Kelompok 1 :
1. Muzdalifah
2. Salma afitri
3. Siti Nurjanah
Lokal/Semester : A9 Reguler/5
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan tak lupa salawat beriring salam kita hanturkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
ini tepat waktunya. Makalah dengan judul “SEPUTAR PSIKOLOGI AGAMA ” ini penulis
susun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam makalah ini, dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi merupakan kelanjutan dari studi tentang tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari dengan menggunakan sistematika dan metode ilmiah, sehingga teorinya lebih
objektif. Objek psikologi bukanlah jiwa dan bukan pula masalah-masalah rohaniah yang
bersifat misterius serba rahasia dan sukar diterka. Oleh karena itu para psikolog pun belum
mampu mengetahui kehidupan rohaniah seseorang sebagaimana melihat bayangan dirinya
dalam cermin, walaupun mereka mampu meramal dan mengadakan pragnosa secara ilmiah
mengenai kemungkinan tingkah laku yang akan diperbuat seseorang. Psikologi agama
meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang
bekerja dalam diri seseorang, kaena cara seseorang berfikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah
laku, tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam
konstruksi kepribadiannya.
Sudah banyak ahli-ahli psikologi yang menaruh perhatian dalam bidang agama, atau dalam
proses kejiwaan yang berhubungan dengan agama, mencoba memberikan definisi-definisi,
baik tentang psikologi, maupun tentang agama. Namun usaha-usaha mereka untuk membuat
satu definisi atau ketentuan-ketentuan yang tegas dan pasti, tetap terbentuk, karena psikologi
agama harus mencakup sekaligus psikologi dan agama.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian psikologi agama?
2. Bagaimanakah ruang lingkup dari psikologi agama?
3. Sebutkan manfaat mempelajari psikologi agama?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari psikologi agama.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup dari psikologi agama.
3. Untuk mengetahui manfaat mempelajari psikologi agama.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Psikologi secara etimologi mengandung arti ilmu tentang jiwa. Dalam Islam kata jiwa
disamakan dengan“an-nafsu” namun ada juga yang menyamakan dengan istilah “ar-ruh”.
Tetapi istilah “an-nafsu” lebih popular dari pada istilah“ar-ruh”, karena psikologi dalam
bahasa arab lebih popular diterjemahkan dengan ilmu an-nafsu dari pada ilmu ar-ruh. Dalam
Al-Quran surat Al-Fajrayat 27-30 disebutkan, kata an-nafsu berarti jiwa.
Psikologi agama menurut Jalaludin menggunakan dua kata, yaitu psikologi dan
agama. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi secara umum diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab.
Psikologi menurut Zakiah Darajat, meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan
tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara orang
berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku, tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya,
karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
Psikologi agama dengan demikian merupakan cabang psikologi yang meneliti dan
mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap
agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.
Upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut dilakukan melalui pendekatan
psikologi. Jadi penelahaan tersebut merupakan kajian empiris.
2
membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman
agama (religious experience).
Kesadaran agama adalah bagian atau segi yang hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat
dilihat gejalanya melalui introspeksi. Di samping itu, dapat dikatakan bahwa kesadaran
beragama adalah aspek mental atau aktivitas agama, sedangkan pengalaman agama adalah
unsur perasaan dan kesadaran beragama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan
yang dihasilkan oleh tindakah (amaliah).
Dengan demikian, yang menjadi lapangan kajian psikologi agama adalah proses
beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang
dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Sedangkan objek pembahasan psikologi agama
adalah gejala-gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan,
kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara
timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya.
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup
pembahasannya tersendiri yang dibedakan dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah
agama yang lainnya. Sebagai contoh, dalam tujuannya psikologi agama dan ilmu
perbandingan agama memiliki tujuan yang tak jauh berbeda. Yakni mengembangkan
pemahaman terhadap agama dengan mengaplikasikan metode-metode peneliti yang bertipe
bukan agama dan bukan teologis. Bedanya adalah, bila ilmu perbandingan agama cenderung
memusatkan perhatiannya pada agama-agama primitif dan eksotis tujuannya adalah untuk
mengembangkan pemahaman dengan memperbandingkan satu agama dengan agama lainnya.
Sebaliknya psikologi agama, seperti pernyataan Robert H. Thouless (dalam Jalaludin)
memusatkan kajiannya pada agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau
masyarakat itu sendiri. Kajiannya terpusat pada pemahaman terhadap perilaku keagamaan
tersebut dengan menggunakan pendekatan psikologi.
Menurut Zakiah Daradjat (dalam Jalaludin, 2001: 16), menyatakan bahwa lapangan
penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama
dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Oleh karena
itu, menurut Zakiah Daradjat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama
meliputi kajian mengenai:
1. Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan
beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tenteram setelah shalat, rasa lepas dari
ketegangan batin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat suci Al-Qura’an, perasaan tenang,
pasrah dan menyerah setelah berdzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan
dan kekecewaan yang bersangkutan.
3
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individu terhadap Tuhannya, misalnya
rasa tenteram dan kelegaan batin.
3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah
mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang
berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh
terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
Walaupun secara formal pembahasan tentang psikologi agama di dunia Timur (Islam)
sama sekali tidak ditemukan, hal ini bukan berarti pada masa itu psikologi agama belum
dibicarakan sama sekali. Dari hasil penelitian AE. Afifi ditemukan, bahwa ternyata dalam
filsafat mistis Ibnu Arabi telah banyak diuraikan butir-butir kajian kejiwaan yang tidak jauh
berbeda dengan yang dikaji dalam psikologi modern.Ibnu Arabi sudah membahas psikologi
empiris, sifat-sifat dan fungsi- fungsi jiwa, dan teori tentang mimpi yang banyak diungkapkan
oleh Sigmund Freud. Walaupun pembicaraan mengenai butir-butir psikologi tersebut sangat
lekat dengani penghayatan sufistiknya, namun hal itu jelas mempunyai arti sangat penting
bagi kajian psikologi agama dan kesehatan mental.
4
Kesehatan mental yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan
psikologi agama, juga banyak dibahas oleh para ilmuan muslim. Ibnu Sina sebagai filosof
dan dikter sudah mendiskusikan hal itu dalam buku al-Syifa’ (the book of healing). Menurut
Ibnu Sina, kebahagiaan itu sangat integral dengan akhlak. Kebahagiaan akan dipeeroleh bila
seseorang mampu memilih yang baik dan menyingkirkan yang tidak baik. Penyucian dan
pembersihan kalbu merupakan kunci utama.
Al-Razi sebagai seorang filosof sufi juga telah membahas tentang psikotherapi. Hal
itu dapat ditemukan dalam bukunya al-Thib al-Ruhanty. Dalam buku tersebut, sesuai dengan
judulnya Penyembuhan Jiwa, Razi menguraikan perihal pengobatan dan penawaran kejiwaan.
Sedangkan yang paling menonjol ialah al-Razi mengemukakan cara penyembuhan dan
perawatan kejiwaan dengan pola hidup sufistik melalui konsep zuhud. Berkat karyanya yang
monumental tersebut, menurut Sayyed Husin Nasr, al-Razi diposisikan sebagai seorang
master yang membidani lahirnya ilmu perawatan jiwa.
Namun demikian, terlepas dari pendapat di atas, dalam Al-Qur’an sendiri terdapat
ayat-ayat yang menunjukkan keadaan jiwa orang-orang yang beriman atau sebaliknya, orang-
orang kafir, sikap, tingkah laku, doa-doa. Di samping itu, juga terdapat ayat-ayat yang
berbicara tentang kesehatan mental, penyakit dan gangguan kejiwaan, serta kalainan sifat dan
sikap yang terjadi karena kegoncangan kejiwaan sekaligus tentang perawatan jiwa.
Karenanya tidak berlebihan jika Yahya Jaya mengemukakan bahwa psikologi agama, dalam
arti yang amat sederhana, telah ada jauh sebelum abad ke-20, yaitu sejak Nabi Adam, yang
pernah merasa berdosa, yang menyebabkan jiwanya gelisah dan hatinya sedih. Untuk
menghindari kesedihan dan kegelisahan tersebut, ia bertaubat kepada Allah dan taubatnya
diterima, sehingga ia merasa lega kembali. Firman Allah:
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, maka psikologi agama juga memiliki metode
penelitian ilmiah. Kajian dilakukan dengan mempelajari fakta-fakta berdasarkan data yang
terkumpul dan dianalisis secara objektif.
Karena agama menyangkut masalah yang berkaitan dengan kehidupan batin yang
sangat mendalam, maka masalah agama sulit untuk diteliti secara seksama, terlepas dari
pengaruh-pengaruh subyektivitas. Namun demikian, agar penelitian mengenai agama dapat
dilakukan lebih netral, dalam arti tidak memihak kepada suatu keyakinan atau menentangnya,
5
maka diperlukan adanya sikap yang objektif. Makanya dalam penelitian psikologi agama
perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
2. Memiliki keyakinan bahwa segala bentuk pengalaman dapat dibuktikan secara empiris.
Dalam meneliti ilmu jiwa, agama menggnakan sejumlah metode, yang antara lain
dapat dikemukakan sebagai berikut:
Dalam penerapannya metode dokumen pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara
atau teknik-teknik tertentu. Sebenarnya, ada banyak teknik yang digunakan, hanya saja dalam
hal ini penulis akan membahas beberapa teknik saja. Diantaranya yang banyak digunakan
adalah:
a. Teknik Nomotatik
6
gabungan sikap yang terbentuk dari sikap-sikap individu yang ada di dalamnya, Philip G.
Ziambardo (dalam Jalaludin).
Teknik ini digunakan dengan dukungan analisis statistik. Data yang terkumpul
diklasifikasikan menurut teknik statistik dan dianalisis untuk dijadikan penilaian terhadap
individu yang diteliti. Teknik statistik digunakan berdasarkan perimbangan bahwa ada
sejumlah pengalaman keagamaan yang dapat dibaha dengan menggunakan bantuan ilmu
eksakta, terutama dalam mencari hubungan antara sejumlah variabel.
c. Teknik Idiography
Teknik ini juga merupakan pendekatan psikolgis yang digunakan untuk memahami
sifat-sifat dasar (tabiat) manusia. Berbeda dengan nomotatik, maka ideography lebih
dipusatkan pada hubungan antara sifat-sifat dimaksud dengan keadaan tertentu dan aspek-
aspek kepribadian yang menjadi ciri khas masing-masing individu dalam upaya untuk
memahami seseorang.
Teknik ini digunakan dalam penelitian terhadap biografi, tulisan, atau dokumen yang
ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti. Berdasarkan dokumen tersebut
kemudian ditarik kesimpulan, bagaimana pendirian seseorang terhadap persoalan-persoalan
yang dihadapinya dalam kaitan hubungannya dengan pengalaman dan kesadaran agama.
Teknik ini merupakan gabungan antara kuesioner dan wawancara. Cara mendapatkan
data adalah melalui pengumpulan pendapat khalayak ramai. Data tersebut selanjutnya
dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi yang sudah dibuat berdasarkan kepentingan
penelitian.
7
lebih banyak dijumpai di kalangan penganut Protestan, dan sikap konservatif lebih banyak
dijumpai di kalangan penganut agama Katolik.
c. Tes (Test)
Tes digunakan dalam upaya mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi
tertentu. Untuk memperoleh gambaran yang diinginkan, biasanya diperlukan bentuk tes yang
sudah disusun secara sistematis.
d. Eksperimen
Teknik eksperimen digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan
seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.
Cara ini digunakan dengan membandingkan antara tindak keagamaan (upacara, ritus) dengan
menggunakan pendekatan psikologi. Melalui pengukuran statistik kemudian dibuat tolok
ukur berdasarkan pendekatan psikologi yang dihubungkan dengan kebudayaan. Misalnya,
adanya persaudaraan antara sesama orang yang ber-Tuhan, masalah ke-Tuhanan dan agama,
adanya kebenaran keyakinan yang terlihat dalam bentuk formalitas, bentuk-bentuk praktek
keagamaan, dan sebagainya.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku
manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta
dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.
Prof. Dr. Zakiah Daradjat menyatakan bahwa lapangan penelitian psikologi agama mencakup
proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang
dirasakan sebagai hasil dari keyakinan (terhadap suatu agama, yang dianut). Oleh karena itu,
menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi
agama meliputi kajian mengenai:
1. Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai kehidupan
beragama orang biasa (umum).
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya.
3. Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah
mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang
berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh
terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat
suci kelegaan batinnya.
Hasil kajian psikologi agama tersebut, ternyata dapat dimanfaatkan dalam berbagai lapangan
kehidupan, seperti dalam bidang pendidikan, psikoterapi, kedokteran, pengobatan alternatif
misalnya ruqyah, ekonomi/perikanan, dakwah, politik maupun mendorong program-program
Pemerintah seperti KB, transmigrasi, pelestarian lingkungan hidup dan sebagainya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin dan Mulyono, Psikologi Agama dalam Perspektif Islam, Malang: Uin Malang
Press, 2008.
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012.
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2011.
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2009.
10