Anda di halaman 1dari 12

Ahlak dan Tasawuf dalam Era Modernisasi dan Globalisasi

Pengertian Ahlak

Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqun ( )yang menurut
bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-
segi persesuaian dengan perkataan khalqun ( )yang berarti kejadian, yang juga erat
hubungannya dengan khaliq ( )yang berarti sang pencipta, demikian pula dengan mkhluqun (
)yang berarti yang diciptakan.

Kata akhlak adalah jamak dari kata khalqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti
akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas. Baik kata akhlak atau pun khuluk kedua-duanya
dijumpai pemakaiannya baik dalam Al Quran maupun Al Hadits, sebagai berikut:

Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al Qalam: 4)

Artinya:Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi
pekertinya. (HR. Tirmidzi)

Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia,


kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau
perbuatan yang buruk. Ilmu akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan
dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada
perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk. Dalam pengertian
yang hampir sama dengan kesimpulan di atas, Dr. M Abdullah Dirroz, mengemukakan definisi
akhlak sebagai berikut:Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan
dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar
(dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat).
Menurut Istilah, akhlak adalah:
1. Ibnu Miskawaih: sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melaksanakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2. Imam Ghazali: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam
perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Selanjutnya menurut Abdullah Dirroz, perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap
sebagai manifestasi dari akhlaknya, apabila dipenuhi dua syarat, yaitu:
1. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga
menjadi kebiasaan.
2. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena
adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti paksaan dari orang lain sehingga
menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah dan lain
sebagainya.
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentangan,
melainkan memiliki satu kemiripan antara satu dengan lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut
secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang
terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang,
sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
3. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.
4. Bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan
main-main atau karena bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah
perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin
dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Dalam perkembangan selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri
sendiri, yaitu ilmu yang memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan , aliran dan para
tokoh yang mengembangkannya. Semua aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian
membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan dan membentuk suatu ilmu.
Pengertian Ilmu Tasawuf
Tasawuf berasal dari kata safa, artinya suci, bersih atau murni; saff, artinya saff atau
baris; suffah atau suffah al Masjid. Sedangkan orang yang ahli ilmu tasawuf disebut sufi atau
orang yang memiliki niat maupun tujuan yang suci dari setiap tindakan dan ibadah yang
dilakukan untuk membeihn jiwa dalam menadi kepada Allah SWT. Pengertian tasawuf menurut
beberapa tokoh sufi adalah seperti berikut:
1. Bisyri bin Haris mengatakan bahwa sufi ialah orang yang suci hatinya menghadap Allah
SWT.
2. Sahl at-Tustari mengatakan bahwa sufi ialah orang yang bersih dari kekeruhan, penuh
dengan renungan, putus hubungan dengan manusia dalam menghadap Allah SWT, dan
baginya tiada beda antara harga emas dan pasir.
3. Al-Junaid al-Bagdadi (w. 289 H), tokoh sufi modern, mengatakan bahwa tasawuf ialah
membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan akhlak yang fitri,
menekan sifat basyariah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi
kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas
dasar keabadiannya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji terhadap
Allah SWT, dan mengikuti syariat Rasulullah SAW.
4. Abu Qasim Abdul Kari mal-Qusyairi memberikan definisi bahwa tasawuf ialah
menjabarkan ajaran-ajaran al-Quran dan sunah, berjuang mengendalikan nafsu,
menjauhi perbuatan bidah, mengendalikan syahwat, dan menghindari sikap meringan-
ringankan ibadah.
5. Abu Yazid al-Bustami secara lebih luas mengatakan bahwa arti tasawuf mencakup tiga
aspek, yaitu kha (melepaskan diri dari perangai yang tercela), ha (menghiasi diri dengan
akhlak yang terpuji) dan jim (mendekatkan diri kepada Tuhan).
Sejarah Tasawuf di Indonesia
Sejarah Tasawuf di Indonesia tidak pernah terlepas dari tokoh sebagai berikut:
A. Walisongo
Agama Islam masuk ke Indonesia tidak langsung dari tanah Arab, tetapi melalui negeri
Persia dan India yang dibawa oleh pedagang-pedagang atau mereka yang khsusus datang untuk
menyiarkan agama Islam. Agama Islam masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-4 atau ke-5 H,
maka paham-paham sufi dan tasawuf yang sedang tersiar luas dan mendapat perhatian umum
dalam negara-negara Islam ketika itu, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari materi dakwah
yang disampaikan di Indonesia.
Wali dalam konteks ini adalah keringkasan dari waliyullah, artinya orang-orang yang
dianggap dekat dengan Tuhan, orang yang mempunyai keramat (karamah=kemuliaan), yang
mempunyai bermacam-macam keanehan/kelebihan. Wali-wali itu dianggap sebagai orang yang
mula-mula menyiarkan agama Islam di Jawa dan biasa dinamakan Wali Sembilan atau wali
songo. Para wali itu dalam menyiarkan agamanya tidaklah berupa pidato atau ceramah di depan
umum, tapi dalam kumpulan-kumpulan yang terbatas, bahkan kebanyakan secara rahasia di
bawah empat mata yang kemudian diteruskan dari mulut ke mulut. Ketika pengikutnya mulai
bertambah banyak, maka terjadilah tabligh-tabligh yang diadakan didalam rumah-rumah
perguruan, yang biasa dinamakan pondok atau pesantren. Walisongo itu adalah: 1) Syekh
Maulana Malik Ibrahim; 2) Raden Rahmat; 3) Sunan Makdum Ibrahim; 4) Raden Paku; 5) Syarif
Hidayatullah; 6) Jafar Sodiq; 7) Raden Prawoto; 8) Syarifuddin; 9) R.M Syahid (Raden Said).
B. Syekh Siti Jenar
Syekh Siti Jenar dikenal dengan banyak nama seperti Sitibrit dan Lemah Abang. Menurut
Dalhar Shodig, Syeikh ini berasal dari Cirebon, Jawa Barat dengan nama asli Ali Hasan, ia hidup
pada pertengahan 16 M.
Dalam mengembangkan ajarannya Syeikh Siti Jenar dianggap amat liberal dan
kontroversial dinilai melawan arus yang dibangun oleh Wali Songo. Pemikiran Syeikh Siti Jenar
bahwa hidup didunia dinilai sebagai kematian dan lepasnya nyawa sebagai awal dari kehidupan,
baginya syariat Islam berlaku setelah manusia menjalani kehidupan pasca kematian. Pendapat
Siti jenar yang lain adalah bahwa tuhan itu bersemayam didalam dirinya dan shalat lima waktu
sehari juga zikir merupakan suatu keputusan hati, tergantung kepada kehendak pribadi. Siti Jenar
berpendapat bahwa Tuhanlah satu-satunya penguasa Alam ini dan Dia pula yang berkuasa atas
segala kehendak-Nya, Dialah yang Maha Mulia, Pangkal dari segala Ilmu, Maha sempurna dan
tanpa cacat seperti Hamba-Nya.
C. Hamzah Fansuri
Hamzah fansuri adalah ulama dan sufi pertama yang menghasilkan karya tulis
ketasawufan dan keilmuan dalam bahasa melayu tinggi atau baku. Berdasarkan kata fansur
yang menempel pada namanya, sebagian peneliti beranggapan bahwa ia berasal dari fansur,
sebutan orang arab terhadap barus yang sekarang merupakan kota kecil di pantai barat sumatera
utara yang terletak diantara Sibolga dan Singkel. Dipercaya bahwa Hamzah Fansuri hidup antara
pertengahan abad ke-16 hingga awal abad ke-17.
Pemikiran-pemikiran fansuri tentang tasawuf banyak dipengaruhi Ibnarabi dalam paham
wahdat wujudnya. Diantara ajaran-ajarannya adalah:
1. Allah. Allah adalah dzat yang mutlak dan qadim sebab dia adalah yang pertama dan
pencipta alam semesta. Allah lebih dekat daripada leher manusia sendiri, dan bahwa allah
tidak bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa Ia ada dimana-mana. Ketika
menjelaskan ayat fainama tuwallu fa tsamma wajhullah ia katakan bahwa
kemungkinan untuk memandang wajah allah dimana-mana merupakan unio-mistica. Para
sufi menafsirkan wajah allah sebagai sifat-sifat tuhan seperti pengasih, penyayang,
jalal, dan jamal.
