Kita diperintahkan bertakwa di mana saja, mengikutkan kejelekan dengan kebaikan, dan
berakhlak mulia.
ض َي هللاُ َع ْنهُ َما َع ْن ِ بن ُجنَا َدةَ َوَأبِي َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ُم َعا ِذ ب ِْن َجبَ ٍل َر ِ ب ِ َع ْن َأبِ ْي َذرٍّ ُج ْن ُد
، َوَأ ْتبِ ِع ال َّسيَِّئةَ ال َح َسنَةَ تَ ْم ُحهَا،ت
َ ق هللاَ َح ْيثُ َما ُك ْن ِ َّ (ات:صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َ ُِول هللاِ َرس
َح َس ٌن:خ ِ ْض النُّ َس
ِ َوفِي بَع.ْث َح َس ٌن ٌ َح ِدي:ق َح َس ٍن ) َر َواهُ التِّرْ ِم ِذي َوقَا َل ٍ ُاس ِب ُخل
َ َّق الن ِ َِو َخال
.ٌص ِح ْيح
َ
Dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bertakwalah
kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan
baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia
dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan haditsnya itu hasan dalam
sebagian naskah disebutkan bahwa hadits ini hasan shahih) [HR. Tirmidzi, no. 1987 dan
Ahmad, 5:153. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan]
Penjelasan Hadits
Pertama: Takwa
Bertakwa dan berakhlak mulia, itulah yang paling menyebabkan banyak yang masuk
surga.
Takwa asalnya adalah menjadikan antara seorang hamba dan seseutu yang ditakuti
suatu penghalang. Sehingga takwa kepada Allah berarti menjadikan antara hamba dan
Allah suatu benteng yang dapat menghalangi dari kemarahan, murka dan siksa Allah.
Takwa ini dilakukan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi maksiat.
Namun takwa yang sempurna kata Ibnu Rajab Al Hambali adalah dengan mengerjakan
kewajiban, meninggalkan keharaman dan perkara syubhat, juga mengerjakan perkara
sunnah, dan meninggalkan yang makruh. Inilah derajat takwa yang paling tinggi.
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
َ َوأ َّد ْوا َما ا ْفتُ ِر، ال ُمتَّقُ ْو َن اتَّقَوا َما حُرِّ َم َعلَ ْي ِه ْم
ض َعلَ ْي ِه ْم
“Orang yang bertakwa adalah mereka yang menjauhi hal-hal yang diharamkan dan
menunaikan berbagai kewajiban.”
ِ َولَ ِك ْن تَ ْق َوى هللا، ك َ ِ َوالتَّ ْخلِي ِْط فِ ْي َما بَي َْن َذل، َوالَ ِبقِيَ ِام اللَّي ِْل، ار ِ ِْس تَ ْق َوى هللاِ ب
ِ َصيَ ِام النَّه َ لَي
فَهُ َو َخ ْي ٌر ِإلَى َخي ٍْر، ًك َخيْرا َ ِق بَ ْع َد َذل َ ُزِ فَ َم ْن ر، ُض هللا َ َوَأ َدا ُء َما ا ْفتَ َر، ُك َما َح َّر َم هللا
ُ ْتَر
“Takwa bukanlah hanya dengan puasa di siang hari atau mendirikan shalat malam, atau
melakukan kedua-duanya. Namun takwa adalah meninggalkan yang Allah haramkan dan
menunaikan yang Allah wajibkan. Siapa yang setelah itu dianugerahkan kebaikan, maka
itu adalah kebaikan pada kebaikan.”
Adapun maksud mengingat Allah dan tidak melupakan-Nya adalah selalu mengingat
Allah dengan hati pada setiap gerakan dan diamnya, begitu saat berucap. Semuanya
dilakukan hanya untuk meraih pahala dari Allah. Begitu pula larangan-Nya pun dijauhi.
(LihatJami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1:397-402)
Yang dimaksud di sini adalah mengikuti kejelekan dengan taubat. Bisa juga maksudnya
adalah kebaikan di sini bukan hanya taubat saja yang mengikuti kejelekan, namun lebih
umum. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,
Ada hadits dari Mu’adz yang menyatakan bahwa ada orang yang ayat ini turun
karenanya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan dia untuk wudhu dan
shalat. (HR. Tirmidzi, no. 3113. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits
ini dhaif).
Para ulama berselisih pendapat apakah amalan shalih bisa menghapuskan dosa besar
(al-kabair) dan dosa kecil (ash-shaghair) sekaligus atau amalan shalih hanya
menghapuskan dosa kecil saja.
Yang jelas jika itu dosa besar, maka menghapusnya mesti dengan taubat. Karena Allah
perintahkan untuk bertaubat kalau tidak masih berstatus orang yang zalim.
Allah Ta’ala berfirman,
Jadi amalan shalih seperti amalan wajib hanya khusus menghapus dosa kecil saja. Dari
Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ِإنَّ َما َأ ْم َوالُ ُك ْم َوَأ ْواَل ُد ُك ْم فِ ْتنَةٌ ۚ َوهَّللا ُ ِع ْن َدهُ َأجْ ٌر َع ِظي ٌم
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-
lah pahala yang besar.” (QS. Ath-Taghabun: 15) (Lihat Syarh Al-Bukhari karya Ibnu
Baththal, 3:194, Asy-Syamilah)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan,
Faedah Hadits
Pertama: Wajib bertakwa kepada Allah di mana saja kita berada dengan menjalankan
perintah dan menjauhi larangan, baik ketika saat di keramaian dan ketika saat di
kesepian.
Bahkan ada peringatan bagi yang tidak takut kepada Allah hingga berbuat maksiat di
kesepian. Dalam hadits dalam salah satu kitab sunan disebutkan,
َ ُ « َأل ْعلَ َم َّن َأ ْق َوا ًما ِم ْن ُأ َّمتِى يَْأت: َأنَّهُ قَا َل-صلى هللا عليه وسلم- ان َع ِن النَّبِ ِّى
ون َ ََع ْن ثَ ْوب
قَا َل.» ال تِهَا َمةَ بِيضًا فَيَجْ َعلُهَا هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل هَبَا ًء َم ْنثُورًا ِ َال ِجب ِ َت َأ ْمثٍ يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة بِ َح َسنَا
« َأ َما: قَا َل.ون ِم ْنهُ ْم َونَحْ ُن الَ نَ ْعلَ ُم َ ص ْفهُ ْم لَنَا َجلِّ ِه ْم لَنَا َأ ْن الَ نَ ُكِ ِ يَا َرسُو َل هَّللا: ان ُ َثَ ْوب
َ ون ِم َن اللَّي ِْل َك َما تَْأ ُخ ُذ
ون َولَ ِكنَّهُ ْم َأ ْق َوا ٌم ِإ َذا َخلَ ْوا َ ِإنَّهُ ْم ِإ ْخ َوانُ ُك ْم َو ِم ْن ِج ْل َدتِ ُك ْم َويَْأ ُخ ُذ
»ار ِم هَّللا ِ ا ْنتَهَ ُكوهَا
ِ بِ َم َح
Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh aku
mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan
semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu
yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka
pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak
mengetahuinya.”
Kedua: Amalan kebaikan akan menghapus kejelekan. Bisa jadi yang dimaksud dengan
kebaikan adalah taubat, bisa pula yang dimaksud adalah amal shalih lainnya.
Ketiga: Kita diperintahkan untuk berakhlak mulia terhadap sesama. Namun hal ini tidak
menafikan pada suatu keadaan kita bersikap keras dan tegas.
Contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti terlihat dalam riwayat dari Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada seorang Yahudi melewati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengucapkan ‘as-saamu ‘alaik’ (celaka
engkau).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas membalas ‘wa ‘alaik’ (engkau
yang celaka). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah kalian
mengetahui bahwa Yahudi tadi mengucapkan ‘assaamu ‘alaik’ (celaka engkau)?” Para
sahabat lantas berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kami membunuhnya saja?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan. Jika mereka mengucapkan
salam pada kalian, maka ucapkanlah ‘wa ‘alaikum’.” (HR. Bukhari, no. 6926)
Namun kalau ada dua keadaan yaitu perintah bersikap lemah lembut ataukah keras, kita
tetap memilih lemah lembut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan
kepada Aisyah,