Anda di halaman 1dari 17

Nama: Fadliatun Mutmainnah

NIM: 20100119034
Kelas: PAI B 2019
Mata Kuliah: Psikologi Agama

UTS PSIKOLOGI AGAMA

“MIND MAPPING”
BAB V Kriteria Orang Yang
Matang Dalam Beragama
BAB I Kajian Psikologi Agama BAB IV Perkembangan Jiwa Agama Pada Orang 1. Pengertian Matang
Dewasa Beragama
1. Pengertian Psikologi Agama 1. Pengertian Masa Dewasa 2. Kematangan Jiwa
2. Sejarah Perkembangan Psikologi 2. Ciri-ciri Sikap Keberagaman pada Masa Dewasa Beragama Sebuah Proses
Agama 3. Perkembangan Agama pada Masa Dewasa 3. Yang Mempengaruhi
3. Objek Kajian Psikologi Agama
Perkembangan
4. Manfaat Psikologi Agama
Kepribadian Manusia
4. Ciri dan Sikap
BAB II Perkembangan Psikologi Agama Keberagamaan
5. Kriteria Orang yang
1. Psikologi Agama dalam Lintas Sejarah
Matang dalam Beragama
2. Perkembangan Psikologi Agama di
PSIKOLOGI 6. Kematangan Beragama
Kawasan Barat
AGAMA Menurut Islam
3. Perkembangan Psikologi Agama di
Kawasan Timur
4. Perkembangan Psikologi Agama di
Indonesia
BAB VI Agama Dan Kesehatan
Mental
BAB III Perkembangan Jiwa Agama Pada Anak 1. Pengertian Agama dan
1. Timbulnya Keagamaan pada Anak BAB VII Sumber Jiwa Agama Kesehatan Mental
2. Tahapan Perkembangan Beragama pada Anak 1. Sumber Jiwa Agama 2. Pengaruh Agama Terhadap
3. Sifat-sifat Agama pada Anak Menurut Para Ahli Kesehatan Mental
4. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jiwa 2. Sumber Jiwa Agama
3. Terapi Keagamaan pada
Menurut Islam
Agama Anak Kesehatan Mental
3. Fitrah dalam Islam
BAB I

KAJIAN KONSEP PSIKOLOGI AGAMA

A. Pengertian Psikologi Agama

Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang

gejala-gejala kejiwaan, atau tingkah laku yang nyata. Obyek kajian psikologi adalah tingkah laku

(perilaku) nyata yang dapat diobservasi secara langsung, bukan sesuatu yang bersifat ruhaniah

(kejiwaan) dan abstrak. Oleh karena itu obyek kajian psikologi bersifat obyektif empiris.

Agama secara harfiah adalah (Sanskerta, a = tidak; gama = kacau) artinya tidak kacau;
atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religio dari

religere dalam bahasa latin, artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan saksama; jadi

agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya

dengan Ilahi.

Jadi, psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari psikis manusia dalam kaitanya

dengan manifestasi keagamaannya, yaitu kesadaran agama (religious consciousness) dan

pengalaman agama (religious experience) (Zakiah Daradjat: 1970, 3). Kesadaran agama, hadir

dalam pikiran dan dapat dikaji dengan introspeksi. Pengalaman agama, perasaan yang hadir

dalam keyakinan sebagai buah dari amal keagamaan semisal melazimkan zikir, shalat, doa, dan

sebagainya. Jadi, obyek studinya dapat berupa: (1) Gejala-gejala psikis manusia yang berkaitan

dengan tingkah laku keagamaan; dan (2) Proses hubungan antara psikis manusia dan tingkah

laku keagamaannya

B. Sejarah Perkembangan Psikologi Agama

1. Perkembangan di Barat

Perkembangan Psikologi Agama di barat mengalami pasang surut. Bersamaan dengan

perkembangan psikologi modern, pada tahun 1890-an, psikologi berkemang pesat. Tetapi pada

tahun 1930- 1950 Psikologi Agama mengalami penurunan. Setelah itu meningkat lagi, bahkan

berkembang pesat pada tahun 1970 sampai sekarang. Menurut Thouless, sejak terbitnya buku
The Varietes of Religion Experience tahun 1903, sebagai kumpulan kuliah William James di

empat Universitas di Skotlandia, maka langkah awal kajian Psikologi Agama mulai diakui oleh

para ahli psikologi dan dalam jangka waktu tiga puluh tahun kemudian, banyak buku-buku lain

diterbitkan dengan konsep-konsep yang serupa. Di antara buku-buku tersebut adalah The

Psychology of Religion karangan Edwind Diller Starbuck, yang mendahului karangan Wlilliam

James. Buku E. D. Starbuck yang terbit tahun 1899 ini kemudian disusul sejumlah buku lainnya

seperti The Spiritual Life oleh George Albert Coe, tahun 1900, kemudian The Belief in God and

Immortality (1921) oleh H. J. Leubadan oleh Robert H. Thouless dengan judul An Introduction
on thr Psycology of Religion tahun 1923 serta R.A. Nicholson yang khususnya mempelajari

mengenai aliran Sufisme dalam Islam dengan bukunya Studies in Islamic mysticism, tahun 1921.

2. Perkembangan di Timur

Didunia Timur, khususnya diwilayah-wilayah kekuasaan Islam, tulisan-tulisan yang

memuat kajian tentang hal serupa belum sempat dimasukkan. Padahal, tulisan Muhammad Ishaq

ibn Yasar diabad ke-7 masehi berjudul Al-Siyar wa al-Maghazi memuat berbagai fragmen dari

biografi Nabi Muhammad SAW, ataupun Risalah Hayy Ibn Yaqzan fi Asrar al-Hikmat al-

Masyriqiyyat yang juga ditulis oleh Abu Bark Muhammad ibn Abd Al-Malin ibn Tufai (1106-

1185 M) juga memuat masalah yang erat kaitannya dengan materi psikologi agama.

3. Perkembangan di Indonesia

Adapun ditanah air perkembangan Psikologi Agama dipelopori oleh tokoh-tokoh yang

memiliki latar belakang profesi ilmuwan, agamawan, dan bidang kedokteran. di antara karya-

karya awal yang berkaitan dengan Psikologi Agama adalah buku Agama dan Kesehatan

Badan/Jiwa (1965), tulisan H. Aulia. Kemudian Tahun 1975, Djam’an menulis buku Islam dan

Psikosomatik. Nici Syukur Lister, menulis buku Pengalaman dan Motivasi Beragama: Pengantar

Psikologi Agama.

C. Objek Kajian Psikologi Agama


Yang menjadi objek kajian psikologi adalah pertama kesadaran beragama (relegious

counsciousness) yaitu bagian pengakuan dan kesaksian atau segi yang hadir (terasa) dalam

pikiran dan dapat terlihat dari gejalanya melalui instrospeksi. Ada tiga aspek di dalam kesadaran

beragama yaitu: pengetahuan, pengakuan dan pengamalan.

Kedua, pengalaman agama (relegious experience) adalah unsur pengakuan dan kesadaran

beragama, yaitu perasaan membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah).

Atau lebih jelasnya bisa kita katakan perasaan yang muncul dalam diri manusia setelah

menjalankan ajaran agama. Pengalaman beragama disebut juga pengalaman spiritual,


pengalaman suci, atau pengalaman mistik.

Untuk itu yang menjadi objek dan lapangan psikologi agama adalah menyangkut gejala-

gejala kejiwaan dalam kaitannya pada realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara

keduannya. Dengan kata lain, meminjam istilah Zakiah Daradjat, psikologi agama membahas

tentang kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman agama (religious

experience).

D. Manfaat Psikologi Agama

Ada tiga manfaat dalam mengkaji psikologi agama, yaitu:

1. Manfaat secara teoritis, yaitu:

a. Mengkaji tentang perilaku-perilaku jiwa keagamaan;

b. Mengakomodasi dan mengembangkan pemikiran-pemikiran perilaku kegamaan.

2. Manfaat secara praktis, yaitu: dapat memahami perilaku-perilaku keagamaan yang

didukung oleh motif-motif tertentu. Sehingga kita dapat membimbing orang yang

berperilaku keagamaan tersebut.

3. Manfaat secara normatif, yaitu: dapat melihat perilaku keagamaan secara

proporsional, yang mendorong masyarakat dapat hidup saling menghormati antar

pemeluk agama sehingga tercipta kerukunan antar umat beragama dan antar umat

seagama.
BAB II

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA

Agama adalah ikatan yang harus dipegang dan dipenuhi manusia. Ikatan adalah kekuatan

yang lebih tinggi dari manusia yang tidak dapat ditangkap pancaindra, namun mampu mewarnai

kehidupan. Psikologi agama merupakan cabang dari psikologi yang meneliti dan mempelajari

tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang

dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usiamasing-masing.Sejarah Psikologi

Agama Perhatian secara psikologis terhadap agama setua kehidupan umat manusia, sejak
kesadaran manusia tumbuh orang telah memikirkan tentang arti hidup. Pesatnya perkembangan

Psikologi Agama pada era dewasa ini ditunjang oleh kajiannya yang mencakup kehidupan

pribadi dan kelompok maupun perkembangan usia manusia, juga mengarah menjadi ilmu

Psikologi Terapan yang banyak manfaatnya.

1. Perkembangan di Barat

Perkembangan Psikologi Agama di barat mengalami pasang surut. Bersamaan dengan

perkembangan psikologi modern, pada tahun 1890-an, psikologi berkemang pesat. Tetapi pada

tahun 1930- 1950 Psikologi Agama mengalami penurunan. Setelah itu meningkat lagi, bahkan

berkembang pesat pada tahun 1970 sampai sekarang. Menurut Thouless, sejak terbitnya buku

The Varietes of Religion Experience tahun 1903, sebagai kumpulan kuliah William James di
empat Universitas di Skotlandia, maka langkah awal kajian Psikologi Agama mulai diakui oleh

para ahli psikologi dan dalam jangka waktu tiga puluh tahun kemudian, banyak buku-buku lain

diterbitkan dengan konsep-konsep yang serupa. Di antara buku-buku tersebut adalah The

Psychology of Religion karangan Edwind Diller Starbuck, yang mendahului karangan Wlilliam

James. Buku E. D. Starbuck yang terbit tahun 1899 ini kemudian disusul sejumlah buku lainnya

seperti The Spiritual Life oleh George Albert Coe, tahun 1900, kemudian The Belief in God and

Immortality (1921) oleh H. J. Leubadan oleh Robert H. Thouless dengan judul An Introduction
on thr Psycology of Religion tahun 1923 serta R.A. Nicholson yang khususnya mempelajari

mengenai aliran Sufisme dalam Islam dengan bukunya Studies in Islamic mysticism, tahun 1921.

2. Perkembangan di Timur

Didunia Timur, khususnya diwilayah-wilayah kekuasaan Islam, tulisan-tulisan yang

memuat kajian tentang hal serupa belum sempat dimasukkan. Padahal, tulisan Muhammad Ishaq

ibn Yasar diabad ke-7 masehi berjudul Al-Siyar wa al-Maghazi memuat berbagai fragmen dari

biografi Nabi Muhammad SAW, ataupun Risalah Hayy Ibn Yaqzan fi Asrar al-Hikmat al-

Masyriqiyyat yang juga ditulis oleh Abu Bark Muhammad ibn Abd Al-Malin ibn Tufai (1106-
1185 M) juga memuat masalah yang erat kaitannya dengan materi psikologi agama.

3. Perkembangan di Indonesia

Adapun di tanah air perkembangan Psikologi Agama dipelopori oleh tokoh-tokoh yang

memiliki latar belakang profesi ilmuwan, agamawan, dan bidang kedokteran. di antara karya-

karya awal yang berkaitan dengan Psikologi Agama adalah buku Agama dan Kesehatan

Badan/Jiwa (1965), tulisan H. Aulia. Kemudian Tahun 1975, Djam’an menulis buku Islam dan

Psikosomatik. Nici Syukur Lister, menulis buku Pengalaman dan Motivasi Beragama: Pengantar

Psikologi Agama.

Adapun pengenalan Psikologi Agama di lingkungan perguruan tinggi dilakukan oleh H.

A Mukti Ali dan Zakiah Darajat. Buku-buku yang khusus mengenai Psikologi Agama banyak

dihasilkan oleh Zakiah Darajat, antara lain: Ilmu Jiwa Agama (1970), Peranan Agama dalam

Kesehatan Mental (1970), dan Kesehatan Mental. Hasan Langgulung juga menulis buku Teori-

teori Kesehatan Mental yang juga ikut memperkaya khazanah bagi perkembangan Psikologi

Agama di Indonesia.
BAB III

PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA ANAK-ANAK

Perkembangan jiwa beragama pada anak-anak umumnya adalah perkembangan yang

masih awal, tetapi sebenarnya sebelum masa anak- anak pun seorang anak telah mendapatkan

sebuah pendidikan tentang keagamaan, yaitu dalam kandungan, masa pranatal dan masa bayi.

Ada beberapa tahapan perkembangan keagaamaan anak yaitu:

a. The Fairy Tale Stage (tahap dongeng)

Tahap ini dimulai pada anak berusia 3-6 tahun. Pada tahap ini pemahaman anak tentang
konsep Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Kehidupan pada masa ini

banyak dipengaruhi oleh kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih

menggunakan konsep fantasi yang diliputi oleh dongeng yang tidak masuk akal. Contoh dari

perkembangan pada tingkat dongeng ini adalah menceritakan kartun dongeng yang bersifat

mendidik ke arah yang bersifat untuk mengenal Tuhan dengan cara yang menyenangkan

sehingga dapat dipahami dengan mudah

b. The Realistic Stage (tahap kenyataan)

Tingkatan ini dimulai pada usia 7-12 tahun dan pada umumnya anak pada usia ini telah

pergi ke sekolah sehingga wawasan pengetahuan baru bisa didapatkan melalui pengajaran guru
maupun pengalaman berteman. Pada masa ini ide ketuhanan anak sudah mencerminkan konsep-

konsep yang berdasarkan pada kenyataan (realistis). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga

keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Ide pemahaman keagamaan pada

masa ini atas dorongan emosional, hingga merekabisa melahirkan konsep Tuhan yang formalis.

c. The Individual Stage (tahap individu)

Anak pada tingkat ini memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan

perkembangan mereka. Orang tua juga memiliki pengaruh dalam hal ini dengan kesesuaian

prinsip ekplorasi yang dimiliki anak sehingga dengan mudah anak menerima ajaran dari orang
dewasa. Perkembangan agama pada anak terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil juga

dari keluarga, di sekolah, dan di masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama,

maka akan banyak unsur agama.

1. Bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas: Unreflective (tidak mendalam),

Egosentris, Anthromorphis, Verbalis dan ritualis, Imitatif, dan Rasa heran.

2. Faktor keagamaan seorang anak muncul karena dipengaruhi oleh dua hal yaitu internal

dan eksternal (Syah, 2002).

a. Faktor internal, yaitu sebagai berikut:


 Hereditas

 Tingkat usia

b. Faktor eksternal, yaitu sebagai berikut:

 Pendidikan keluarga

 Lingkungan sekolah

 Lingkungan masyarakat
BAB IV

PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA ORANG DEWASA

Elzabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Masa dewasa awal => awal masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan

diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.

b. Masa dewasa tengah => sudah mulai menghadapi tantangan hidup sambil memantapkan

tempat dan mengembangkan filsafat untuk menolak kenyataan yang tidak disangka-

sangka. Jadi masalah sentral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang

matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten.

c. Masa dewasa akhir => ciri utamanya adalah “pasrah”, pada masa ini minat dan kegiatan

kurang beragama, hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang

sungguh-sungguh berarti.

Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, sikap keberagaman pada orang dewasa

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :6

1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang,

bukan sekedar ikut-ikutan.

2. Cenderung bersisfat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak

diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.

3. Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk

mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.

4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri

hingga sikap keberagaman merupakan realisasi dari sikap hidup

5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.

6. Bersikap lebih kritis terhadap materiajaran agama sehingga kemantapan beragama

selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan

hati nurani .
7. Sikap keberagaman cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-

masing, sehingga terlihhat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima,

memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya .

8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagaman dengan kehidupan social,

sehingga perhatian terhadap kepentingan oraganisasi social keagamaan sudah

berkembang

Dengan demikian pada masa dewasa sebagaimana diatas, maka akan tampak kestabilan

anak di dalam menentukan pandangan hidup yang harus dianutnya atau agama yang harus
dianutnya. Itu sudah berdasarkan kesadaran dan keyakinan yang dianggap benar dan diperlukan

didalam hidupnya. Ini bukanlah berarti seseorang harus mempunyai pengetahauan tentang

keagamaannya secara mendalam, melainkan apa yang diketahui dari faham keagamaan yang

dianutnya dipegang teguh dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan penuh tanggung

jawab. Sebagai akibat dari adanya kestabilan dalam pandangan hidup keagamaan maka akan

didapati pula adanya kestabilan dalam melakukan religiusnya, dimana segala perbuatan dan

tingkah laku keagamaannya senantiasa dipertimbangkan masak-masak yang dibina di atas

tanggung jawab bukan sekedar ikut-ikutan.


BAB V

KRITERIA ORANG MATANG BERAGAMA

Agama dalam kehidupan individu sebagai suatu ocial nilai yang mengarah kepada norma-

norma tertentu yang perlu ditaati. Menurut Drajat, agama adalah proses hubungan manusia yang

dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya bahwa sesuatu yang lebih tinggi dari manusia.

Kemudian diperkuat oleh Glock dan Stark menjelaskan agama sebagai ocial ocial, ocial

keyakinan, ocial nilai yang pada semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati.
Menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan

yang dianut serta nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.

Kematangan beragama diwujudkan dalam bentuk keimanan, karena hakikat beragama

adalah keimanan. Iman sebagai motif dasar, ditandai adanya sikap berpegang teguh pada nilai-

nilai keagamaan dan mengakui kebenarannya. Kepatuhan dalam menjalankan ajarannya, baik

yang berbentuk perintah maupun larangannnya. Fenomena tersebut berkaitan dengan keriteria

kematangan keagamaan. Yahya menjelaskan orang-orang yang beriman adalah orang yang

menjadikan rhido sang pencipta sebagai tujuan tertinggi dalam kehidupan, dan mereka berusaha

untuk mencapai tujuan tersebut.

Kematangan dalam beragama, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami,

menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan

sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya. Keyakinan tersebut

ditampilkan dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap

agama. Kemudian William James menjelaskan adanya hubungan antara tingkah laku keagamaan

seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya.

Kematangan beragama mengandung pola penyesuaian diri yang integral dalam

menghadirkan nilai-nilai agama dalam setiap aspek kehidupan dan perilakunya yang pada

kemudian diaplikasikan dalam kehidupan keseharian berdasarkan kondisi rasa keagamaan yang
dikembangkan. Sebagaimana dapat diketahui bersama bahwa kematangan beragama akan

memberikan dampak/pengaruh pada kesehatan jiwa seseorang. Ialah: pertama, menjalani agama

dengan penuh kesadaran. Dalam ibadah, orang dengan kematangan beragama akan menjalani

perintah agama dana ibadah dengan prinsip totalitas. Kedua, berpeluang kecil melanggar aturan

Tuhan. Ketiga, memiliki ketenangan jiwa dan hati. Keempat, memiliki sikap yang lemah lembut.

Orang yang memiliki kematangan beragama yang tinggi akan memiliki sikap tidak kasar ocialc

serta tidak radikal kepada orang lain karena menyakini bahwa agama pada dasarnaya

mengajarkan kelembutan agar orang lain nyaman dan merasakan dampak dari agama tersebut.
Kelima, totalitas dalam menjalani kehidupan menjadi positif.

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari proses mental, kehidupan mental,

tingkah laku, tindakan, perbuatan, pengalaman individu dan hubungan individu lain. Sedangkan

tasawuf kegiatan keagamaan atau amalan-amalan yang berfungsi untuk membersihkan hati,

mempertinggi iman dan memperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri

manusia kepada Allah SWT.

Jadi kedua istilah tersebut digabungkan maka psikologi tasawuf ialah suatu ilmu yang

membahas tentang perilaku manusia sebagai usaha pendekatan ocialc yang mengintegrasikan

fisik, psikis dan spiritual. Memberikan solusi problem-problem manusia dalam menjalani

kehidupan keberagaman yang baik dengan melalui nilai-nilai spiritualitas (tasawuf). Berdasarkan

pada al-Qur’an dan As-Sunnah.


BAB VI

AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL

Pengertian agama menurut J.H. Leuba dalam buku Sururin, agama adalah cara bertingkah

laku, sebagai system kepercayaan atau sebagai emosi yang bercorak khusus. Sedangkan definisi

agama menurut Thouless adalah hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang dia percayai

sebai mahluk atausebagai wujud yang lebih tinggi dari manusia.

Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik
berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan ocial). Kesehatan

mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa.

Agama sebagai terapi kesehatan mental dalam islam sudah ditunjukkan secara jelas

dalam ayat-ayat Al-Quran, di antaranya yang membahas tentang ketenangan dan kebahagiaan

adalah:
‫ۖٗة‬
‫ن َفَلُنۡح ِيَيَّن ۥُه َح َيٰو ٗة َطِّيَب َو َلَنۡج ِز َيَّنُهۡم َأۡج َر ُهم ِبَأۡح َس ِن َم ا َك اُنوْا َيۡع َم ُلوَن‬ٞ ‫َم ۡن َع ِمَل َٰص ِلٗح ا ِّم ن َذ َك ٍر َأۡو ُأنَثٰى َو ُهَو ُم ۡؤ ِم‬
Terejemah:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.
Psikoterapi keagamaan, yaitu terapi yang diberikan dengan kembali mempelajari dan

mengamalkan ajaran agama Islam. Sebagaimana diketahui bahwa ajaran agama Islam

mengandung tuntunan bagaimana kehidupan manusia bebas dari rasa cemas, tegang, depresi, dan

sebagainya. Dalam doa-doa, misalnya, intinya adalah memohon agar kehidupan manusia diberi

ketenangan, kesejahteraan, keselamatan, baik dunia dan akhirat.

Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama

sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap

suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap pasrah yang seruapa itu diduga akan memberi sikap

optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif, seperti rasa bahagia, rasa sengang,
puas, sukses, merasa dicintai, atau rasa aman. Dengan kata lain, kondisi yang demikian menjadi

manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani dan ruhani.
BAB VII

SUMBER JIWA AGAMA

A. TEORY SUMBER KEJIWAAN AGAMA (POTENSI AGAMA) MENURUT PARA AHLI

Teory sumber jiwa agama menurut para ahli dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu

yang berpandangan monistik dan yang berpandangan fakulty.

1. Menurut Teori Monistik

Menurut teori monistik, yang meenjadi sumber kejiwaan agama itu adalah berasal dari

satu sumber kejiwaan.


a. Menurut Thomas van Aquiono

Yang menjadi dasar kejiwaan agama ialah: Berfikir. Manusia bertuhan karena manusia

menggunakan kemampuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan

berfikir manusia itu sendiri.

b. Menurut Frederick Hegel

Agama adalah suatu pengalaman yang sungguh-sungguh benar dan tepat kebenaran

abadi. Berdasarkan konsep itu maka agama semata-mata merupakan hal-hal atau persoalan yang

berhubungan dengan pikiran.

c. Menurut Frederick Schleimacher

Yang menjadi sumber keagamaan adalah rasa ketergantungan yang mutlak. Dengan
adanya rasa ketergantugan yang mutlak itu manusia merasakan dirinya lemah. Kelemahan itu

menyebabkan manusia selalu menggantungkan hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada

diluar dirinya.

d. Menurut Rudolf Otto

Sumber jiwa agama adalah rasa kagum yang berasal dari The Whaly Other (yang sama

sekali lain), jika seseorang dipengaruhi oleh rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggapnya lain

dari yang lain, maka keadaan mental seperti itu oleh Otto disebut “Numinous”. Perasaan itulah

menurut R. Otto sebagai sumber dari kejiwaan agama manusia.


e. Menurut Sigmund Freud

Unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah libido seksual (naluri

seksual).

f. Menurut William Mc Dougall

Menurutnya, tidak ada insting khusus sebagai “sumber jiwa keagamaan”, tetapi dari

beberapa insting yang ada pada diri manusia, maka agama timbul dari dorongan insting tersebut

secara terintegrasi.

2. Menurut Teori Fakulti/Faculty Theori


Perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi oleh 3 fungsi, yaitu:

a. Fungsi Cipta, yaitu fungsi intelektual manusia. Melalui cipta orang dapat menilai dan

membandingkan serta selanjutnya memutuskan sesuatu tindakan terhadap stimulus tertentu,

termasuk dalam aspek agama.

b. Fungsi Rasa, yaitu suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam

membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang.melalui fungsi rasa dapat

menimbulkan penghayatan dalam kehidupan beragama yang selanjutnya akan memberi

makna pada kehidupan beragama.

c. Karsa itu merupakan fungsi ekslusif dalam jiwa manusia. Karsa berfungsi mendorong

timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan fungsi kejiwaan.

B. SUMBER KEJIWAAN AGAMA MENURUT ISLAM

Di dalam Al-qur’an sumber jiwa agama dapat ditemukan dalam surat Ar-Rum ayat 30

yang berarti: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah

Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. Itulah agama yang lurus, tapi kebanyakan

manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum:30).

Ayat tersebut menyatakan bahwa secara fitrah, manusia adalah makhluk beragama.

Secara naluri manusia pada hakikatnya selalu meyakini adanya Tuhan Yang Maha Kuasa.

Walaupun secara dhohir ada beberapa golongan yang tidak mengakui adanya Tuhan (atheis),
tetapi itu hanya pernyataan lisan. Secara hakiki ia tetap meyakini adanya kekuatan di luar

kekuatannya yang tidak mungkin dilampaui dan memiliki kekuatan Yang Maha.

Menurut Nurcholis Majid, agama merupakan fitrah munazal yang diturunkan Allah untuk

menguatkan fitrah yang telah ada secara alami. Dengan fitrah ini manusia tergerak untuk

melakukan kegiatan atau ritual yang diperintahkan oleh Yang Maha Kuasa, yang berbentuk

upacara ritual, kegiatan kemanusiaan, kegiatan berfikir dan lain–lain.

C. FITRAH DALAM ISLAM

1. Fitrah berarti suci


2. Fitrah berarti bertauhid

3. Fitrah dalam arti ikhlas

4. Fitrah dalam arti insting

5. Fitrah dalam arti tabiat

Anda mungkin juga menyukai