Anda di halaman 1dari 7

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dalam Islam

Agama Islam mengajarkan bagaimana mencegah dan mengendalikan penyakit baik


penyakit menular maupun penyakit yang tidak menular. Dalam hal pencegahan dan
pengendalian penyakit yang menular atau biasa disebut penyakit infeksi, Rasulullah
s.a.w. mengajarkan kepada kita dari mulai hal-hal individual sampai yang berkaitan
dengan kemaslahatan umum.

Beberapa hal yang diajarkan Rasulullah s.a.w. berkaitan dengan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang dapat dilakukan secara individu diantaranya adalah:

1. Membasuh/ mencuci kedua tangan setelah bangun tidur.


Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apabila seseorang
di antara kalian bangun tidur, maka janganlah ia memasukkan tangannya ke dalam
bejana, sebelum membasuh tangannya sebanyak tiga kali, karena sesungguhnya ia
tidak mengetahui (menyadari) apa yang telah dikerjakan oleh tangannya pada waktu
malam." (Muttafaq 'alaih, lafazh ini menurut riwayat Imam Muslim).
Larangan di atas menurut jumhur ulama adalah larangan yang menunjukkan makruh,
karena ‘illat hal tersebut adalah adanya kemungkinan terkena najis, sedangkan
kemungkinan itu tidak memberikan kepastian haram.

2. Istinsyaq (menghisap air ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya kembali).


Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda; “Apabila seseorang
di antara kalian terbangun dari tidurnya, hendaknya ia beristinshaq (menghisap air
ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya kembali) sebanyak tiga kali, karena
syaitan bermalam di batang hidungnya.” (Muttafaq 'alaih).

3. Menyela-nyela jari jemari.


4. Berkumur.
Laqith Ibnu Shabirah r.a. berkata bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sempurnakanlah dalam berwudhu, sela-selailah jari jemari, dan beristinsyaqlah
(menghisap air ke dalam hidung kemudian mengeluarkannya kembali) dengan kuat/
dalam, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” (Riwayat Imam Empat, dan dinilai
shahih menurut Imam Ibnu Khuzaimah).
Menurut riwayat Imam Abu Dawud: “Jika engkau berwudhu, maka berkumurlah”.

5. Memotong Kumis.
6. Memelihara Jenggot.
7. Bersiwak/ sikat gigi.
8. Memotong kuku.
9. Mencuci ruas-ruas jari/ persendian.
10. Mencabut bulu ketiak.
11. Mencukur bulu kemaluan.
12. Istinja’ (cebok) dengan air.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ار َو َغسْ ُل ْال َب َرا ِج ِم َو َن ْتفُ اإْل ِ ِبطِ َو َح ْل ُق ْال َعا َن ِة‬ ْ َ ْ
ِ ‫اق ْال َما ِء َو َقصُّ اأْل ظ َف‬
ُ ‫ك َواسْ ِت ْن َش‬ ُ ‫ب َوإِعْ َفا ُء اللِّحْ َي ِة َوالس َِّوا‬ ِ ‫َع ْش ٌر مِنْ ْالفِط َر ِة َقصُّ ال َّش‬
ِ ‫ار‬
‫ض َة‬ َ ‫يت ْال َعاشِ َر َة إِاَّل أَنْ َت ُك‬
َ ‫ون ْال َمضْ َم‬ ُ ِ‫َوا ْن ِت َقاصُ ْال َما ِء َقا َل َز َك ِريَّا ُء َقا َل مُصْ َعبٌ َو َنس‬
“Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak,
istinsyaq, memotong kuku, mencuci ruas-ruas jari, mencabut bulu ketiak, mencukur
bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” Zakaria berkata bahwa Mu’shob berkata,
“Aku lupa yang kesepuluh, aku merasa yang kesepuluh adalah berkumur.” (HR. Muslim
no.261, Abu Daud no. 52, At Tirmidzi no. 2906, An Nasai 8/152, Ibnu Majah no. 293)
Dalil wajibnya istinja’ dapat dilihat dari hadits berikut :
ِ ‫ َفإِنَّ َعا َّم َة َع َذا‬,‫ َقا َل َرسُو ُل هَّللَا ِ – صلى هللا عليه وسلم – – اِسْ َت ْن ِزهُوا مِنْ اَ ْل َب ْو ِل‬:‫َعنْ أَ ِبي ه َُري َْر َة – رضي هللا عنه – َقا َل‬
‫ب‬
‫صحِي ُح اَإْل ِسْ َناد‬
َ ‫ب اَ ْل َقب ِْر مِنْ اَ ْل َب ْو ِل – َوه َُو‬ِ ‫ – َأ ْك َث ُر َع َذا‬:‫ َول ِْل َحاك ِِم‬. ّ‫َّارقُ ْطنِي‬
َ ‫اَ ْل َقب ِْر ِم ْن ُه – َر َواهُ اَلد‬
Artinya : “Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda, “Bersihkanlah diri
dari kencing. Karena kebanyakan siksa kubur berasal dari bekas kencing tersebut.”
(HR. Daruquthni).

13. Khitan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ‫ار َو َن ْتفُ اآْل بَاط‬ ْ َ ْ
ِ ‫ب َو َت ْقلِي ُم اأْل ظ َف‬ ِ ‫ْالفِط َرةُ َخمْ سٌ ْال ِخ َتانُ َوااِل سْ تِحْ دَا ُد َو َقصُّ ال َّش‬
ِ ‫ار‬
“Ada lima macam fitrah , yaitu : khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis,
memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari no. 5891 dan Muslim no.
258)

14. Larangan bernafas atau meniup dalam bejana.


Dari Abu Qatadah r.a., Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam  bersabda:
َ ‫ َوإِ َذا أَ َتى‬،‫اإل َنا ِء‬
‫الخالَ َء َفالَ َيمَسَّ َذ َك َرهُ ِب َيمِي ِن ِه‬ ْ ‫ب أَ َح ُد ُك ْم َفالَ َي َت َن َّف‬
ِ ‫س فِي‬ َ ‫…إِ َذا َش ِر‬
“Apabila kalian minum, janganlah bernafas di dalam gelas, ketika buang hajat,
janganlah menyentuh kemaluan dengan tangan kanan. (HR. Bukhari)”.
Dari Ibnu Abbas r.a., beliau berkata:
‫اإل َنا ِء أَ ْو ُي ْن َف َخ فِيه‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َن َهى أَنْ ُي َت َن َّف‬
ِ ‫س فِي‬ َ َّ‫أَنَّ ال َّن ِبي‬
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam melarang bernafas di dalam bejana/
gelas atau meniupi gelas (HR. Ahmad, Turmudzi, dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth).”

15. Menutup mulut ketika bersin atau batuk.


Dari Abu Hurairah r.a. berkata:
َ ‫س َغ َّطى َوجْ َه ُه ِب َي ِد ِه أَ ْو ِب َث ْو ِب ِه َو َغضَّ ِب َها‬
‫ص ْو َت ُه‬ َ َّ‫أَنَّ ال َّن ِبي‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َك‬
َ ‫ان إِ َذا َع َط‬

“Sesungguhnya Nabi Saw ketika bersin, beliau menutup wajahnya dengan tangan atau
kainnya sambil merendahkan suaranya.” (HR. Al-Tirmidzi).

16. Larangan mendekati zina


Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang buruk. (QS al-Isra’ [17]: 32).

17. Perintah bersuci/ thaharah baik badan, pakaian maupun lingkungan sekitar.
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam surat al-Mudatsir ayat 4:
‫ َف َط ِّه ْر‬ ‫َوثِ َيا َب َك‬
“Bersihkanlah pakaianmu!
Dalam QS. Al-Maidah (5) : 6, Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah”.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

‫الطهور شطر اإليمان‬


“Kesucian/bersuci merupakan setengah/sebagian dari Iman” (HR. Muslim)

Beberapa hal yang diajarkan Rasulullah s.a.w. berkaitan dengan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang dilakukan untuk kemaslahatan umum diantaranya
adalah:
1. Larangan membuang kotoran di jalanan, tempat bernaung, sungai, sumber air
dan pohon yang berbuah.

