kategori personalia yang dilibatkan. Yakni : (a)
personalia ahli, misal ahli kurikulum atau ahli bidang studi (disiplin ilmu); (b) kelompok terpilih yang
terdiri dari ahli pendidikan dan guru-guru terpilih; (c) semua personil profesional dalam sistem
persekolahan; dan (d) personil profesioanl dan tokoh-tokoh masyarakat yang terpilih.
3) Pengorganisasian dan prosedur pengembangan kurikulum, dengan kegiatan sebagai berikut: (a)
membentuk tim pengembangan kurikulu; (b) menilai kurikulum yang sedang berlaku; (c) studi awal
tentang isi kurikulum baru dan alternatifnya; (d) merumuskan kriteria untuk memutuskan hal-hal yang
dapat masuk dalam kurikulum baru; dan (e) tim pengembang menyusun dan menulis kurikulum.
4) Implementasi kurikulum, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum seperti yang sudah
diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan kurikulum.
5) Evaluasi kurikulum, yakni kegiatan yang memiliki 4 (empat) dimensi yang terdiri dari (a) evaluasi
guru-guru yang menggunakan kurikulum; (b) evaluasi rancangan kurikulum; (c) evaluasi hasil belajar;
dan (d) evaluasi sistem pengembangan kurikulum. Data yang berhasil dikumpulkan melalui kegiatan
evaluasi akan digunakan untuk memperbaiki proses pengembangan kurikulum dan untuk kontinuitas
kurikulum.

4. Model Arah Terbalik Taba (Taba’s Inverted Model)


Sesuai dengan namanya, model pengembangan kurikulum ini terbalik dari yang lazim dilaksanakan,
yakni dari biasanya dilakukan secara deduktif dibalik menjadi induktif. Menurut model Taba,
pengembangan kurikulum dilaksanakan dalam lima langkah:
1) Membuat unit-unit percobaan (producing pilot units), yakni suatu kegiatan membuat eksperimen
unit-unit percobaan melalui kelompok guru yang dijadikan contoh melalui penyajian dalam tingkat/kelas
tertentu dan pokok bahasan tertentu dengan pengamatan yang seksama. Langkah awal ini merupakan
jalinan awal antara teori dan praktek.
2) Menguji unit-unit eksperimen (testing experimental units), yakni kegiatan untuk menguji ulang
unit-unit yang telah digunakan oleh guru yang membuatnya di kelas guru itu sendiri, di kelas lain atau di
kelas yang berbeda. Uji-ulang ini perlu dilakukan dalam kondisi yang bervariasi. Uji-ulang ini akan
memberikan saran-saran untuk modifikasi, alternatif pilihan isi, dan pengalaman belajar serta bahan
yang digunakan untuk diakomodasi oleh pembelajar yang berlainan.
3) Merevisi dan mengkonsolidasi, yakni kegiatan lanjutan uji-coba. Merevisi berarti mengadaklan
perbaikan dan penyempurnaan pada unit yang dicobakan sehingga dapat disajikan suatu kurikulum
umum untuk semua jenis kelas. Mengkonsolidasi berarti mengadakan penyimpulan tentang hasil
percobaan yang memungkinkan digunakannya unit-unit tersebut dalam lingkup yang lebih luas.
4) Mengembangkan jaringan kerja, yakni kegiatan yang dilakukan untuk lebih meyakinkan apakah
unit-unit yang telah direvisi dan dikonsolidasikan dapat digunakan lebih luias atau tidak. Untuk itu perlu
dilakukan uji/penilaian mengenai sekuensi dan lingkupnya oleh orang yang berkompeten dalam
pengembangan kurikulum, dalam hal ini adalah ahli kurikulum.
5) Memasang dan mendeseminasi unit-unit baru, yakni kegiatan untuk menerapkan dan
menyebarluaskan unti-unit baru yang dihasilkan. Agar dapat digunakan dan disebarluaskan secara tepat
maka perlu dilakukan penyiapan guru-guru melalui pelatihan dalam jabatan.
(Taba, 1962 : 457-459; Zais, 1976 : 454-458; Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 183-184).

5. Model Rogers
Carl rogers adalah seorang ahli psikologi yang berpandangan bahwa manusia dalam proses perubahan
(becoming, developing, changing) yang memp;unyai kekutan dan potensi untuk berkembang
sendiri(Nana Sy. Sukmadinata, 1988:184). Berdasarkan pandangan tentang manusia, maka Rogers
mengemukakan model pengembangan kurikulum yang disebut dengan Model Relasi Interpesonal
Roger( Rogers Interpersonal Relation Model).
Model relasi interpersonal Roger terdiri dari empat langkah pengembangan kurikulum, yakni: (i)
pemilihan satu sistem pendidikan sasaran, (ii) pengalaman kelompok yang instensif bagi guru, (iii)
pengembangan suatu pengalaman kelompok yang intensif bagi satu kelas atau unit pelajaran, dan (vi)
melibatkan orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif. Apabila kita perhatikan langkah-
langkah dalam model relasi interpersonal ini, tidak satu pun yang mengemukakan tentang rancangan
tertulis.
Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembaraan kurikulum dari pada rancangan pengembangan
kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengalaman kelompok intensif yang
terpilih.

6. Model Saylor, Alexander dan Lewis


Model ini membentukcurriculum planning process (proses perencanaankurikulum).Untukmengerti
model ini, kita harus menganalisa konsep kurikulum dan konseprencana kurikulum mereka. Kurikulum
menurut mereka adalah"a plan for providing sets of learning opportunities for persons to be
educated" ;sebuahrencana yang menyediakan kesempatan belajar bagi orang yang akan dididik.Namun,
rencana kurikulum tidak dapat dimengerti sebagai sebuah dokumen tetapilebih sebagai beberapa
rencana yang lebih kecil untuk porsi atau bagiankurikulum tertentu.

7. Model Tyler
Model Tyler adalah model yang paling dikenal bagi perkembangan kurikulumdengan perhatian khusus
pada fase perencanaan, dalam bukunyaBasic Principles of Curriculum and Instruction. The Tyler
Rationale, suatu proses pemilihantujuan pendidikan, dikenal luas dan dipraktekkan dalam lingkungan
kurikulum.Walaupun Tyler mengajukan suatu model yang komprehensif bagi perkembangan kurikulum,
bagian pertarna dari model Tyler, pemilihan tujuan, mendapat banyak perhatian dari pendidik lain.

8. MODEL OLIVA
Model perkembangan kurikulurn menurut Oliva terdiri dari tiga kriteria, yaitu
:simple, komprehensif dan sistematis. Walaupun model ini mewakili komponen--
komponen paling penting, namun model ini dapat diperluas menjadi model yang
menyediakan detil tambahan dan menunjukkan beberapa proses yang diasumsikan
oleh model yang lebih sederhana.

Model perkembangan kurikulurn dari Oliva 1976 mempunyai 6 komponen yaitu:


1) Statement of philosophy
2) Statement of goals
3) Statement of objectives
4) Design of plan
5) Implementation
6) evaluation

2.5 Belajar dan Pembelajaran


Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya
mengingat, akan tetapi lebih luas dari pada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan
hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. Belajar juga bisa di artikan sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Belajar berbeda dari
kematangan, perubahan fisik danmental, yang mana perubahan yang disebabkan oleh belajar bersifat
menetap secara relatif.
Pendidikan menitikberatkan pada pembentukan dan pengembangan kepribadian. Latihan
menitikberatkan pada pembentukan keterampilan, sedangkan pengajaran merupakan proses
pengajaran yang terarah pada tujuan yang direcanakan. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun, meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.6 Guru dan Pengembangan Kurikulum

1) Kurikulum
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni “curriculae” artinya jarak yang harus ditempuh oleh
seorang pelari. Macam-macam definisi yang diberikan tentang kurikulum. Lazimnya kurikulum
dipandang seabagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah
bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Ada sejumlah ahli teori kurikulum yang berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua
kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan
sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal.Yang terakhir ini sering
disebut kegiatan ko-kurikuler atau ekstra-kurikuler 9co-curriculum atau extra-curriculum).
Kurukulum formal meliputi:
1. Tujuan pelajaran, umum dan spesifik.
2. Bahan pelajaran yang tersusun sistematis.
3. Strategi belajar-mengajar serta kegiatan-kegiatannya.
4. Sistem evaluasi untuk mengetahui hingga mana tujuan tercapai.

Kurikulum tak formal terdiri atas kegiatan-kegiatan yang juga direncanakan akan tetapi tidak berkaitan
langsung dengan pelajaran akademis dan kelas tertentu. Kurikulum ini dipandang sebagai pelengkap
kurikulum formal. Yang termasuk kurikulum tak-formal ini antara lain: Pertunjukan sandiwara,
pertandingan antar kelas atau antar sekolah, perkumpulan berbagai hobby, pramuka, dan lain-lain.
Ada lagi yang harus diperhitungkan yaitu kurikulum “Tersembunyi” (hidden curriculum). Kurikulum ini
antara lain berupa “aturan tak tertulis” dikalangan siswa misalnya “harus kompak terhadap guru” yang
turut mempengaruhi suasana pengajaran dalam kelas. Kurikulum tersembunyi ini dianggap oleh
kalangan tertentu tidak termasuk kurikulum karena tidak direncanakan.
Salah satu pegangan dalam pengembangan kurikulum ialah prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Ralph
Tyler (1949). Ia mengemukakan kurikulum ditentukan oleh empat factor atau asas utama, yaitu :
1. Falsafah bangsa, masyarakat, sekolah dan guru-guru (aspek filosofis).
2. Harapan dan kebutuhan masyarakat (orang tua, kebudayaan masyarakat, pemerintah, agama,
ekonomi, dan sebagainya) (aspek sosiologis).
3. Hakikat anak antara lain taraf perkembangan fisik, mental psikologis, emosional, sosial serta cara
anak belajar (aspek psikologis).
4. Hakikat pengetahuan atau disiplin ilmu (bahan pelajaran).

2 ) Hubungan Antara Kurikulum dan Pembelajaran


Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, meski berada pada posisi yang
berbeda. Saylor menyatakan bahwa kurikulum dan pembelajaran bagaikan romeo dan juliet. Jika kita
berbicara mengenai Romeo, maka kita juga akan berbicara masalah Juliet. Romeo tidak akan lengkap
terasa tanpa juliet, demikian pula sebaliknya. Artinya, pembelajaran tanpa kurikulum sebagai rencana
tidak akan efektif, atau bahkan bisa keluar dari tujuan yang telah dirumuskan. Kurikulum tanpa
pembelajaran, maka kurikulum tersebut tidak akan berguna.
Selain itu, Olivia menyatakan bahwa kurikulum berkaitan dengan apa yang harus diajarkan, sedangkan
pengajaran mengacu pada bagaimana cara mengajarkannya. Walaupun antara pembelajaran dengan
pengajaran dalam hal ini memiliki perbedaan, namun keduanya memiliki kesamaan tolak ukur dalam
kasus ini, yaitu bagaimana mengajarkan. Hanya saja pengajaran lebih terpusat pada guru sebagai
pengajar, sedangkan pembelarajaran menekankan pada penciptaan proses belajar antara pengajar
dengan pelajar agar terjadi aktivitas belajar dalam diri pelajar.
Belajar sebagai kegiatan inti dari pembelajaran memiliki arti modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman. Yang perlu digaris bawahi pada kalimat tersebut adalah memperteguh kelakuan
melalui pengalaman, ini membuktikan bahwa belajar sebagai kegiatan inti pembelajaran dipengaruhi
oleh kurikulum yang notabenenya merupakan rancangan pengalaman belajar.
Persoalan yang timbul selanjutnya adalah bagaimana menyusun kurikulum untuk kepentingan
pembelajaran agar dapat dilaksanakan dengan optimal. Hal ini berbenturan dengan fakta bahwa
kurikulum telah dirancang secara standar (standarized curriculum). Ini berarti bahwa kurikulum yang
sama digunakan digunakan pada setiap sekolah yang notabenenya masing-masing sekolah tersebut
memiliki masalah pelaksanaan pembelajaran yang berbeda. Maka dari itu diperlukan pengembangan
seperlunya yang disesuaikan dengan kondisi disekolah.Hal ini bisa kita lihat pada perincian RPP.
Peter F. Olivia menggambarkan kemungkinan hubungan antara kurikulum dengan pembelajaran sebagai
berikut.
1. Model dualistis, pada model ini, kurikulum dan pembelajaran berdiri sendiri. Kurikulum yang
seharusnya memjadi pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran tidak tampak.Begitu juga dengan
pembelajaran yang seharusnya dapat dijadikan tolak ukur pencapaian tujuan kurikulum tidak terjadi.
2. Model berkaitan, dalam model ini, kurikulum dengan pembelajaran saling barkaitan. Pada model
ini, ada bagian kurikulum yang menjadi bagian dari pembelajaran, begitu juga sebaliknya.
3. Model konsentris, pada model ini, keduanya memiliki hubungan dengan kemungkinan bahwa
kurikulum adalah bagian dari pembelajaran atau pembelajaran adalah bagian dari kurikulum.
4. Model siklus, pada model ini, antara kurikulum dan pembelajaran di anggap dua hal yang terpisah
namun memiliki hubungan timbal balik. Di satu sisi, kurikulum merupakan rencana tertulis sebagai
panduan pelaksanaan pembelajaran, di sisi lain pembelajaran mempengaruhi pada perancangan
kurikulum selanjutnya.
Sehingga dapat disimpulkan untuk mendapatkan proses pembelajaran yang baik dan berimbas pada
hasil yang diperoleh peserta didik pun baik maka penyusunan kurikulumnya pun harus lah diperhatikan
dengan baik pula, karena kurikulum sebagai pedoman di dalam proses pembelajaran di sekolah,
kurikulumlah yang mengatur guru, siswa dan juga kepala sekolah. Sehigga jalannya proses pembelajaran
tersebut sudah ada yang mengatur supaya mengarah pada suatu pencapaian yang maksimal.

Anda mungkin juga menyukai