ب ِسب ِْط َرس ُْو ِل ٍ َِع ْن َأبِي ُم َح َّم ٍد ال َح َس ِن ب ِْن َعلِ ٍّي ب ِْن َأبِي طَال
ِ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َر ْي َحانَتِ ِه َر
:ض َي هللاُ َع ْنهُ َما قَا َل َ ِهللا
.َ ُصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َد ْع َما يَ ِريب
ك ْ َِحف
ُ ظ
َ ِت ِم ْن َرس ُْو ِل هللا
.َ ُِإلَى َما الَ يَ ِريب
ك
Dari Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhuma, cucu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan kesayangan beliau. Ia berkata, “Aku hafal dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam: Tinggalkan apa yang meragukanmu dan kerjakan apa yang tidak
meragukanmu.”
(HR. Tirmidzi dan An Nasa’i, dan Tirmidzi mengatakan: hadits hasan shahih)
Penjelasan Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Hasan bin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhuma. Beliau adalah
cucu ( )سبطRasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Disebut sibth, karena merupakan cucu dari
garis keturunan perempuan, yakni Fatimah radhiyallahu ‘anha. Dalam bahasa Arab, ada pula
istilah hafiid ( )حفيدuntuk menunjukkan cucu dari garis keturunan laki-laki.
Raihaanah ( )ريحانةartinya adalah wewangian atau parfum. Dalam konteks hadits ini, yang paling
tepat adalah kesayangan. Hasan merupakan cucu kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Pernah suatu hari ketika Rasulullah sedang berkhutbah di depan para sahabat, Hasan datang
kepada beliau. Lantas beliau bersabda:
َا ْبنِى هَ َذا َسيِّ ٌد َولَ َع َّل هَّللا َ َأ ْن يُصْ لِ َح بِ ِه بَ ْينَ فَِئتَي ِْن ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمين
Putraku ini adalah seorang sayyid (pemimpin). Dan semoga Allah mendamaikan dengannya, dua
golongan besar dari kaum muslimin. (HR. Bukhari)
Kelak hadits ini benar-benar terbukti. Dan hadits Rasulullah memang selalu benar. Hasan
tumbuh menjadi seorang pemimpin berjiwa besar. Meskipun banyak orang membaiatnya
menjadi khalifah setelah ayahnya wafat, ia kemudian mengalah memberikan jabatan khalifah
kepada Muawiyah yang juga dibaiat oleh pendukungnya. Maka kaum muslimin yang tadinya
berselisih, akhirnya brdamai. Umat Islam terhindar dari perpecahan yang lebih besar.
Da’ ( )دعartinya adalah tinggalkan. Jangan lakukan.
Yariibuk ( )يريبكartinya adalah yang meragukan. Yakni sesuatu yang meragukan, sama-samar,
tidak jelas, termasuk hal-hal yang tidak halal, hal-hal haram yang pasti membuat ragu-ragu jika
diambil atau dilakukan.
Hadits ini pendek tetapi maknanya dalam dan mengandung pelajaran yang sangat luas. Para
ulama mengistilahkan dengan jawami’ul kalim ( )جوامع الكلمyakni kalimat yang singkat dan padat.
Meskipun singkat, hadits ini jika dijelaskan bisa menjadi kitab yang berjilid-jilid. Sebab
maknanya sangat dalam dan kandungannya sangat luas. Dari hadits ini juga lahir kaidah fiqih.
Kandungan Hadits dan Pelajaran Penting
Hadits ini memiliki kandungan yang luas dan banyak pelajaran penting. Terutama tentang
tarkusy syubuhat ()ترك الشبهات, meninggalkan syubhat.
“Ini kaidah yang sangat penting dan dasar dari sikap wara’ yang merupakan poros dari
ketaqwaan, penyelamat dari keraguan dan ketidakjelasan yang menghalangi cahaya keyakinan,”
kata Ibnu Hajar Al Haitsami rahimahullah.
Berikut ini lima poin utama kandungan hadits Arbain Nawawi ke-11:
1. Meninggalkan Syubhat
Ini adalah kandungan utama hadits tersebut. Rasulullah menganjurkan untuk
meninggalkan yang meragukan. Hal utama yang meragukan adalah syubhat. Sebab syubhat, hal-
hal yang samar dan tidak jelas, membuat orang ragu-ragu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadits yang juga dimasukkan
Imam Nawawi pada Arbain Nawawi hadits keenam:
Jika ingin hidup tentang dan damai, tinggalkanlah syubhat dan hal-hal yang meragukan.
Kerjakan hal-hal yang engkau yakini, hal-hal yang tidak meragukan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tinggalkan apa yang meragukanmu dan kerjakan apa yang tidak meragukanmu. Karena
sesungguhnya kejujuran mendatangkan ketenangan dan sesungguhnya kebohongan
mendatangkan kegelisahan.” (HR. Tirmidzi)
Dalam hadits ini, Rasulullah mengisyaratkan bahwa kejujuran adalah hal yang tidak meragukan.
Dan ia mendatangkan ketenangan hati. Sebaliknya, kebohongan adalah hal yang meragukan dan
membuat hati gelisah.
Maka jujurlah kapan pun, di mana pun sebagai apa pun. Suami yang jujur kepada istrinya,
hatinya tenang. Demikian pula istri yang jujur kepada suaminya, hatinya juga tenang.
Anak yang jujur kepada orang tuanya, hatinya tenang. Demikian pula ornag tua yang jujur
kepada anaknya, hatinya juga tenang.
Bawahan yang jujur kepada atasan, hatinya tenang. Demikian pula atasan yang jujur kepada
bawahan, hatinya juga tenang. Pun pemimpin yang jujur kepada rakyatnya, hatinya juga tenang.
“Sesuatu yang halal, kebenaran dan kejujuran akan melahirkan kedamaian dan keridhaan,”
demikian tertulis dalam Al Wafi. “Sedangkan sesuatu yang haram, kebatilan dan dusta akan
melahirkan gundah dan kebencian.”
4. Keyakinan Tak Bisa Dikalahkan Keraguan
Dari hadits yang singkat ini, lahir kaidah fiqih:
ِّاليَقِيْنُ اَل يَ ُزوْ ُل بِالَّشك
“Keyakinan tak bisa dikalahkan keraguan.”
Pernah seseorang bertanya kepada Rasulullah, bagaimana seseorang yang merasakan sesuatu
saat shalat. Ia ragu-ragu apakah ia buang angin hingga shalatnya batal atau tidak. Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: