Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MINI RISET

RASA AGAMA PADA ANAK-ANAK DAN REMAJA

I.

PENDAHULUAN
Agama hadir dalam penampakan yang bermacam-macam. Nabi
Muhammad mendefinisikan adama sebagai perilaku yang baik. Agama
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain sebagai inspirasi untuk
kegiatan revolusioner, sebagai perjalanan spiritual, untuk mencapai tingkat
kesadaran yang tinggi, dan lain sebagainya sesuai kondisi penganut agama
tertentu beserta pandangan-pandangannya.
Rasa agama merupakan suatu potensi yang telah ada pada masingmasing individu. Rasa agama itu dipupuk dari masa kecil hingga mulai
berfungsinya rasa itu pada akhir masa anak-anak menuju masa remaja awal.
Perkembangan pada usia remaja mengalami banyak gejolak yang pada
akhirnya menggoncangkan jiwa dan keyakinannya. Pertumbuhan secara
fisik yang begitu menonjol ternyata diikuti oleh perkembangan pemikiran
yang membuat dalam banyak hal remaja mengalami peningkatan cukup
signifikan. Akan tetapi ada pula yang mengalami penurunan grafik yang
terjadi pada diri mereka, salah satunya adalah rasa keber-agamaannya.
Penurunan rasa terhadap keyakinan yang terjadi inilah yang kemudian
menjadikan adanya keragu-raguan terhadap ajaran agama. Tentunya juga
karena di pengaruhi pula oleh pemikiran pada usia remaja yang meningkat
secara signifikan dibandingkan pada saat masih anak-anak.
Pemikiran-pemikiran kritis dan ilmiah yang tumbuh pada otak remaja,
membuat remaja berusaha untuk mencari kebebasan. Kebebasan berpikir,
kebebasan memilih, kebebasan berkeyakinan, dan juga kebebasankebebasan yang lain. Inti dari pencarian kebebasan ini adalah untuk mencari
jati diri dan usaha untuk menunjukkan siapakah dirinya di depan orang lain.
Yang amat disayangkan adalah metode pengajaran rasa keagamaan
pada saat masih anak-anak (dikeluarga ataupun sekolah) yang berkembang
saat ini masih terkesan mengabaikan pemikiran masa remaja ini, sehingga
keyakinan terhadap rasa beragama pada usia remaja sering dikritisi oleh
mereka. Yang pada akhirnya menimbulkan keraguan beragama pada diri
mereka.
Banyak yang mengaku beragama, akan tetapi pengakuan tersebut
tidak pernah dilaksanakan dengan menjalankan ajaran agama yang
diakuinya tersebut. Padahal jika dilperhatikan mereka yang tidak
melaksanakan ajaran agama tersebut, pada masa anak-anaknya, mereka
adalah anak yang rajin ke gereja ataupun masjid ataupun tempat-tempat
ibadah yang lain. Ini disebabkan karena adanya keraguan beragama pada
diri remaja.

II.

TEORI
1. PERKEMBANGAN RASA AGAMA
A. Perkembangan Rasa Agama Usia Anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anakanak melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The
Development Of Religion On Children, ia mengatakan bahwa
perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingktan,
yaitu;
1)

The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng)


Tingkatan ini dimuali pada anak yang berusia 3-6 tahun.
Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak
dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkatan anak
menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa kini masih
banyak dipengaruhi kehidupan fantasi yang diliputi oleh
dongeng-dongeng.

2)

The Realistic Stage (tingkat kenyataan)


Tingkat ini sejak anak masuk Sekolah Dasar (SD) hingga
ke usia adolensen. Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah
mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada
kenyataan (realitas). Konsep ini timbul lembaga-lembaga
keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya.
Pada masa ini ide keagamaan anak dapat didasarkan atas
dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep
Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu, maka pada masa ini
anak-anak tertarik dan senang pada lembaga yang mereka lihat
dikelola oleh orang dewasa dalam ligkungan mereka.

3) The Individual Stage (tingkat individu)


Pada tingkat ini anak mempunyai kepekaan emosi yang
paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka,
konsep keagamaan yang individualis ini terbagi menjadi tiga
golongan, yaitu;
a. Konsep ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif
dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal terserbut
disebabkan oleh pengaruh luar.
b. Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan
dalam pandangan yang bersifat personal (peroranngan).
c. Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah
menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati
ajaran agama. Perubahan ini setiap tingkatan dipengaruhi
oleh faktor interen, yaitu perkembangan usia dan faktor
eksteren berupa pengaruh luar yang dialaminya.

B.

Perkembangan Rasa Agama Usia Remaja


Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa
remaja menduduki masa Progresif. Dalam pembagian yang agak
terurai masa remaja mencakup masa juvenitilas (adolescantium),
pubertas, dan nubilitas. Sejalan dengan perkembangan jasmani
dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi
perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap
ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada remaja
banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan pada masa remaja ditandai oleh beberapa
faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu
antara lain menurut W. Starbuck adalah:
1.

Pertumbuhan pikiran dan mental


Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja
dari masa kanak-kanak sudah tidak begitu menarik bagi
mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain
masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah
kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan
lainnya.

2.

Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa
remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja
untuk menghayati berkehidupan yang terbiasa dalam
lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung
mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius
pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat
pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah
didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa
kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahu dan
perasan super, remaja lebih terperosok ke arah tindakan
seksual yang negative

3.

Pertimbangan social
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh
adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan
mareka timbul konflik antara pertimbangan moral dan
material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu.
Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan
materi, maka remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap
materialis.

4.

Perkembangan moral

Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari


rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteks. Tipe moral
yang juga terlihat pada remaja juga mencakupi:
a. Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi.
b. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan
kritik.
c. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran
moral dan agama.
5.

Sikap dan minat


Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan
boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari
kebiasaaan masa kecil dan lingkungan agama yang
mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).

2. RELIGIOUS DOUBT
Keraguan dalam rasa agama (religious doubt) itu tidak muncul
dengan begitu saja namun muncul dari beberapa faktor. Dan faktor
yang menyebabkannya yaitu:
a. Kemampuan kognisi remaja untuk berfikir secara abstrak dan
maknawi.
b. Religious storage
c. Dogmatic teaching
d. Religious teaching
e. Perbedaan agama
f. Mempertetangkan ilmu dan agama
g. Imorrality
h. Individual different
Sedangkan cara-cara yang perlu ditempuh untuk keluar dari
keragu-raguan dalam agama itu adalah:
a. Rasionalisasi konsep dan sikap di dalam beragama.
b. Penolakan konsep-konsep agama yang telah tertanam.
c. Penyesuaian konsep agama pada masa anak-anak dengan situasi dan
kondisi yang baru.
Adapun dampak yang bisa ditimbulkan dari religious doubt itu
sendiri dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Berpandangan skeptis terhadap bentuk-bentuk keagamaan.
b. Meninggalkan tugas-tugas keagamaan.
c. Konfrontasi pengetahuan dan agama
d. Religious conversion( perubahan sikap keagamaan yang begitu
mencolok).

3. RELIGIOUS CONVERSION
Konversi agama menurut etimologi, konversi berasal dari kata
Conversio yang berarti : tobat, pindah, dan berubah (agama). Dan
dalam bahasa Inggris disebut Conversion yang mengandung arti
berubah dari suatu keadaan atau dari suatu agama ke agama lain
(Change From One State, or From One Religion, to Another). Maka
dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian :
bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau
masuk ke dalam agama (menjadi paderi).
FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KONVERSI AGAMA
William James mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan
terjadinya konversi agama antara lain :
a. Konversi agama terjadi karena adanya suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat
kebiasaan seseorang sehingga pada dirinya muncul persepsi baru, dalam bentuk
suatu ide yang bersemi secara mantap.
Konversi agama dapat terjadi oleh karena suatu krisis ataupun secara mendadak
(tanpa suatu proses).
c. Konversi agama dapat terjadi oleh 2 faktor intern dan faktor ekstern.
1. Faktor Intern
Kepribadian
W. James menemukan bahwa, tipe melankolis yang memiliki kerentanan
perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan terjadinya konversi agama dalam
dirinya.
Pembawaan
Menurut penelitian Guy E. Swanson bahwa ada semacam kecendrungan
urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama, ini dapat dilihat urutan
kelahiran. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin,
sedangkan anak-anak yang dilahirkan pada urutan antara keduanya sering
mengalami stres jiwa. Kondisi tersebut juga bisa mempengaruhi terjadinya
konversi agama.
2. Faktor Ekstern
Keluarga
Terjadinya ketidakserasian, keretakan keluarga, berlainan agama, kesepian,
kesulitan seksual, tidak harmonisnya keluarga serta kurang mendapatkan
pengakuan kaum kerabat kondisi tersebut bisa saja menyebabkan seseorang
mengalami tekanan batin sehingga terjadi konversi agama dalam usahanya untuk
mencari hal-hal baru dalam rangka meredakan tekanan batin yang menimpa
dirinya.
Lingkungan
Seseorang yang tinggal di suatu tempat dan merasa tersingkir dari
kehidupan di suatu tempat dan merasa hidup sebatang kara. Pada saat ini dia
mendambakan ketenangan batin dan tempat untuk bergantung agar kegelisahan
batinnya bisa hilang.
Perubahan Status

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang dapat menyebabkan


terjadinya konversi agama. Apalagi perubahan itu terjadi secara mendadak.
Seperti perceraian atau kawin dengan orang yang berlainan agama.
Kemiskinan
Masyarakat yang awam cenderung untuk memeluk agama yang
menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik.
III.

KASUS

Melihat Dalam mini riset ini Kasus yang saya ambil adalah dari
pengalaman keagamaan saya sendiri dimana pengalaman keagamaan saat saya
kecil dimana waktu masih kecil saya cukup beruntungan karena saya lahir dari
keluarga yang paham tentang agama yang saya anut sampai saat ini. Dari kecil
saya sudah di tanamkan tentang berbagai macam agama oleh orang tua saya.
Karena di sisi lain rumah saya juga di jadikan tempat untuk mengaji bersama
sehingga secara langsung banyak hal-hal tentang agama yang saya dapat. Mulai
dari membaca al-quran, hafalan surat pendek, tata cara sholat dan berwudhu dan
banyak hal yang saya dapat. Selain itu orang tua juga membekali saya dengan
pengetahuan keagamaan yang membantu saya untuk menjalani hidup ini. Bahwa
hidup itu adalah dari tuhan dan ketika akhir nanti kita kembali kepada tuhan.
Ketika merawat saya sejak kecil kedua orang tua saya sangat sabar dalam
mendidik saya beliau tidak pernah mengeluh dengan tingkah saya dan kelakuan
saya, beliau sangat sabar dalam mendidik dan membesarkan saya. Dan hal itu
yang membuat saya sangat patuh dengan orang tua. Karena banyak hal yang saya
dapatkan, mereka juga mengajarkan saya tentang sopan santun dan menghagai
agami lain. Itu yang membuat saya patuh kepada orang tua saya dan selalu berada
di dekat mereka, saya tidak peduli dengan pendapat orang yang mengatakan anak
mami tapi dari merekalah saya menegrti tentang ajaran hidup ini dan kemana
saya harus mengadu ketika menghadapi cobaan hidup yang cukup berat. Cara
mendidik orang tua tidak hanya sampai di situ, agar pemahaman keagamaan yang
saya dalami mendapat hasil yang lebih baik. Semenjak masih duduk dibangku
taman kanak-kanak orangtua sudah menyurh saya untuk mengaji di mushola
NURUL IKHLAS di Desa Bulu Trimulyo Jetis Bantul, karena selain di rumah
saya juga mendapat ilmu tentang keagamaan saya dari Mushola NURUL IKHLAS
dan banyak hal yang saya dapat dari situ. Mulai dari mengaji Iqro, Juz-ama dan
Al-Quran selain itu di sela sela mengaji saya juga mendapat materi mengaji yang
kala itu di sebut pesholatan di mana dalam mengaji itu saya di ajarkan bagaimana
car wudhu, sholat, bacaan apa saja yang harus di baca, bacaan surat surat pendek,
dan cara bersholawat.

Hal diataslah yang membuat saya lebih bersemangat untuk menuntut ilmu
yang lebih banyak lagi, dan secara tidak langsung membuat saya rajin untuk
berangkat mengaji. Bahkan hampir setiap kali ada jadwal mengaji saya selalu
berangkat. Bahkan karena semangatnya mehaji di mulai habis maghrib pukul 5
sore saya sudah berangkat. Sampai saat ini saya masih heran kenapa waktu kecil
saya bisa se-semangat itu untuk menuntuk ilmu agama.
Setelah lulus SD saya tetap bersemangat untuk mengaji saya juga aktif di
SMP dalam kegiatan keagamaan seperti ekstra membaca Al-Quran atau bis adi
sebut juga Qiroah dan juga kegiatan yang berbau agama. Dan selain itu di rumah
juga saya masih sempat ikut mengaji di rumah bersama tema teman sebaya saya
dan itu juga sampai saya kelas 3 SMP dan selama itu saya aktiv dalam mengaji
dan ketika bulan ramadhan tiba saya selalu ke mushola NURUL IKHLAS untuk
mengikut TADARUS Al-Quran bahkat sesekali saya sampai malam ketika
Bertadarus bersama teman teman sebaya saya dan karena takut pulang maka
kami pun bermalam di masjid. Dan ketika menjelang sahur kami berkeliling
untuk membangunkan orang orang untuk sahur sebelum berpuasa.
Saya juga ingat bagaimana orang tua memarahi saya ketika saya tidak
mengaji dan hanya bermain, maka saya akan di cari dan di marahi di rumah,
dahulu saya sempat merasa jengkel dengan itu, tapi kini saya merasakan hasil
dari didikan kedua orang tua saya, dan saya merasa bersalah kenapa saat itu tidak
menurut dengan perintah kedua orang tua saya.
Dan semenjak lulus dari SMP dan masuk ke SMA atau ke dunia remaja.
Saya mulai sedikit meninggalkan kegitana saya waktu masih kecil itu. Selain
banyak asik main dengan saya dan juga terkadang lupa untuk beribadah karena
keasikan bermain. Masa remaja adalah masa dimana saya mulai mencari didi saya
yang sebenarnya, sehingga pada waktu itu hanya hala-hal yang menyenangkan
saja yang saya lakukan, untuk beribadah saja saya jadi malas malasan, seperti
tidak sholat subuh dan hanya sholad dhur itu juga berjamaah di moshola sekolah
setelah itu melalaikan sholat ashar tetapi maghrib dan isya mengejakan sholat
karena berjamaah di mushola. Terkadang mengaji saja saya mulai angin-anginan.
Sempat saya juga berfikir dan perasaan itu selalu mencul di dalam benak saya,
rasanya sesekali, tidak melakukan sesuatu hal yang melanggar perintah agama
misalnya saja melakukan
perbuatan yang sangat buruk dan pernah juga meninggalakan shalat. Itu
sempat terjadi selama 2 tahun, dan memasuki kelas 3 SMA saya mulai berbenah
karena mersa takut selain itu juga akan menghadapi UAN. Dan saya merasa heran
sampai saat ini. Apakah semua remaja akan mengalami sama seperti apa yang
saya rasakan.
Namun berkat penanaman agama yang telah begitu kuat dari orang tua dan
bimbingan dari guru-guru Mengaji saya di MUSHOLA NURUL IKHLAS serta
saya sendiri juga berusaha keras menghilangkan pikiran-pikiran yang seakan-akan
sangat bertolak belakang dengan apa yang telah tertanam di dalam hati. Di tambah
lagi saat ini saya belajar di Sekolah yang cukup kuat dalam memahami agama.
Dan pada akhirnya usaha-usaha yang telah saya lakukan lambat laun mulai
menunjukkan hasil yang nyata. Justru setelah terjadi konflik itu dapat membuat
hati saya semakin yakin dengan kepercayaan yang selama ini ku yakini. Dan saya

akan berusah untuk selalu menanamkan dalam diri saya tentang rasa agama yang
harus saya anut sebagai jalan menuju hidup saya.
IV.

ANALISA
Dari analisis kasus tentang rasa agama. Dimana rasa agama akan mulai
bekerja jika seseorang telah memasuki masa remaja, namun jika hal itu dibarengi
dengan usaha orang tua untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan itu sejak dini.
Maka menurut Ernest Harms perkembangan agama anak-anak melalui beberapa
fase (tingkatan), ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu
melalui tiga tingktan, yaitu;
1. The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng) Tingkatan ini dimulai pada anak yang
berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak
dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Sehingga anak dalam memahami agama
masih berupa konsep fantastik yang diliputi oleh dongeng-dongeng. Itu juga
mengingatkan saya dimana sewaktu kecil saya sering di ceritakan mengenai kisah
kisah nabi yang membuat saya mulai memahamai tentang agama, ini
membuktikan pada masa ini fantasi atau dongenglah yang cukup berpengaruh
dalam memberikan pemahaman mengenai agama kepada anak-anak.
2.

The Realistic Stage (tingkat kenyataan) Pada tingkat ini sejak anak masuk
Sekolah Dasar (SD) hingga ke usia adolensen. Pada masa ini, ide ke-Tuhanan
anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan
(realitas). Konsep ini timbul lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama
dari orang dewasa lainnya. Ini terjadi juga bagaimana anak-anak SD sudah mulai
rajin mengikuti kegiatan TPA dan Mengaji di Majid dan Mushola dengan melihat
orang yang lebih dewasa yang mereka contoh yaitu guru mengaji mereka, dan
ketika mereka sudah yakin atau suka dengan Guru atau contoh mereka maka
anak-anak itu akan semakin giat dalam mengikuti kegiatan keagamaan.

3.

The Individual Stage (tingkat individu) Pada tingkat ini anak mempunyai
kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka,
konsep keagamaan yang individualis ini terbagi menjadi tiga golongan, yaitu; keTuhanan yang konvensional dan konservatif, yaitu keyakina yang di akibatkan
fantasi atau dongen waktu mereka kecil, ke-Tuhanan yang lebih murni yaitu lebih
bersifat kepada anak itu sendiri bagaimana anak itu memahami agama yang dia
antu melalui pemahaman anak itu sendiri, dan yang terakhir adalah ke-Tuhanan
yang bersifat humanistik. Ini merupakan pemahaman yang dimiliki anak sejak
usia dini dimana anak ini memahami agam secara lebih mendalam dan
mengakibatkan anak ini memaham agama secara luas.
Ketiga hal itu tidak akan terjadi jika penanaman dan pendidikan tentang
rasa agama dilakukan semenjak dini. Dengan di ajarkanya pemahaman tentang
agama itu sejak dini maka akan menghasilkan suatu rasa keagamaan yang begitu
kuat. Dan hal itu yang saya alami sendiri denga mengamati kondisi lingkungan
sekitar.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Pada Usia remaja perkembangan rasa agama anak akan mulai berbeda
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki
masa Progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa
juvenitilas (adolescantium), pubertas, dan nubilitas. Sejalan dengan
perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut
dipengaruhi perkembangan itu. Dalam hal ini Keraguan dalam rasa agama atau
yang lebih di sebut dengan (religious doubt) akan menjadi pemahaman pemikiran
yang sangat mendalam pada masa remaja ini. Keraguan dalam rasa agama ini
tidak muncul dengan begitu saja ada beberapa faktor yang cukup mempengaruhi
dan faktor yang menyebabkannya yaitu:
Kemampuan kognisi remaja untuk berfikir secara abstrak dan maknawi.
Religious storage
Dogmatic teaching
Religious teaching
Perbedaan agama
Mempertetangkan ilmu dan agama
Imorrality
Individual different
Maka dari kasus yang saya amati di atas sama seperti yang saya alami
dimana saya didalam hati saya mulai muncul suatu perasaan ragu-ragu tentang
keyakinan yang dianut. Itu saya rasakan saat saya mulai memasuki masa SMA
dimana pelajaran yang saya terimas secara tidak begitu saya pahami masuk dalam
pikiran saya dan mulai saat itu saya berfikir lebih nyata atau rasional. Salah satu
yang membuat saya berfikir nyata ketika saya menerima pelajaran biologi dimana
Darwin menerbitkan The Origin of Species pada 1859. buku ini katanya sempat
mengguncang dunia ilmiah dan agama. Kehidupan tidak berkembang seperti yang
di ceritakan waktu saya kecil. Dalam pelajaran itu manusia bukan lagi keturunan
nabi Adam dan siti hawa yang di tempatkan di surga. Ia di turunkan dari langit. Ia
turunan dari monyet. Dan mulai saat itu cara dan pola fikir saya berbeda. Selain
itu hal tersebut juga mengakibatkan beberapa hal seperti Berpandangan skeptis
terhadap bentuk-bentuk keagamaan, Meninggalkan tugas-tugas keagamaan,
Konfrontasi pengetahuan dan agama, Religious conversion( perubahan sikap
keagamaan yang begitu mencolok). Itu yang saya alami sendiri dimana waktu
mulai memasuki kelas satu dan dua saya mulai meninggalkan kegiatan
keberagamaan saya seperti menginggalkan sholat, karena keasikan dalam bermain
dan menemukan hal yang lebih menarik saya mulai menganggap hal-hal yang
berbau keagamaan itu tidak mengasikan dan mengakibatkan perubahan yang
sangat tinggi dimana sewaktu kecil rajib beribadah dan ketika memasuki remaja
mulai menggalkanya.
Namun itu semua dapat saya lewati dengan baik, saya mulai berfikir lebih
baik lagi, mengingat kebali apa yang saya dapat sewaktu kecil dimana ketika kita
mendapat masalah maka jalan untuk kembali adalah ke pada uhan memohon dam
memintalah petunjuk kepadanya. Saya mulai memikirkan kemabai bahwa masa
ini sudah berbeda masalah yang saya hadapi pada saat remaja harus di selesaikan
dengan penyelesaian yang sesuai dengan usia saya, dan itu tidak akan dapat
selesai jika di selesaikan dengan pemecahan masalah ketika saya masih kecil.

Dan mulai saat itu saya lebih sering mendekatkan diri kepada tuhan, agar
segala yang saya hadapi di kemudian hari lebih bisa saya hadapi dengan baik,
apalagi dengan kegiatan belajar saya saat ini yang lebih mendukung dengan
mengutamakan setudi isalam dalam pengembangan psikologis manusia membuat
saya lebih banyak belajar apa saja hal-hal yang belum saya pahami dalam hidup
yang saya jalani ini.
V.

KESIMPULAN
Dari kasus yang saya teliti ini maka saya akan mencoba menyimpulkan.
Dimana dalam penanaman rasa agama ini perlunya pembimbingan dari orang tua
yang lebih dimana dimulai dari sejak dini, agar kelak anak dapat memahami setiap
permasalahan yang dia hadapi harus di selesaikan sesuai dengan usianya. Maka di
sini peran keluarga merupakan hal yang begitu penting karena pada masa ini
adalah untuk pertama kalinya seseorang mendapat penanaman dasar-dasar nilai
keagamaan.
Selain keluarga, lingkungan dan sekolah sangat berpengaruh, lingkungan
yang baik akan dapat membimbing anak lebih baik dalam mendasari rasa
beragama yang dia pelajari, sehingga dalam perjalanannya menuju kedewasaan
anak memiliki banyak bekal untuk dia jadikan sebagai landasan diri.
Masa remaja merupakan masa yang sangat rentan dengan keraguan dalam
beragama, masa ini sangat banyak terjadi gejolak dalam diri remaja selain sedang
dalam proses mencari jati diri, remaja masa ini juga sangat mudah terpengaruh
teman dan lingkungan. Untuk itu bimbingan orang tua harus ekstra karena dengan
bimbingan ini, nanti anak yang tekun atau anak yang malas bisa terlihat ketika
memecahkan masalah dewasa kelak.
Daftar Pustaka
Jalaluddin Rakhmat. 2003. Psikologi agama. Sebuah Pengantar. Bandung. PT
Mizan Pustaka

Anda mungkin juga menyukai