Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

‘’ AGAMA & MORAL ‘’


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Kesehatan Mental

+-

Disusun Oleh:
Sandro Saragi ( 2130901250 )
Masayu Alifah Saznabila ( 2130901225 )
Muhammad Ilham Fhatona ( 2130901229 )

Dosen Pengampu:
Dr, Muhammad Mawangir, M.Ag

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah
ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Islam dan Kesehatan Mental dengan
materi yang berjudul “Agama dan Moral” .
Makalah ini membahas tentang Agama dan Moral secara tersusun yang dimulai dari
Penjelasan tentang apa itu Agama dan Moral, Keterkaitan antara Agama dan Moral, serta apa
peran agama dan moral bagi kehidupan manusia.
Harapan kami makalah ini dapat membantu para pembaca untuk lebih memahami
penjelasan mengenai materi Agama dan Moral . Untuk itu kami berharap semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi kelompok kami.

Palembang, 4 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar............................................................................................................................ii
Daftar isi.......................................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan....................................................................................................................1
A. LatarBelakang...................................................................................................................1
B. RumusanMasalah..............................................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II Pembahasan....................................................................................................................3
A. Agama & Moral...............................................................................................................3
B. Keterkaitan antara Agama dan Moral..............................................................................3
C. Peran Agama & Moral dalamKehidupanManusia...........................................................7
D. Faktor-Faktor Penyebab Kemerosotan Agama danMoral…………………………….
BAB III Penutup.........................................................................................................................11
A. Kesimpulan.......................................................................................................................11
B. Saran..................................................................................................................................11
Daftar Pustaka.............................................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan mental dari perspektif Islam merupakan suatu kemampuan dari diri individu
dalam mengelola fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian dengan diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan sekitarnya secara dinamis berdasarkan Al-Qur‟an dan as-Sunnah
sebagai pedoman hidup menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat. Pandangan Islam tentang
gangguan jiwa tidak jauh berbeda dengan pandangan para ahli kesehatan mental pada umumnya.
Peranan agama Islam dapat membantu manusia dalam mengobati jiwanya dan mencegahnya dari
gangguan kejiwaan serta membina kodisi kesehatan mental. Istilah “kesehatan mental” diambil
dari konsep mental hygiene. Kata mental diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama
dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental
hygiene dimaknakan sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena
menunjukkan adanya usaha peningkatan.
Kesehatan mental berkaitan erat terhadap masalah kesehatan mental atau biasa dikenal
dengan istilah gangguan mental. Gangguan mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal
atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut
baik yang berupa pikiran, perasaan maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong
sebagai gangguan mental karena adanya penyimpangan. Dari uraian ini disimpulkan bahwa
gangguan mental memiliki titik kunci yaitu menurunnya fungsi mental yang berpengaruh pada
ketidak wajaran dalam berperilaku. Prilaku atau yang biasa dikenal dengan istilah moral, dapat
diartikan dengan berbagai sudut pandang, terutama dalam perspektif islam. (Ariadi*, 2019)
Manusia dinamai makhluk moral , karena ia setiap saat selalu dihadapkan pada pilihan
baik dan buruk . Berbeda dengan malaikat , manusia tidak menjadi baik dan bermoral dengan
sendirinya . Kualitas moral dan keluhuran budi pekerti ( akhlaq al - karimah ) , menurut filosof
akhlak Ibn Maskawaih , merupakan produk atau buah dari usaha dan ikhtiar manusia sepanjang
hayatnya . Karena itu , setiap orang perlu mengasah , mengasuh , dan mengembangkan potensi
dan kekuatan moralitasnya ( moral power ) secara konsisten . Lantas , apa kekuatan moral itu ?

Bagi al - Ghazali , kekuatan moral adalah kemampuan mengelola dan mengendalikan diri dari

2
kecenderungan - kecenderungan yang bersifat destruktif . Jiwa manusia , kata Ghazali , memiliki
kesempurnaannya sendiri , sehingga ia selalu terbuka dengan perubahan dan perbaikan menuju
puncak puncak kemuliaan dan keluhuran budi pekerti . Dalam bahasa modern , kekuatan moral
dipahami sebagai komitmen etis dalam arti keyakinan yang kuat pada kebaikan atau apa yang
diyakini sebagai kebaikan , lalu bertindak atas dasar keyakinan itu , sehingga seorang bersikap
benar dan mulia . Bertolak dari pandangan ini , maka seorang disebut kuat secara moral manakala
ia memiliki kemampuan menyangkut empat hal ini . Pertama , memiliki komitmen yang kuat pada
kebenaran dan kebaikan . Kedua , mampu mengidentifikasi apa yang baik dan apa yang buruk .
Ketiga , mampu melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk.

Keempat, mampu mempengaruhi orang lain agar berbuat baik ( al - amr bi al - mauf ) dan
mencegahnya dari keburukan. (Ismail, 2013)
Bagi filosof Muslim Ibn Maskawaih dan juga al - Ghazālī , kekuatan moral ( akhlak )
mengandung beberapa makna, antara lain, adalah kemampuan megelola dan mengendalikan diri
dari kecenderungan. kecenderungan yang bersifat destruktif. Seperti kedua pemikir Muslim di
atas, Michele Borba berpendapat bahwa kekuatan moral adalah komitmen etis dalam arti
keyakinan yang kuat pada diri seseorang terhadap kebaikan atau apa yang diyakini sebagai
kebaikan . Kekuatan moral , bagi Borba , juga bermakna keyakinan etis yang kuat dan bertindak
atas keyakinan itu , sehingga seorang bersikap benar dan mulia . Manusia tidak menjadi baik dan
bermoral sendiri . Kekuatan moral merupakan produk dari usaha manusia sepanjang hidup yang
akan membentuk karakter , yaitu kemampuan melakukan tindakan yang baik dan benar secara
konsisten (Ismail, 2013)

3
1. 2 RumusanMasalah
1. Apa itu Agama dan Moral?
2. Bagaimana Agama dan Moral bisa berkaitan satu sama lain?
3. Bagaimana peran Agama dan Moral dalam kehidupan manusia?
4. Apa saja Faktor-Faktor Penyebab Kemerosotan Agama dan Moral?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan Pengertian Agama danMoral
2. Mengetahui keterkaitan antara Agama dan Moral
3. Memahami Peran Agama dalam KehidupanManusia
4. Menguraikan Faktor-Faktor Penyebab Kemerosotan Agama danMoral

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Agama dan Moral

2.1.1 Pengertian Agama

Menurut sejarahnya, masalah agama adalah masalah sosial, karena menyangkut kehidupan
masyarakat yang tidak bisa terlepas dari kajian ilmu-ilmu sosial. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu agama
hakikatnya merupakan rumpun bagian dari ilmu Sosiologi, Psikologi dan Antropologi. Sosiologi
menjadi akar dari semuailmu yang berkaitan dengan masyarakat; maka lahirlah semacam ilmu
sosiologi agama, sejarah agama, filsafat agama, publikasi
agama, dan lain-lain. Francisco Jose Moreno menegaskan bahwa “sejarah agama berumur setua
sejarah manusia.

Tingkatan dien (agama) itu ada tiga; Islam, yaitu berserah diri kepada Allah Ta’ala dengan
mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan serta berlepas didi dari syirik, Iman, yaitu
percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Nya hari akhir dan takdirnya, Ihsan,
yaitu menyembah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya.

Tidak ada suatu masyarakat manusia yang hidup tanpa suatu bentuk agama. Seluruh agama
merupakan perpaduan kepercayaan dan sejumlah upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Hal itu karena masalah agama adalah juga masalah pribadi, yang menyangkut hak azasi setiap
manusia dalam berhubungan dengan Tuhan, seperti ungkapan James Freud dkk, yang menegaskan
“agama sebagai manifestasi perasaan dan pengalaman manusia secara individual ketika
berhubungan dengan zat yang dianggap Tuhan”, maka kajian Psikologi turut andil mendukung
lahirnya ilmu-ilmu agama, seperti psikologi agama, pendidikan agama, akhlaq, tasawuf, dan
sebagainya.

Agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia
dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya. Pokok persoalan yang dibahas dalam agama
adalah eksistensi Tuhan. Tuhan dan hubunga manusia dengan-Nya merupakan aspek metafisika,
sedangkan manusia sebagai makhluk dan bagian dari benda alam termasuk dalam kategori fisika.
Dengan demikian, filsafat membahas agama dari segi metafisika dan fisika. Namun, titik tekan
pembahasan filsafat agama lebih terfokus pada aspek metafisiknya ketimbang aspek fisiknya.
Aspek fisik akan lebih terang diuraikan dalam ilmu alam, seperti biologi dan psikologi serta
antropologi.

Menurut Prof. Dr. H. Mukti Ali (dalam Khotimah, 2014) mengatakan bahwa agama adalah
kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum yang diwahyukan kepada utusan-
utusanNya untuk kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

Agama memang merupakan kumpulan cara mengabdi kepada Tuhan, yang dibaca dari sebuah
kumpulan berbentuk kitab suci. Ditinjau dari bahasa sanskrit, kata agama dapat diartikan dari
5
susunannya yaitu, “a” artinya tidak, dan “gama” artinya pergi, jadi tidak pergi. Artinya tetap
ditempat; diwarisi turun temurun. Dalam istilah Fachroed Din al-Kahiri, agama diartikan dengan
“a” berarti tidak, “gama” berarti kocar-kacir, berantakan, chaos (Griek). Ini artinya tidak
berantakan, tidak kocar-kacir. Ada juga yang mengartikan agama itu teks atau kitab suci (Sodikin,
2003).

2.1.2 Pengertian Moral


Adapun istilah yang senantiasa disejajarkan ketika seseorang membicarakan tentang etika
sosial manusia. Di antara istilah-sitilah itu adalah moral, etika, dan akhlak. Rachmat Djatnika
dalam bukunya yang berjudul Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia) mengatakan bahwa sinonim
dari akhlak adalah etika dan moral. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pengertian dari
moral dipakai untuk menunjuk kepada suatu tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan ide-ide
umum yang berlaku dalam suatu komunitas atau lingkungan tertentu.Sementara itu dikatakan
oleh Karl Barth, kata “etika” yang berasal dari kata “ethos” adalah sebanding dengan kata
“moral” dari kata “mos”. Kedua-duanya merupakan filsafat tentang adat kebiasaan.
Adapun hadits yang berkaitan mengenai moral adalah sebagai berikut:

Ibnu „Abbas meriwayatkan bahwa Nabi saw adalah orang paling dermawan. Beliau
menjadi lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Dan Abu Dzar berkata bahwa ketika ia
mendengar kedatangan Nabi Muhammad Alaihisalam, ia berkata kepada saudara laki-lakinya,
“Pergilah ke lembah itu dan dengarkan apa yang ia katakan.” Saudaranya kembali dan berkata,
“Aku melihat ia memerintahkan orang-orang kepada moral dan perilaku (akhlak) yang paling
mulia.” (HR. Bukhari) Dari hadits diatas, kita dapat mengetahui bahwa Rasulullah SA
memerintahkan kita untuk berakhlak mulia. Adapun terkait dengan moralitas ataupun akhlak
manusia al-Ghazali membuat pembedaan dengan menempatkan manusia pada empat tingkatan.
6
Pertama, terdiri dari orang-orang yang lengah, yang tidak dapat membedakan kebenaran dengan
yang palsu atau antara yang baik dengan yang buruk. Nafsu jasmani kelompok ini bertambah
kuat, karena tidak memperturutkannya. Kedua, terdiri dari orang yang tahu betul tentang
keburukan dari tingkah laku yang buruk, tetapi tidak menjauhkan diri dari perbuatan itu. Mereka
tidak dapat meninggalkan perbuatan itu disebabkan adanya kenikmatan yang dirasakan dari
perbuatana itu. Ketiga, orang-orang yang merasa bahwa perbuatan buruk yang dilakukannya
adalah sebagai perbuatan yang benar dan baik. Pembenaran yang demikian dapat berasal dari
adanya kesepakatan kolektif yang berupa adat kebiasaan suatu masyarakat. Dengan demikian
orang-orang ini melakukan perbuatan tercelanya dengan leluasa dan tanpa merasa berdosa.
Keempat, orang-orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan buruk atas dasar keyakinannya.
(Mulya,2018)
Menurut Hogan dan Busch peningkatan pertimbangan mengenai moral pada diri
seseorang yang dirancang secara sengaja melalui pendidikan di sekolah maupun dirumah, dapat
membantu pembentukan kepribadian seseorang dikarenakan dengan terbentuknya pertimbangan
moral pada dirinya maka seseorang akan berperilaku (behavior) sesuai dengan cara berfikir
moral (moral thinking) yang ada padanya. Perilaku yang ada pada diri seseorang berlandas pada
pertimbangan-pertimbangan kognitifnya (Mulya,2018).

2.2 Hubungan antara Agama dan Moral

Dalam penelitian Yanti, N (2017), hubungan moral dengan agama : Tentang eratnya
hubungan moral dengan agama sebagaimana tersebut diatas dapat dianalisis dan seluruh ajaran
yang terdapat dalam agama pada akhirnya berujung pada pembentukan moral. Perintah
mengucapkan dua kalimat syahadat yang mengawali bentuk pengakuan keislaman seseorang,
mengandung pesan moral agar segala ucapan dan perbuatan dimotivasi oleh nilai-nilai yang berasal
dari Tuhan dan Rasul-Nya, dan sekaligus diarahkan untuk mendapatkan keridhaan-Nya.
Selanjutnya, mengerjakan shalat ditujukan agar terhindar dari perbuatan keji dan mungkar (QS. Al
Ankabut:183). Selanjutnya mengeluarkan zakat ditujukan untuk menghilangkan sikap kikir dan
menumbuhkan sikap kepedulian social (QS.At Taubah:103), mengerjakan ibadah haji ditujukan
untuk menjauhi perbuatan keji, pelanggaran secara sengaja (fasiq) dan bermusuh-musuhan (QS. Al
Baqarah:197). Lebih lanjut Imam Alkahlani mengatakan bahwa haji mabrur yang kelak dijanjikan
surga di akhirat nanti adalah haji yang diikuti dengan perubahan pada akhlak yang semakin baik.

Hubungan moral dan agama: Moral, atau moralitas, berkaitan dengan perilaku manusia yang
7
dinilai dari sudut pandang normatif. Moral sangat berkepentingan dengan apa yang harus
dilakukan, berbeda dari apa yang sebenarnya dilakukan. Kita dapat membedakan moral dari
pertimbangan kehati-hatian, yaitu tentang apa yang seharusnya dilakukan terutama untuk
kepentingan orang yang melakukan tindakan (moral) tersebut. Dalam hal ini, kebijaksanaan
menekankan pentingnya melaksanakan tugas-tugas utama. Moralitas adalah tentang tindakan-
tindakan yang mempengaruhi kepentingan dan kesejahteraan orang lain, serta diri kita sendiri
(Murtaufiq & Ahmad : 2021).

2.3 Peran Agama dan Moral dalam Kehidupan Manusia


Pendidikan agama dan moral merupakan pedoman sangat penting bagi dalam proses
belajar mengajar sebagai salah satu antisipasi agar anak-anak didik kita terhindar hal-hal yang
bertentangan dengan agama di era globalisasi saat ini. Dikatakan, dengan kuatnya pendidikan
agama akan menciptakan generasi yang bermoral dan berkualitas. Kondisi itulah yang saat ini
ditanamkan Yayasan Pendidikan. Harapannya, sehingga melahirkan generasi-generasi yang
berkualitas dengan cirinya iman, ilmu dan amal. Dalam membentuk generasi-generasi yang
seutuhnya tentunya ada unsur-unsur yang tidak dapat terpisahkan dalam pendidikan yaitu
pengakuan dan penghargaan akan nilai-nilai kemanusiaaan. Pengakuan dan penghargaan akan
tumbuh manakala seseorang itu ditanamkan nilai-nilai moral sejak usia dini. Niali-nilai moral ini

pertama-tama muncul bukan melalui teori-teori atau konsep melainkan melalui latihan atau
pengalaman konkrit yang langsung dirasakan anak-anak dalam pendidikan yaitu di sekolah.
Pendidikan moral ditujukan untuk memagari seseorang dari hal perbuatan buruk atau
perbuatan tidak baik yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada dalam pendidikan,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka tinggi dan rendahnya tingkat pertimbangan
moral seseorang menentukan baik dan tidaknya perilaku atau tindakan moralitas dalam
bermasyarakat. Pada masa sekarang ini, kita dapati bahwa kemunduran tingkat moral seseorang
sangatlah miris, contoh dalam dunia pendidikan sendiri ditemui maraknya penggunaan obat-
obatan terlarang, tidak jarang hal tersebut merambah keanak-anak dikalangan pendidikan, sering
terjadi bentrokan yang dasanya sepele menjadi hal yang besar, dan terjadinya seks bebas di
kalangan anak-anak, kebanyakan remaja.
Menurut Suradarma (2018) Nilai agama dan akhlak (moral) sangat penting bagi
kehidupan suatu bangsa. Dalam dunia pendidikan, pembinaan akhlak merupakan salah satu
fungsi untuk memperbaiki kehidupan bangsa, selain itu perlu juga adanya pengembangan ilmu.
Terkait dengan pengembangan moralitasnya, harus dimulai sejak anak usia dini, agar terbentuk
8
karakter (formation of character), terbentuknya kepribadian (shaping of personality), dan
perkembangan sosial (social development) (Hidayat, 2015 dalam Suradarma, 2018).
Pembentukan karakter pada diri seorang anak didapatkan pada lingkungan sekitarnya yaitu
lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah. Lingkunga keluarga merupakan
lingkungan terdekat yang dapat memberikan pengaruh pada karakter seorang anak. Selain
keluarga, lingkungan terdekat seperti tetangga atau teman sebaya juga akan memberikan
pengaruh yang cukup signifikan dalam pengembangan moral seorang anak (Suradarma, 2018).

2.4 Faktor-Faktor Penyebab Kemerosotan Agama danMoral

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fahrudin mengenai faktor-faktor yang


menyebabkan kemerosotan moral pada anak-anak, diantaranya:
(1) kurang ditanamkannya nilai-nilai keimanan pada ana-anak daridini,
(2) lingkungan masyarakat yang kurangbaik,
(3) pendidikan moral yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, baik di keluarga, sekolah, dan
masyarakat,
(4) suasana rumah tangga yang kurangharmonis,
(5) banyak diperkenalkannya obat-obat terlarang dan alat-alat antihamil,
(6) banyak tulis-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran yang tidak sejalan dengan nilai-nilai
moral,
(7) kurang adanya bimbingan dalam mengisi waktu luang dengan cara baik yang membawa
kepada pembinaan moral,
(8) kurangnya markas-markas bimbingan dan penyuluhan bagianak-anak.

Dari faktor-faktor di atas terdapat dua point inti yang sangat berperan penting dari
kemerosotan moral yang terjadi pada anak-anak. Diantaranya yaitu, pertama dari keluarga dan
yang kedua dari lingkungan dimana anak bersosialisasi. Dua faktor ini adalah faktor dimana anak
mendapatkan sumber-sumber perlakuan yang nantinya akan dicontohkannya bagi dirinya sendiri,
baik itu perlakuan yang baik ataupun perlakuan yang buruk.

Sehingga perlunya bimbingan atau pembinaan seorang anak guna membedakan mana moral yang
baik dan mana moral yang buruk yang nantinya dapat terarahkan kepada moral yang baik. Maka
harus diperlukannya pendidikan, yang nantinya pendidikan ini adalah sebagai kunci untuk
9
perbaikan diri, maka pendidikan moral khususnya di sekolah yaitu diajarkan melalui pendidikan
agama. Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual dan membentuk
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan berakhlak mulia. Akhlak mulia yang mencakup etika, budi pekerti yang luhur, dan moral
sebagai perwujudan dari pendidikanagama.

BAB III
PENUTUP

3.3 Kesimpulan

Agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok
manusia dengan selalu mengadakan interaksi dengan-Nya. Pokok persoalan yang dibahas
dalam agama adalah eksistensi Tuhan. Tidak ada suatu masyarakat manusia yang hidup
tanpa suatu bentuk agama. Seluruh agama merupakan perpaduan kepercayaan dan sejumlah
upacara yang diselenggarakan oleh masyarakat. Selain agama, adapula moral yang
memiliki hubungan erat dengan agama, dimana Manusia dinamai makhluk moral , karena
ia setiap saat selalu dihadapkan pada pilihan baik dan buruk . Berbeda dengan malaikat ,
manusia tidak menjadi baik dan bermoral dengan sendirinya . Kualitas moral dan keluhuran
budi pekerti ( akhlaq al - karimah ) , menurut filosof akhlak Ibn Maskawaih , merupakan
produk atau buah dari usaha dan ikhtiar manusia sepanjang hayatnya . Karena itu , setiap

1
0
orang perlu mengasah , mengasuh , dan mengembangkan potensi dan kekuatan
moralitasnya ( moral power ) secara konsisten .
Hubungan moral dan agama: Moral, atau moralitas, berkaitan dengan perilaku
manusia yang dinilai dari sudut pandang normatif. Moral sangat berkepentingan dengan apa
yang harus dilakukan, berbeda dari apa yang sebenarnya dilakukan. Pendidikan agama dan
moral merupakan pedoman sangat penting bagi dalam proses belajar mengajar sebagai
salah satu antisipasi agar anak-anak didik kita terhindar hal-hal yang bertentangan dengan
agama di era globalisasi saat ini. Namun, semakin berkembangnya zaman, semakin merosot
pula peran agama dan moral dalam kehidupan manusia, terdapat dua point inti yang sangat
berperan penting dari kemerosotan moral yang terjadi pada anak-anak. Diantaranya yaitu,
pertama dari keluarga dan yang kedua dari lingkungan dimana anak bersosialisasi. Dua
faktor ini adalah faktor dimana anak mendapatkan sumber-sumber perlakuan yang nantinya
akan dicontohkannya bagi dirinya sendiri, baik itu perlakuan yang baik ataupun perlakuan
yang buruk. Sehingga perlunya bimbingan atau pembinaan seorang anak guna membedakan
mana moral yang baik dan mana moral yang buruk yang nantinya dapat terarahkan kepada
moral yang baik.

3.2 .Saran
Kami menyadari bawasannya penyusun dari makalah ini hanyalah manusia yang tidak luput
dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt hingga dalam
penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi diri.
Akhirnya kami hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan
penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan
hikmah bagi penyusun maupun pembaca sekalian.

1
1
DAFTAR PUSTAKA

Ariadi*, P. (2019, Maret). Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam,
3, 118-122.

Ismail, A. (2013). True Islam, Intelektual dan Spiritual. In P. D. Hidayat, True Islam, Intelektual dan
Spiritual. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Mulya, H. (2018). Jurnal Pendidikan Islam. Pendidikan Moral dalam Perpektif Pendidikan Islam, 25.

1
2

Anda mungkin juga menyukai