Anda di halaman 1dari 18

PSIKOLOGI AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL

Makalah ini diajukan untuk tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan

(DR. H. BAHARUDDIN BALLUTARIS, SH, M.Ag)

DISUSUN OLEH :

WAHYUDDIN
NIM :
09221201209

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AS'ADIYAH
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puja dan pujian dengan tulus senantiasa dipanjatkan kehadirat yang Maha terppuji
Allah SWT, berkat limpahan taufiq dan hidayah, serta dengan bekal secercah ilmu
pemahaman_Nya, Makalah tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan, dengan judul Psikologi
Agama Dan Kesehatan Mental, dapat kami selesaikan dan paparkan ke tengah-tengah
pembaca yang budiman.

Selawat dan salam semogah senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman, dengan diringi
upayah meneladani akhlaknya yang mulia.

Penulisan makalah ini membahas tentang Psikologi Agama dan kaitannya dengan
Kesehatan Mental. Diawali membahas agama dari segi pegertian, fungsi dan peran agama,
lalu dilanjutkan membahas tentang Psikologi secara umum dilanjut membahas kesehatan
mental dan berusaha menggali kolerasi antara Psikologi Agama dan Kesehatan Mental.

Namun demikian, disadari bahwa penulisan tentunya masih jauh dari sempurna, baik
dari segi isi, metodologi penulisan, maupun analisisnya. Selain karena keterbatasan penulis
juga karena masih kurangnnya referensi yang membahas secara khusus terkait dengan judul
makalah ini.

Besar harapan semoga dengan persembahan kecil ini menjadi sumber informasi dan
inspirasi sehingga dapat bernilai ibadah yang di sisi Allah SWT, dan dapat memenuhi tugas
kuliah yang telah diberikan kepada kami.

Nunukan, 09 November 2022

WAHYUDDIN
Nim 09221201209

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Psikologi Agama......................................................................................................................3
B. Kesehatan Mental..........................................................................................................6
C. Korelasi Psikologi Agama dan Kesehatan Mental......................................................10

BAB III PENUTUP............................................................................................................13


A. Kesimpulan...........................................................................................................................13
B. Saran-saran............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psikologi dan Agama memiliki kedekatan dalam hal semuanya ingin membantu
manusia agar hidup sehat dan bahagia. Psikologi memilih mental dan kejiwaan manusia
untuk dikaji. Apakah watak dan sifat dasar jiwa manusia, bagaimana perkembangannya,
dan jika terdapat kelainan-kelainan bagaimana membantu menyembuhkan, lebih dari itu
psikologi juga mengkaji potensi-potensi yang terdalam pada diri manusia untuk dibantu
agar tumbuh dan teraktualisasikan dalam kehidupan.

Agama diwahyukan untuk membantu manusia mengenali dan mendorong mereka


agar memilih jalan kebaikan dan kebenaran demi kesejahteran dan kebahagiaan serta
keselamatan hidup. Dengan demikian psikologi agama saling membantu, mengisi dan
bekerjasama dalam membahas problem dalam agenda kehidupan manusia.

Dari analisis ilmiah, apa yang dilarang agama selalu mengandung nilai bahaya bagi
pelakunya, sedangkan yang diperintahkan selalu mengandung kebaikan, Agama datang
dengan perintah dan larangan normatif, sedangkan ilmu pengetahuan diundang untuk
menggali hikmah yang terkandung dalam perintah dan larangan itu. Itulah sebabnya dalam
islam ilmu pengetahuan dan akal kritis memperoleh tempat yang sangat terhormat, bahkan
menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.

Sejak awal-awal abad kesembilan belas dikatakan oleh para ahli kedokteran mulai
menyadari akan adanya hubungan antara penyakit dengan kondisi psikis manusia.
Hubungan timbal balik ini menyebabkan manusia dapat menderita gangguan fisik yang
disebabkan oleh gangguan mental dan sebaliknya gangguan mental dapat menyebabkan
penyakit fisik. Terkait dengan kesehatan mental tentunya tidak lepas dengan peran serta
Agama.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Psikologi Agama
2. Apa yang dimaksud kesehatan mental
3. Bagaimana Korelasi Psikologi Agama dan Kesehatan Mental

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Psikologi Agama
2. Mengetahui kesehatan mental.
3. Korelasi Psikologi Agama dan Kesehatan Mental.

2
BAB II

PEMBAHASA

A. Psikologi Agama

Psikologi berasal dari perkataan Yunani psyche yang artinya jiwa, dan Logos yang
artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu
yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya
maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa.1

Berbicara tetang jiwa telebih dahulu perlu dibedakan dengan Nyawa. Nyawa
adalah daya jasmaniyah yang keberadaannya bergantung pada hidup jasmani yang
menimbulkan perbuatan badaniah (organik behavior) yaitu perbuatan yang ditimbulkan
tanpa proses belajar, misalnya; insting, refleks, nafsu, dan sebagainya.

Sedangkan Jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi
penggerak dan pengatur bagi seluruh perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior)
dari hewan tingkat tinggi dan manusia. Perbuatan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil
proses belajar yang dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohani, sosial, dan lingkungan.

Proses belajar adalah proses untuk meningkatkan kepribadian (personality)


dengan jalan berusaha mendapatkan pengertian baru, nilai-nilai baru, dan kecakapan baru
sehingga ia dapat berbuat dan lebih sukses dalam menghadapi kontradiksi-kontradiksi
dalam hidup. Jadi jiwa mengandung pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan, dan
kecakapan-kecakapan.

Jiwa karena sifatnya yang abstrak, maka tidak dapat diketahui secara wajar,
melainkan hanya dapat mengenal gejalanya saja. Jiwa tidak tampakdan tidak dapat dapat
diketahui oleh alat apa pun. Demikian juga hakikat jiwa tak seorang pun dapat
mengetahuinya.

1
Drs. H. Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, cet.III (Pustaka setia bandung: 2004) h. 9

3
Manusia dapat mengetahui jiwa seseorang hanya dengan tingkah lakunya. Jadi,
dari tingkah laku itulah orang dapat mengetahui jiwa seseorang dan tingkah laku
merupakan kenyataan jiwa yang dapat kita hayati dari luar.

Penyataan “jiwa” itu kita namakan gejala-gejala jiwa, di antaranya mengamati,


menanggapi, mengingat, memikirkan, dan sebagainya. Dari itulah orang kemudian
membuat definisi; ilmu jiwa yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Secara
umum psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang
mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.

Menurut KBBI, pengertian agama adalah kepercayaan kepada Tuhan (dewa, dsb)
dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
itu.2 Dapat juga dikatakan bahwa agama adalah suatu ajaran dan sistem yang mengatur
tata keimanan/kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, serta tata
kaidah terkait pergaulan manusia dengan manusia serta lingkungannya.

Pendapat lain mengatakan arti agama adalah suatu kepercayaan dan penyembahan
terhadap kuasa dan kekuatan sesuatu yang luar biasa di luar diri manusia. Sesuatu yang
luar biasa itu disebutkan dengan beragam istilah sesuai dengan bahasa manusia, misalnya;
Aten, Tuhan, Yahweh, Elohim, Allah, Dewa, God, Syang-ti, dan lain sebagainya.

Dalam masyarakat Indonesia selain kata agama din, dari bahasa Arab dan kata
religi dari bahasa Eropa. Agama berasal dari bahasa Sanskerit, kata itu terdiri dari dua
kata; a artinya tidak dan gam artinya pergi. Jadi tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun
temurun. Agam memang mempunyai sifat yang demikian.3 Ada juga yang berpendapat
“Agama” berasal dari bahasa Sansekerta yang secara umum berarti suatu tradisi, dimana
“A” artinya tidak dan “Gama” artinya kacau. Sehingga bila dilihat dari asal katanya,
definisi agama adalah suatu peraturan yang dapat menghindarkan manusia dari
kekacauan, serta mengarahkan manusia menjadi lebih teratur dan tertib.

2
Tim Penyusun kamus Pusat Pembidaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
cet.III (Balai Pustaka, Jakarta: 1990) h. 9
3
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya,Jilid. I, Cet. II (UI-Press, Jakarta: 2001) h. 1

4
Kehadiran agama memiliki peran dan fungsi yang cukup banyak dalam kehidupan
manusia. Adapun beberapa fungsi agama adalah sebagai berikut:

Sebagai pedoman hidup manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu
maupun kelompok.
Sebagai sumber aturan tata cara hubungan manusia dengan Tuhannya, dan juga sesama
manusia.
Sebagai pedoman bagi manusia dalam mengungkapkan rasa kebersamaan dengan
sesama manusia.
Sebagai pedoman perasaan keyakinan manusia terhadap sesuatu yang luar biasa
(supranatural) di luar dirinya.
Sebagai cara manusia mengungkapkan estetika/ keindahan alam semesta dan segala
isinya.
Sebagai cara untuk memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu
agama.
Agama juga berfungsi sebagai social control dan motivator pembangunan
berdimensi kemanusiaan. Bahkan agama juga berperan sebagai instrument perekat
keutuhan bangsa. Dengan menyadari arti penting agama tersebut maka fungsi dan perang
agama perlu dipertahankan kelangsungannya didalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.4

Ilmu Psikologi bukanlah ilmu agama. Psikologi tidak membahas benar salahnya
sebuah agama. Tidak juga membahs tentang Tuhan, yang dikaji adalah gejala-gejala
mental, pikiran dan prilaku manusia, baik dalam konteks indevidu maupun kelompok.
Namun begitu, psikologi sangat dekat dan berjasa untuk menjelaskan dan meratakan jalan
bagi penamaan nilai-nilai agama sebab jiwa manusia -ibarat tanah- sebelum ditaburi benih
agama sebaiknya dikondisikan dan digemburkan lebih dahulu.

4
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA, Islam Fungsional “Revitalisasi dan Reaktualisasi Nilai-nilai
Keislaman” (PT Elex Media Komputindo, Jakarta: 2014) h. 77

5
Psikologi membimbing jiwa untuk menapaki jalan mendaki menjemput kebenaran
agama, sedangkan agama turun dari langit untuk menemui jiwa manusia dengan
memandu psikologi. Dengan kata lain, agama menawarkan nilai-nilai spiritual-
fundamental, sedangkan psikologi memberikan penjelasan dan petunjuk jalan bersifat
instrumental.

Dalam diri manusia selalu merasakan kerinduan untuk mencari dan mengenal
hakikat diri dan pencipta kehidupan. Ada kesadaran kognitif bahwa manusia begitu kecil,
terbatas dan tak beradaya dihadapan keagunan dan kompleksitas semesta. Pikiran dan
emosi kagum dan sekaligus takut ketika melihat berbagai bencana alam seperti tsunami,
gempa bumi, gunung meletus, kematian yang terjadi setiap saat tanpa terduga. Begitu pun
kagum terhadap keindahan dan keteraturan jagad raya yang berdansa secara indah dan
harmonis dalam panggung orbitnya masing-masing.

B. Kesehatan Mental
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa
(neurosis dan psikosis)5 Dengan kata lain, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup.

Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta


mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari
kegelisahan dan pertentangan bathin (konflik).

Dari pengertian diatas diambil suatu batasan bahwa orang yang sehat mentalnya
adalah orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, mampu menyesuaikan diri,
sanggup menghadapi masalah-masalah dan keguncangan-keguncangan yang biasa, adanya
keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta
dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.

Dalam pengertian yang sangat sederhana kesehatan mental sudah dikenal sejak
manusia pertama yaitu Adam, karena Adam merasa berdosa dan meyebabkan jiwanya

5
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi Press,1983), cet. 1 h. 6

6
gelisah dan sedih. Untuk menghilangkan kesedihan itu ia bertaubat kepada Allah dan
taubatnya itu diterima di sisi Allah SWT.

Adapun metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental, antara lain;

Pengembangan Potensi;
1. Potensi Jasmani; Dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmania (potensi jasmani),
Islam memerintahkan untuk makan, minum, dan beberapa hal yang berkaitan
dengan jasmani, secara cukup, dalam arti tidak berlebihan atau kurang dan
sesuai dengan yang telah digariskan oleh syari’at.
2. Potensi rohani; Sedangkan untuk pengembangan rohaniah, khususnya akidah
(potensi akidah), pada prinsipnya Islam mengajarkan agar manusia
menjauhi segenap dosa dan kemaksiatan agar tidak mengotori akidah atau
keimanannya.

Iman, Islam dan Ihsan


1. Iman; Sesuai dengan metode kesehatan mental adalah berlandaskan kepada
agama, yaitu keimanan dan ketaqwaan. Hal ini dapat dimengerti sebagai indikator
orang yang memiliki kesehatan mental adalah orang-orang yang senantiasa
melakukan aktivitas-aktivitas keagamaan sesuai dengan iman yang melekat pada
dirinya, sedangkan ketaqwaan merupakan kristalisasi iman seseorang.
2. Metode Islam Seseorang yang mengaku Islam berarti ia melaksanakan, tunduk
dan patuh serta berserah diri sepenuh hati terhadap hukum-hukum dan aturan
Allah, yang dalam hidunya selalu berada dalam kondisi aman dan damai, yang
pada akhirnya dapat mendatangkan keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.
3. Meode Ihsan; ishsan secara bahasa berarti baik. Orang yang baik atau mukhsin
adalah orang yang mengetahui hal-hal yang baik, dan dilakukan dengan niat yang
baik.
Metode Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.
1. Takhalli; Pada umumnya berarti sebagai membersihkan diri dari sifat-sifat tercela,
dari maksiat lahir dan batin. Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari sifat

7
ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi. Pada takhali, seseorang
berjuang keras untuk dapat mengosongkan jiwa mereka dari sifat tercela yang
mendatangkan kegelisahan pada jiwanya, sifat-sifat tercela itu antara lain.
a. Hasad Yaitu membenci nikmat Tuhan yang dianugerahkan kepada oranglain
agar nikmat itu terhapus atau hilang
b. Hiqd menurut al-ghazali hiqd adalah keadaan hati yang terus menerus berat,
marah dan iri terhadap orang lain yang menimbulkan dendam
c. Takabbur Yaitu memandang rendah orang lain dan menganggap tinggi
ataumulia diri sendiri atau membesarkan diri dihadapan orang lain
d. Nifaq Artinya bermuka dua atau berpura-pura, ia menjadi karakteristik orang
munafik
e. Kikir Adalah sifat yang terlalu mencintai harta benda yang dimilikinya dan hal
itu membuat ia terikat pada dunia dan ia tidak maumemberikan harta kepada
orang lain yang juga mempunyai hak di dalamnya seperti fakir miskin,
kepentingan umum, kegiatan-kegiatan social dan agama.
f. Su’ al-dzan Yaitu buruk sangka. Buruk sangka terhadap siapapun sangat
dicelaoleh agama baik kepada Allah maupun manusia
g. Riya Yaitu memperlihatkan amal kebajikan supaya dilihat dan dipujiorang lain
h. GhabbahYaitu marah atau kemarahan dengan konotasi negatif dankelebihan,
sedangkan secara umum diartikan al-nafsu al ammarahbi al su’ yang selalu
mendorong perbuatan jahat sehinggamendatangkan kerugian pada diri sediri
dan orang lain
i. Ghibah Menggunjing atau menceritakan segala sesuatu mengenai oranglain
yang orang lain itu tidak menyukainya apabila ia mengetahui.
j. Hub al-Dun_ya yaitu Cinta terhadap dunia. Cinta kepada dunia bisa berwujud
mencintaikemasyuran, popularitas kekuasaan pangkat, dan jabatan
k. Namimah adalah menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain
dengan tujuan mengadu domba antara keduanya

8
2. Tahalli Yaitu mengisi jiwa dengan sifat-sifat yang terpuji. Dengan metode ini jiwa
seseorang tekah bersih dari sifat-sifat tercela danmaksiat, kemudian ia berusaha
secara sungguh-sungguh mengisi diridengan tingkah laku yang baik dan
terpuji. Diantara sifat-sifat yangterpuji adalah: taubat, zuhud, khauf, shabr, syukur,
ikhlas, tawakkal,ridha, dan zikr al- mautc.
3. Tajalli setelah mengetahui fase takhalli dan tahalli, maka metode pembinaan
mental disempurnakan dengan fase tajalli. Tajalli adalahterungkapnya nur
ghaib untuk hati. Tajalli merupakan lenyap atauhilangnya hijab dari sifat-sifat
kemanusiaan, lenyapnya segala yanglain ketika nampak wajah Allah

Metode Murabathah
Murabathah pada umumnya diartikan melakukakan ketekunan. Kalau dihubungkan
dengan ajaran Islam berarti tekun dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Menurut
said hawwa untuk melaksanakan metode murabathah ada beberapa yang
harus dilakukan,yaitu:

1. Musyarathah, yaitu memenuhi persyaratan agar seseorang ingin mencapai


ketenangan jiwa dan kesucian batin. Maka ia harus memenuhi persyaratan yang
ditetapkan agama, berupa melaksankan amal-amal shaleh yang ditetapkan Allah
serta amal-amal lain yang dipandang baik oleh masyarakat.
2. Muraqabah, yaitu memonitor perilaku sehari-hari. Apabila seseorang telah
mengerjakan persyaratan-persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan Allah
SWT, maka tahap selanjutnya harus melakukan muraqabah atau memonitoring
diri dan jiwa dikala sudah melaksanakan amalan-amalanyang sudah dilakukan.
3. Muhasabah, yaitu melakukan perhitungan pada diri sendiri sesudah beramal.
4. Mu’aqabah, berarti menghajar diri karena kurang berhati-hati. Bagaimanapun
hati-hatinya manusia dalam membuat perhitungan, tetapi ia tidak dapat menjamin
dirinya jauh dari perbuatan maksiat,atau setidak-tidaknya berlaku seadanya dan
kurang berhati-hati dalam melaksanakan hak Allah SWT.
5. Mujahadah, yaitu bersungguh-sungguh atau berjihad.

9
6. Mu’atabah, yaitu mencela keburukan yang dikerjakan dan menghukum diri
sendiri. Kita diberi Allah SWT nafsu, kalau dorongan nafsu ini kuat maka ia dapat
menaklukkan akal dan hati, sehingga kekuatan akal dan hati menjadi lemah.
7. Metode Pengendalian nafsu (riyadhah) Riyadhah adalah suatu latihan yang
dilaksanakan secara terus-menerus dalam rangka menekan daya nafsu. Menurut
abdul mujib, substansi manusia memiliki tiga daya yaitu: a. qalbu (fitrah ilahiyah),
b.akal (fitrah insaniyah), dan c. nafsu (fitrah hayanawiyah)

C. Korelasi Psikologi Agama dan Kesehatan Mental


Konsep kesehatan berlandaskan agama yang memiliki konsep jangka panjang dan
tidak hanya berorientasi pada masa kini sekarang serta disini, agama dapat memberi
dampak yang cukup berarti dalam kehidupan manusia, termasuk terhadap kesehatan.

Para Sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik
diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriah. 6Sebagai usaha penanggulangan
suatu penyakit atau gejala yang ada dalam diri manusia. Usaha penanggulangan gangguan
kesehatan rohani atau mental sebenarnya dapat dilakukan sejak dini oleh yang
bersangkutan. Dengan mencari cara yang tepat untuk menyesuaikan diri dengan memilih
norma-norma moral, maka gangguan mental akan terselesaikan.7

Dalam konteks ini terlihat hubungan agama sebagai terapi kekusutan mental.
Sebab, nilai-nilai luhur termuat dalam ajaran agama bagaimanapun dapat digunakan
untuk penyesuaian dan pengendalian diri, hingga terhindar dari konflik batin. Pendekatan
terapi keagamaan ini dapat dirujuk dari informasi al-Qur’an sendiri sebagai kitab suci.
Sebagaimana pernyataan Allah dalam Q.S. Yunus : 57 dan Q.S. Al Isra’ : 82.

‫اي هيا النا س قد جا ء تمك مو عظة من برمك و شفا ء ملا ىف الصدور و هدى ورمحة لمو‬
‫منني‬

6
Dr. Rosihun Anwar, Dr. Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, Cet. 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2000) h. 56
7
Moeljono Notosoedibjo Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: UMM Press,
2007), hlm.42-43

1
“ Wahai manusia, sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu Al-Qur’an yang
mengandung pelajaran, penawar bagi penyakit batin ( jiwa ), tuntunan serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman. “ (Q.S. Yunus : 57)

‫و وىزل مه القرءان ما هو شفا ء و رحمة لمو مىيه و ال يزيد الظلميه اال خسا را‬

“ Dan kami turunkan Al-Qur’an yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman. “ (Q.S. Al Isra’ : 82)

Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan bahwa Allah dengan tegas menerangkan bahwa
ketenangan jiwa dapat dicapai dengan dzikir (mengingat Allah), rasa takwa dan perbuatan
baik adalah metode pencegahan dari rasa takut dan sedih, jalan bagaimana cara seseorang
mengatasi kesukaran ialah dengan kesabaran dan shalat, dan Allah mensifati diri-Nya
bahwa Dia-lah Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Bijaksana yang dapat memberikan
ketenangan jiwa ke dalam hati orang yang beriman, serta banyak lagi ayat lain dalam al-
Qur’an yang yang terkait.
Berdasarkan hal tersebut, solusi terbaik untuk dapat mengatasi masalah-masalah
kesehatan mental adalah dengan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-
hari, kesehatan mental seseorang dapat ditandai dengan kemampuan orang tersebut dalam
penyesuaian diri dengan lingkungannya, mampu mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sendiri semaksimal mungkin untuk menggapai ridho Allah SWT, serta
dengan mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi
maupun kecerdasan intelektual.

Hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada
sikap penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap
tersebut akan memberikan sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan
positif seperti rasa bahagia, puas, sukses, merasa dicintai, atau merasa aman. Sikap emosi
yang demikian merupakan bagian dari kebutuhan hak asasi manusia sebagai makhluk
yang ber-Tuhan.

1
Maka dalam kondisi tersebut manusia berada dalam keadaan tenang dan normal.
Cukup logis bahwa ajaran agama mewajibkan penganutnya untuk melaksanakan
ajarannya secara rutin. Bentuk dan pelaksanaan ibadah agama, paling tidak akan dapat
berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya akan
menimbulkan rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia dalam rangka pengabdian
kepada Allah dan agamanya, untuk mendapatkan al-nafs al-muthmainnah (jiwa yang
tenang dan bahagia). Firman Allah;

‫ َي م ْر ِض‬.ِ ّ‫ّ َ ى ِرب‬.‫اي َأ َي‬


َ ‫ه ل هك ُِ هة‬
﴾٧٢﴿ ‫ار ّي هة‬ ‫ ا ْر ِج ِعي‬.﴾٧٢﴿ ‫ّ هة ُه‬.‫ هم ْط َم ِئ َن‬.ْ‫ّ ْف هس ُه ال‬.‫ا ال َن‬.َ‫ت‬
‫ا‬
‫ِض‬
“Hai jiwa dalam ketenangan! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
senang dan diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr; 27-28).
Hubungan Agama Dengan Kesehatan Mental. Kesehatan mental (mental hygiene)
adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta
prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani.

1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala
prilaku yang dapat diamatinya. Prilaku sesorang yang tampak lahiriah terjadi karena
dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya.

2. Psikologi agama tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut
seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut
terlihat pengaruhnya dalam prilaku penganutnya.

3. Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa, atau
dengan kata lain, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan
orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup. Dengan demikian
keharmonisan terujud dan mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem yang
biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan bathin (konflik).

4. Metode perolehan dan pemeliharaan kesehatan mental, dapat dilakukan antara lain;
Pengembangan Potensi, Iman, Islam dan Ihsan, Metode Takhalli, Tahalli, dan Tajalli
serta Metode Murabathah.

5. Konsep kesehatan berlandaskan agama yang memiliki konsep jangka panjang dan
tidak hanya berorientasi pada masa kini sekarang serta disini, agama dapat memberi
dampak yang cukup berarti dalam kehidupan manusia, termasuk terhadap kesehatan.

6. Hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap
penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan Yang Maha Tinggi. Sikap
tersebut akan memberikan sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan
positif seperti rasa bahagia, puas, sukses, merasa dicintai, atau merasa aman.

7. Melaksanakan ajarannya secara rutin dalam bentuk pelaksanaan ibadah akan dapat
berpengaruh dalam menanamkan keluhuran budi yang pada puncaknya menimbulkan
rasa sukses sebagai pengabdi Tuhan yang setia dalam rangka pengabdian kepada Allah

1
dan agamanya, untuk mendapatkan al-nafs al-muthmainnah (jiwa yang tenang dan
bahagia).

B. Saran-saran

1. Manusia yang berpegang pada suatu ajaran agama hendaknya mampu menjadikan
keyakinannya bukan sekedar anutan akan tetapi mampu lebih menghayati dalam
bersikap dan bertingkah laku sehari-hari sehingga dapat menjadi tuntunan, arah yang
baik pada keberlangsungan hidup yang secara langsung dapat menjaga kesehatan
mental dan terhindar dari gangguan mental karena memegang satu keyakinan yang
kokoh, yakni agama.
2. Penulisan ini tentunya masih jauh dari kata sempurna, diharapakan kepada pembaca
yang budiman dapat memberian masukan berupa kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan penulisan makalah berikutnya

1
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Ahmad Psikologi Umum, Cet.3, Bandung:Pustaka setia, 2004

Latipun, Moeljono Notosoedibjo Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, Malang: UMM
Press, 2007

Nasution, Harun Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid. I, Jakarta: UI-Press, 2001

Solihin, Mukhtar dan Anwar, Rosihun Ilmu Tasawuf, Cet. 1, Bandung: Pustaka Setia, 2000

Umar, Nasaruddin Islam Fungsional “Revitalisasi dan Reaktualisasi Nilai-nilai Keislaman”


Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014

Tim Penyusun kamus Pusat Pembidaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), cet.III

Anda mungkin juga menyukai