Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai makhluk social, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang
lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam,
sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus
berhubungan dengan orang lain. Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka
memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk berakad atau
melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah ditakdirkan oleh
Allah.karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti hak
milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang
cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan dalam setiap masa.
Dalam pembahasan fiqih, akad atau kontrak yang dapat digunakan bertransaksi
sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi kebutuhan yang ada. Sebelum
membahas lebih lanjut tentang pembagian atau macam-macam akad secara spesifik, akan
dijelaskan teori akad secara umum yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar untuk
melakukan akad-akad lainnya secara khusus . Maka dari itu, dalam makalah ini saya akan
mencoba untuk menguraikan mengenai berbagai hal yang terkait dengan akad dalam
pelaksanaan muamalah di dalam kehidupan kita sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari muamalah?
2. Bagaimana Ruang Lingkup muamalah?
3. Bagaimanakah prinsip-prinsip dari muamalah?
4. Apakah Hukum muamalah dan Tujuannya?

1
PEMBAHASAN
MUAMALAH DAN SELUK BELUKNYA

A. Pengertian Muamalah
Muamalah menurut bahasa berasal dari kata 'aamala, yu-'amilu,mu'amalatan
yang berarti hubungan kepentingan antara seseorang dengan orang lain perlakuan atau
tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata mu'amalah adalah kata yang
aktif atau kata kerja aktif yang harus mempunyai pelaku dua orang atau lebih yang harus
aktif yang berhubungan dengan urusan dunia.
Pengertian muamalah menurut istilah syariat Islam ialah suatu kegiatan yang
mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk
memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Sedangkan yang termasuk dalam kegiatan
muamalah diantaranya adalah jual beli, sewa menyewa utang piutang, pinjam meminjam
dan lain sebagainya.
Manusia adalah sebagai mahluk sosial, dalam kehidupannya ia tidak akan dapat
hidup tanpa bantuan dan berhubungan satu sama lain. Manusia perlu menjalin hubungan
dengan yang lain, baik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri maupun demi kemaslahatan
umum. Sementara manusia memiliki sifat rakus, tamak, ingin menang sendiri. Oleh karena
itu agama mengatur mekanisme hubungan itu, agar terjadi keteraturan, saling
menguntungkan, tidak tipu menipu dan tidak pula jegal menjegal serta dendam
mendendam.

B. Ruang Lingkup Muamalah


Sesuai dengan pembagian muamalah maka ruang lingkup fiqh muamalah juga
terbagi dua yaitu :
Ruang lingkup muamalah yang bersifat adabiyah (yaitu ditinjau dari subjeknya
atau pelakunya) seperti ijab dan kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah
satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan,
dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya dengan
peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.
Ruang lingkup yang bersifat madiyah(ditinjau dari segi objeknya) ialah masalah
jual beli(al-bai’ al-tijarah), gadai (ar-rahn), jaminan dan tanggungan (kafalan dan dlaman),
pemindahan utang (hiwalah), jatuh bangkrut (taflis), batasan bertindak (al-hajru),

2
perseroan atau perkongsian (al-syirkah), persoalan harta dan tenaga (al-mudharabah),
sewa-menyewa (al-ijarah), pemberian hak guna pakai (al-‘ariyah), barang titipan (al-
wadit’ah) barang temuan (al-luqathah), garapan tanah (al-mujara’ah), sewa-menyewa
tanah (al-mukharabah), upah (ujrat al ‘amal), gugatan (al-syuf’ah), sayembara (al-ji’alah),
pembagian kekayaan bersama (al-qismah), pemberian (al-hibbah), pembebasan (al-ibra),
damai (al-shulhu), dan ditambah dengan beberapa masalah mu’ashirah (muhaditsah),
seperti masalah bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah-masalah baru lainnya.
AL-muamalah al-Adabiyah, ialah suatu muamalah yang dtinjau dari segi cara
tukar-menukar benda yang bersumber dari panca indra manusia, yang unsur penegaknya
adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya jujur, hasud, dengki, dendam.
AL-muamalah al-Madiyah, yaitu suatu muamalah yang mengkaji objeknya
sehingga sebagian ulama bahwa muamalah al-madiyah adalah muamalah bersifat
kebendaan karena objek fiqh muamalah adalah benda yang halal, haram dan syubhat untuk
diperjualbelikan, benda-benda yang memadartkan dan benda yang mendatangkan
kemaslahatan bagi manusia, serta segi-segi lainnya.
Muamalah Al-adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang wajib diikuti dari segi
subjeknya. Muamalah adabiyah ini berkisar pada keridhaan kedua belah pihak, ijab kabul,
dusta, menipu, dan yang lainnya. Pembagian muamalah di atas dilakukan atas dasar
kepentingan teoretis semata-mata sebab dalam praktiknya, kedua bagian muamalah
tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan.
Muamalah madiyah yang dimaksud Al-fikri ialah suatu aturan-aturan dari segi
objeknya. Oleh karena itu, jual beli benda bagi kaum Muslim bukan hanya untuk sekedar
memperoleh untung atau laba yang sebesar-besarnya, tetapi secara vertikal dapat bertujuan
untuk memperoleh dari ridha Allah dan secara horizontal bertujuan untuk memperoleh
keuntungan sehingga benda-benda yang diperjualbelikan akan senantiasa dirujukan kepada
aturan-aturan Allah. Benda-benda yang haram diperjualbelikan menurut syara’ tidak akan
diperjualbelikan, karena tujuan jual beli buakn semata ingin memperoleh keuntungan,
tetapi juga ridha Allah.

