Anda di halaman 1dari 11

KELOMPOK AL ISLAM

-ALFIO SOFYAN
-ARYA ALIFATAMA
-IBRAN EKA .A.
-LUTHFIYYAH ARTIFA

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU

Menuntut Ilmu Itu Wajib

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ْض ٌة َع َلى ُك ِّل مُسْ ل ٍِم‬


َ ‫َط َلبُ ْالع ِْل ِم َف ِري‬
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224,
dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani
dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913)

Menuntut ilmu itu wajib bagi Muslim maupun Muslimah. Ketika sudah
turun perintah Allah yang mewajibkan suatu hal, sebagai muslim yang
harus kita lakukan adalah sami’na wa atha’na, kami dengar dan kami
taat. Sesuai dengan firman Allah Ta ‘ala:

َ ‫ِين ِإ َذا ُدعُوا ِإ َلى هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه لِ َيحْ ُك َم َب ْي َن ُه ْم َأنْ َيقُولُوا َس ِمعْ َنا َوَأ َطعْ َنا ۚ َوُأو ٰ َلِئ‬
‫ك ُه ُم‬ َ ‫ان َق ْو َل ْالمُْؤ ِمن‬
َ ‫ِإ َّن َما َك‬
َ ‫ْال ُم ْفلِح‬
‫ُون‬

“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk


kembali kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul itu memberikan
keputusan hukum di antara mereka hanyalah dengan mengatakan,
“Kami mendengar dan kami taat”. Dan hanya merekalah orang-orang
yang berbahagia.” (QS. An-Nuur [24]: 51).

Sebagaimana kita meluangkan waktu kita untuk shalat. Ketika waktu


sudah menunjukkan waktu shalat pasti kita akan meluangkan waktu
untuk shalat walaupun misal kita sedang bekerja dan pekerjaan kita
masih banyak. Kita akan tetap meninggalkan aktivitas kita dan segera
mengerjakan shalat. Maka begitupun sebaiknya yang harus kita lakukan
dengan menuntut ilmu.
Ilmu Itu Apa?

Ilmu adalah kunci segala kebaikan. Ilmu merupakan sarana untuk


menunaikan apa yang Allah wajibkan pada kita. Tak sempurna
keimanan dan tak sempurna pula amal kecuali dengan ilmu. Dengan
ilmu Allah disembah, dengannya hak Allah ditunaikan, dan dengan ilmu
pula agama-Nya disebarkan.

Kebutuhan pada ilmu lebih besar dibandingkan kebutuhan pada


makanan dan minuman, sebab kelestarian urusan agama dan dunia
bergantung pada ilmu. Imam Ahmad mengatakan, “Manusia lebih
memerlukan ilmu daripada makanan dan minuman. Karena makanan
dan minuman hanya dibutuhkan dua atau tiga kali sehari, sedangkan
ilmu diperlukan di setiap waktu.”

Jika kita ingin menyandang kehormatan luhur, kemuliaan yang tak


terkikis oleh perjalanan malam dan siang, tak lekang oleh pergantian
masa dan tahun, kewibawaan tanpa kekuasaan, kekayaan tanpa harta,
kedigdayaan tanpa senjata, kebangsawanan tanpa keluarga besar, para
pendukung tanpa upah, pasukan tanpa gaji, maka kita mesti berilmu.
Namun, yang dimaksud dengan kata ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu
ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya
berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang
Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam
beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”
(Fathul Baari, 1/92).

Dari penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bawa ketika


hanya disebutkan kata “ilmu” saja, maka yang dimaksud adalah ilmu
syar’i. Oleh karena itu, merupakan sebuah kesalahan sebagian orang
yang membawakan dalil-dalil tentang kewajiban dan keutamaan
menuntut ilmu dari Al Qur’an dan As-Sunnah, tetapi yang mereka
maksud adalah untuk memotivasi belajar ilmu duniawi. Meskipun
demikian, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi.
Karena hukum mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada
tujuannya. Apabila digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila
digunakan dalam keburukan, maka buruk. (Lihat Kitaabul ‘Ilmi, hal. 14).

Keutamaan-Keutamaan Ilmu Dan Pemilik Ilmu

Hal yang disayangkan ternyata beberapa majelis ilmu sudah tidak


memiliki daya magnet yang bisa memikat umat Islam untuk duduk di
sana, bersimpuh di hadapan Allah untuk meluangkan waktu mengkaji
firman-firman Allah ‘Azza wa Jalla dan hadist nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Kita lebih senang menyia-nyiakan waktu bersama teman-teman,
menghabiskan waktu di instagram, twitter, atau media sosial lain
dibandingkan duduk di majelis ilmu. Ada banyak faktor yang
menyebabkan hal ini terjadi. Salah satunya adalah karena umat Islam
belum mengetahui keutamaan dan keuntungan, mempelajari ilmu
agama. Kita belum mengetahui untungnya duduk berjam-jam di majelis
ilmu mengkaji ayat-ayat Allah. Kalau kita tidak mengetahuinya, kita
tidak akan duduk di majelis ilmu. Karena fitrah manusia memang
bertindak sesuai asas keuntungan. Faktanya, kalau kita tidak
mengetahui keuntungan atau manfaat suatu hal maka kita tidak akan
melakukan hal itu. Begitu juga dengan ibadah. Maka dari itu, semakin
kita belajar dan mengetahui keuntungan-keuntungan salat, puasa,
zakat, maka kita akan semakin semangat menjalaninya. Ini yang
seharusnya kita sadari. Oleh karena itu, kita harus mengetahui
keutamaan dan keuntungan menuntut ilmu. Terdapat banyak dalil dari
kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya terkait keutamaan ilmu dan pemilik
ilmu. Di antaranya adalah:

1.)Ilmu Menyebabkan Dimudahkannya Jalan Menuju Surga

Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu


‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َس َّه َل هللاُ َل ُه ِب ِه َط ِر ْي ًقا ِإ َلى ْال َج َّن ِة‬،‫ك َط ِر ْي ًقا َي ْل َتمِسُ فِ ْي ِه عِ ْلمًا‬
َ ‫َمنْ َس َل‬
“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan
memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

2.)Ilmu Adalah Warisan Para Nabi

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh hadits,

‫ َف َمنْ َأ َخ َذهُ َأ َخ َذ‬،‫ َو َل ِكنْ َورَّ ُث ْوا ْالع ِْل َم‬،‫اَ ْل ُع َل َما ُء َو َر َث ُة اَأْل ْن ِب َيا ِء َوِإنَّ اَأْل ْن ِب َيا َء َل ْم ي َُورِّ ُث ْوا ِد ْي َنارً ا َواَل ِدرْ َهامًا‬
‫ِب َح ٍّظ َواف ٍِر‬

“Para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak
mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari
itu, barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang
cukup.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah; dinyatakan
shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6297).

3.)Ilmu Akan Kekal Dan Akan Bermanfaat Bagi Pemiliknya Walaupun Dia
Telah Meninggal

Disebutkan dalam hadits,


َ ‫ َأ ْو َو َل ٍد‬،ِ‫ َأ ْو عِ ْل ٍم ُي ْن َت َف ُع ِبه‬،ٍ‫ار َية‬
‫صال ٍِح َي ْدعُو َل ُه‬ ِ ‫صدَ َق ٍة َج‬ ٍ ‫ات اِإْل ْن َسانُ ا ْن َق َط َع َع َملُ ُه ِإاَّل ِمنْ َثاَل‬
َ :‫ث‬ َ ‫ِإ َذا َم‬

“Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga


hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang
berdoa untuknya” (HR. Muslim).

4.)Allah Tidak Memerintahkan Nabi-Nya Meminta Tambahan Apa Pun


Selain Ilmu

Allah berfirman:

‫َوقُ ْل َربِّ ِز ْدنِي عِ ْلمًا‬

“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu“. (QS.


Thaaha [20] : 114). Ini dalil tegas diwajibkannya menuntut ilmu.

5.)Orang Yang Dipahamkan Agama Adalah Orang Yang Dikehendaki


Kebaikan

Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫َمنْ ي ُِر ِد هَّللا ُ ِب ِه َخيْرً ا ُي َف ِّق ْه ُه فِى ال ِّد‬


‫ين‬
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan,
maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71
dan Muslim No. 1037).

Yang dimaksud faqih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum


syar’i, tetapi lebih dari itu. Dikatakan faqih jika seseorang memahami
tauhid dan pokok Islam, serta yang berkaitan dengan syari’at Allah.
Demikian dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
dalam Kitabul ‘Ilmi (hal. 21).

6.)Yang Paling Takut Pada Allah Adalah Orang Yang Berilmu

Hal ini bisa direnungkan dalam ayat,

‫ِإ َّن َما َي ْخ َشى هَّللا َ ِمنْ عِ َبا ِد ِه ْال ُع َل َما ُء‬

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,


hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut


pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang
yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha
Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat
dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih
sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus
bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 308).

Para ulama berkata,

‫من كان باهلل اعرف كان هلل اخوف‬

“Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada
Allah”.

7.)Orang Yang Berilmu Akan Allah Angkat Derajatnya

Allah Ta’ala berfirman:

ٍ ‫ِين ُأو ُتوا ْالع ِْل َم د ََر َجا‬


…‫ت‬ َ ‫ َيرْ َف ِع هَّللا ُ الَّذ‬..
َ ‫ِين آ َم ُنوا ِم ْن ُك ْم َوالَّذ‬

“…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di


antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat…” (QS. Al-Mujadilah [58]: 11).
Allah Subhanahu wa Ta ‘ala berfirman,

‫ِير‬ ِ ‫َو َقالُوا َل ْو ُك َّنا َنسْ َم ُع َأ ْو َنعْ قِ ُل َما ُك َّنا فِي َأصْ َحا‬
ِ ‫ب ال َّسع‬

“Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan


(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni
neraka yang menyala-nyala”. (QS. Al-Mulk : 10).

Allah telah memberikan banyak kenikmatan, jika tidak kita gunakan


untuk mempelajari firman-firmannya maka kita akan menjadi salah satu
orang yang menyatakan dan Allah abadikan dalam surat Al-Mulk ayat
10 di atas. Semoga Allah memberikah taufiq dan hidayah-Nya kepada
kita untuk bisa menuntut ilmu dan mengamalkannya sesuai dengan
tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai