Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENGERTIAN, OBJEK, METODE KAJIAN DAN SEJARAH PSIKOLOGI

AGAMA

(Untuk Memenuhi Tugas Psikologi Agama)

Dosen Pengampu: Iin Yulianti, MA

DISUSUN OLEH :

Khalid Noor Hasan (

PENDIDIKAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

T.P 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan limpahan rahmat dan

nikmat kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dari mata

kuliah studi agama-agama dengan materi “pengertian, objek, metode kajian dan

sejarah psikologi agama”, yang insyaa allah telah kami selesaikan dengan sebaik

mungkin.

Shalawat serta salam tak lupa pula kita sanjungkan kepada Baginda Nabi

Muhammad Shalallahu’Alaihi Wasallam yang mudah-mudahan kita sebagai

umatnya mendapat syafa’atnya di yaumil akhir kelak. Kami menyadari dalam

pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan maupun kekurangan. Oleh

Karena itu, saya harap kritik dan saran yang membangun agar sekiranya dalam

penyusunan makalah yang selanjutnya lebih baik. Semoga makalah yang kami

buat ini dapat bermanfaat bagi yang membaca, memahami, dan mengamalkannya.

Bandar Lampung, 19 Desember 2020

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

C. Tujuan...........................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................4

A. Pengertian psikologi agama..........................................................................4

B. Objek kajian psikologi agama.......................................................................7

C. Metode kajian pada psikologi agama............................................................9

D. Sejarah perkembangan psikologi agama.....................................................12

PENUTUP.............................................................................................................15

A. Kesimpulan.................................................................................................15

B. Saran............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Kedua

kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi secara umum diartikan

sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan

beradab. psikologi sekarang dipergunakan secara umum untuk ilmu tentang

tingkah laku dan pengalaman manusia. Psikologi agama meneliti pengaruh agama

terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri

seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku

tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam

kostruksi pribadi.

Manusia tampil dimuka bumi ini sebagai homo religius yang mempunyai makna

bahwa ia memiliki sifat-sifat religius. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang

paling dasar, manusia mempunyai dorongan dan kekuatan guna mendapatkan

keamanan hidup pemenuhan kebutuhan di bidang keagamaan. Pada hakekatnya

manusia adalah makhluk yang spesifik, baik dilihat dari segi fisik maupun

nonfisiknya. Ditinjau dari segi fisik, tidak ada makhluk lain yang memiliki tubuh

sesempurna manusia. Sementara dari segi nonfisik manusia memiliki struktur

ruhani yang sangat membedakan dengan makhluk lain. Jasmani atau fisik manusia

dikaji dan diteliti oleh disiplin anatomi, biologi, ilmu kedokteran maupun ilmu-

ilmu lainnya; sedangkan jiwa manusia dipelajari secara khusus oleh psikologi.

Menurut asal katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani kuno, psyche yang

1
berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi psikologi adalah ilmu tentang jiwa.

Para ahli psikologi modern saat ini tidak mengartikan psikologi sebagai ilmu

tentang gejala dan aktivitas jiwa manusia. Apa yang dimaksud dengan jiwa (ruh)

itu, tidak seorangpun tau dengan sesungguhnya. Jiwa adalah sangat abstrak dan

tidak dapat diikuti oleh panca indera.1 Firman Allah : “ Dan mereka bertanya

kepadamu tentang roh. Katakanlah: “ Roh itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan

tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” ( QS Al-Isra : 85)

Manusia adalah suatu mahluk somato-psiko-sosial dan karena itu maka suatu

pendekatan terhadap manusia harus menyangkut semua unsur somatik,

psikologik, dan social. Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang

jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula

yang menyamakan dengan istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer

penggunaannya daripada istilah al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam

bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing

kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.

Psikologi menurut Plato dan Aristoteles adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Menurut Wilhem

Wundt (tokoh eksperimental) bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang

mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti

penggunaan pancaindera, pikiran, perasaan, feeling dan kehendaknya. Menurut

Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap

dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena

cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat

1
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Grafindo Persada, 2004, h. 1

2
dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi

pribadi.2 Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang

paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya,

bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya. Mengapa

manusia ada yang percaya Tuhan ada yang tidak, apakah ketidak percayaan ini

timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat terjangkau cobaan

hidup, dan pengalaman hidupnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu psikologi agama ?

2. Objek apa saja yang dikaji dalam psikologi agama?

3. Apa saja metode kajian pada psikologi agama?

4. Bagaimana sejarah perkembangan psikologi agama?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian psikologi agama

2. Untuk mengetahui Objek kajian psikologi agama

3. Untuk mengetahui metode kajian pada psikologi agama

4. Untuk mengetahui sejarah perkembangan psikologi agama

2
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, h: 5

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian psikologi agama

Psikologi agama terdiri dari kata psikologi dan agama. Psikologi berarti

studi ilmiah atas gejala kejiwaan manusia. Sebagai kajian ilmiah, psikologi jelas

mempunyai sifat teoritikempirik, dan sistematik. Sementara agama bukanlah ilmu

dalam pengertian kajian ilmiah. Agama merupakan suatu aturan yang menyangkut

cara-cara bertingkat laku, berperasaan dan berkeyakinan secara khusus.

Setidaknya agama menyangkut keilahi-an. Maksudnya, agama menyangkut segala

sesuatu yang bersifat ketuhanan. Sebaliknya psikologi menyangkut manusia dan

lingkungannya. Agama bersifat transenden, psikologi bersifat profan. Oleh karena

itu, psikologi tidak bisa memasuki wilayah ajaran keagamaan. Alasannya,

psikologi dengan watak keprofanannya itu sangat terikat dengan pengalaman

dunia, sementara agama merupaka urusan Tuhan yang sudah tentu mengatasi

semua pengalaman tersebut.

Disinilah sebenarnya duduk permasalahan timbulnya konflik pada awal

kemunculan disiplin psikologi agama. Konflik tersebut timbul karena kurangnya

pemahaman terhadap hakekat psikologi agama. Memang telah disadari

merumuskan definisi suatu ilmu yang mencakup dua substansi ilmu yang berbeda

watak tidaklah mudah. Bila pendefinisian tersebut keliru, bisa jadi akan

menimbulkan kesan penggerogokan wilayah agama yang transenden. Ini jelas

akan menimbulkan kemarahan besar dari kalangan ahli agama.3

3
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2011, h. 5-6

4
Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan

yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam

semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James

Martineau).4 Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam

semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala

sesuatu, (Edward Caird).5 Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas

sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley). 6

Agama adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang ke-Tuhanan disertai

keimanan dan peribadatan.7 Jadi agama pertama-tama harus dipandang sebagai

pengalaman dunia dalam individu yang mengsugesti esensi pengalaman semacam

kesufian, karena kata Tuhan berarti sesuatu yang dirasakan sebagai supernatural,

supersensible atau kekuatan diatas manusia. Hal ini lebih bersifat personal /pribadi

yang merupakan proses psikologis seseorang. Yang kedua adalah adanya

keimanan, yang sebenarnya intrinsik ada pada pengalaman dunia dalam

seseorang.

Kemudian efek dari adanya keimanan dan pengalaman dunia yaitu peribadatan

Agama dari segi bahasa yang dapat dibahas dalam uraian yang diberikan Harun

Nasution. Menurutnya agama dikenal dengan kata din bahasa Arab dan kata religi

dalam bahasa Eropa. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution

mengatakan, kata Agama tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi

Agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun temurun.

Selanjutnya agama dikatakan sebagai tuntunan. Selanjutnya din dalam bahasa

4
Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Agama sebuah pengatar, Mizan, 2004,
h. 50
5
Ibid. H. 51
6
Ibid. H. 50
7
A. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama,Bandung: penerbit Martiana, h. 17

5
semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini

mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan.

Dari pengertian tersebut berarti kandungan yang merupakan hukum yang harus

dipatuhi penganut Agama yang bersangkutan.

Harun Nasution menyimpulkan dimensi Agama ialah :

1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang

harus dipatuhi

2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia.

3. Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada

suatu sumber yang berada diluar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-

perbuatan manusia

4. Kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu

5. Sistem suatu tingkah laku yang berasal dari kekuatan ghaib

6. Pengakuan adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu

kekuatan ghaib

7. Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah dan

perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar

manusia

8. Ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusai melalui seorang Rasul.8

Selanjutnya Harun Nasution merumuskan ada empat unsur yang terdapat dalam

agama yaitu:

a. Kekuatan ghaib, yang diyakini berada diatas manusia. Didorong oleh

kelemahan dan keterbatasannya, manusia merasa berhajat akan pertolongan

dengan cara menjaga dan membina hubungan baik dengan kekuatan ghaib
8
Abidin Nata., Metodologi Study Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1998, h.13

6
tersebut. Sebagai realisasinya adalah sikap patuh terhadap perintah dan larangan

kekuatan ghaib itu.

b. Keyakinan tehadap kekuatan ghaib sebagai penentu nasib baik nasib buruk

manusia. Dengan demikian manusia berusaha untuk menjaga hubungan baik ini

agar kesejahteraan dan kebahagiaannya terpelihara.

c. Respon yang bersifat emosional dari manusia. Respon ini dalam realisasinya

terlihat dalam bentuk penyembahan karena didorong oleh perasaan takut (agama

primitif) atau pemujaan yang didorong oleh perasaan cinta (monoteisme), serta

bentuk cara hidup tertentu bagi penganutnya.

d. Paham akan adanya yang kudus dan suci. Sesuatu yang kudus dan suci ini

adakalanya berupa kekuatan ghaib, kitab yang berisi ajaran agama, maupun

tempat-tempat tertentu.9

Psikologi Agama sebagai salah satu cabang ilmu dari psikologi juga merupakan

ilmu terapan. Psikologi Agama sejalan dengan ruang lingkup kajiannya telah

banyak memberi sumbangan dalam memecahkan persoalan kehidupan manusia

dalam kaitannya dengan agama yang dianut.

B. Objek kajian psikologi agama

Psikologi yang merupakan bidang ilmu yang mempelajari jiwa seseorang

melalui gejalah perilaku yang dapat diamati. Menurut Zakiah Daradjat perilaku

seseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang

dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada

kedua orang tua, rela berkorban demi kebenaran, dan sebagainya merupakan

gejala gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Karena

9
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: Grafindo Persada. 2001, h.13

7
pengalaman agama setidaknya menjadi fase pengembangan mulai dari anak-anak

dari berbagai problem yang kompleks yang kemudian membebaskan, karena

eksistensi individu mampu merasakan sesuatu yang ada di luar dirinya, sehingga

memunculkan pengelaman yang mampu memberikan kebahagiaan, walaupun ada

perbedaan manifestasi pengalaman agama.10 Karena realitas itu merupakan

manifestasi dari bentuk keyakinan agama yang dikristalisasikan oleh

pemeluknya, dalam berbagai bentuk kegiatan sehari-hari yang terpolarisasi

melalui interakasi antar pemeluk agama, baik yang bersifat individu maupun

komunal.11 Namun yang penting dalam pendekatan ini adalah melihat gejala-

gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa, seperti bagaimana

keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.12

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat di klasifikasikan ada beberapa objek

kajian psikologi agama antara lain:

a. Psikologi Agama (Psycohology of Religion) yang objek pembahasannya, yaitu

bagaimana perkembangan kpercayaan kepada tuhan dari masa anak anak samapai

dewasa, dan kapan terjadi kematangan hidup beragama seseorang, serta

bagaimana perbedaan tingkah laku orang yang telah beragama dengan yang tidak

beragama.13

b. Kesadaran yang merupakan suatu yang ada di dalam pikiran, muncul dalam hati

dan termanifestasi dalam tindakan, seperti ibadah. Kemudian munculnya

pengelaman agama yaitu munculnya aspek perasaan (damai, tenang dan

sebagainya). Dengan demikian maka muncul proses beragama, yaitu proses

10
Heije Faber, Cirkelen on een Geheim, terj. Margaret Kohl, Psycohology of Religion (London:
SCM Press Ltd. 1976), p. 167
11
Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama (Bandung: Pustaka Setia. 2000), hlm. 15
12
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Rajawali Pers., 2006), hlm. 50
13
M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniyah Manusia,hlm.33

8
psikologis terjadinya perilaku keagamaan, dan terakhir tejadinya pengaruh agama

terhadap perilaku, (Zakiah Daradjat).14

c. Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai

kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram sehabis

sembahyang, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa atau membaca ayat-

ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerahkan diri kepada Tuhannya ketika

dalam keadaan sedik ataupun kecewa.

d. Mengkaji, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan yang akan adanya

hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.

e. Bagaimana perasaan dan pengelaman seseorang secara individu terhadap

Tuhannya, misalnya rasa tenang dan kelegaan batin.

C. Metode kajian pada psikologi agama

Suatu penelitian psikologi Islam harus menggunakan teori yang berasal

dari pandangan dunia Islam atau setidaknya teori tersebut telah melalui proses

islamisasi, yaitu menghubungkan teori Barat dengan ajaranajaran Islam. Bila

hanya menggunakan teori Barat penelitian tersebut tidak dianggap sebagai

penelitian psikologi Islam sekalipun subyeknya orang Islam. Di antara jenis

penelitian yang biasa dilaksanakan dalam penelitian psikologi dan dianggap

sebagai bagian dari metode ilmiah adalah penelitian deskriptif, korelasional,

komparatif, eksperimen, Quasieksperimen, studi kasus, etnografi dan lain

sebagainya.

14
Hasil diskusi mata kuliah Psikologi Agama dan Resolusi Konflik dengan PPs UIN Sunan Kalijaga,
dengan Dr. Sekar Ayu Aryani, M.Ag, pada tanggal 20 Februari 2009

9
1. Metoda deskriptif : Metode deskriptif yang digunakan dalam metode

ilmiah adalah observasi, riset korelasi, kuesioner dan wawancara. Pada

tingkat intervensi pengamat, observasi terbagi dua. Pertama, obsevasi

tanpa intervensi mirip dengan telaah naturalistik, di mana pengamat lebih

berperan sebagai pencatat pasif tentang rentetan peristiwa yang terjadi.

Kedua, observasi dengan intervensi terbagi dua, yaitu observasi partisipan

di mana pengamat turut aktif berperan dalam situasi tingkah laku yang

diamati, dan observasi terstruktur di mana pengamat mengadakan

intervensi dengan maksud untuk melihat rentetan peristiwa yang terjadi

setelah ada intervensi, Eksprerimen lapangan, di mana pengamat

memanipulasi satu atau beberapa variabel dalam setting natural pada

tingkah laku. Adapun riset korelasi digunakan bila peneliti bertujuan

meng-identifikasi hubungan prediktif melalui ukuran kovarian di antara

berbagai variabel. Kuesioner/pertanyaan tertulis dan

wawancara/pertanyaan langsung digunakan untuk mengumpulkan data dan

informasi yang lebih banyak dan mendalam secara langsung. Kelebihan

metode ini adalah bahwa jawaban dapat diperoleh dengan cepat dan

hasilnya dapat dijadikan dokumen seseorang. Sedang kelemahannya

adalah bahwa jawaban terikat pada pertanyaan, sulitnya membuat

pertanyaan dengan tingkat relevansi yang tinggi, bisa salah penafsiran,

tidak semua pertanyaan sesuai untuk semua orang dan perlunya kerjasama

antara penanya dengan responden.

2. Metode eksperimental : Metode eksperimental adalah metode ilmiah

yang digunakan untuk melihat sebab akibat dengan prosedur kerja yang

10
berhubungan dengan variabel independen dan variabel dependen. Metode

observasi dan eksperimen pernah dilakukan oloeh Malik B. Badri ketika

melakukan studi banding antara proses tafakur dengan hukum-hukum

alam dalam buku beliau Tafakur Persepektif Psikologi Islam.

3. Metode Fenomenologi : Metode sangat tepat untuk meneliti obyek yang

mengarah kepada kondisi dan pengalaman rohani. Penelitian ini terkait

dengan peristiwa, kejadian, pengalaman baik dalam perkataan ataupun

fakta. Kebenaran fakta bersifat faktis bukan proporsional.

4. Riset Korelasional : Yaitu riset identifikasi hubungan prediktif antara dua

variabel, mengungkap perbedaan alat ukur yang dignakan berbentuk alat

tes atau skala.

Pada dasarnya, metode-metode yang ditawarkan oleh para ahli di atas,

tidak lepas dari pendekatan-pendekatan yang pernah dilakukan oleh para pemikir

Islam di dalam mengkaji ilmu-ilmu keislaman, termasuk ilmu-ilmu tentang

kejiwaan. Secara historis metode-metode yang ditawarkan memiliki dasar yang

kuat, baik secara konseptual maupun operasional. Menurut Hanna Djumhana

Bastaman, metode ilmiah yang lazim dipergunakan dalam psikologi (kuantitatif

dan kualitatif) dengan teknik-tekniknya seperti wawancara, tes, eksperimen,

survei bisa berlaku dalam psikologi Islam, namun ada dua hal yang perlu

diperhatikan: Pertama, kesetaraan porsi dan fungsi antara metode kualitatif dan

kuantitatif, karena ada gejala dan perilaku manusia serta peristiwa khusus yang

dialami secara pribadi, seperti pengalaman keagamaan. Untuk itu metode

fenomenologi dapat dipergunakan. Kedua, selain menggunakan metode ilmiah,

psikologi Islam mengakui adanya pengetahuan yang didapat melalui ilham dan

11
intuisi dengan melalui ibadah khusyuk seperti tafakkur, shalat Istikharah, shalat

tahajjud dan doa.15

D. Sejarah perkembangan psikologi agama

Perhatian secara psikologis terhadap agama setua kehidupan umat

manusia, sejak kesadaran manusia tumbuh orang telah memikirkan tentang arti

hidup. Perilaku manusia yang berkaitan dengan dunia ketuhanan ternyata telah

banyak menyita perhatian para ahli dan pada abad ke-19 perhatian tersebut

dilakukan secara ilmiah lewat Psikologi Agama. Sumber-sumber Barat

mengungkapkan bahwa penelitian ilmiah modern di lapangan Psikologi Agama

dimulai sejak adanya kajian para antropolog dan sosiolog tentang agama. Kajian-

kajian yang khusus mengenai agama melalui pendekatan psikologis ini sejak

awal-awal abad ke-19 menjadi kian berkembang, sehingga para ahli psikologi

yang bersangkutan melalui karya mereka telah membuka lapangan baru dalam

kajian psikologi, yaitu psikologi agama. Sebagaimana latar belakang

perkembangan cabang-cabang lainnya dari psikologi, maka psikologi agama pun

kemudian mulai mendapat perhatian khusus, hingga menjadi disiplin yang otonom

dengan nama psikologi agama. Menurut Robert H. Thouless, selama sekita tiga

puluh hingga empat puluh tahun terakhir, jumlah penelitian terhadap

permasalahan khusus dalam psikologi agama sudah banyak sekali. Pernyataan ini

setidaknya menginformasikan, bahwa sebagai cabang dari psikologi, maka

psikologi agama dianggap semakin penting dalam mengkaji tingkah laku agama.16

Pada saat itu William James, guru besar pada Universitas Harvard, diundang

untuk memberikan kuliah atas prakarsa yayasan Gifford di Universitas Edinburgh.


15
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, 10.
16
Jalaluddin, Psikologi Agama, hlm. 10

12
Pada waktu itu banyak yang tidak percaya bahwa ada dapat dikaji. Tetapi

sebaliknya, William James menyakini bahwa melalui kajiannya mampu

mengembangan terhadap agama. Dari hasil kajian William James, maka terbitlah

karya pada tahun 1903 dengan judul The Varieties of Religious Experience.17

Kemudian sebelum akhir abad ke-19, Strarbck melakukan kajian kuantitatif

terhadap konversi agama, yang diterbitkan beberapa tahun kemudian dengan judul

The Psychology of Religion. Walaupun buku ini pada saat itu lebih sedikit

mendapat perhatian dibanding karya James, ini merupakan kajian paling awal di

antara sejumlah penelitian kualitatif dalam psikologi agama yang sekarang

dianggap sebagai kelompok eksprimentalis. Beberapa tahun setelah penelitian

pertama yang dilakukan oleh Starbuck terhadap konversi agama sebelum para ahli

psikologi pada umumnya tertarik dengan penerapan metode-metode penelitian

eksprimen dan kuantitatif yang terhadap berbagai permasalahan psikologi agama.

Salah seorang di antara para pengikut pertama langkah ini adalah Leuba dari Bryn

Mawr College.18

Terbitnya buku The Psychology of Religion karya E.D Starbuckth tahun 1899

menjadi tanda lahirnya Psikologi Agama. Di dunia Timur (Islam) kajian-kajian

Psikologi Agama telah banyak dilakukan dan jauh sebelum lahirnya Psikologi

Agama di Barat. Seperti terbitnya karya Ibnu Tufail (1110-1185) Hayy Ibnu

Yaqzan, al Ghazali (1059-1111) dengan karya al Munqidz min al Dhalal dan Ihya

‘Ulum al Din dll, namun belum dikembangkan ke dalam Psikologi Agama.

17
Robert H. Thouless, An Introduction to the Psychology of Religion, trej. Machnun Husein,
Pengantar Psikologi Agama (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hlm. 1
18
H. Thouless, An Introduction to the Psychology of Religion, trej. Machnun Husein, Pengantar
Psikologi Agama, hlm. 6-7

13
Di Indonesia, Psikologi Agama mulai dikenal sejak tahun 1970 an. Prof. Dr. A.

Mukti Ali dan Prof. Dr. Zakiah Dradjat yang dikenal sebagai pelopor

pengembangan Psikologi Agama di lingkungan IAIN, dan terbitnya beberapa

buku Psikologi Agama. Perkembangan Psikologi Agama sekarang semakin pesat

yang mengarah kepada ilmu Psikologi terapan yang banyak manfaatnya dalam

berbagai lembaga seperti lembaga pendidikan, penyuluhan, pembinaan

masyarakat, perusahaan, rumah sakit, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan,

dakwah dan lain-lain.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk memahami

agama secara psikologis secara khusus fokus mencoba melihat sejarah psikologi

agama, objek dan kajian metode psikologi agama. Psikologi agama yang

mempelajari rasa agama dan perkembangannya mempunyai peranan yang saling

korelatif dalam pendidikan agama islam. Pertumbuhan rasa agama akan semakin

meningkat dan juga bisa dihubungkan dengan kondisi di sekitarnya, baik sosial,

ekonomi, politik hukum dan sebagainya. Agama tidak dipandang hanya sebagi

kebutuhan orang-orang tertentu, tapi agama memang menjadi kebutuhan stiap

pribadi seseorang yang menjadikan perkembangan pribadi secara psikisnya.

Proses penyadaran dan perubahan untuk meningkatkan nilai jiwa keagamaan pun

akan mudah di kembangkan. Perkembangan kejiwaan seseorang adalah sebuah

bentuk kewajaran dan pasti terjadi dalam diri seseorang. Oleh karena itu jiwa

keagamaan ini perlu ditanamkan pada anak sejak usia dini.

B. Saran

Setelah membaca makalah yang disajikan, penulis berpesan agar para

pembaca agar dapat mengeksplorasi lebih jauh lagi dari sumber lainnya. Dengan

demikian, tujuan penulisan makalah ini dapat terwujud. Sehingga harapan penulis

para pembaca memiliki pengetahuan yang luas, kritis, dan juga bijak dalam

mengambil keputusan dan memiliki pandangan yang terbuka.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abidin Nata., Metodologi Study Islam, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1998.

Bastaman, Hanna Djumhana. Integrasi Psikologi dengan Islam. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1997.

Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Prasada, 2004 Jalaluddin

Rakhmat dan Mukhtar Gandaatmaja, (peny.), Keluarga Muslim dalam

Masyarakat Modern, Bandung: Remadja Rosdakarya.

Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2011 Sururin, Ilmu Jiwa

Agama, Jakarta: Grafindo Persada, 2004

Thouless, Robert H. An Introduction to the Psychology of Religion, trej. Machnun

Husein, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 1992

16

Anda mungkin juga menyukai