َّش َه ُد َأن
ْ ش ِر ْي َك َل ُه َوَأ
َ َش َه ُد َأنْ الَ ِإ َل َه ِإالَّ هللاُ َو ْح َد ُه ال
ْ َأ،ِص ِام ِب َح ْب ِل هللا َ ِي َأ َم َر َنا ِباْالِ ْع ِت ْ اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ ا َّلذ
ُس ْولُ ُه الَ َن ِب َّي َب ْعدَ ه ُ ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َر.
َأ َّما َب ْعدُ؛.ُص ْح ِب ِه َو َمنْ َت ِب َع ُهدَاه
َ صل ِّ َع َلى ُم َح َّم ٍد َو َع َلى آلِ ِه َو َ اَللَّ ُه َّم
َ َياَأ ُّيها َ الَّ ِذ ْينَ َءا َم ُنوا ا َّتقُوا: َف َقال َ هللاُ َت َعا َلى،ِ ُأ ْوصِ ْي ُك ْم ِب َت ْق َوى هللا،َِف َيا عِ َبادَ هللا
َهللا َح َّق ُت َقا ِت ِه َوال
َ َت ُم ْو ُتنَّ ِإالَّ َوَأن ُت ْم ُّم ْسلِ ُم ْون.
Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah;
Marilah kita selalu mengulangi ucapan rasa syukur kepada Allah karena nikmat-
nikmat-Nya yang telah tercurahkan kepada kita semua sehingga kesehatan jasmani
dan rohani masih menghiasi kita. Semoga rasa syukur yang kita panjatkan ini, menjadi
kunci lebih terbukanya pintu-pintu karunia-Nya. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Melatar belakangi khutbah kita kali ini yakni hadits Nabi Muhammad SAW yang
diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal RA. Yang berbunyi:
الع َم ُل َت ِاب ُع ُه َ الع ِْل ُم ِإ َما ُم
َ الع َم ِل َو
“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.”
Bukti bahwa ilmu lebih didahulukan daripada amalan
Ulama hadits terkemuka, yakni Al Bukhari berkata, “Al ‘Ilmu Qoblal Qouli Wal
‘Amali (Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat)” Perkataan ini merupakan kesimpulan yang
beliau ambil dari firman Allah ta’ala,
Dalilnya, satu hadits yang sangat terkenal bagi kita, kisah seorang laki-laki dari
Bani Israil yang membunuh 99 nyawa. Kemudian dia ingin bertaubat dan dia bertanya
siapakah di antara penduduk bumi yang paling berilmu, maka ditunjukkan kepadanya
seorang ahli ibadah. Kemudian dia bertanya kepada si ahli ibadah, apakah ada taubat
untuknya. Ahli ibadah menganggap bahwa dosanya sudah sangat besar sehingga dia
mengatakan bahwa tidak ada pintu taubat bagi si pembunuh 99 nyawa. Maka
dibunuhlah ahli ibadah sehigga genap 100 orang yang telah dibunuh oleh laki-laki dari
Bani Israil tersebut.
Akhirnya dia masih ingin bertaubat lagi, kemudian dia bertanya siapakah orang
yang paling berilmu, lalu ditunjukkan kepada seorang ulama. Dia bertanya kepada
ulama tersebut, “Apakah masih ada pintu taubat untukku.” Maka ulama tersebut
mengatakan bahwa masih ada pintu taubat untuknya dan tidak ada satupun yang
menghalangi dirinya untuk bertaubat. Kemudian ulama tersebut menunjukkan
kepadanya agar berpindah ke sebuah negeri yang penduduknya merupakan orang
shaleh, karena kampungnya merupakan kampung yang dia tinggal sekarang adalah
kampung yang penuh kerusakan. Oleh karena itu, dia pun keluar meninggalkan
kampung halamannya. Di tengah jalan sebelum sampai ke negeri yang dituju, dia
sudah dijemput kematian. (HR. Bukhari dan Muslim). Kisah ini merupakan kisah yang
sangat masyhur. Lihatlah perbedaan ahli ibadah dan ahli ilmu.
ٍّ ِإ َّن اَأل ْنبِيَا َء لَ ْم ي َُو ِّرثُوا ِدينَارًا َوالَ ِدرْ هَ ًما ِإنَّ َما َو َّرثُوا ْال ِع ْل َم فَ َم ْن َأ َخ َذ بِ ِه َأ َخ َذ بِ َح
ظ
َوافِ ٍر
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah
mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh
keberuntungan yang banyak.” (HR. Tirmidzi, Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if
Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Ilmu yang wajib dipelajari bagi manusia adalah ilmu yang menuntut untuk
diamalkan saat itu, adapun ketika amalan tersebut belum tertuntut untuk diamalkan
maka belum wajib untuk dipelajari. Jadi ilmu mengenai tauhid, mengenai 2 kalimat
syahadat, mengenai keimanan adalah ilmu yang wajib dipelajari ketika seseorang
menjadi muslim, karena ilmu ini adalah dasar yang harus diketahui.
Kemudian ilmu mengenai shalat, hal-hal yang berkaitan dengan shalat, seperti
bersuci dan lainnya, merupakan ilmu berikutnya yang harus dipelajari. Kemudian
ilmu tentang hal-hal yang halal dan haram, ilmu tentang mualamalah dan seterusnya.
Contohnya seseorang yang saat ini belum mampu berhaji, maka ilmu tentang
haji belum wajib untuk ia pelajari saat ini. Akan tetapi ketika ia telah mampu berhaji, ia
wajib mengetahui ilmu tentang haji dan segala sesuatu yang berkaitan dengan haji.
Adapun ilmu tentang tauhid, tentang keimanan, adalah hal pertama yang harus
dipelajari karena setiap amalan yang ia lakukan tentunya berkaitan dengan niat. Kalau
niatnya dalam melakukan ibadah karena Allah maka itulah amalan yang benar. Adapun
kalau niatnya karena selain Allah maka itu adalah amalan syirik. Ini semua jika
dilatarbelakangi dengan aqidah dan tauhid yang benar.
من عبد هللا بغير علم كان ما يفسد أكثر مما يصلح
“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat
banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.”
Hal ini sebagaimana terjadi pada kaum Quraiys ketika menjawab seruan Nabi
Muhammad SAW untuk menyembah Allah Swt, akan tetapi dengan pengetahuan
mereka membantah seruan Nabi Muhammad SAW. Dengan mengatakan bukankah
Agama yang kami sembah selama ini adalah agama nenek moyang kita (menyembah
Lata dan Uza)”. Ini merupakan suatu contoh beramal tanpa berilmu yang benar.
Di samping itu pula, setiap ilmu hendaklah diamalkan agar tidak serupa dengan
orang Yahudi. Sufyan bin ‘Uyainah –rahimahullah dalam Majmu’ Alfatawa hal. 567
mengatakan:
ارى
َ ص َ ان فِي ِه َش َب ٌه مِنْ ْال َيهُو ِد َو َمنْ َف َس َد مِنْ عِ َبا ِد َنا َك
َ ان فِي ِه َش َب ٌه مِنْ ال َّن َ َمنْ َف َس َد مِنْ ُعلَمَاِئ َنا َك
“Orang berilmu yang rusak (karena tidak mengamalkan apa yang dia ilmui) memiliki
keserupaan dengan orang Yahudi. Sedangkan ahli ibadah yang rusak (karena
beribadah tanpa dasar ilmu) memiliki keserupaan dengan orang Nashrani.” ( Majmu’ Al
Fatawa, 16/567)
Semoga Allah senantiasa memberi kita bertaufik agar setiap amalan kita menjadi
benar karena telah diawali dengan ilmu terdahulu. Semoga Allah memberikan kita
ilmu yang bermanfaat, amal yang sholeh yang diterima, dan rizki yang thoyib. Amin
yarobbal alamin...