Dari Abu Hurairah r.a., dia berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Peliharalah diri kalian
dari dua perbuatan yang mendatangkan laknat (kutukan), yaitu orang yang membuang
hajatnya di jalan yang dilalui oleh orang banyak dan di tempat bernaung mereka.”
(Diriwayatkan oleh Muslim).

Imam Abu Dawud menambahkan lafadz al-mawarid dari riwayatnya melalui Mu'adz r.a.,
yang lafazhnya sebagai berikut; " Peliharalah diri kalian dari tiga hal yang
mendatangkan laknat, yaitu; buang hajat di sungai, di tengah jalan, dan di tempat
bernaung.”

Dalam riwayat Imam Ahmad, Ibnu Abbas r.a. menyebutkan: “Atau di tempat air
tergenang/ tempat berkumpulnya air”

Imam Thabrani meriwayatkan sebuah hadist dari Ibnu Umar r.a. yang melarang
membuang hajat di bawah pohon yang berbuah dan di tepi sungai yang mengalir.
2. Anjuran tidak mencampur (hewan) yang sakit dengan yang sehat
Rasulullah s.a.w. bersabda:
‫ال توردوا الممرض على المصح‬
Artinya: "Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang sehat" (HR
al-Bukhari).

3. Anjuran menjauhi penyakit lepra


Dari Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
  ‫وم َك َما َتفِرُّ مِنْ اأْل َ َس ِد‬ ُ ْ َ ‫ اَل َع ْد َوى َواَل طِ َي َر َة َواَل َها َم َة َواَل‬ 
ِ ‫ص َف َر َوفِرَّ مِنْ ال َمجْ ذ‬
Artinya: Tidak ada 'adwa, thiyarah, hamah, shafar, dan menjauhlah dari orang yang
kena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa. (HR Bukhari
dan Muslim).

'Adwa adalah keyakinan tentang adanya wabah penyakit yang menular dengan
sendirinya, tanpa sebuah proses sebelumnya dan tanpa seizin Allah. Thiyarah adalah
keyakinan tentang nasib baik dan buruk setelah melihat burung. Hamah adalah
semacam anggapan bahwa ketika terdapat burung hantu hinggap di atas rumah maka
pertanda nasib sial akan tiba kepada pemilik rumah tersebut. Sedangkan Shafar
diyakini sebagai waktu khusus yang bisa mendatangkan malapetaka.

Diriwayatkan dengan shahih, hadits Jabir bin Abdullah bahwa di antara utusan Tsaqif
ada seorang lelaki yang terkena penyakti lepra. Maka Nabi Muhammad segera
mengutus seseorang menemuinya untuk memberi perintah; "Pulanglah, kami sudah
membaiatmu."
(HR Muslim). Namun di lain waktu Rasulullah s.a.w. pernah bercengkrama dengan
penderita kusta, sebagaimana hadist yang diriwayatkan Imam At-Turmudzi:
ِ ‫هلل َو َت َو َّك ْل َعلَى‬
‫هللا‬ ِ ‫ أَ َخ َذ ِب َي ِ™د َمجْ ُذ ْو ٍم َفأ َ ْد َخلَ ُه َم َع ُه فِيْ ْال َقصْ َع ِة ُث َّم َقا َل ُك ْل ِباسْ ِم‬:‫أَنَّ َرس ُْو َل هللا‬
ِ ‫هللا ِث َق ًة ِبا‬

"Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. memegang tangan seorang penderita kusta,


kemudian memasukannya bersama tangan Beliau ke dalam piring. Kemudian Beliau
mengatakan: "Makanlah dengan nama Allah, dengan percaya serta tawakal kepada-
Nya" (HR At-Turmudzi).

Kusta dikategorikan menjadi dua: kusta kering atau pausi basiler (PB) dan kusta basah
atau multi basiler (MB). Kusta PB ditandai dengan adanya bercak putih seperti panu
dan mati rasa, permukaan bercak kering dan kasar, tidak tumbuh rambut, bercak pada
kulit antara satu sampai lima lokasi. Ada kerusakan saraf tepi pada satu lokasi bercak,
namun hasil pemeriksaan bakteriologis negatif. Kusta PB tidak menular. Sementara itu,
kusta MB ditandai dengan bercak putih kemerahan yang tersebar di seluruh kulit dari
tubuh penderita, terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, bercak lebih dari
lima lokasi, terdapat banyak kerusakan saraf tepi, dan hasil pemeriksaan bakteriologi
positif. Kusta MB sangat mudah menular.

4. Tidak memasuki daerah yang sedang terjangkit wabah dan tidak keluar dari
daerah yang sedang tertimpa wabah/ kebijakan isolasi

Rasulullah s.a.w. mengingatkan untuk tidak memasuki daerah yang sedang terjangkit
penyakit dan tidak keluar dari daerah yang sedang tertimpa wabah.

ُ‫ْن َر ِبي َع َة أَنَّ ُع َم َر َخ َر َج إِلَى ال َّش ِام َفلَمَّا َجا َء َسرْ َغ َبلَ َغ ُه أَنَّ ْال َو َبا َء َق ْد َو َق َع ِبال َّش ِام َفأ َ ْخ َب َرهُ َع ْب ُد الرَّ حْ َم ِن بْن‬ ِ ‫ْن َعام ِِر ب‬ ِ ‫َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ب‬
‫ض َوأَ ْن ُت ْم ِب َها َفاَل َت ْخ ُرجُوا‬ ٍ ْ‫ض َفاَل َت ْق َدمُوا َعلَ ْي ِه َوإِ َذا َو َق َع ِبأَر‬ ٍ ْ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َقا َل إِ َذا َسمِعْ ُت ْم ِب ِه ِبأَر‬
َ ِ ‫ف أَنَّ َرسُو َل هَّللا‬ ٍ ‫َع ْو‬
ِ ‫ف َِرارً ا ِم ْن ُه َف َر َج َع ُع َم ُر بْنُ ْال َخ َّطا‬
‫ب مِنْ َسرْ َغ‬

Artinya, “Dari Abdullah bin Amir bin Rabi‘ah, Umar bin Khattab RA menempuh
perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah
sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar
bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu
daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah
kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khattab berbalik arah
meninggalkan Sargh,” (HR Bukhari dan Muslim).

Referensi:
1. Syaikh ‘Alawi Abbas Al-Maliki & Hasan Sulaiman An-Nuri. Terjemah Ibanatul Ahkam.
Penjelasan Hukum-Hukum Syariat Islam. (Syarah Kitab Bulughul Maram Karya Al-
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani). Sinar Baru Algesindo Bandung. Cetakan ke-5. 2018.
2. Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits.
http://mqtebuireng.softether.net/hadis9/perawi_open.php?imam=nasai&nohdt=4954
3. Tuasikal, MA. Hidup Bersih dengan Sunnah Fitah.
https://rumaysho.com/1031-hidup-bersih-dengan-sunnah-fitrah-1.html
4. Rahmah Z. Larangan Meniup Makanan atau Minuman. Fakultas Kedokteran UII.
https://fk.uii.ac.id/larangan-meniup-makanan-atau-minuman/
5. Ishom, M. Gagal Paham Membandingkan Takut Corona dengan Takut Allah. 2020.
Tersedia dari: https://nu.or.id/opini/gagal-paham-membandingkan-takut-corona-
dengan-takut-allah-FoavJ
6. Kurniawan A. Ini Hadits Rasulullah Seputar Wabah Penyakit, Thaun, atau Covid-19.
2020. Tersedia dari: https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/ini-hadits-rasulullah-seputar-
wabah-penyakit-thaun-atau-covid-19-yfSfu
7. Hertanti, NS. Penyakit Kusta Bukanlah Penyakit Kutukan. 2020. Tersedia dari:
https://tropmed.fk.ugm.ac.id/2020/08/28/penyakit-kusta-bukanlah-penyakit-kutukan/

Anda mungkin juga menyukai