3
C. Prinsip-Prinsip Muamalah

Kata prinsip, diartikan sebagai asas, pokok, penting, permulaan, fundamental, dan
aturan pokok. Sedangkan kata muamalah berarti hukum yang mengatur hubungan antara
manusia.
Fikih muamalah menjelaskan dengan sangat jelas mengenai prinsip-prinsip
muamalah. ada beberapa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam bermuamalah.
Misalnya saja dalam memberikan hak atau melakukan segala sesuatu hal. Dianjurkan
tindakan yang dilakukan tidak boleh menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Setiap
tindakan yang dapat merugikan orang lain, sekalipun tidak sengaja, maka akan dimintai
pertanggungjawabannya.
Prinsip-prinsip utama dalam bermuamalah adalah terjadinya unsur saling adanya
kerelaan antara kedua belah pihak. Prinsip tersebut telah dijelaskan oleh Allah swt dalam
surat An-Nisaa, 29:

َ ْ‫ّل أَنْ ت َ ُكونَْ ِت َجا َرة‬


ْ‫عن‬ ِْ ‫ّل تَأ ُكلُوا أَم َْو الَ ُكمْ َبينَ ُكمْ ِبال َبا ِط‬
َْ ‫ل ِإ‬ َْ ‫َيا أَيُّ َها الَذِينَْ آ َمنُوا‬
‫ّللا َكانَْ ِْب ُكمْ َر ِحيما‬
ََْ ‫ن‬ َ ُ‫ّل تَقتُلُوا أَنف‬
َْ ‫س ُكمْ ۚ ِإ‬ َ ْ‫تَ َراضْ ِمن ُكم‬
َْ ‫ْو‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.
Dimaksudkan :
(Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan
yang batil) artinya jalan yang haram menurut agama seperti riba dan gasab/merampas (kecuali
dengan jalan) atau terjadi (secara perniagaan) menurut suatu qiraat dengan baris di atas sedangkan
maksudnya ialah hendaklah harta tersebut harta perniagaan yang berlaku (dengan suka sama suka
di antara kamu) berdasar kerelaan hati masing-masing, maka bolehlah kamu memakannya. (Dan
janganlah kamu membunuh dirimu) artinya dengan melakukan hal-hal yang menyebabkan
kecelakaannya bagaimana pun juga cara dan gejalanya baik di dunia dan di akhirat.
(Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu) sehingga dilarang-Nya kamu berbuat
demikian.

Prinsip-prinsip mu’amalah yaitu :


a. Segala sesuatu adalah dibolehkan (ibahah) kecuali apabila ada dalil
yang melarang.

4
b. Transaksi dapat dilakukan dengan syarat tidak menyentuh persoalan
riba, maysir, dan gharar.

D. Hukum Muamalah

Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil
naqly yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa akal (ijtihad).
Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu AlQuran, AlHadits, dan ijtihad.

- Al-Quran

Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW
dengan bahasa arab yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku
di dunia dan akhirat. Al-Quran merupakan referensi utama umat islam, termasuk di
dalamnya masalah hukum dan perundang undangan.
Sebagai sumber hukum yang utama, Al-Quran dijadikan patokan pertama oleh
umat islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu perkara dalam kehidupan.

- Al-Hadits

Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun ketetapan. Al-Hadits merupakan sumber fiqih kedua
setelah Al-Quran yang berlaku dan mengikat bagi umat islam.

- Ijma’ dan Qiyas

Ijma’ adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syar’i dalam suatu masa
setelah wafatnya Rasulullah SAW. Suatu hukum syar’i agar bisa dikatakan sebagai ijma’,
maka penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau ada
pendapat lain yang menyatakan bahwa ijma’ bisa dibentuk hanya dengan kesepakatan
mayoritas mujtahid saja. Sedangkan qiyas adalah kiat untuk menetapkan hukum pada
kasus baru yang tidak terdapat dalam nash (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), dengan cara
menyamakan pada kasus baru yang sudah terdapat dalam nash.

5
E. Tujuan Muamalah
Yaitu:
- Pencapaian fallah
- Distribusi yang adil dan merata
- Tersedianya kebutuhan dasar
- Tegaknya keadilan sosial
- Mengutamakan persaudaraan dan persatuan
- Pengembangan moral dan materil
- Terhapusnya eksploitasi
Tujuan dari muamalah itu sendiri adalah terciptanya hubunngan yang harmonis
antara sesama manusia sehingga tercipta masyarakat yang rukun dan tentram, karena
didalam muamalah tersirat sifat tolong menolong yang dalam ajaran islam sangat
dianjurkan sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah ayat 2
dijelaskan :
َ ‫شه َر َو َّلاللَ ِه‬
َْ ‫شعَائِ َْر ِآمين ََو َّلئِ َدالقَ ََل َو َّلال َهديَ َو‬
َْ‫ّل َح َراالبَيت‬ َْ ُّ‫آ َمنُواالَذِينَأَيُّ َهايَا ت ُ ِحل‬
َ ‫واّل َمال َح َراال‬
‫صدُّو ُك ْم‬ َ ‫او أَنقَوم‬
ُْ ‫شن‬
َ ‫َآن‬ َْ ‫طافَا َحلَلتُمإ ِ َذ‬
َ ‫ِمنفَضَليَبتَغُونَ َمالْ ض َوان َاو ِر َربِ ِهمْْ َمنَ ُكميَج ِر َّل َودُوص‬
ۚ‫اْلث ِمعَلَىتَعَ َاونُوا‬
ِ ‫علَى َوالتَق َو ٰىالبِ ِْر َّل َو َْو‬
َ ‫او نُوا‬
َْ َ‫ن َو َْو تَع‬ِْ ‫ع‬َ ‫ت َعتَدُواأَنال َح َر ِامال َمس ِج ِد‬
ََْ ‫شدِيد‬
‫ُّللا‬ َ ِ‫ان ال ِع َقاب‬ َ ُ‫إِْنَاللَ َه َواتَق‬
ِْ ‫واوالعُد َو‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan
melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya,
dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya"
Dalam surah Al-Maidah ayat 2 memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk
saling membantu dalam perbuatan baik dan itulah yang disebut dengan albirr dan
meninggalkan kemungkaran yang merupakan ketakwaan. Dan Allah melarang mereka
saling mendukung dalam berbuat kejahatan, kebathilan dan kedholiman dan perkara-
perkara yang berhungan dengan pelanggaran hukum menurut agama Islam.

6
Menurut Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menilai Ayat yang mulia ini
mencakup semua jenis bagi kemaslahatan para hamba, di dunia maupun akhirat, baik
antara mereka dengan sesama, ataupun dengan Rabbnya. Sebab seseorang tidak luput dari
dua kewajiban; kewajiban Hablum minallah yakni hubungan terhadap Allah dan
kewajiban sebagai makhluk sosial terhadap sesamanya.
Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa hubungan seseorang dengan sesama dapat
terlukis pada jalinan pergaulan, saling menolong dan persahabatan. Hubungan itu wajib
terjalin dalam rangka mengharap ridha Allah dan menjalankan ketaatan kepada-Nya.
Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba. Tidak ada kebahagiaan kecuali dengan
mewujudkan hal tersebut, dan itulah kebaikan serta ketakwaan yang merupakan inti dari
agama ini.
Kesimpulannya bahwa, manusia adalah makhluk sosial tanpa bantuan orang lain
manusia tidak bisa melangsungkan hidupnya didunia, setiap manusia mempunyai
keterbatasan, tidak ada manusia yang sempurna. Olehnya itu kita harus sadari bahwa
adanya hubungan timbal balik itulah proses mengarumi hidup didunia.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan dahwa
Fiqih Muamalah merupakan ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan
kesejahteraan dunia akhirat).Perilaku manusia di sini berkaitan dengan landasan-landasan
syariah sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah
manusia.Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga
terbentuk sebuah mekanisme ekonomi (muamalah) yang khas dengan dasar-dasar nilai
ilahiyah.

7
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud yunus,nadlrah.Studi islam(ratujaya))
Mas’adi, Ghufron. 2002. Fikih Muamalah Kontekstual. Pt. Raja Grafindo Persada :
Jakarta
http://hadypradipta.blog.ekonomisyariah.net/2009/01/06/fiqih-muamalah/8

Anda mungkin juga menyukai