2. Hakikat wujud dan penciptaan. Menurutnya, wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan
banyak. Dari wujud yang satu ini ada yang merupakan kulit (mazh-har, kenyataan lahir)
dan ada yang berupa isi (kenyataan batin). Semua benda yang ada sebenarnya merupakan
manifestasi dari yang haqiqi yang disebut al-haqq taala. Ia menggambarkan wujud
tuhan bagaikan lautan dalam yang tak bergerak, sedangkan alam semesta merupakan
gelombang lautan wujud tuhan. Pengalira dari dzat yang mutlak ini diumpamakan gerak
ombak yang menimbulkan uap, asap, awan, yang kemudian menjadi dunia gejala. Itu
pula yang disebut tanazul. Kemudian segala sesuatu kembali lagi kepada tuhan
(taraqqi) yang digambarkan bagaikan uap, asap, awan, lalu hujan dan sungai dan kembali
lagi ke lautan.
3. Manusia. Walaupun manusia sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, ia adalah tingkat
yang paling penting dan merupakan penjelmaan yang paling penuh dan sempurna. Ia
adalah alira atau dan pancaran langsung dari dzat yang mutlak. Ini menunjukkan adanya
semacam kesatuan antara Allah dan manusia.
4. Kelepasan. Manusia sebagai makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk
menjadi insan kamil (manusia sempurna), tetapi karena ia lalai, pandagannya kabur dan
tiada sadar bahwa seluruh alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.
D. Syamsuddin Sumatrani
Syamsuddin Sumatrani adalah keturunan seorang ulama, ia mendapat pendidikan agama
dari Syeikh Hamzah Fansuri. Syamsuddin Sumatrani dikenal dengan nama Syamsuddin Pasai.
Hidup diantara tahun 1575-1630 M. Ia mengikuti tarekat Qadirriyah yang mendapat sokongan
dari Sultan Iskandar, selain mendapat sokongan Syamsudin Sumatrani juga pernah memangku
jabatan sebagai perdana menteri Kerajaan Aceh. Setelah mangkatnya Sultan Iskandar Muda,
Nuruddin Al-Raniri berhasil mempengaruhi Sultan Iskandar Tsani dan karena ini ajaran Hamzah
Fansuri yang disiarkan oleh Syamsyudin Sumatrani terhapus.
Pokok-pokok ajaran dari Syamsuddin Sumatrani :
1) Tentang Allah, Syamsuddin mengajarkan bahwa Allah itu Esa ada nya, qadim dan baqa.
2) Tentang penciptaan. Sufi ini menggambarkan tentang penciptaaan dari Dzat yang mutlak
itu melalui beberapa tahapan atau tingkatan dimulai dari tingkatan ahadiyah, wahdah,
wahidiyah, alam arwah, alam mitsal, alam ajsam dan alam insan.
3) Tentang manusia ia berpendapat bahwa manusia seolah-olah semacam objek ketika tuhan
menzahirkan sifatnya. Semua sifat yang dimiliki oleh manusia ini adalah sekadar
penggambaran dari sifat-sifat tuhan, bukan berarti sifat-sifat yang dimiliki manusia sama
dengan Tuhan.
E. Nuruddin Al-Raniri
Nama lengkapnya adalah Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad
Hanif Al-Raniri Al-Quraisyi Al-Syafii. Nuruddin Al Raniri adalah sarjana India keturunan Arab,
beliau dilahirkan di daerah Ranir yang tak jauh dari Gujarat.
Al Raniri berkunjung ke Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar II, Raniri
menjabat sebagai mufti untuk Kerajaan Aceh selama 7 tahun. Selain sebagai Ulama dan Mufti,
Al-Raniri juga sebagai figur yang produktif dan berpengetahuan luas diberbagai bidang Ilmu
pengetahuan. Dibuktikan dengan berbagai karya-karya ilmiahnya mencakup bidang-bidang Fiqh,
Hadits, Tasawuf, Perbandingan Agama dan Filsafat.
Adapun ajaran-ajaran tasawuf Nuruddin Al-Raniri adalah:
a) Tentang Tuhan. Pendirian Al-Raniri dalam masalah ketuhanan pada umumnya bersifat
kompromis. Ia berusaha menyatukan paham mutakallimin dengan paham para sufi yang
diwakili Ibn Arabi. Ia berpendapat bahwa ungkapan wujud Allah dan alam esa berarti
bahwa alam ini merupakan sisi lahiriah dari hakikatnya yang batin, yaitu Allah. Namun,
ungkapan itu pada hakikatnya adalah bahwa alam ini tidak ada. Yang ada hanyalah
wujud Allah yang esa. Jadi tidak dapat dikatakan bahwa alam ini berbeda atau bersatu
denga Allah. Pandangan Ar- Raniri hampir sama dengan Ibn Arabi bahwa alam ini
merupakan tajalli Allah.
b) Tentang alam. Ar-Raniry berpandangan bahwa alam ini diciptakan Allah melalui tajalli.
Ia menolak teori al-faidh (emanasi) Al-Farabi karena akan membawa kepada pengakuan
bahwa alam ini qadim sehingga dapat jatuh kepada kemusyrikan. Alam dan falak,
menurutnya, merupakan wadah tajalli asma dan sifat Allah dalam bentuk yang kongkret.
Sifat ilmu bertajalli pada alam dan akal; nama Rahman ber-tajalli pada arsy,
nama Rahim ber-tajalli pada kursy, nama Raziq bertajalli pada falaq ketujuh, dan
seterusnya.
c) Tentang manusia. Manusia, menurut Ar-Raniri, merupakan makhluk Allah yang paling
sempurna di dunia ini. Sebab, manusia merupakan khalifah Allah di bumi yang dijadikan
sesuai dengan citra-Nya. Juga karena ia merupakan mazhhar (tempat kenyataan asma dan
sifat Allah paling lengkap dan menyeluruh). Konsep insan kamil, menurutnya hampir
sama dengan apa yang telah digariskan Ibn Arabi.
d) Tentang wujudiyah. Inti ajaran wujudiyah, menurut Ar-Raniri, berpusat pada wahdat al-
wujud, yang disalahartikan kaum wujudiyyah dengan arti kemanunggalan Allah dengan
alam. Menurutnya, pendapat Hamzah Fansuri tentang wahdat al-wujud dapat membawa
kekafiran. Ar-Raniri berpandangan bahwa jika benar Tuhan dan makhluk hakikatnya satu,
dapat dikatakan bahwa manusia adalah Tuhan dan Tuhan adalah manusia maka jadilah
seluruh makhluk itu adalah Tuhan. Semua yang dilakukan manusia, buruk atau baik,
Tuhan turut serta melakukannya. Jika demikian halnya, manusia mempunyai sifat-sifat
Tuhan.
e) Tentang hubungan syariat dan hakikat. Pemisahan antara syariat dan hakikat, menurut
Ar-Raniri, merupakan sesuatu yang tidak benar. Untuk menguatkan argumentasinya, ia
mengajukan beberapa pendapat pemuka sufi, diantaranya adalah syekh Abdullah Al-
Aidarusi yang menyatakan bahwa tidak ada jalan menuju Allah, kecuali melalui syariat
yang merupakan pokok dan cabang islam.
F. Muhammad Nafis Al Banjari
Tokoh ini merupakan tokoh Tasawuf Kalimantan selatan, lahir pada 1148/1735 di
Martapura dari keluarga bangsawan Banjar. Pendidikan awalnya ditempuh dikampung
halamannya kemudian diteruskan ke Mekkah. Guru-guru beliau antara lain adalah Al-Sammani,
Muhammad al-Jawhari, Abd Allah Ibn Hijazi al-Syarqawi, Muhammad Shiddiq ibn Umar Khan.
Muhammad Nafis Al Banjari diketahui berteman dengan Al-Palimbani, Muhammad Arsyad, dll.
Muhammad Nafis seperti kebanyakan Ulama Melayu Indonesia yaitu bermazhab Syafii dan
berteologi Asyari. Dia berafiliasi dengan beberapa tarekat yaitu Qadirriyah, Syatarriah,
Sammaniyah, Naqsybandiah dan Khalwatiyyah. Muhammad Nafis adalah seorang ahli Kalam
dan Tasawuf karyanya al-Durr Al-Nafs menekankan transedental mutlak dan ke-esaan Tuhan.
Buku beliau ini dilarang oleh Belanda karena dikhawatirkan akan mendorong umat Islam
melakukan Jihad.
Menurut Muhammad Nafis keesaan Tuhan (tauhid) terdiri atas empat tahap: Tauhid Al-
Afal (keesaan perbuatan Tuhan), Tauhid al-Shifat (keesaan sifat-sifat Allah) Tauhid Al-
Asma (keesaan nama-nama tuhan) dan Tauhid al-Dzat. Muhammad Nafis menekankan
pentingnya kepatuhan terhadap syariat baik lahir maupun batin untuk mencapai tahap Kasyf,
mustahil seseorang sampai tahap itu tanpa menguatkan daya spritualnya dengan cara
menjalankan ibadah-ibadah lain yang ditetapkan dalam syariat.
Dalam ajarannya, Muhammad Nafis al Banjari mementingkan kepatuhan kepada syariat
secara lahir ataupun secara batin untuk mencapai tahap kasyf, mustahil untuk seseorang
mencapai tahap itu tanpa menguatkan daya spritualnya dengan cara menjalankan Ibadah-ibadah
dan kewajiban-kewajiban lain yang ditetapkan dalam syariat.
G. Ismail Al-Minangkabawi
Nama lengkap beliau adalah Al-Alim Al-Fadhil Al-Hammam Al-Kamil Shahib Al-
Wilayah Wal Karamah Syeikh Ismail Al-Khalidi. Syeikh Ismail al-Khalidi adalah pelopor tarekat
Naqsyabandiyah khalidiyyah di Minangkabau.
Pendidikan agama Syeikh Ismail bermula di Surau, kemudian melanjutkan
pelajarannya ke Tanah Suci, semasa di Arab beliau menetap selama 30 tahun Makkah dan 5
tahun di Madinah sambil menulis kitab karangan beliau yaitu Kifayat Al-Ghulam ditulis dalam
bahasa Melayu klasik. Syeikh Ismail al Minangkabawi mempunyai banyak murid, dua
diantranya yang terkenal adalah Raja Ali Ibn Yamtuan Muda Raja Jafar dan sepupunya Raja Ali
Haji.
Ismail sendiri dibaiat masuk ke Tarikat Naqsabandiyah oleh Khalifah dari Maulana
Khalid di Mekkah. Sebelum mengadakan perjalanan kembali ke Asia Tenggara, Ismail sudah
lama mengajarkan Tarikat Naqsyabandiyah Khalidiyyah di Makkah, dan ketika memulai
perjalanannya kembali ke Asia Tenggara ia mula-mula singgah di Singapura dan menjadikannya
sebagai basis sementara dan mulai mengajarkan tarekat disana. Ajaran yang dibawanya sendiri
ini juga ada yang menentang, diantaranya adalah seorang Ulama berasal dari Hadramaut yaitu
Salim bin Samir.
Kitab Khifayat al-Ghulam karangan Ismail al-Minangkabawi berisi dimulai dengan
Rukun Islam, Rukun Iman, lalu membicarakan sifat sepuluh yang wajib diketahui, karena
menurutnya tidak sah ibadah seseorang tanpa mengetahui sifat Tuhannya. Ada juga bab khusus
yang berbicara tentang Bersuci, Shalat, Puasa, Haji dan Nikah yang menjadi banyak perhatian di
Asia tenggara, karena keunggulan kitab ini dibanding kitab-kitab lain.
H. HAMKA
Hamka ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah) dilahirkan di Tanah Sirah, Sungai Batang, di
tepi Danau Maninjau, tepatnya pada tanggal 13 Muharram 1362 H, bertepatan dengan 16
februari 1908 M. Ayahnya adalah Abdul Karim Amrullah. Ayah Hamka termasuk keturunan
Abdul Arief, gelar Tuanku Pauh Pariaman atau Tuanku Nan Tuo, salah seorang pahlawan paderi.
Pemikiran-pemikiran Hamka tentang tasawuf diantaranya:
a) Hakikat tasawuf. Tasawuf pada hakikatnya adalah usaha yang bertujuan untuk
memperbaiki budi dan membersihkan batin. Artinya, tasawuf adalah alat untuk
membentengi dari kemungkinan-kemungkinan seseorang terpeleset kedalam lumpur
keburukan budi dan kekotoran batin yang intinya, antara lain dengan berzuhud seperti
teladan hidup yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah lewat As-sunnah yang shahih.
Tasawuf bagi hamka bukanlah tujuan melainkan alat. Dia tidak ingin tasawuf dijadikan
tujuan seperti kebanyakan yang dia lihat di sekelilingnya waktu mudanya yang
menyebabkan kemunduran hidup.
Dengan dasar uraian tersebut, Hamka lalu merinci beberapa hal sebagai berikut: tasawuf
menjadi negatif, bahkan sangat negatif kalau tasawauf:
1) Dilaksanakan dengan bentuk berbagai kegiatan yang tidak digariskan oleh ajaran agama
islam yang terumus dalam al-quran dan as-sunnah, seperti mengaharmkan pada diri
sendiri terhadap hal-hal yang oleh allah swt. dihalalkan;
2) Dilaksanakan dalam wujud kegiatan yang dipangkalkan terhadap pandangan bahwa
dunia ini harus dibenci. Justru pandangan semacam itu telah tampak melembaga dalam
kalangan penganut tarekat.
Tasawuf akan menjadi positif, bahkan sangat positif kalau tasawuf:
1. Dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang searah dengan muatan-muatan
peribadahan yang telah dirumuskan sendiri oleh al-quran dan as-sunnah; mana yang
diwajibkan dan dihalalkan dikerjakan dan mana yang diharamkan ditinggalkan.
Sementara itu, wajah peribadahan harus berkorelasi antara ibadah yang hablum
minallah (ibadah murni) dan ibadah yang hablum minannas (ibadah sosial nyata);
2. Dilaksanakan dalam bentuk kegiatan yang berpangkal pada kepekaan sosial yang tinggi
dalam arti kegiatan yang dapat mendukung pemberdayaan umat Islam.
b) Fungsi tasawuf. Menurut pendapat Hamka, tasawuf yang bermuatan zuhud yang benar,
yang juga dilaksanakan lewat peribadahan agama yang didasari Itiqad yang benar,
mampu berfungsi sebagai media pendidikan moral yang religius yang efektif. Pendapat
ini didasarkan atas pengamatannya terhadap cara melaksanakan hidup ketasawufan
dikalangan masyrakat. Menurutnya, dalam tasawuf senantiasa ditekankan masalah
pembinaan moral secara positif.
c) Tasawuf modern. Dari segi struktur, tasawuf yang ditawarkan Hamka berbeda dengan
tasawuf pada umumnya (tasawuf tradisional). Tasawuf yang ditawarkan Hamka (disebut
tasawuf modern atau tasawuf positif) berdasar pada prinsip tauhid, bukan pencarian
pengalaman mukasyafah. Jalan tasawufnya melalui sikap zuhud yang dapat
dilaksanakan dalam peribadahan resmi sikap zuhud, tidak perlu terus menerus bersepi-
sepi diri dengan menjauhi kehidupan normal. Penghayatan tasawufnya berupa
pengalaman taqwa yang dinamis, bukan ingin bersatu dengan tuhan (unitive state). Dan
refleksi tasawufnya berupa menampakkan makin meningginya kepekaan sosial dalam diri
sufi (disebut juga karamah dalam arti sosio-religius), bukan karena ingin mendapat
karamah yang bersifat magis, metafis, dan sebagainya.
d) Qanaah. Menurut Hamka, maksud qanaah amatlah luas. Menyuruh benar-benar percaya
akan adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan kita, sabar menerima ketentuan Illahi
jika ketentuan itu tidak menyenangkan diri, dan bersyukur jika dipinjami-Nya nikmat.
Dalam hal demikian kita disuruh bekerja, berusaha, bergiat menguras tenaga, sebab
semasa nyawa dikandung badan, kewajiban belum berakhir. Kita bekerja bukan lantaran
meminta tambahan yang telah ada dan tak merasa cukup pada apa ang ada ditangan,
tetapi kita bekerja, sebab orang hidup musti bekerja.
e) Tawakkal. Hamka menjelaskan tawakkal sebagai berikut: didalam qanaah sebagaimana
kita nyatakan diatas, tersimpullah tawakkal, yaitu menyerahkan keputusan segala perkara,
ikhtiar, dan usaha kepada tuhan semesta alam. Dia yang kuat dan kuasa, sedangkan kita
lemah dan tidak berdaya. Tidaklah keluar dari garisan tawakkal, jika kita berusaha
menghindarkan diri dari kemelaratan, baik yang menyangkut diri, harta-benda, anak
turunan, baik kemelaratan yang yakin akan datang, atau berat pikiran akan datang, atau
boleh jadi akan datang

Tasawuf Sebagai Upaya Membersihkan Hati


Tasawuf merupakan suatu suatu ilmu yang mempelajari tentang cara-cara membersihkan
hati dari berbagai macam penyakit hati, mengisinya dengan sifat-sifat terpuji melalui mujahadah
dan riyadhah, sehingga merasakan kedekatan dengan Allah dalam hatinya dan merasakan
kehadiran Allah dalam dirinya, sehingga dapat tampil sebagai sosok pribadi yang berbudi luhur
dan berakhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Namun begitu, masih jarang orang yang
mengkaji tasawuf dan mengamalkannya, bahkan seringkali oleh sekelompok orang ajaran
tasawuf dianggap sebagai ajaran yang sesat. Selain itu, bahwa dalam menjalani kehidupan
tasawuf itu harus menempuh maqam-maqam (tahapan spiritual), yakni taubat, wara, zuhud,
faqir, sabar, tawakkal, dan ridha. Bagi seseorang yang menjalani tasawuf, setelah menempuh
maqomat (kedudukan atau tahapan spiritual), maka akan merasakan kondisi spiritual (ahwal),
yakni muraqabah, qurbah, mahabbah, khauf, roja, syauq, uns, thumaninah, dan musyahadah.
Kondisi spiritual yang dirasakan oleh seseorang sufi tersebut berbeda-beda sesuai dengan tingkat
mujahadah dan riyadhah yang mereka lakukan dalam kehidupannya sehari-hari. Bagi mereka
yang betul-betul telah menjalani mujahadah dan riyadhah dengan sungguh-sungguh, serta telah
mampu melewati maqamat (tahapan-tahapan spiritual), maka hal-hal tersebut benar-benar akan
dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Daftar Pustaka
Abudin Nata, Dr. MA. Akhlak Tasawuf.2002. Al-Ghazali. Ihya Ulumu al-Din. Jilid III. Beirut:
Dar al-Fikr, t.t. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
Al-Habsyi, Husin. ___________. Kamusal-Kautsar. Surabaya: Assegaf.
Amin, Ahmad. __________.Kitab Al-Akhlaq. __________: Mesir-Daral-Kutubal-Mishriyah,
Cet. Iii.
Asmaran As, Drs. MA. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Radja Grafindo Persada, 1996
Mahjudin, Drs. 1991. Kuliah Akhlak-Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia.
Mulyati, Sri. 2006. Tasawuf Nusantara, Jakarta. Hal 59
Mustofa, Drs. H. A. 1999. Akhlak-Tasawuf. Bandung: Cv. Pustaka Setia.
Nata, Prof. Dr. H. Abuddin, M.A. 2006. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Pt. Taja Grafindo Persada.
Permadi, K.Drs. S.H. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Rineka Cipta.
Rosihon Anwar, Drs. M.Ag. Drs. Mukhtar Solihin, M.Ag.2000. Ilmu Tasawuf. Bandung:
Pustaka Setia.
Shihab, Alwi.2009. Akar Tashauf di Indonesia, hal 77
Sholihin, M., Rosihan Anwar, Ilmu Tasawuf untuk Mata Kuliah Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka
Setia hal: 250
Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya Dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996

Anda mungkin juga menyukai