buang hajat
Oleh :
Diana Anggraini
Ada 10 adab ketika buang hajat
Pertama: Menutup diri dan menjauh dari Keenam: Terlarang berbicara secara mutlak
manusia ketika buang hajat. kecuali jika darurat.
Kedua: Tidak membawa sesuatu yang Ketujuh: Tidak buang hajat di jalan dan
bertuliskan nama Allah. tempat bernaungnya manusia.
Ketiga: Membaca basmalah dan meminta Kedelapan: Tidak buang hajat di air yang
perlindungan pada Allah (membawa ta’awudz) tergenang.
sebelum masuk tempat buang hajat. Kesembilan: Memperhatikan adab ketika
Keempat: Masuk ke tempat buang hajat istinja’ (membersihkan sisa kotoran setelah
terlebih dahulu dengan kaki kiri dan keluar dari buang hajat, alias cebok), di antaranya sebagai
tempat tersebut dengan kaki kanan. berikut.
Kelima: Tidak menghadap kiblat atau pun Kesepuluh: Mengucapkan do’a “ghufronaka”
membelakanginya. setelah keluar kamar mandi.
Pertama: Menutup diri dan menjauh dari manusia ketika
buang hajat.
.ِ ُل َف َسلَّ َم َفلَ ْم َي ُر َّد َعلَ ْيهN َي ُبو-صلى هللا عليه وسلم- ِ أَنَّ َر ُجالً َمرَّ َو َرسُو ُل هَّللا
“Ada seseorang yang melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang kencing.
Ketika itu, orang tersebut mengucapkan salam, namun beliau tidak membalasnya.”
Syaikh Abu Malik mengatakan, “Sudah kita ketahui bahwa menjawab salam itu wajib. Ketika buang
hajat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkannya, maka ini menunjukkan diharamkannya
berbicara ketika itu, lebih-lebih lagi jika dalam pembicaraan itu mengandung dzikir pada
Allah Ta’ala. Akan tetapi, jika seseorang berbicara karena ada suatu kebutuhan yang mesti
dilakukan ketika itu, seperti menunjuki jalan pada orang (ketika ditanya saat itu, pen) atau ingin
meminta air dan semacamnya, maka dibolehkan saat itu karena alasan darurat. Wallahu a’lam
Ketujuh: Tidak buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya
manusia.
Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
.» اس أَ ْو فِى ظِ لِّ ِه ْم ِ َل هَّللا ِ َقا َل « الَّذِى َي َت َخلَّى فِى َط ِرNان َيا َر ُسو
ِ يق ال َّن ِ َقالُوا َو َما اللَّعَّا َن.» ْن
ِ « ا َّتقُوا اللَّعَّا َني
“Hati-hatilah dengan al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia)!” Para sahabat bertanya, “Siapa
itu al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia), wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Mereka
adalah orang yang buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia.
Kedelapan: Tidak buang hajat di air yang tergenang.
.ِأَ َّن ُه َن َهى أَنْ ُي َبا َل فِى ْال َما ِء الرَّ ا ِكد
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kencing di air tergenang.”
Kesembilan: Memperhatikan adab ketika istinja’ (membersihkan sisa kotoran
setelah buang hajat, alias cebok), di antaranya sebagai berikut.
1. Tidak beristinja’ dan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan.
Dalilnya adalah hadits Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َوالَ َي َت َمسَّحْ ِب َيمِينِ ِه، َوإِ َذا أَ َتى ْال َخالَ َء َفالَ َي َمسَّ َذ َك َرهُ ِب َيمِينِ ِه، س فِى اإلِ َنا ِء ْ ب أَ َح ُد ُك ْم َفالَ َي َت َن َّف
َ إِ َذا َش ِر
“Jika salah seorang di antara kalian minum, janganlah ia bernafas di dalam bejana. Jika ia buang hajat,
janganlah ia memegang kemaluan dengan tangan kanannya. Janganlah pula ia beristinja’ dengan tangan
kanannya.”
2. Beristinja’ bisa dengan menggunakan air atau menggunakan minimal tiga batu (istijmar). Beristinja’
dengan menggunakan air lebih utama daripada menggunakan batu sebagaimana menjadi pendapat
Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan Ishaq. Alasannya, dengan air tentu
saja lebih bersih.
Dalil yang menunjukkan istinja’ dengan air adalah hadits dari Anas bin Malik, beliau mengatakan,
َيعْ نِى َيسْ َت ْن ِجى ِب ِه. ٌة مِنْ َما ٍءNاجتِ ِه أَ ِجى ُء أَ َنا َو ُغالَ ٌم َم َع َنا إِدَا َو َ سلم – إِ َذا َخ َر َج ل َِحNان ال َّن ِبىُّ – صلى هللا عليه و َ َك
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, aku dan anak sebaya denganku datang
membawa seember air, lalu beliau beristinja’ dengannya.”
3. Memerciki kemaluan dan celana dengan air setelah kencing untuk menghilangkan was-was.
Ibnu ‘Abbas mengatakan,
ض َح َفرْ َج ُه َ ضَّأ َ َمرَّ ًة َمرَّ ًة َو َنN َت َو-صلى هللا عليه وسلم- َّأَنَّ ال َّن ِبى
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan satu kali – satu kali membasuh, lalu setelah itu beliau
memerciki kemaluannya.”
Kesepuluh: Mengucapkan do’a “ghufronaka” setelah keluar kamar mandi.