KEMATANGAN BERAGAMA
Dosen pengampu : Mukhlis, M. Si
Start Now !
1 PEMBAHASAN
4. Hubungan kematangan
1.Pengertian umum beragama dengan kecerdasan
kematangan emosional dan konsep diri
beragama.
5. Kematangan
beragama pada remaja
2. Pengertian dan
teori kematangan
beragama menurut
para ahli
6. Kriteria
3. Faktor-faktor kematangan
kematangan beragama
beragama
1 Pengertian Umum
Dalam studi psikologis kematangan beragama biasa disebut dengan religious
maturity atau maturitas agama. Secara umum kata maturitas sering dikacaukan
dengan kata maturasi. Padahal sebetulnya kedua kata tersebut memiliki arti yang
berbeda meski saling berhubungan. Dalam Oxford Advanced Learners Dictionary of
Current English disebutkan bahwa kata maturation memiliki arti "process of
becoming mature"," sementara kata maturity memiliki arti "the state of being
matur“.
Dari beberapa kutipan di atas jelas dapat dibedakan antara maturasi dan maturitas
yakni sebagai proses dan hasil dari proses. Maturitas adalah kondisi kematangan
yakni satu kondisi dimana differensiasi dan integrasi antara badan jiwa dan mental
telah sempurna dan terkonsolidasi dan ketika telah ada kesiapan dari individu dalam
menghadapi tuntutan kehidupan.Secara ringkas dapat dikatakan bahwa maturitas
agama dapat dipahami sebagai suatu kondisi ideal dari perkembangan keagamaan
seseorang sebagai hasil dan proses penghayatan terhadap ajaran agamanya.
Sumber: (Islamiyah, Djami'atul
(2013). Psikologi Agama:
Beberapa Materi Pilihan. Salatiga:
STAIN Salatiga Press.)
Pengertian Umum
1
1. Menurut Alport (dalam Batson dkk, 1989), kematangan diartikan sebagai pertumbuhan
kepribadian dan inteligensi secara bebas dan wajar seiring dengan perkembangan yang relevan.
Salah satu bentuk kematangan mental adalah kematangan beragama. Alport memperkenalkan
konsep kematangan beragama yang diartikan sebagai sentiment keberagamaan yang terbentuk
2 melalui pengalaman, untuk merespon objek-objek konseptual dan prinsip-prinsip yang dianggap
penting dan menetap dalam kehidupan yaitu agama dan dilakukan secara sadar dalam bentuk
kebiasaan-kebiasaan tertentu.
(Rahayu, Iin Tri (2007). Ulul Albab. Hubungan Antara Kematangan Beragama dan Kecerdasan Emosional dengan Daya Tahan
Stres, 8(2), 259-277.)
Menurutnya, kriteria tentang kematangan beragama akan lebih obyektif digambarkan berdasarkan
teori yang dapat dipertahankan tentang kepribadian seseorang. Disini, Alport memaksudkan bahwa
kepribadian yang matang akan mempengaruhi kematangan beragama seseorang. Dari teorinya,
Alport menandai kepribadian yang matang sebagai berikut:
• The Expanding Self (mampu memperluas ketertarikannya tidak pada hal yang bersifat egosentris,
namun juga pada obyek dan nilai-nilai ideal di atas keinginan materi belaka).
• Self Objectivication (mampu untuk memahami dirinya sendiri secara obyektif).
• Unifying Phylosophy of Life (filsafat hidup yang meyatu dalam kehidupannya secara praktis).
PENGERTIAN DAN TEORI KEMATANGAN BERAGAMA
2 kritis terhadap agama, pada saat yang sama ketika dia tetap loyal pada
agamanya).
• Dynamic in character (memiliki kekuatan motivasi tersendiri, hingga terbebas
dari dorongan-dorongan yang semata-mata bersifat organis seperti rasa takut,
kelaparan dan lain-lain yang bersifat jasmaniah).
• Productive of consistent morality (moralitas yang konstisten).
• Comprehensive (memiliki karakter komprehensif dan membuatnya bersikap
toleran).
• Integral (berintegrasi dalam setiap aspek kehidupan).
• Fundamentally heuristic (selalu berusaha mencari hal-hal yang dapat
menjelaskan kepercayaannya dan memantapkan untuk mencari kebenaran
yang diajarkan agama).
PENGERTIAN DAN TEORI KEMATANGAN BERAGAMA
2. Menurut William James dalam bukunya The Varieties of Religions Experience, ia
menggambarkan seseorang yang memiliki kematangan beragama dengan terma
‘saintliness’.
Sumber: Kharimah, Nurul., Pranajaya, Syatria Adymas (2020). Taujihat : Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Hubungan Motivasi Beragama Dengan Kematangan
Beragama Mahasiswa Ma’had Al-jami’ah institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda, 1(2): 143-167
FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN BERAGAMA
1. Faktor Internal
Faktor internal terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas ini
berupa kemampuan ilmiah dalam menerima ajaran-ajaran itu telihat perbedaan
antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Bagi mereka
yang mampu menerima dengan kajian ilmu agama, akan menghayati dan kemudian
mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik, dan sebaliknya bagi yang
tidak dapat memahaminya dengan sepenuhnya.
3 Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang
keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam melakukan aktivitas
keagamaan, sebaliknya begitu bagi mereka yang melakukan sedikit aktivitas
keagamaan.
2. Faktor Eksternal
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan
yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang. Faktor-faktor
tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima.
FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN BERAGAMA
Sumber: Lubis, Ramadan (2019). Psikologi
Menurut William James: Beragama, Dalam Bingkai Ke-Islaman Sebagai
Pembentukan Kepribadian Seorang Islam.
Medan: Perdana Publishing
Konsep Diri
Calhoun dan Acocella (1990:132) menjelaskan bahwa konsep diri adalah gambaran mental
diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri
sendiri, dan penilaian terhadap diri sendiri. Menurut Brehm dan Kassin (1989:54) konsep
diri dianggap sebagai komponen kognitif dari diri sosial secara keseluruhan, yang
memberikan penjelasan tentang bagaimana individu memahami perilaku, emosi, dan
motivasinya sendiri. Konsep diri ini bukan merupakan faktor bawaan, tetapi faktor yang
dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman individu berhubungan dengan orang lain.
Individu yang sejak kecilnya dibimbing dengan pendekatan agama dan secara terus
menerus mengembangkan diri dalam keluarga beragama cendrung akan mencapai
kematangan beragama. Kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah
individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah SWT, yang direfleksikan ke
dalam peribadatan kepada-Nya. Kematangan beragama ini berkaitan dengan
kualitas pengamalan ajaran agama dalam kehidupaan sehari-hari, baik yang
menyangkut aspek hablum minallah maupun hablum minannas.
Problema “Agama” pada dasarnya remaja lebih membawa potensi beragama sejak
dilahirkan dan itu merupakan fitrahnya, yang menjadi masalah selanjutnya adalah
bagaimana remaja mengembangkan potensi tersebut. Sejalan dengan
perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja banyak
berkaitan dengan perkembangan itu; Sebagaimana telah diungkapkan oleh W.
Strabuck dalam Ramayulis, bahwa perkembangan agama pada remaja ditandai
5 oleh beberapa faktor perkembangan jasmani dan rohani yang terdiri dari 2 aspek.
KEMATANGAN BERAGAMA PADA REMAJA
5 Perkembangan moral
Perkembangan moral pada remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari
proteksi. (Ramayulis, 2004).
KEMATANGAN BERAGAMA PADA REMAJA
Aspek kedua yakni konflik dan keraguan remaja. Dimana penyebab timbulnya
keraguan itu antara lain :
(Lubis, Ramadan (2019). Psikologi Beragama, Dalam Bingkai Ke-Islaman Sebagai Pembentukan Kepribadian
Seorang Islam. Medan: Perdana Publishing.)
(Rahayu, Iin Tri (2007). Ulul Albab. Hubungan Antara Kematangan Beragama dan Kecerdasan Emosional
dengan Daya Tahan Stres, 8(2), 259-277.)
Kharimah, Nurul., Pranajaya, Syatria Adymas (2020). Taujihat : Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Hubungan
Motivasi Beragama Dengan Kematangan Beragama Mahasiswa Ma’had Al-jami’ah institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Samarinda, 1(2): 143-167.
Wahyuni, I. W. (2011). Hubungan kematangan beragama dengan konsep diri. Al-Hikmah: Jurnal Agama dan
Ilmu Pengetahuan, 8(1), 1-8.
Zulkarnain, Z., & Damara, F. (2019). Kematangan Beragama dalam Perspektif Psikologi Tasawuf. MAWA IZH
JURNAL DAKWAH DAN PENGEMBANGAN SOSIAL KEMANUSIAAN, 10(2), 305-325.
5 Budiman, H. (2015). Kesadaran beragama pada remaja islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 6(1),
16-26.
TERIMA KASIH