Anda di halaman 1dari 29

Menata hati dan pikiran

Mengosongkan memori sementara


Mempersiapkan catatan dan alat
tulisnya
Menghindarkan diri dari perkara
yang mengganggu konsentrasi
Senantisa bedzikir kpd Alloh
Subhanahu wa taala





Wahai Rabbku! Lapangan dadaku. Mudahkan urusanku.
Dan hilangkan kesulitan ucap pada lisanku, agar mereka
memahami ucapanku.



Ya Alloh tambahilah ilmuku dan pertinggikanlah
kecerdasanku

Universitas Islam Sultan Agung


www.unissula.ac.id
Kenikmatan Dunia

:






Rasululloh ShallAllohu alaihi wa sallam bersabda :
Demi Alloh, tidaklah dunia dibandingkan akhirat
melainkan seperti salah seorang dari kamu yang
mencelupkan jari tangannya ini ke lautan, lalu
hendaklah dia perhatikan apa yang didapat pada jari
tangannya. [HR Muslim, no. 2858].
(Akhirat = Laut,
Dunia = Sisa Air yang Melekat Pada Jarinya)

Universitas Islam Sultan Agung


www.unissula.ac.id 4
Padahal..


} 15{
}16{
Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-
benar akan mati(15). Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian
akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.(16)
(QS. Al Mukminun:15-16)

Universitas Islam Sultan Agung


www.unissula.ac.id
Padahal

Alloh Subhanahu wa Taala berfirman :


"Dan BERSEGERALAH kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada SURGA
yang luasnya SELUAS LANGIT dan BUMI yang disediakan untuk orang-orang yang
berTAQWA." (QS. Ali Imron : 133)

Universitas Islam Sultan Agung


www.unissula.ac.id
Mana yang Anda Pilih?

Universitas Islam Sultan Agung


www.unissula.ac.id
1. Memakai Behel Gigi
Allah menciptakan manusia dalam keadaan sangat sempurna.




Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya. (QS. At-Tin: 4).
Al-Qurthubi mengatakan,



Makna: bentuk yang sebaik-baiknya kesempurnaan dan keseimbangan
fisik manusia ketika usia muda. Demikian keterangan umumnya ahli tafsir.
(Tafsir Al-Qurthubi, 20/114).
Demikianlah keadaan manusia dibanding makhluk lainnya, yang sama-
sama memiliki kemampuan bergerak. Bentuk manusia jauh lebih
sempurna dibanding lainnya.
1. Memakai Behel Gigi
Mengingat manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna,
maka mereka dilarang untuk mengubah ciptaan Allah dari bentuk yang
sempurna itu. Karena perbuatan semacam ini termasuk godaan setan.
Sebagaimana yang Allah tegaskan,





Setan itu mengatakan: Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-
hamba Engkau bagian yang sudah ditentukan (untuk saya goda) Aku
benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan
angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong
telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya,
dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka mengubahnya. (QS. An-Nisa: 118 119)
Ayat ini menjelaskan bahwa merubah ciptaan Allah termasuk
sesuatu yang haram dan merupakan bujuk rayu setan kepada anak
Adam yang melakukan kemaksiatan.
1. Memakai Behel Gigi
Mengembalikan ke Bentuk Sempurna

Berdasarkan keterangan di atas, bahwa manusia diciptakan dalam bentuk paling


sempurna dan tidak boleh mengubah ciptaan Allah yang sempurna itu, sebagian
ulama kemudian menegaskan bahwa,

mengembalikan bentuk anggota badan yang tidak sempurna (cacat) pada


keadaan sesuai yang Allah ciptakan, tidak termasuk mengubah ciptaan Allah.

Pertama, hadis dari Urfujah bin Asad radhiyallahu anhu,






Bahwa hidung beliau terkena senjata pada peristiwa perang Al-Kulab di zaman
jahiliyah. Kemudian beliau tambal dengan perak, namun hidungnya malah
membusuk. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkannya
untuk menggunakan tambal hidung dari emas. (HR. An-Nasai 5161, Abu Daud
4232, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
1. Memakai Behel Gigi
Kedua, hadis dari Ibn Abbas radhiyallahu anhuma, beliau
mengatakan,



Dilaknat : orang yang menyambung rambut, yang disambung
rambutnya, orang yang mencabut alisnya dan yang minta dicabut
alisnya, orang yang mentato dan yang minta ditato, selain karena
penyakit. (HR. Abu Daud 4170 dan dishahihkan Al-Albani)
Dalam riwayat lain, dari Ibn Masud radhiyallahu anhu, beliau
mengatakan,


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang orang mencukur
alis, mengkikir gigi, menyambung rambut, dan mentato, kecuali
karena penyakit. (HR. Ahmad 3945 dan sanadnya dinilai kuat oleh
Syuaib Al-Arnaut).
1. Memakai Behel Gigi
As-Syaukani mengatakan,

( )

Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, kecuali karena penyakit
menunjukkan bahwa keharaman yang disebutkan, jika tindakan
tersebut dilakukan untuk tujuan memperindah penampilan, bukan
untuk menghilangkan penyakit atau cacat, karena semacam ini tidak
haram. (Nailul Authar, 6/244).
hadis dari ibn Masud radhiyallahu anhu, beliau mengatakan,






Semoga Allah melaknat orang yang mentatao, yang minta ditato,
yang mencabut alis, yang minta dikerok alis, yang merenggangkan
gigi, untuk memperindah penampilan, yang mengubah ciptaan Allah.
(HR. Bukhari 4886).
1. Memakai Behel Gigi
An-Nawawi mengatakan,
( ) :

Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Yang merenggangkan gigi,
untuk memperindah penampilan artinya, dia melakukan hal itu
untuk mendapatkan penampilan yang baik. Dalam hadis ini terdapat
isyarat bahwa yang diharamkan adalah melakukan perenggangan gigi
untuk memperindah penampilan. Namun jika dilakukan karena
kebutuhan, baik untuk pengobatan atau karena cacat di gigi atau
semacamnya maka dibolehkan. (Syarh Shahih Muslim, 14/107).
Keterangan An-Nawawi sangat jelas membedakan antara mengatur
gigi untuk tujuan memperbagus penampilan dan untuk tujuan
menormalkan yang tidak normal. Mengatur gigi yang sudah teratur
dan sudah normal, termasuk bentuk tidak ridha dengan ciptaan Allah,
sementara merapikan gigi dalam rangka menormalkan yang cacat,
termasuk mengembalikan ciptaan Allah pada kondisi yang lebih
sempurna.
1. Memakai Behel Gigi
Pada beberapa hal ada pengecualian yang dibolehkan oleh syariat.
Seperti dalam keadaan darurat dan mendesaknya kebutuhan, maka
tidak mengapa merapikan gigi karena suatu hal yang darurat dan
kebutuhan. Darurat dalam kategori syariat yaitu gigi yang ompong
atau gingsul, yang perlu diubah karena sulit mengunyah makanan atau
agar berbicara dengan fasih dll.

Dalil mengenai hal ini adalah Arjafah bin Asad radhiallahuanhu, ia


mengatakan, Hidungku terpotong pada Perang Kullab di masa
jahiliyah. Aku pun menggantikannya dengan daun, tetapi daun itu bau
sehingga menggangguku. Lal Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam
menyuruhku menggantinya dengan emas. (HR. Tirmidzi, An-Nasai,
dan Abu Dawud).
2. Gigi Palsu
Pertama, hadis dari Urfujah bin Asad radhiyallahu anhu,






Bahwa hidung beliau terkena senjata pada peristiwa perang Al-Kulab
di zaman jahiliyah. Kemudian beliau tambal dengan perak, namun
hidungnya malah membusuk. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa
sallam memerintahkannya untuk menggunakan tambal hidung dari
emas. (HR. An-Nasai 5161, Abu Daud 4232, dan dinilai hasan oleh Al-
Albani).
2. Gigi Palsu
Kedua, hadis dari Ibn Abbas radhiyallahu anhuma, beliau
mengatakan,



Dilaknat: orang yang menyambung rambut, yang disambung
rambutnya, orang yang mencabut alisnya dan yang minta dicabut
alisnya, orang yang mentato dan yang minta ditato, selain karena
penyakit. (HR. Abu Daud 4170 dan dishahihkan Al-Albani).
Dalam riwayat lain, dari Ibn Masud radhiyallahu anhu, beliau
mengatakan,

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang orang mencukur
alis, mengkikir gigi, menyambung rambut, dan mentato, kecuali
karena penyakit. (HR. Ahmad 3945 dan sanadnya dinilai kuat oleh
Syuaib Al-Arnaut).
2. Gigi Palsu
As-Syaukani mengatakan,

( )

Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, kecuali karena penyakit
menunjukkan bahwa keharaman yang disebutkan, jika tindakan
tersebut dilakukan untuk tujuan memperindah penampilan, bukan
untuk menghilangkan penyakit atau cacat, karena semacam ini tidak
haram. (Nailul Authar, 6/244).
2. Gigi Palsu
Lajnah Daimah untuk Fatwa dan Penelitian Islam, mendapat
pertanyaan tentang hukum mencabut gigi yang rusak dan diganti
dengan gigi palsu. Apakah termasuk mengubah ciptaan Allah?
Jawaban Lajnah: Tidak masalah mengobati gigi yang rusak atau
cacat, dengan gigi lain, sehingga bisa menghilangkan resiko sakit, atau
melepasnya kemudian diganti gigi palsu, jika dibutuhkan. Karena
semacam ini termasuk bentuk pengobatan yang mubah, untuk
menghilangkan madharat. Dan tidak termasuk mengubah ciptaan
Allah, sebagaimana yang dipahami penanya. (Fatawa Lajnah, 25/15).
Boleh bagi seseorang ketika ada giginya yang rontok, untuk diganti
dengan gigi palsu, karena semacam ini termasuk bentuk
menghilangkan cacat tubuh. Sebagaimana Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam mengizinkan salah seorang sahabat yang terpotong
hidungnya, untuk menambal hidungnya dengan perak. Namun malah
membusuk. Kemudian beliau mengizinkan menambal hidungnya
dengan emas. Demikian pula gigi. Ketika ada gigi seseorang yang
rontok, dia boleh memasang gigi palsu sebagai penggantinya, dan
hukumnya tidak masalah. (Fatawa Nur ala Ad-Darb, volume 9).
3. Gigi Palsu di Jasad Mayit
Pertama, telah dibahas sebelumnya bahwa diperbolehkan bagi orang
yang mengalami cacat di salah satu anggota badannya, untuk
memperbaikinya atau menambalnya dengan benda lain, sekalipun
dengan emas. Berdasarkan hadis Urfujah bin Asad radhiyallahu
anhu, bahwa hidungnya pernah terpotong karena terkena pedang
ketika perang. Kemudian ditambal perak, namun luka hidungnya
makin parah. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menasehatkan agar ditambal dengan emas, dan ternyata cocok. (HR.
An-Nasai 5161, Abu Daud 4232, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
3. Gigi Palsu di Jasad Mayit
Kedua, jenazah muslim wajib disikapi sebagaimana orang hidup.
Artinya tidak boleh dikerasi, tidak boleh dilukai, atau diambil bagian
tubuhnya, apalagi dipatahkan tulangnya.
Dari Aisyah radhiyallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,



Mematahkan tulang mayit, statusnya sama dengan mematahkan
tulangnya ketika masih hidup. (HR. Abu Daud 3207, Ibnu Majah
1616, dan yang lainnya).
3. Gigi Palsu di Jasad Mayit
Mengingat hadis ini, Fatawa Syabakah Islamiyah menegaskan satu
kaidah,



Bagian prinsip penting dalam syariat, kehormatan seorang muslim
ketika sudah mati statusnya sama dengan kehormatannya ketika
masih hidup. Karena itu, tidak boleh dilanggar kehormatannya.
(Fatawa Syabakah islamiyah, no. 12511)
3. Gigi Palsu di Jasad Mayit
Ketiga, para ulama menegaskan bahwa tidak wajib mengambil benda
asing yang ada pada tubuh mayit. Makna tidak wajib, artinya
keberadaan barang itu di tubuh mayit, tidak memberikan dampak
apapun bagi mayit. Keberadaan benda itu, tidaklah menyebabkan si
mayit menjadi tertahan amalnya atau dia tidak tenang, atau
keyakinan semacamnya.
Dalam kitab al-Inshaf, al-Mardawi al-Hambali (w. 885 H) mengatakan,

:


Dalam kitab al-Fushul dinyatakan, jika ada orang yang butuh untuk
mengikat giginya dengan emas, kemudian giginya diberi kawat emas.
Atau dia butuh hidung emas, kemudian dia diberi hidung emas lalu
diikat, kemudian dia mati, maka tidak wajib dilepas dan dikembalikan
kepada pemiliknya. Karena melepasnya menyebabkan menyayat
mayat. (al-Inshaf, 2/555).
3. Gigi Palsu di Jasad Mayit
Hal yang sama juga disampaikan Ibnu Qudamah,

.

.
Jika tulang seseorang ditambal dengan tulang hewan lain, lalu
ditutup, kemudian dia mati, maka tidak boleh dilepas, jika tulang
pasangan itu suci. Namun jika tulang pasangan itu najis, dan
memungkinkan untuk dihilangkan tanpa menyayat mayit maka dia
diambil. Karena ini termasuk benda najis yang mampu untuk
dihilangkan tanpa membahayakan. Namun jika harus menyayat mayit
maka tidak perlu dilepas. (al-Mughni, 2/404).
3. Gigi Palsu di Jasad Mayit
Dari keterangan di atas, pada prinsipnya melepas benda yang ada di
jasad mayit tidak diperbolehkan, kecuali jika ada 2 pertimbangan
1. Ada maslahat besar untuk mengambil benda itu, misalnya karena
nilainya yang mahal atau karena benda yang ada di tubuh mayit
itu najis.
2. Tidak membahayakan bagi mayit, misal tidak menyebabkan harus
menyayat mayit.
Selain itu, tidak diperbolehkan mengambilnya.
3. Gigi Palsu di Jasad Mayit
Bagaimana hukum gigi emas atau semacamnya yang dipasang
seseorang ketika hidup. Apakah dikubur bersama mayit ataukah
boleh dilepas?.
Jawabannya, jika benda itu tidak bernilai, tidak masalah dikubur
bersama mayit, seperti gigi yang bukan emas atau perak, atau hidung
palsu yang bukan emas. Namun jika benda itu bernilai, maka boleh
diambil, kecuali jika dikhawatirkan akan merusak badan mayit,
misalnya ketika gigi itu diambil akan merusak rahang, maka gigi itu
dibiarkan untuk dikubur bersama mayit. (as-Syarh al-Mumthi,
5/283).

Anda mungkin juga menyukai