Anda di halaman 1dari 18

Kelompok 6 Home Service About Contact

KEMATANGAN BERAGAMA
Dosen pengampu : Mukhlis, M. Si

Halimah alfajria ( 12160121564 )


Rovita Yuza ( 12160124989 )
Larassati Damar Nastiti ( 12160120012 )

Start Now !
1 PEMBAHASAN
4. Hubungan kematangan
1.Pengertian umum beragama dengan kecerdasan
kematangan emosional dan konsep diri
beragama.

5. Kematangan
beragama pada remaja
2. Pengertian dan
teori kematangan
beragama menurut
para ahli
6. Kriteria
3. Faktor-faktor kematangan
kematangan beragama
beragama
1 Pengertian Umum
Dalam studi psikologis kematangan beragama biasa disebut dengan religious
maturity atau maturitas agama. Secara umum kata maturitas sering dikacaukan
dengan kata maturasi. Padahal sebetulnya kedua kata tersebut memiliki arti yang
berbeda meski saling berhubungan. Dalam Oxford Advanced Learners Dictionary of
Current English disebutkan bahwa kata maturation memiliki arti "process of
becoming mature"," sementara kata maturity memiliki arti "the state of being
matur“.
Dari beberapa kutipan di atas jelas dapat dibedakan antara maturasi dan maturitas
yakni sebagai proses dan hasil dari proses. Maturitas adalah kondisi kematangan
yakni satu kondisi dimana differensiasi dan integrasi antara badan jiwa dan mental
telah sempurna dan terkonsolidasi dan ketika telah ada kesiapan dari individu dalam
menghadapi tuntutan kehidupan.Secara ringkas dapat dikatakan bahwa maturitas
agama dapat dipahami sebagai suatu kondisi ideal dari perkembangan keagamaan
seseorang sebagai hasil dan proses penghayatan terhadap ajaran agamanya.
Sumber: (Islamiyah, Djami'atul
(2013). Psikologi Agama:
Beberapa Materi Pilihan. Salatiga:
STAIN Salatiga Press.)
Pengertian Umum
1

Atau, kematangan atau kedewasaan seseorang dalam


beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan
keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan
agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama
dalam hidupnya.
Sumber: (Lubis, Ramadan (2019). Psikologi Beragama, Dalam Bingkai Ke-Islaman
Sebagai Pembentukan Kepribadian Seorang Islam. Medan: Perdana Publishing.)
PENGERTIAN DAN TEORI KEMATANGAN BERAGAMA

1. Menurut Alport (dalam Batson dkk, 1989), kematangan diartikan sebagai pertumbuhan
kepribadian dan inteligensi secara bebas dan wajar seiring dengan perkembangan yang relevan.
Salah satu bentuk kematangan mental adalah kematangan beragama. Alport memperkenalkan
konsep kematangan beragama yang diartikan sebagai sentiment keberagamaan yang terbentuk

2 melalui pengalaman, untuk merespon objek-objek konseptual dan prinsip-prinsip yang dianggap
penting dan menetap dalam kehidupan yaitu agama dan dilakukan secara sadar dalam bentuk
kebiasaan-kebiasaan tertentu.
(Rahayu, Iin Tri (2007). Ulul Albab. Hubungan Antara Kematangan Beragama dan Kecerdasan Emosional dengan Daya Tahan
Stres, 8(2), 259-277.)

Menurutnya, kriteria tentang kematangan beragama akan lebih obyektif digambarkan berdasarkan
teori yang dapat dipertahankan tentang kepribadian seseorang. Disini, Alport memaksudkan bahwa
kepribadian yang matang akan mempengaruhi kematangan beragama seseorang. Dari teorinya,
Alport menandai kepribadian yang matang sebagai berikut:
• The Expanding Self (mampu memperluas ketertarikannya tidak pada hal yang bersifat egosentris,
namun juga pada obyek dan nilai-nilai ideal di atas keinginan materi belaka).
• Self Objectivication (mampu untuk memahami dirinya sendiri secara obyektif).
• Unifying Phylosophy of Life (filsafat hidup yang meyatu dalam kehidupannya secara praktis).
PENGERTIAN DAN TEORI KEMATANGAN BERAGAMA

Dari teori kepribadiannya yang matang, Alport mendapatkan kriteria-kriteria


kematangan beragama:
• Well-differentiated dan self-critical (sikap penyerahan diri dan sikap diri yang

2 kritis terhadap agama, pada saat yang sama ketika dia tetap loyal pada
agamanya).
• Dynamic in character (memiliki kekuatan motivasi tersendiri, hingga terbebas
dari dorongan-dorongan yang semata-mata bersifat organis seperti rasa takut,
kelaparan dan lain-lain yang bersifat jasmaniah).
• Productive of consistent morality (moralitas yang konstisten).
• Comprehensive (memiliki karakter komprehensif dan membuatnya bersikap
toleran).
• Integral (berintegrasi dalam setiap aspek kehidupan).
• Fundamentally heuristic (selalu berusaha mencari hal-hal yang dapat
menjelaskan kepercayaannya dan memantapkan untuk mencari kebenaran
yang diajarkan agama).
PENGERTIAN DAN TEORI KEMATANGAN BERAGAMA
2. Menurut William James dalam bukunya The Varieties of Religions Experience, ia
menggambarkan seseorang yang memiliki kematangan beragama dengan terma
‘saintliness’.

2 James memberikan 4 kriteria dalam kematangan beragamanya:


• Seseorang akan merasakan kehidupan lebih luas dan ketertarikannya kepada
keduniaan menjadi rendah dan merasakan adanya suatu keyakinan tentang
eksistensi ideal power (Tuhan) bukan semata bersifat intelektual tetapi keyakinan itu
dapat dirasakan.
• Seseorang akan memiliki perasaan secara kontinyu yang begitu dekat antara Tuhan
dan kehidupannya, dan suatu penyerahan diri pada pengawasannya. Kondisi ini
memunculkan adanya strength of soul.
• Seseorang akan merasa bahagia dan perasaan bebeas yang luar biasa karena batas-
batas keakuan diri telah melebur.
• Seseorang akan memiliki perubahan emosi kea rah cinta kasih dan keharmonisan
yang membentuk kedermawanan dan cinta terhadap sesama makhluk.
Sumber: (Islamiyah, Djami'atul (2013). Psikologi Agama: Beberapa Materi Pilihan. Salatiga: STAIN Salatiga Press.)
PENGERTIAN DAN TEORI KEMATANGAN BERAGAMA

3. Menurut Jalaluddin kematangan beragama ialah kemampuan seseorang yang merupakan


puncak dari
perkembangan ketaatan terhadap agamanya, seseorang yang taat
meyakini agamanya, keyakinan ini akan dimunculkan dalam sikap ataupun tingkah laku religius

2 yang menggambarkan ketaatan terhadap agama (Jalaluddin, 2015).


Sumber: Kharimah, Nurul., Pranajaya, Syatria Adymas (2020). Taujihat : Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Hubungan Motivasi Beragama Dengan
Kematangan Beragama Mahasiswa Ma’had Al-jami’ah institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda, 1(2): 143-167.

Ciri-ciri kematangan beragama menurut Jalaluddin yaitu seperti:


• Seseorang bersikap positif terhadap anjuran agama dan hukum-hukum dalam agamanya,
sehingga berusaha untuk memperdalam pengetahuan keagamaannya.
• Seseorang bersikap untuk lebih terbuka akan wawasan ilmu pengetahuan dan beragamanya.
• Seseorang menerima kebenaran agamanya berdasarkan dari diri sendiri dengan pemikiran
yang matang.
• Seseorang akan bertingkah laku cenderung pada tipe-tipe keperibadian ajaran agama yang
diyakininya.
• Seseorang terlihat sikap keberagamannya dengan kehidupan bermasyarakat.

Sumber: Kharimah, Nurul., Pranajaya, Syatria Adymas (2020). Taujihat : Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Hubungan Motivasi Beragama Dengan Kematangan
Beragama Mahasiswa Ma’had Al-jami’ah institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda, 1(2): 143-167
FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN BERAGAMA

1. Faktor Internal
Faktor internal terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas ini
berupa kemampuan ilmiah dalam menerima ajaran-ajaran itu telihat perbedaan
antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Bagi mereka
yang mampu menerima dengan kajian ilmu agama, akan menghayati dan kemudian
mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik, dan sebaliknya bagi yang
tidak dapat memahaminya dengan sepenuhnya.
3 Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang
keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam melakukan aktivitas
keagamaan, sebaliknya begitu bagi mereka yang melakukan sedikit aktivitas
keagamaan.

2. Faktor Eksternal
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan
yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang. Faktor-faktor
tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima.
FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN BERAGAMA
Sumber: Lubis, Ramadan (2019). Psikologi
Menurut William James: Beragama, Dalam Bingkai Ke-Islaman Sebagai
Pembentukan Kepribadian Seorang Islam.
Medan: Perdana Publishing

 Faktor Intern  Faktor Ekstern


• Temperamen • Musibah.
Tingkah laku yang didasarkan pada Seringkali musibah yang sangat serius dapat
temperamen tertentu memegang peranan mengguncangkan seseorang, dan
penting dalam sikap beragama seseorang. kegoncangan tersebut seringkali
• Gangguan jiwa memunculkan kesadaran keberagamaannya.
Orang yang menderita gangguan jiwa Mereka merasa mendapatkan peringatan dari
3 menunjukkan kelainan
tingkah lakunya.
dalam sikap dan tuhan.
• Kejahatan.
• Konflik dan keraguan Mereka yang hidup dalam lembah hitam
Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi umumnya mengalami guncangan batin dan
sikap seseorang terhadap agama, seperti taat, rasa berdosa. Perasaan tersebut mereka
fanatik, agnotis maupun ateis. tutupi dengan perbuatan yang bersifat
• Jauh dari Tuhan kompensatif, seperti melupakan sejenak
Orang yang hidupnya jauh dari tuhan akan dengan berfoya-foya dan sebagainya. Tidak
merasa dirinya lemah dan kehilangan jarang pul melakukan pelampiasan dengan
pegangan hidup, terutama saat menghadapi tindakan brutal, pemarah dan sebagainya.
musibah.
HUBUNGAN KEMATANGAN BERAGAMA DENGAN KONSEP DIRI

 Konsep Diri
Calhoun dan Acocella (1990:132) menjelaskan bahwa konsep diri adalah gambaran mental
diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan bagi diri
sendiri, dan penilaian terhadap diri sendiri. Menurut Brehm dan Kassin (1989:54) konsep
diri dianggap sebagai komponen kognitif dari diri sosial secara keseluruhan, yang
memberikan penjelasan tentang bagaimana individu memahami perilaku, emosi, dan
motivasinya sendiri. Konsep diri ini bukan merupakan faktor bawaan, tetapi faktor yang
dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman individu berhubungan dengan orang lain.

 Hubungan Kematangan Beragama dengan Konsep Diri


Kematangan beragama diwujudkan dalam bentuk keimanan untuk memahami diri sendiri.
4 Keimanan sesorang mempunyai pengaruh yang besar atas diri seseorang karena dapat
meningkatkan kepercayaan diri, kemampuan untuk sabar dan kuat menanggung derita
kehidupan, membangkitkan ketenangan dan rasa tentram dalam jiwa, menimbulkan
kedamaian hati dan memberi perasaan bahagia. Ketika seseorang memiliki tingkat
kematangan beragama yang tinggi, ia tidak merasa ragu terhadap apa saja yang ia ketahui
HUBUNGAN KEMATANGAN BERAGAMA DENGAN KONSEP DIRI
Kematangan beragama berpengaruh terhadap konsep diri dalam kehidupan, yaitu
dapat mempengaruhi cara berpikir dan berbicara, mempengaruhi cara melihat
dunia luar, dan mempengaruhi dalam memperlakukan orang lain. Di samping itu
juga dapat mempengaruhi pilihan, kemampuan untuk menerima atau
memberikan kasih sayang dan kemampuan untuk melakukan sesuatu.

Aspek-aspek konsep diri yang dipengaruhi oleh kematangan beragama mencakup:


(a) aspek fisik (physical self) yaitu penilaian terhadap segala sesuatu yang dimiliki
individu seperti tubuh, pakaian, benda miliknya, dan sebagainya.
(b) aspek sosial (sosial self) meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan
dan sejauh mana penilaian individu terhadap perfomannya.
4 (c) aspek moral (moral self) meliputi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memberi
arti dan arah bagi kehidupan.
(d) aspek psikis (psychological self) meliputi pikiran, perasaan, dan sikap-sikap
terhadap diri sendiri.
Sumber: Wahyuni, I. W. (2011). Hubungan kematangan beragama
dengan konsep diri. Al-Hikmah: Jurnal Agama dan Ilmu
Pengetahuan, 8(1), 1-8.
KEMATANGAN BERAGAMA PADA REMAJA

Individu yang sejak kecilnya dibimbing dengan pendekatan agama dan secara terus
menerus mengembangkan diri dalam keluarga beragama cendrung akan mencapai
kematangan beragama. Kesadaran beragama merujuk kepada aspek rohaniah
individu yang berkaitan dengan keimanan kepada Allah SWT, yang direfleksikan ke
dalam peribadatan kepada-Nya. Kematangan beragama ini berkaitan dengan
kualitas pengamalan ajaran agama dalam kehidupaan sehari-hari, baik yang
menyangkut aspek hablum minallah maupun hablum minannas.
Problema “Agama” pada dasarnya remaja lebih membawa potensi beragama sejak
dilahirkan dan itu merupakan fitrahnya, yang menjadi masalah selanjutnya adalah
bagaimana remaja mengembangkan potensi tersebut. Sejalan dengan
perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja banyak
berkaitan dengan perkembangan itu; Sebagaimana telah diungkapkan oleh W.
Strabuck dalam Ramayulis, bahwa perkembangan agama pada remaja ditandai
5 oleh beberapa faktor perkembangan jasmani dan rohani yang terdiri dari 2 aspek.
KEMATANGAN BERAGAMA PADA REMAJA

Adapun pertama dilihat dari aspek perkembanagan itu antara lain :

 Pertumbuhan pikiran mental


Dimana ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah
tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul
 Perkembangan perasaan
Perasaan sosial, ethis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati prikehidupan yang terbiasa
dalam lingkungan kehidupan yang agamis akan cendrung mendorong dirinya untuk lebih dekat
kearah hidup agamis. Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan siraman ajaran
agama akan lebih mudah didomonasi dorongan eksual yang negatif. Sebap masa selain masa remaja
merupakan masa kematangan seksual, remaja juga didorong oleh perasan ingin tahu yang super.
 Pertimbangan sosial
Dalam kehidupan beragama pada remaja akan timbul konflik antara pertimbangan moral dan
material, remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cendrung jiwanya untuk bersikap
materialistis

5  Perkembangan moral
Perkembangan moral pada remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari
proteksi. (Ramayulis, 2004).
KEMATANGAN BERAGAMA PADA REMAJA

Aspek kedua yakni konflik dan keraguan remaja. Dimana penyebab timbulnya
keraguan itu antara lain :

 Kepribadian, yang menyangkut salah tafsir dan kelamin


 Kesalahan organisasi keagamaan dan pemuka agama yang membawa
pertentangan.
 Pernyataan kebutuhan manusia, misalnya sifat manausia senang dangan yang
sudah ada dan dorongan ingin tahu.
 Kebiasaan, seseorang yang terbiasa akan suatu tradisi keagamaan yang
dianutnya akan ragu menerima kebenaran ajaran yang baru diterimanya atau
dilihatnya
 Pendidikan, dasar yang dimiliki seseorang serta tingkat pendidikan yang dimiliki
akan membawa pengaruh sikapnya terhadap ajaran agama.
 Pencampuran agama dan mistik. (Ramayulis, 2004)
5 Sumber: Budiman, H. (2015). Kesadaran beragama
pada remaja islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan
Islam, 6(1), 16-26.
KRITERIA KEMATANGAN DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA
 Secara umum
1. Kesadaran bahwa setiap prilakunya (yang tampak maupun tesembunyi tidak terlepas dari pengawasan
Allah SWT).
2. Mengamalkan ibadah ritual secara ikhlas dan mampu mengambil hikmah dari ibadah tersebut dalam
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
3. Bersyukur pada saat mendapatkan anugrah.
4. Bersabar pada saat mendapat musibah, setiap insan yang hidup di dunia ini akan dicoba oleh Allah SWT.
5. Menjalin dan memperkokkoh “Ukuwah Islamiyah” (tali persaudaraan dengan sesama muslim) dan
“ukhuwah insaniah/basyariah” (tali persaudaraan dengan manusia lainnya).
6. Senantiasa menegakkan “amar ma’ruf dan nahi munkar.
 
 Menurut Psikoanalisis
1. Ada kekuatan yang memberikan dorongan dan tekanan pada diri manusia untuk mendapatkan keamanan
dan kepuasan dalam keagamaan.
2. Mereka mampu memahami bahwa Tuhan yang menciptakan manusia.
3. Mampu mengendalikan diri baik dalam hal nafsu agresi dan ketakutan.

 Menurut Aliran Humanistik


6 Menurut humanistik orang yang sudah matang agamanya adalah orang yang mampu menyadap sumber
kekuatan pribadi, mampu mengatur perilaku sendiri dan memilih pegangan yang diyakini dalam peribadatan
keagamaan yang diaktualisasi. Sumber: Zulkarnain, Z., & Damara, F. (2019). Kematangan Beragama dalam Perspektif Psikologi
DAFTAR PUSTAKA
(Islamiyah, Djami'atul (2013). Psikologi Agama: Beberapa Materi Pilihan. Salatiga: STAIN Salatiga Press.)

(Lubis, Ramadan (2019). Psikologi Beragama, Dalam Bingkai Ke-Islaman Sebagai Pembentukan Kepribadian
Seorang Islam. Medan: Perdana Publishing.)

(Rahayu, Iin Tri (2007). Ulul Albab. Hubungan Antara Kematangan Beragama dan Kecerdasan Emosional
dengan Daya Tahan Stres, 8(2), 259-277.)

Kharimah, Nurul., Pranajaya, Syatria Adymas (2020). Taujihat : Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Hubungan
Motivasi Beragama Dengan Kematangan Beragama Mahasiswa Ma’had Al-jami’ah institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Samarinda, 1(2): 143-167.

Wahyuni, I. W. (2011). Hubungan kematangan beragama dengan konsep diri. Al-Hikmah: Jurnal Agama dan
Ilmu Pengetahuan, 8(1), 1-8.

Zulkarnain, Z., & Damara, F. (2019). Kematangan Beragama dalam Perspektif Psikologi Tasawuf. MAWA IZH
JURNAL DAKWAH DAN PENGEMBANGAN SOSIAL KEMANUSIAAN, 10(2), 305-325.

5 Budiman, H. (2015). Kesadaran beragama pada remaja islam. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 6(1),
16-26.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai