Anda di halaman 1dari 26

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kematangan beragama

Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan

jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur

berdasarkan umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai

manusia disebut kedewasaan. Sebaliknya, perkembangan rohani diukur

berdasarkan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas

tertentu bagi perkembangan rohani disebut kematangan (maturity).1

Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama

yang terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam

bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama. Jadi,

kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami,

menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya

dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut

keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu, ia berusaha

menjadi penganut yang baik. Keyakianan itu ditampilkannya dalam sikap dan

tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.2

1. Ciri-ciri dan Sikap Keberagaman

Berdasarkan temuan psikologi agama, latar belakang psikologis

baik diperoleh berdasarkan faktor intern maupun hasil pengaruh

1
Jalaludin, Psikologi Agama Edisi Refisi, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2002),
h.123
2
Ibid, h.123
13

lingkungan memberi ciri pada pola tingkah laku dan sikap seorang dalam

bertindak. Pola seperti itu memberi bekas pada sikap seseorang terhadap

agama. William James melihat adanya hubungan antara tingkah laku

keagamaan seseorang dengan penngalaman keagamaan yang dimilikinya

itu.3

Dalam bukunya The Varieties of Religious Experience William

James menilai secara garis besar sikap dan perilaku keagamaan itu dapat

dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu : 1) tipe orang yang sakit jiwa, dan

2) tipe orang yang sehat jiwa. Kedua tipe ini menunjukkan perilaku dan

sikap keagamaan yang berbeda.4

a. Tipe Orang yang Sakit Jiwa (The sick Soul)

Menurut William James, sikap keberagamaan orang yang sakit


jiwa ini ditemui pada mereka yang pernah mengalami latar belakang
kehidupan keagamaan yang terganggu. Maksudnya orang tersebut
menyakini suatu agama dan melaksanakan ajaran agama tidak
didasarkan atas kematangan beragama yang berkembang secara
bertahap sejak usia kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa
seperti lazimnya yang terjadi pada perkembangan secara normal.
Mereka ini menyakini suatu agama dikarenakan oleh adanya
penderitaan batin yang antara lain mungkin diakibatkan oleh musibah,
konflik batin ataupun sebab lainnya yang sulit duiungkapkan secara
ilmiah.
Menurut William Starbuck, seperti yang dikemukakan oleh
William James berpendapat bahwa penderitaan yang dialami
disebabkan oleh dua factor utama yaitu: factor intern dan factor
ekstern. Alasan ini pula tampaknya yang menyebabkan dalam
psikologi agama dikenal dua sebutan yaitu The Sick Soul dan The
Suffering, type yang pertama dilatar belakangi oleh faktor intern

3
Ibid, h.125
4
Ibid, h.126
14

(dalam diri), sedangkan yang kedua adalah karena faktor ekstern


(penderitaan).5
1) Faktor Intern yang diperkirakan menjadi penyebab dari timbulnya

sikap keagamaan yang tidak lazim ini adalah :

a) Temperamen

b) Gangguan jiwa

c) Konflik dan keraguan

d) Jauh dari Tuhan

Adapun ciri-ciri tidak keagamaan mereka yang

mengalami kelainan kewajiban itu umumnya cenderung

menampilkan sikap : pesimis, introvert, menyayangi paham yang

ortodoks, mengalami proses keagamaan secara nograduasi.

2) Faktor Ekstern yang diperkirakan turut mempengaruhi sikap

keagamaan secara mendadak, adalah :

a) Musibah

b) Kejahatan

b. Tipe Orang yang Sehat Jiwa (Healthy – Minded - Ness)

Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut W.

Starbuck yang dikemukakan oleh W. Houston Clark dalam bukunya

Religion Psychology 6 adalah :

a) Optimis dan Gembira

b) Ekstrovet dan tak mendalam

5
Ibid, h.126-127
6
Ibid, h.132
15

c) Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal

2. Kriteria Orang Yang Matang Beragama

Kesinambungan pengalaman seseorang dalam kehidupan

beragama sedikit demi sedikit semakin mantap sebagai suatu unit yang

otonom dalam kepribadiannya. Unit itu merupakan kepribadian suatu

organisasi yang disebut “kesadaran beragama” sebagai hasil peranan

fungsi kejiwaan terutama motivasi, emosi dan intelegensi. Motivasi

berfungsi sebagai daya penggerakan mengarahkan kehidupan mental.

Emosi berfungsi melandasi dan mewarnainya, sedangkan intelegensi

yang mengorganisasi dan memberi pola. Bagi seseorang yang memiliki

kesadaran beragama yang matang, pengalaman kehidupan beragama

yang terorganisasi tadi merupakan pusat kehidupan mental yang

mewarnai keseluruhan aspek kepribadiannya. Kesadaran beragama

merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang mengadakan

tanggapan, reaksi, pengolahan, dan penyesuaian diri terhadap rangsangan

yang datang dari dunia luar. Semua tingkah laku dalam kehidupannya

seperti berpolitik, berekonomi, berkeluarga, bertani, berdagang,

berolahraga, berperang, belajar mengajar dan bermasyarakat diwarnai

oleh system kesadaran beragamanya. Kesadaran agama tidak hanya

melandasi tingkah laku yang tampak, tetapi juga mewarnai sikap,

pemikiran, I’tikat, niat, kemauan dan tanggapan terhadap nilai-nilai


16

abstrak yang ideal seperti demokrasi, keadilan, pengorbanan, persatuan,

kemerdekaan, perdamaian, dan kebahagiaan. 7

Menurut Gordon W. Allport dari hasil penelitiannya dapat


menyimpulkan enam ciri-ciri sentimen beragama yang matang
yaitu adanya diferensi, dinamis, produktif, integral, dan keikhlasan
pengabdian. Maka dapat dikembangkan bahwa karakteristik orang
yang telah matang kesadaran beragamanya apabila memiliki enam
ciri khusus.8 Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Diferensiasi yang baik

Kesadaran agama yang terdiferensiasi merupakan

perkembangan tumbuhnya cabang-cabang baru dari pemikiran kritis,

alam perasaan, dan motivasi terhadap berbagai rangsangan

lingkungan serta terjadinya reorganisasi yang terus menerus. Masalah

ketuhanan, rohaniah, nilai hidup dan kehidupan yang diamatinya

dalam kehidupan sehari-hari akan menjadi sasaran pengolahan

pemikirannya, sehingga memperkaya orientasi kesadaran beragama.

Ia berusaha memecahkan permasalahan tersebut dengan sikap

rasional dan emosinal yang tepat serta konsisten berdasarkan

kesadaran beragama. Ia makin memahami dan menghayati ajaran

agamanya disertai pandangan yang bersifat pribadi.

b) Motivasi kehidupan beragama yang baik

Dari sudut psikologi, motivasi kehidupan beragama pada

mulanya berasal dari berbagai dorongan, baik biologis, psikis

7
Baharudin, Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, h.174
8
Ibid, h. 175
17

maupun social. Petama, dorongan biologis, seperti rasa lapar, rasa

haus, kemiskinan, penderitaan, penjajahan dan penindasan. Orang

akan termotivasi mendekatkan diri kepada Tuhan dikala dilanda

kekurangan, kemiskinan, bencana alam, sakit atau penderitaan

lainnya. Kedua, dorongan psikologis, seperti kebutuhan akan kasih

sayang, pengembangan diri, rasa ingin tahu, harga diri dan

sebagainya. Dalam realitas kehidupan beragama, sering ditemukan

banyak pemuda-pemudi aktif mendekatkan diri kepada Tuhan dikala

memiliki pengharapan jatuh cinta pada lawan jenisnya, atau mereka

mengharapkan agar Tuhan memberikan jodoh yang baik. Dan

kebutuhan sosial, seperti ingin popular, agar diterima oleh suatu

kelompok maupun ambisi pribadi akan kebutuhan kekuasaan juga

seringkali menjadi motif seseorang ataupun kelompok lebih intens

melakukan kehidupan beragama.

Kebutuhan – kebutuhan tersebut jika mendapat pemuasan

dalam kehidupan beragama dapat menimbulkan dan memperkuat

motivasi keagamaan yang kelama-lamaan akan menjadi otonom,

yaitu orang akan termotivasi untuk beribadah, baik didorong oleh

kebutuhan atau tidak. Derajat otonom dalam bahasa agama sering

disebut beribadah yang dilandasi niat “ikhlas” yang artinya “murni”

beribadah karena ingin melaksanakan kewajiban sebagai seorang

hamba yang baik. Derajat kekuatan motif beragama itu sedikit

banyak dipengaruhi oleh pemuasan yang diberikan oleh agama,


18

makin kokoh dan makin otonom motif tersebut.Akhirnya merupakan

motif yang berdiri sendiri dan secara konsisten serta dinamis

mendorong manusia untuk bertingkah laku keagamaan. Salah satu

perbedaan penting antara orang yang memiliki kesadaran beragama

yang matang dengan orang yang belum matang terletak pada derajat

otonomi motivasi keagamaannya.

c) Pelaksanaan ajaran agama secara konsisten dan produktif

Tanda ketiga kesadaran beragama yang matang terletak pada

konsistensi atau keajegan pelaksanaan hidup beragama secara

bertanggung jawab dengan mengerjakan perintah agama sesuai

kemampuan dan berusaha secara maksimal meninggalkan larangan-

larangan-Nya.Pelaksanaan kehidupan beragama atau peribadatan

merupakan realisasi penghayatan ketuhanan dan keimanan.

Pengertian ibadah mencakup pelaksanaan aturan, hukum, ketentuan,

tata cara, perintah, kewajiban dan larangan dalam hubungannya

dengan Tuhan, manusia, masyarakat dan alam. Ibadah yang

menekankan realisasi hubungan manusia dengan Tuhan, sering

disebut ibadah dalam arti khusus. Formalitas, tata cara dan ibadah

khusus telah di tentukan oleh Tuhan melalui wahyu yang telah

disampaikan kepada nabi sehingga tidak boleh di rubah atau

dimodivikasikan. Ibadah dalam arti luas mencakup seluruh kehendak,

cita-cita, sikap, dan tingkah laku manusia berdasarkan penghayatan

ketuhanan disertai niat atau kesengajaan dengan ikhlas karna dan


19

demi Allah. Orang yang memiliki kesadaran beragama yang matang

akan melaksanakan ibadahnya dengan konsisten, stabil, mantap, dan

penuh tanggung jawab dan dilandasi warna pandangan agama yang

luas. Tiada kebahagian yang lebih mulia dari pada kewajiban

melaksanakan perintah agama secara konsisten (Istiqomah).

d) Pandangan hidup yang komprehensif

Kepribadian yang matang memiliki filsafat hidup yang utuh

dan komprehensif. Keanekaragaman kehidupan dunia harus di

arahkan pada keteraturan. Keteraturan ini berasal dari analisis

terhadap fakta yang ternyata mempunyai hubungan satu sama lain.

Fakta yang perlu dicari kaidahnya itu bukan punya benda materi,

akan tetapi keteraturan itu bukan hanya benda materi, akan tetapi

keteraturan itu meliputi pula alam perasaan, pemikiran, motivasi,

norma, nilai-nilai kemasyarakatan dan nilai-nilai kehidupan

rohaniah. Manusia memerlukan peganganan agar dapat menentukan

pilihan tingkah lakunya secara pasti. Bagi orang yang matang

bergamanya, maka memahami dan melakukan agama tidak sekedar

bersifat formalitas dan parsial, tetapi berusaha memahami dan

melaksanakan agama secara logika, perasaan dan tindakan.Bahkan

memasuki wilayah agama secara utuh.


20

e) Pandangan hidup yang integral

Kesadaran beragama yang matang ditandai adanya pegangan

hidup yang komprehensif yang dapat mengarahkan dan

menyelesaikan berbagai permasalahan hidup. Filasafat hidup yang

komprehensif itu meliputi berbagai pola pandangan, pemikiran dan

perasaan yang luas. Di samping komprehensif, pandangan dan

pegangan hidup itu harus terintegrasi, yakni merupakan suatu

landasan hidup yang menyatukan hasil diferensiasi aspek kejiwaan

yang meliputi fungsi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam

kesadaran beragama, intregrasi tercermin pada keutuhan pelaksanaan

ajaran agama, yaitu keterpaduan ihsan, iman, dan peribadatan.

Pandangan hidup yang matang bukan hanya keluasan cakupannya

saja, akan tetapi mempunyai landasan terpadu yang kuat dan

harmonis.

f) Semangat pencarian dan pengabdian kepada Tuhan

Ciri lain dari orang yang memiliki kesadaran beragama yang

matang ialah adanya semangat mencari kebenaran, keimanan, rasa

ketuhanan, dan cara-cara terbaik untuk berhubungan dengan manusia

dan alam sekitar. Ia selalu menguji keimanannya melakui

pengalaman-pengalaman keagamaan sehingga menemukan

keyakianan lebih tepat. Peribadatannya selalu dievaluasi dan

ditungkatkan agar menemukan kenikmatan penghayatan


21

“kehadiaran” Tuhan. Walaupun demikian ia masih merasakan bahwa

keimanan dan pribadatannya, belum sebagaimana mestinya dan

belum sempurna.

3. Kematangan Beragama Menurut Islam

Di dalam ajaran Islam terdapat berbagai sumber hukum yang bisa

dijadikan sebuah literatur untuk menentukan hukum, baik itu al-Qur’an,

hadis maupun ijtihad. Begitu pula hal yang berkaitan dengan psikologi,

apalagi yang erat kaitannya dengan kriteria orang yang matang

agamanya, pastilah di dalam al-Qur’an dijelaskan dengan detail. Di

dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kriteria orang yang bisa

dikategorikan matang agamanya antara lain9 :

a) Orang tersebut cinta sekali kepada Allah

b) Beriman kepada semua Nabi

c) Mereka senantiasa bersama Allah dan tidak pernah cerai berai dari

pada-Nya, iman mereka mantap, tujuan hidupnya menegakkan

tauhid, dengan senantiasa mengabdi dan beribadah kepadaNya.

d) Mereka juga orang yang selalu setia pada janji

e) Selalu bantu membantu dalam kebajikan dan bukan dalam hal

kejahatan

f) Bersikap adil walaupun harus merugikan dirinya dan golongannya

g) Bersikap jujur sekalipun pada lawan

h) Hidup secara wajar

9
Baharudin, Mulyono.Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, h.198-205.
22

i) Orang yang selalu menafkahkan sebagian hartanya baik dalam

kondisi lapang maupun sempit serta memaafkan kesalahan orang

lain

j) Hidupnya dikorbankan demi mencari ridho Allah SWT.

B. Tarekat

1. Pengertian Tarekat

Dari segi bahasa tarekat berasal dari bahasa Arab thariqat yang

artinya jalan, keadaan, aliran dalam garis sesuatu. Jamil Shaliba

mengatakan secara harfiah tarikat berarti jalan yang terang, lurus yang

memungkinkan sampai pada tujuan dengan selamat.10 Dan para ahli

tasawuf, memberikan pengertian tentang Tarekat adalah sebagai berikut:

Tarekat adalah jalan, petunjuk dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan

ajaran yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, dan dikerjakan oleh

sahabat-sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’in turun temurun sampai pada

guru-guru, ulama’-ulama’ sambung menyambung rantai berantai sampai

pada masa kita ini.11

Definisi-definisi tentang keberadaan istilah Tarekat tidak hanya

diberikan oleh para ahli tasawuf saja, para orientalis pun tidak mau

ketinggalan memberikan pendapatnya, diantaranya adalah Massinon, Ia

memberikan pengertian Tarekat dengan dua pengertian diantaranya pada

Ris’an Rusli.Tasawuf dan Tarekat : Studi Pemikiran dan Pengalaman Sufi.(Jakarta :


10

Rajawali Pers, 2013), h. 184


11
Aceh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Thoriqoh, Kajian Historis Tentang Mistik. Solo:
CV. Rahmadlani, 1996), h.67
23

abad ke IX dan X Masehi tarekat adalah cara mendidik akhlaq dan jiwa

mereka yang berminat menempuh hidup sufi. Sesudah abad ke XI,

Tarekat mempunyai pengertian sebuah gerakan yang lengkap untuk

memberikan latihan-latihan rohani dan jasmani dalam segolongan orang-

orang Islam menurut ajaran-ajaran dan keyakinan tertentu.12

Tarekat pada dasarnya merupakan bagian dari prinsip-prinsip

Islam. Ajaran ini tidak ubahnya merupakan upaya mendidik diri dan

keluarga untuk hidup bersih dan sederhana, serta patuh melaksanakan

ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Ibnu Kholdun

mengungkapkan, pola dasar tasawuf atau Tarekat adalah kedisiplinan

beribadah, konsentrasi hidup menuju Allah SWT (untuk mendapatkan

ridha-Nya) dan upaya membebaskan diri dari keterikatan mutlak pada

kehidupan duniawi, sehingga tidak diperbudak harta atau tahta dan

kesenangan dunia lainnya.

Dari pengertian yang penulis sebutkan di atas pada prinsipnya

mempunyai pengertian yang sama. Oleh karena itu penulis

menyimpulkan definisi-definisi tersebut secara keseluruhan sebagai

berikut: "Tarekat merupakan suatu jalan atau cara yang dilakukan oleh

orang-orang Islam yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW.

sebagai upaya membersihkan hati untuk mendekatkan diri kepada Allah

SWT agar tercapai Ma’rifatullah".

12
Ibid, h.67
24

2. Dasar Tarekat

Islam merupakan agama yang membimbing dan mengajarkan

berbagai prinsip kehidupan agar manusia bahagia secara jiwa dan raga,

selamat di dunia dan akherat. Oleh karena itu ajaranya bersifat

menyeluruh, baik yang bersifat ruhaniyah seperti yang dikaji oleh

tasawuf maupun yang bersifat dhohiriyah sebagaimana yang dikaji oleh

ilmu fiqih.13 Hidupnya kerohanian dalam Islam adalah dimulai dari

kehidupan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang utama dan

terdapat pula dalam kehidupan Nabi yang terdahulu.

Sebelum Nabi menyatakan dirinya sebagai Rasul Allah beliau

bertahun-tahun pergi memisahkan diri, semedi atau berkhalwat, Beliau

duduk bertafakkur dalam segala Af-al Allah, berdzikir terus menerus

mengingat kepada Allah SWT, dengan ikhlas dan sempurna sehingga

menjadikan Allah SWT sebagai satu tujuan, tidak ada yang lain selain

Dia. Kita tahu bagaimana cara beliau hidup dengan sederhananya,

pakaiannya, makanannya, dengan sepotong roti, sebiji tamar, seteguk air,

sebaliknya lidahnya banyak melantunkan kalimat Allah SWT. Di malam

hari, dan kadang-kadang menangis dalam melakukan sholat, semua itu

adalah kehidupan yang digambarkan oleh para ahli tasawuf.

Setelah Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul, beliau sering

mengasingkan diri di Gua Hiroh, maka ia sering melakukan latihan

(riyadoh) dan berjuang (mujahaddah). Kemudian dengan jihad beliau

13
Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu, 1998), h.133
25

berlatih dzikir, syukur, riyadoh, ridhlo, qona’ah, dan zuhud, ia berlapang

dada dalam menghadapi segala percobaan dan rintangan sewaktu

menjalankan da’wah ke jalan Allah SWT. Perbuatan Rasullullah SAW

yang telah digariskan pada hakekatnya adalah gambaran dari Al-Qur’an

itu yang membuat para ahli sufi dan ahli tarekat menggali rahasia dalam

kehidupan Tasawuf mereka.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hidup kerohanian

Nabi Muhammad SAW baik sebelum maupun sesudah beliau menjadi

rasul adalah sumber utama kerohanian Islam, selain itu juga ada dasar-

dasar pijakan yang utama baik dari firman Allah SWT maupun hadits

Nabi mengenai Tarekat.

Menurut aliran tarekat, bahwa Allah SWT itu adalah permulaan

kejadian, awalnya tidak ada permulaan. Allah SWT saja telah ada dan

tidak ada yang lain sertanya. Dan ingin supaya dzat-Nya dilihat pada

sesuatu yang bukan dzat-Nya. Sebab itulah dijadikan segenap kejadian

(al-khaliq). Maka adanya alam ini laksana kaca, yang terang benderang

yang disana dapat dilihat zat Allah SWT. Inilah Dasar Wahdatul Wujud

yang menjadi paham ahli-ahli tarekat. Selanjutnya mereka berpendapat :

bahwa kehidupan dan alam penuh dengan rahasia-rahasia tersembunyi

dan rahasia-rahasia itu tertutup oleh dinding. Di antara dinding-dinding

itu adalah hawa nafsu sendiri. Tetapi rahasia itu akan terbuka dan dinding

( hijab) akan tersimbah dan kiat dapat melihat atau merasakan atau
26

berhubungan langsung dengan rahasia itu, asal kuat dan sudi menempuh

jalannya. Jalan itulah yang disebut Tarekat.

1) Firman Allah SWT. dalam Al-Quran :

 
 
    
  


Artinya: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka

menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan

mengingati Allah hati menjadi tenteram."(QS. Ar-Ra'd:28)14

Dalil di atas kiranya cukup menjadi dasar pegangan, terhadap

Tarekat termasuk sebagai ilmu Syariat. Tarekat adalah serangkaian dari

ilmu syariat dan ilmu syariat wajib diketahui bagi setiap muslim mukalaf.

Tiap sesuatu berasal dari wajib, maka hubungannya satu dengan yang

lainnya wajib pula, sehingga mempelajari tasawuf, menempuh jalan

Tarekat adalah wajib hukumnya.

3. Tujuan Tarekat

Tujuan tarekat adalah membersihkan jiwa dan menjaga hawa-

nafsu untuk melepaskan diri dari berbagai bentuk ujub, takabur, riya',

hubbud dunya (cinta dunia), dan sebagainya. Tawakal, rendah

14
DEPAG RI. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Penafsir Al-Quran, 2000
27

hati/tawadhu', ridha, mendapat makrifat dari Allah, juga menjadi tujuan

tarekat.15 Setiap Tarekat memiliki perbedaan dalam menentukan metode

dan prinsip-prisip pembinaanya, meskipun demikian tujuan utama setiap

tarekat akan tetap sama, yakni mengharapkan hakikat yang mutlak yaitu

Allah SWT.

Dengan demikian, tujuan Tarekat Qadiriyah Wan


Naqsyabandiyah adalah merupakan induk kenyakinan yang dianut oleh
umat islam, yang bertujuan untuk memperteba iman dan hati pengikut-
pengikutnya. sebagai pedoman kehidupan didunia menuju akhirat
sehingga tidak ada yang lebih indah di cintai selain dari pada Allah
dengan ikhlas atas segala amal ibadahnya. Adapun Tujuan Tarekat
Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah, dapat dilukiskan secara jelas dalam
ungkapan dari sebuah do’a yang ducapkan setiap orang yang hendak
melakukan amalan yang maha penting, yaitu dzikrullah. Do’a dimaksud
adalah sebagai berikut: 16

‫الهى انت مقصودى ورضاك مطلوبي اعطني محبتك ومعرفتك‬

Artinya: “ Ya Allah, Engkau yang aku tuju dan ridho-Mu yang


aku cari, Semoga Engkau beri kepadaku kecintaan dan kema’rifatan
kepada-Mu ya Allah".

Dalam Do’a tersebut mempunyai beberapa demensi yang


merupakan subtansi ajaran islam secara mendasar, diantaranya:17

1. Manusia semuanya akan kembali kepada Allah, tapi apakah ia akan

kembali kepada ridha Allah atau kepada ‘AdabAllah.

15
Sholikhin, Muhammad. Mukjizat dan Misteri Lima Rukun Islam:Menjawab
Tantangan Zaman. Yogyakarta:Penerbit Mutiara Media, 2008), h.19
16
Aceh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Thoriqoh, Kajian Historis Tentang Mistik, h. 70
17
Zainul Adzfar, Zikir dan Kontemplasi dalam Tasawuf, (Jakarta : Kencana, 2004),
h.143
28

2. Mencari keridhaan Allah, dalam aplikasinya hanya bisa diperoleh

dengan taqarrūbmelalui dzikir, baik dalam arti umum maupun

khusus.

3. Tanpa hidayah dan pertolongan Allah seseorang tidak mungkin

mempunyai kemampuan untuk bertaqarrub kepadaNya.

Bahwa pelaksanaan agama Islam tidak sempurna jika tidak

mengerjakan Syariat, Tarekat, Hakikat, ma’rifat. Karena keempat-

empatnya merupakan salah satu tunggal bagi Islam. Makna kebersatuan

dari keempat hal tersebut diterangkan oleh Imam Malik yang mengatakan

bahwa:

‫ف ِبغَي ِر تَفَقُّه‬ َ َ‫َمن تَفَقَّهَ ِبغَي ِر ت‬


َّ َ‫ص ُّوف فَقَد تَف‬
َ َ ‫سقَ َو َمن ت‬
َ ‫ص َّو‬
‫فَقَد ت َزَ ندَقَ َو َمن َج َم َع َبينَ ُه َما فَقَد تَ َحقَّق‬
"Barang siapa ber-fiqhi (bertauhid) saja tanpa ber-tasawwuf
niscaya berlaku fasik (tidak bermoral). Dan barang siapa yang
ber-tasawwuf tanpa ber-fiqhi/ber-tauhid niscaya ia menjadi
golongan Zindik (penyeleweng agama). Dan barang siapa
yang melakukan kedua-duanya niscaya ia menjadi golongan
Islam yang hakiki".18

4. Fungsi Tarekat

Tarekat berfungsi untuk meraih kesempurnaan dan kedekatan

dengan Tuhan, memperoleh cinta-Nya. Tarekat berfungsi untuk

18
Kahfi, M. Shohibul, dkk. Lentera Kehidupan dan Perjuangan Kiai Yahya. (Malang:
LP3MH, 2003), h.82
29

mengendalikan hawa nafsu, mengembangkan watak mulia dan

memegang teguh ajaran-ajaran agama Islam seteguh mungkin.19 Fungsi

Tarekat yang lain adalah :

1) Tercapainya taqarrub ila Allah SWT atau mendekatkan diri kepada

Allah SWT. Sedekat mungkin sehingga tidak ada pemisah antara

Allah SWT dan makhluk-Nya.

2) Memantapkan diri dalam mengikuti jalan yang diberkati olah Allah

SWT dengan menghindarkan diri dari perbuatan yang melanggar

segala larangan-Nya agar tercapai ridha-Nya.

3) Untuk mengenal dan mencintai Allah SWT.

4) Menumbuhkan perilaku dan sikap yang baik, cinta kasih kepada

sesama makhluk, serta cinta tanah air.

Jadi, pada dasarnya fungsi-fungsi dari Tarekat tidak

bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan ajaran Tarekat justru

merupakan sentral dari ajaran Islam. Imam Al-Gozali mengatakan

“Masuk Tarekat sufiyah hukumnya Fardhu ‘ain, karena setiap individu

tidak akan terlepas dari sifat aib, kecuali para Nabi”. Dengan bertarekat

ibadah seseorang menjadi lebih sempurna, karena pengetahuannya

tentang Dzat yang disembah benar-benar terasa selalu menyertainya.

Pengetahuan menurut pengertian pertama dan kedua, belum

merupakan pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Keduanya disebut ilmu

bukan makrifat. Pengetahuan menurut pengertian ketigalah yang

19
Zulkifli.Sufi Jawa (Relasi Tasawuf-Pesantren).(Jogjakarta: Pustaka Sufi, 2003), h.69
30

merupakan pengetahuan hakiki tentang Tuhan dan pengetahuan ini

disebut makrifat.

Abu Hasan Assyadili ra. Pendiri Tarekat Assyadiliyah

mengatakan “Barang siapa yang belum pernah memasuki ilmu kami ini

(Tarekat), ia akan terus-menerus melakukan dosa besar sampai mati

sedangkan ia tidak merasakan". Dalam kitab “Miftahul Jannah”,

diterangkan bahwa hukum belajar Tarekat untuk membersihkan hati

dari sifat-sifat yang tercela menurut agama/syara' adalah Fardu 'Ain

bagi setiap Mukallaf, adapun melakukan baiat Tarekat merupakan

Sunnah Nabawiyyah.

5. Macam-macam aliran Tarekat dalam Islam

Tarekat berkembang secara pesat hampir seluruh dunia, termasuk

di Indonesia. Perkembangan tarekat yang pesat membawa dampak positif

bagi perkembangan dakwah, karena perkembangan tarekat juga

merupakan perkembangan dakwah Islam.20Di antara tarekat yang ada

dalam Islam adalah sebagai berikut :21

a. Tarekat Qadiriyah

b. Tarekat Naqsabandiyah

c. Tarekat Rifa’yah

d. Tarekat Sammaniyah

e. Tarekat Syadziliyah

20
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta : AMZAH, 2012), h.308
21
Muhammad Solihin, Rosihon Anwar. Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia,
2008), h. 211
31

f. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah

6. Amaliah dalam Tarekat Qodariyah Wa Naqsabandiyah

Tarekat Qodariyah Wa Naqsabandiyah sebagai sebuah aliran

dalam tasawuf mempunyai amaliah khusus, yang tidak sama dengan

amaliah dalam tarekat lain. Kalaupun ada kesamaan, kemungkinan dalam

beberapa hal saja karena memang sumber ajarannya sama-sama dari

Rasulullah. Amaliah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh siapa

saja yang telah menyatakan diri melalui “talqin” sebagai murid dan

ikhwan dari Guru Mursyid dalam komunikasi tarekat termaksud. Amaliah

tersebut merupakan amalan yang sangat penting yang harus di lakukan

oleh murid setelah melakukan amaliah syar’iyah yaitu shalat fadhu.22 Di

antara amaliah yang ada didalam tarekat Qodiriyah Wa naqsabandiyah

tersebut adalah :

a. Dzikir

Dzikir secara lughawi yaitu ingat. Dzikir terbagi dua, ada

dzikir bimakna ‘am (dzikir secara umum) dan ada dzikir bimakna

khas (dzikir secara khusus). Dzikir bimakna ‘am adalah segala bentuk

ketataan kepada Allah. Dzikir bimakna ‘am termasuk objek kajian

ilmu Syariat.

Sedangkan dzikir yang dimaksud adalah Tarekat Qodiriyah

Wa Naqsabandiyah adalah dzikir bimakna khas. Dzikir bimakna khas

adalah “hudurul Qalbi ma’allah” (hadirnya hati kita bersama Allah).

22
Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012 ), h.
98.
32

Dzikir dalam arti khusus terbagi dua, yaitu dzikir jahr dan dzikir

khafi. Dzikir jahr adalah melafalkan kalimat tabiyah yaitu “lailaha

illallah” secara lisan dengan suara keras. Sedangkan dzikir khafi

adalah mengingat nama Allah secara sirr di dalam hati.

Para sufi sepakat bahwa dzikirullah secara istiqamah adalah

metode paling efektif untuk membersihkan hati dan mencapai

kehadiran Allah. Dengan terus-menerus mengingat Allah akan

melahirkan mahabah (cinta kapada) Allah serta mengosongkan hati

dari kecintaan dunia dan keterikatan pada dunia.

b. Talqin dan Baiat

Untuk dapat mengamalkan dzikir khas dan juga amalan-

amalan lain yang ada dalam Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah,

seorang salik ( murid) harus melalui proses “talqin”. Talqin adalah

peringatan guru kepada murid. Sedangkan bai’at adalah kesanggupan

dan kesetiaan murid di hadapan gurunya untuk mengamalkan dan

mengerjakan segala kebajikan yang diperintah mursyidnya.

c. Khataman

Kata khataman berasal dari kata “khatama - yaktumu -

khataman” yaitu selesai atau menyelesaikan. Yang di maksud

khataman dalam Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah adalah

menyeleseaikan atau menamatkan bacaan aurad (wirid-wirid) yang

menjadi ajaran Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah pada waktu –

waktu tertentu. Wirid – wirid tersebut minimal dibaca secara


33

keseluruha sampai khatam satu kali dalam seminggu. Khataman

bisa di lakukan secara munfarid atau berjamaah, dan bisa di masjid

atau di rumah. Yang terpenting bagaimana wirid tersebut dapat

dilakukan secara khusyu’ dan tamat.

d. Manaqib

Kata manaqib merupakan kata jamak dari manqabah yaitu

babakan sejarag hidup seseorang. Sedangkan jamak dari manqabah

adalah manaqib. Manaqib yaitu proses pembacaan penggalan sejarah

hidup seseorang secara spiritual.

Manaqib dalam Tarekat Qodariyah Wa Naqsabandiyah

merupakan amalan syahriyah, yaitu amalan yang harus dilakukan

minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi manaqiban terbagi

menjadi dua bagian yaitu pertama, materi tentang khidmah

‘amaliyah. Khidmah ‘amaliyah adalah inti manaqiban itu sendiri.

Kedua, khidmah ‘ilmiyah. Khidmah ‘ilmiyah adalah pembahasan

tasawuf secara keilmuan dan pembahasan aspek-aspek ajaran Islam

secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk membuka wawasan

keislaman para ikhwan memperdalam ilmu ketasawufan, dan

memotivasi para ikhwan agar semakin rajin mendalami ilmu-ilmu

Islam, khususnya ilmu tasawuf dan tarekat serta mengamalkan

amalan Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah dalam kehidupan

sehari-hari.

e. Riyadah
34

Riyadah secara etimologi yaitu latihan. Dalam term tasawuf,

yang dimaksud riyadah adalah latihan rohani dengan cara-cara

tertentu yang lazim dilakukan dalam dunia tasawuf. Dalam tradisi

Tarekat Qodariyah Wa Naqsabandiyah, riyadah yang paling utama

adalah dzikurullah. Tetapi ketika dzikurullah sudah menjadi amalan

yang dilakukan secara istiqamah setiap ba’da shalat fardu, seorang

salik boleh meminta kepada mursyid tembahan amalan-amalan untuk

memperkokoh keimanannya, mempermudah pencapaian cita-cita

hidupnya, dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam

kehidupannya.

f. Ziarah

Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata zaara – yazuur -

ziyaaratan, artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah,

ziarah adalah mengunjungin tempat-tempat suci, atau berkunjung

kepada orang-orang saleh, para nabi, para wali, baik yang masih

hidup maupun yang sudah meninggal dengan niat karena Allah.

Tujuan ziarah antara lain sebagai berikut :

1) Mengingat kita akan kematian

2) Mengambil pelajaran (‘ibrah) dari kehidupan manusia-manusia

saleh (shalihin)

3) Mendoakan kepada arwah mukminin yang sudah meninggal

mendahului kita

4) At-Tabarruk
35

g. Uzlah dan khalwat

Uzlah yaitu mengasingkan diri dari keramaian dunia kesuatu

tempat dalam rangka riyadah. Sedangkan khalwat secara etimologis

adalah nyepi, yaitu mengosongkan jasmani dan rohani dari interaksi

dengan makhluk. Baik uzlah maupun khalwat tujuannya sama, yaitu :

1) Agar khusyu’ dan konsentrasi beribadah kepada Allah dan

merasa nikmat hadir bersama Allah.

2) Terbebas dan tergaja dari berbagai maksiat yang biasanya terjadi

justru karena pergaulan dengan sesama manusia.

7. Hasil yang dicapai

HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada, telah


melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari
pengalaman Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Pondok Pesantren
Suryalaya. Subandi menyimpilkan paling tidak tujuh karakter yang
muncul dari seseorang yang telah mengamalkan Tarekat Qadiriyah Wa
Naqsabandiyah secara intensif. Tujuh karakter yang dimaksud adalah
sebagai berikut 23:

a. Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah pribadi,

keluarga, karir, politik, ekonomi dan lain lain. Masalah masalah yang

kompleks yang tidak terpecahkan bisa membawa dampak pada

gangguan gangguan kejiwaan seperti stres, insomania, kesedihan

yang berlarut larut (depresi ), putus asa, frustasi, ingin bunuh diri atau

bahkan sudah menjurus ke arah gangguan jiwa (schizophrenia). Juga

berbagai masalah fisik seperti penyalit jatung, stroke, migrane dan

lain lain.

23
Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, h. 170-172
36

b. Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami berbagai

situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami

gangguan mental karenanya. Dilihat dari sudut pandang psikologi, ia

memiliki kemampuan yang tinggi dalam proses “kataris”, yaitu

pelepasan beban emosional. Pada umumnya orang yang sedang

menghadapi situasi yang menyedihkan, mengecewakan,

menjengkelkan atau seringkali tidak bisa atau tidak mau

mengungkapkannya kepada orang lain. Mereka lebih senang

memendam dalam hatinya sendiri atau berusaha melupakannya.

Namun justru dengan menekan segala macam persoalan, emosi

pikiran-pikiran yang mengganggu ke bawah sadarnya akan

menimbulkan berbagai macam gangguan psikologo seperti depresi,

kecemasan, atau berbagai bentuk penyakit fisik, seperti liver, jantung

darah tinggi dan lain-lain.

c. Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam

menghadapi situasi yang tidak menentu. Masyarakat modern ditandai

dengan munculnya berbagai kondisi yang mencemaskan, para pakar

menyebut zaman modern ini “zaman kecemasan” (the age of

anexiety).

d. Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak terbawa arus

kemanapun pergi. Jika seseorang khususnya remaja, tidak memiliki

kontrol diri yang baik, ia akan dikuasai oleh dorongan-dorongan dan

nafsu-nafsu yang selalu bergejolak seperti nafsu, agresifl seksual dan


37

lain-lain. Akibatnya timbullah bermacam-macam kenakalan remaha

seperti perkelahian, perzinaan. Kalau kontrol diri tidak berkembang

dengan baik, maka akan menghambat proses pendewasaan seseorang.

Karena salah satu indikasi kedewasaan adalah sejauh mana

kemampuannya mengontrol diri sendiri. Semakin dewasa seharusnya

semakin pandai mengendalikan dirinya (kontrol diri ).

e. Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik. Ia memahami

“siapa aku” sebagai mahluk Allah, tidak rendah diri, tidak penakut,

tidak berani tanpa perhitungan.

f. Menemukan jati dirinya, atau dalam istilah psikologi “individuasi”.

Kerana mampu menentukan dirinya maka ia pun mampu menemukan

Tuhannya.

g. Memiliki “kesadaran lain” atau dalam psikologi disebut “altered

states of conciousness” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan para

normal), yang pada umumnya dimiliki oleh orang yang berwawasan

spiritual atau memiliki tingkat kerohanian yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai