Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TASAWWUF DAN KEJIWAAN


Dosen Pengampu : Fatimah Azzahra M.Pd.I
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf

Disusun oleh :

M Ardhian Izzul Muto’ (214101010015)

Annisa Zahra M (211101010071)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH SIDDIQ JEMBER
TAHUN 2021-2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur mari kita panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan
kita rahmat hidayah kesehatan jasmani dan rohani. Shalawat serta salam tetap dan selalu kami
hadiahkan kepada sang Revolusioner dunia sekaligus sebagai Khotamul Ambiya’ yang telah
membawa nilai-nilai Keindahan yang di utus Allah SWT ke dunia tidak lain untuk
menyempurnakan Akhlak, sehingga menjadikan agama Islam sebagai agama yang Rahmatan
Lil Alamin (Rahmat bagi semua alam).

Penulis disini juga berterima kasih dan bersyukur atas penyelesaian makalah ini yang
berjudul “TASAWUF DAN KEJIWAAN” khususnya kepada ibu Fatimah Azzahra, M.Pd.I.
selaku dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf.

Dengan segala kerendahan hati saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun (konstruktif) dari semua pembaca, karena kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini tentulah masih terdapat banyak sekali kekurangan– kekurangan. Akhir kata,
semoga karya makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya. Amin ya Robbal Alamin.

Jember, 9 Oktober 2022


Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ 1

Daftar Isi ................................................................................................................... 2

BAB I Pendahuluan ................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ............................................................................................... 3


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 3

BAB II Pembahasan ................................................................................................ 4

A. Pengertian Psikologi Agama .......................................................................... 4


B. Pengertian Tasawuf ........................................................................................ 6
C. Hubungan Pesikologi Agama Dengan Tasawuf ............................................ 7
D. Hubunngan Psikologi Agama Dengan Kesehatan Mental ............................ 8
E. Hubungan Tasawuf Dengan Kesehatan Mental ............................................. 10

BAB III Penutup ...................................................................................................... 12

A. Kesimpulan .................................................................................................... 12

Daftar Pustaka ......................................................................................................... 13

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah
“jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan
istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah al-
nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau
ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang
berbeda. psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku
orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang
berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari
keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi Belajar psikologi
agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama
dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya
mencerminkan keyakinannnya. Mengapa manusia ada yang percaya Tuhan ada yang
tidak ,apakah ketidak percayaan ini timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar
naluri akibat terjangan cobaan hidup, dan pengalaman hidupnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa perbedaan tasawuf dan psikologi agama ?
2. Apa hubungan psikologi agama dengan Kesehatan mental?
3. Apa hubungan tassawuf dengan Kesehatan mental ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perbedaan tasawuf dan psikologi agama.
2. Untuk mengetahui hubungan psikologi agama dengan Kesehatan mental.
3. Untuk mengetahui hubungan tassawuf dengan Kesehatan mental.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Psikologi Agama

Psikologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari perilaku manusia secara umum
dapat dilihat dari segi mental, baik yang bersifat perasaan ataupun bukan, dengan tujuan
untuk mencapai kaidah-kaidah yang dapat dipakai guna memahami berbagai motif
perilaku, mengenali dan memastikan (gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam
perilaku).

Kemudian pengertian agama, Jung berpendapat bahwa agama adalah kondisi


mental khusus yang bias dikondisikan. Pandangan Jung ini berdasarkan kepada
penggunaan kata asli agama atau religion yang biasa dipakai untuk menunjukkan
makna pandangan baru atau titik persepsi, yang terbentuk karena berbagai factor.
Artinya, agama adalah suatu istilah yang mungkin sekali terbentuk dalam diri manusia
karena beberapa factor. Hal ini terjadi karena manusia menemukan keadaan mental
tersebut bersifat kuat dan kukuh, sehingga mencapai suatu derajad kemungkinan besar
menjadi fokus perhatiaannya.

Jadi, Psikologi agama terdiri dari dua paduan kata, yakni psikologi dan agama.
Kedua kata ini mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1979:
77). Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia.
Menurut Harun Nasution, agama berasal dari kata Al-Din yang berarti undang-undang
atau hukum, religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian
religare berarti mengikat.

Dari definisi tersebut, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan


beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu
dalam sikap dan tingkah laku, serta keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga
mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-
faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut (Zakiyah darajat dikutip oleh Jalaluddin,
2004: 15).

Dari ketiga rumusan pengertian psikologi agama tersebut ditemukan beberapa


catatan penting, yang selanjutnya dapat digunakan untuk melacak bagaimana hakekat
ilmu ini?.
4
Pertama, psikologi agama menitikberatkan pada aspek pengaruh, karenanya ada
yang menyebut psikologi agama sebagai ilmu pengaruh, yakni ilmu yang mempelajari
sikap dan perilaku seseorang sebagai hasil pengaruh keyakinan atau kepercayaan
agama yang dianutnya.

Kedua, psikologi agama mengkaji proses terjadinya pengaruh tersebut.


Psikologi agama mengkaji bagaimana proses terjadinya pengaruh suatu kepercayaan
atau keyakinan dalam menumbuhkembangkan jiwa keagamaan seseorang.

Ketiga, psikologi agama mengkaji kondisi keagamaan seseorang. Bagaimana


terjadinya kemantapan dan kegoncangan jiwa dalam keberagamaannya juga menjadi
obyek kajian penting psikologi agama. Tiga ranah itu yang menjadi kajian pokok
psikologi agama.

Bila dicermati dari ketiga kajian pokoknya, maka jelas bahwa psikologi agama
tidak menyentuh keyakinan atau kepercayaan agama seseorang. Psikologi agama hanya
meneliti seberapa besar atau kecil pengaruh keyakinan terhadap sikap dan perilakunya,
bagaimana proses terjadi, dan bagaimana kondisi jiwa keberagamaan seseorang.
Psikologi agama tidak menyentuh ajaran agama dan atau keyakinan seseorang. Ini
berarti, psikologi agama tidak berhak mendukung, membenarkan, menolak atau
menyalahkan ajaran, keyakinan, atau keimanan seseorang. Ungkapan seperti itu dapat
ditemukan dalam pengertian Jalaluddin, dan juga Thouless, karena keduanya
menyatakan, kajian psikologi agama mengarah pada aplikasi prinsip-prinsip psikologis
perilaku keagamaan seseorang.

Pendapat kedua tokoh sekaligus mempertegas, bahwa obyek kajian psikologi


agama bukan ajaran agama, melainkan tiga aspek sebagaimana disebut di atas, yang
oleh Zakiah diringkas menjadi dua aspek, yaitu, kesadaran keagamaan (religious
consciousness) dan pengalaman keagamaan (religious experience). Kesadaran
keagamaan diartikan sebagai bagian atau segi yang hadir dalam pikiran yang
pengujiannya dapat dilakukan melalui metode instrospeksi. Juga dapat dikatakan,
kesadaran keagamaan adalah aspek mental dan aktifitas keagamaan seseorang.
Sementara pengalaman keagamaan diartikan sebagai perasaan yang membawa pada
keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Dengan demikian dapat dipahami, psikologi
agama adalah ilmu psikologi yang menekankan kajiannya pada pengaruh, proses

5
kejiwaan, dan bentuk-bentuk kemantapan atau kegoncangan dalam kehidupan
keberagamaan seseorang.

Psikologi agama merupakan studi psikologi dalam kaitannya dengan kehidupan


keagamaan seseorang dengan tetap berpijak pada prinsip-prinsip psikologi. Bagaimana
bentuk pengaruh ajaran keagamaan, bagaimana terjadinya proses pembentukan suasana
kejiwaan, dan bagaimana pula bentuk-bentuk kepribadian keagamaan seseorang dikaji
dengan tetap bertopang pada prinsip-prinsip psikologi.

Dalam percakapan sehari hari, banyak yang mengaitkan tasawuf dengan unsur
kejiwaan dalam diri manusia. Dalam hal ini cukup beralasan mengingat substansi
pembahasannya, yaitu berkisar pada jiwa manusia. Dari sinilah tasawuf kelihatan
identik dengan unsur kejiwaan.

B. Pengertian Tasawuf

Tasawuf adalah disiplin ilmu yang tumbuh dari pengalaman spiritualitas yang
mengacu pada moralitas yang bersumber dari nilai Islam, dengan pengertian bahwa
pada prinsipnya tasawuf bermakna moral dan semangat Islam, karena seluruh agama
Islam dari berbagai aspeknya adalah prinsip moral. Tasawuf membina manusia agar
mempunyai mental utuh dan tangguh, sebab di dalam ajarannya yang menjadi sasaran
utamanya adalah manusia dengan segala tingkah lakunya. Tasawuf mengajarkan
bagaimana rekayasa agar manusia dapat menjadi insan yang berbudi luhur, baik sebagai
makhluk sosial maupun sebagai hamba dalam hubungannya dengan Khaliq pencipta
alam semesta.

Sedangkan pengertian tasawuf dalam terminologi Islam, ternyata banyak para


ahli dan tokoh-tokoh Islam yang berbeda pendapat tentang apa yang sebenarnya
pengertian tasawuf itu secara baik dan benar. Nampaknya di sini kita perlu melihat
beberapa pengertian itu antara lain:

1. Tasawuf berasal ari istilah “ahlu Shuffah” artinya sekelompok orang di zaman
Rasulullah Saw, yang hidupnya banyak berdiam diri di serambi-serambi mesjid dan
mereka hanya mengabdikan seluruh hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.
2. Tasawuf berasal dari kata “Shof” yang maksudnya adalah barisan orang yang dalam
sholat yang berada di sohf yang paling depan.

6
3. Tasawuf berasal dari kata “Shaffa” yang artinya adalah orang-orang bersih dan suci
yang mensucikan dirinya dihadapan Tuhannya sesuci-sucinya.
4. Tasawuf diasrtikan sebagai sekelompok orang-orang bani “Shuffah”.
5. Tasawuf diartikan dari bahasa Grik atau Yuanani, yakni “Saufi” yang berarti
hikmah atau kebijaksanaan.
6. Tasawuf berasal dari kata “Shaufanah” yaitu sebangsa buah-buahan kecil dan
berbulu banyak yang tumbuh di padang pasir di tanah Arab, dan pakaian kaum sufi
adalah berbulu-bulu seperti buah itu pula.
7. Tasawuf bersal dari kata “Suff” yang berarti bulu domba atau wol, maksudnya
adalah kaum sufi itu adalah kaum yang sering kali berpakaian yang berasal dari bulu
domba yang menimbulkan kesederhanaan dan kefakiran. (Rosihan Anwar, 2000:9).

Dari ketujuh pengertian tersebut di atas yang diaukui oleh banyak kalangan
adalah yang ketujuh, yaitu makna tasawuf dengan istilah “Shuff” yakni kaum sufi
adalah kaum yang menggunakan pakaian woll, walaupun kenyataannya tidak semua
kaum sufi berpakaian wol.

Pengertian tasawuf secara terminologipun tidak sedikit para ahli yang berbeda
pendapat, hal ini nampaknya disebabkan oleh selera masing-masing dalam memaknai
kata tasawuf. Akan tetapi untuk memberikan penekanan pada pemabahasan ilmu
taswawuf ini, penulis coba pengutip pendapat Al-Junaidi tentang tasawuf, seperti yang
dikutip oleh Mukhtar Solihin, yaitu ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari tentang
pembersihan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan
makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia serta berpegang teguh
pada janji Allah dan mengikuti syari’at Rasulullah saw, dengan mendekatkan diri dan
mencapai keridhoan-Nya.

C. Hubungan Pesikologi Agama Dengan Tasawuf

pendapat lain juga menyatakan secara langsung hubungan psikologi agama


dengan tasawuf, namun jika dikaji lebih teliti maka akan ditemuakan beberapa
keterkaitan, yaitu:

Pertama, tasawuf dan psikologi agama sama-sama berpijak pada kajian


kejiwaan manusia. Perbedaannya hanya terletak pada metode pengkajiannya. Tasawuf
lebih banyak menggunakan metode intuitif, metode nubuwah, metode ilahiyah, dan
metode-metode yang berkaitan dengan “qalb” lainnya. Sementara psikologi agama

7
menggunakan metode pengkajian psikologis empirik. Tasawuf membahas bagaimana
menyucikan jiwa spiritualitas manusia beragama, psikologi agama membahas
bagaimana pengaruh ajaran agama terhadap seluruh aspek kehidupan manusia yang
observeable.

Kedua, Tasawuf dan psikologi agama berbicara tentang kondisi keberagamaan


seseorang. Tasawuf menggunakan pendekatan “rasa” , sementara psikologi agama
menggunakan pendekatan “positivisme”, cara berfikir positif, dan rasional empirik.

Ketiga, kedekatan hubungan tasawuf dengan psikologi agama ditemukan ketika


ternyata salah satu kajian psikologi agama adalah perilaku para sufi. Hanya saja
psikologi agama melihat ketasawufan para sufi melalui fenomena yang dapat diteliti
dan diobservasi. Psikologi agama tidak mengkaji tasawuf dari segi ajaran dan ritus-
ritusnya, melainkan hanya mengkaji bukti-bukti empirik ketasawufan seorang sufi.
Psikologi agama tidak melibatkan diri dalam pembelaan atau penyangkalan terhadap
hasil penghayatan para sufi. Psikologi agama hanya mengungkap pengaruh ajaran
tasawuf terhadap perilaku dan kepribadian seseorang.

Keempat, persinggungan tasawuf dan psikologi agama dapat ditemukan dalam


obyek kajian. Psikologi agama bersinggungan dengan tasawuf dikarenakan ada
kepentingan obyek kajian dan atau obyek penelitian. Sebagaimana dalam uraian di atas,
salah satu obyek kajian psikologi agama adalah kesadaran dan pengalaman
keberagamaan seseorang. Sementara dua hal tersebut banyak ditemukan dalam ajaran
dan perilaku kehidupan para sufi. Berkait dengan itu, Nicholson menyatakan “Sufism
is the type of religious experiences” (Sufisme, tasawuf, merupakan suatu bentuk
berbagai pengalaman keberagamaan).

D. Hubunngan Psikologi Agama Dengan Kesehatan Mental

Pengertian agama menurut J.H. Leuba agama adalah cara bertingkah laku,
sebagai system kepercayaan atau sebagai emosi yang bercorak khusus. Sedangkan
definisi agama menurut Thouless adalah hubungan praktis yang dirasakan dengan apa
yang dia percayai sebai mahluk atausebagai wujud yang lebih tinggi dari manusia.

Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan


mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan
sosial). Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit

8
jiwa. Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab
terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari
tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. Noto Soedirdjo,
menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memilki kesehatan mental adalah Memilki
kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya.
Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang
terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang
ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan
orang lain juga berbeda. Menurut Zakaria drajat ciri-ciri Orang yang Memiliki
Kesehatan Mental Ciri-ciri kesehatan mental dikelompokkan kedalam enam kategori
yaitu:

1. Memiliki sikap batin (attitude) yang positif terhadap dirinya sendiri


2. Aktualisasi diri.
3. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada.
4. Mampu berotonom terhadap diri sendiri (mandiri).
5. Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada.
6. Mampu menyelaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.

Agama dapat memberi dampak yang cukup berarti dalam kehidupan manusia,
termasuk terhadap kesehatan. Orang yang sehat mental akan senantiasa merasa aman
dan bahagia dalam kondisi apapun, ia juga akan melakukan introspeksi atas segala hal
yang dilakukannya sehingga ia akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya
sendiri. Solusi terbaik untuk dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan mental adalah
dengan mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan mental
seseorang dapat ditandai dengan kemampuan orang tersebut dalam penyesuaian diri
dengan lingkungannya, mampu mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya
sendiri semaksimal mungkin untuk menggapai ridho Allah SWT, serta dengan
mengembangkan seluruh aspek kecerdasan, baik kesehatan spiritual, emosi maupun
kecerdasan intelektual.

Pada dasarnya hidup adalah proses penyesuaian diri terhadap seluruh aspek
kehidupan, orang yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan gagal
dalam menjalani kehidupannya. Manusia diciptakan untuk hidup bersama,
bermasyarakat, saling membutuhkan satu sama lain dan selalu berinteraksi.

9
E. Hubungan Tasawuf Dengan Kesehatan Mental

Fungsi akhlak tasawuf secara khusus adalah berkaitan dengan kesehatan mental
atau jiwa manusia.Fungsi tersebut diantaranya adalah :

1) Membersihkan hati dalam berhubungan dengan Allah


Dari sisi lain hubungan manusia dengan Allah dalam bentuk ibadah tidak akan
mencapai sasarannya jika tidak dengan kebersihan hati dan selalu ingat dengan
Sang Penciptanya. Misalnya, dalam shalat. Shalat diperintahkan Tuhan, karena
efeknya adalah mencegah manusia dari berbuat tidak baik. Efek ini tidak dapat
dicapai oleh manusia jika shalat itu tidak dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan
kekhusyu’an. Sebagaimana sabda Nabi : Artinya : Berapa banyak orang yang
berdiri shalat, yang bagiannya dari shalatnya hanya penat dan letih semata (HR.
Baihaqy). Maksud hadits di atas adalah sesuatu yang menyebabkan shalatnya sia-
sia yaitu karena kekurangan “syarat bathin” dalam shalat. Syarat bathin itu adalah
kebersihan jiwa yang menjadi sumber ikhlas, khusyu’, dan khudhu’. Dan untuk
menumbuhkan yang demikian itu maka diperlukan mempelajari ilmu akhlak
tasawuf.
2) Membersihkan jiwa dari pengaruh materi
Telah disinggung dimuka bahwa manusia memiliki dua sisi,materil dan
immateril. Kehidupan manusia tak lepas hanyalah untuk memenui dan meberi
kepuasan pada keduanya. Kebutuhan manusia itu buakan hanya pemenuhan tubuh
materi saja, tetapi dia mempunyai bathin yang disebut jiwa yang memerlukan
kebutuhan pula. Pada mulanya manusia berpakaian memakai senjata dan lainya
hanya untuk melindungi lahiriahnya. Tetapi dewasa ini pakaian bukan lagi
digunakan untuk maksud tadi. Kini pakaian dipakai untuk menjaga gengsi. Karena
itu dipilihlah mode-mode yang terbaru dan termodern. Mode-mode ini setiap bulan
selalu berubah. Begitu pula dengan kebutuhan-kebutuhan lain seperti rumah,
tempat tinggal, mobil, kursi dan alat-alat perabot lainnya. Orang pun sibuk mencari
uang untuk memenuhi kebutuhan lahiriyahnya saja. Akhirnya orang lupa diri.
Mereka tidak tahu akan kebutuhan jiwanya lagi, karena memuaskan kebutuhan
lahiriyahnya saja yang dipengaruhi nafsu. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan
manusia dari godaan materi adalah dengan membersihkan jiwanya.
Jalan untuk itu ialah dengan pelajaran agama, yaitu pada bidang akhlak
tasawuf. Dalam tasawuf terdapat tiga sistim untuk menuju kenikmatan dan

10
kepuasan sejati. Tiga sistim itu adalah Takhalli.Tahalli dan Tajalli. Takhalli adalah
pembersihan diri dari sifat-sifat tercela. Yaitu berusaha mengosongkan tampa ada
sisa-sisa noda dari sifat tercela yang melekat pada batiniah manusia. Disamping itu
juga melaksanakan sistim yang kedua yaitu tahalli (mengisi batiniah dengan sifat-
sifat terpuji). Dengan kita melakukam tirakat seperti itu kita akan menuju maqom
yang lebih tinggi yang dalam salah satu karanganya imam Ghozali berkata ‘’Bahwa
tujuan perbaikan akhlak itu adalah membersihkan hati dari kotoran-kotoran hawa
nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci,bersih bagaikan cermin yang dapat
menerima Nur cahaya Tuhan’’. Jika kita sudah sampai maqom tertinggi maka
kecintaan kepada tuhan telah melebihi kecintaan kita pada materi duniawi bahkan
kita tidak memerlukan lagi kenikmatan dunia yang tak sebanding dengan
kenikmatan ma’rifatillah.

11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Psikologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari perilaku manusia secara umum
dapat dilihat dari segi mental, baik yang bersifat perasaan ataupun bukan, dengan tujuan
untuk mencapai kaidah-kaidah yang dapat dipakai guna memahami berbagai motif
perilaku, mengenali dan memastikan (gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam
perilaku). Tasawuf adalah disiplin ilmu yang tumbuh dari pengalaman spiritualitas
yang mengacu pada moralitas yang bersumber dari nilai Islam, dengan pengertian
bahwa pada prinsipnya tasawuf bermakna moral dan semangat Islam, karena seluruh
agama Islam dari berbagai aspeknya adalah prinsip moral. Tasawuf membina manusia
agar mempunyai mental utuh dan tangguh, sebab di dalam ajarannya yang menjadi
sasaran utamanya adalah manusia dengan segala tingkah lakunya. Tasawuf
mengajarkan bagaimana rekayasa agar manusia dapat menjadi insan yang berbudi
luhur, baik sebagai makhluk sosial maupun sebagai hamba dalam hubungannya dengan
Khaliq pencipta alam semesta.

12
DAFTAR PUSTAKA
Rahmad, Jalaludin. 1996. Psikologi Agama. (Edisi Revisi). Penerbit Putra Utama:
Jakarta.
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama.Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Ramayulis.2009. Psikologi Agama.Radar Jaya: Jakarta.
Rasihi Anwar, Mukhtar Solihin.2004.Ilmu tasawuf.CV Pustaka Setia: Jakarta.
Nurbakhsi, Javad, 2000. Psikologi Sufi (Penterjemah: Arief Rakhmat), Fajar
Pustaka: Yogyakarta.
Nata, Abuddin.1996.Akhlak Tasawuf.PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai