Anda di halaman 1dari 13

KEUTAMAAN ILMU

Hadirin siding jum’at rahiakumullah….


Marilah sejenak kita mengingat kembali tujuan hidup sejak dari lahir, 10, 20, 30, 40,
50, bahkan 60 tahun yang lalu kita lahir ke dunia ini; tak lain dan tak bukan supaya
memiliki ilmu.mulai dari ilmu memakan makanan yang disuap kan, sampai ilmu untuk
mencari makanan yang akan kita makan dan kita berikan kepada anak dan keturunan
kita.
Betapa hidup kita ini disibukkan dengan kegiatan menuntut ilmu supaya dapat hidup
dan berkembang di alam dunia ini yang akan dijadikan bekal dan selamat menuju alam
akhirat kelak, allahumma amiin..

Orang yang mempunyai ilmu mendapat kehormatan di sisi Allah dan Rasul-Nya.
Banyak ayat Al-Qur’an yang mengarah agar umatnya mau menuntut ilmu, seperti
yang terdapat dalam Qs Al Mujadalah ayat 11:
ٍ ‫يَرْ فَ ِع هللاُ الَّ ِذينَ َءا َمنُوا ِمن ُك ْم َوالَّ ِذينَ ُأوتُوا ْال ِع ْل َم َد َر َجا‬
‫ت َوهللاُ بِ َما تَ ْع َملُونَ خَ بِي ُُر‬
Artinya :
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)

Diantara perkara mulia yang hendaknya menjadi kesibukan kita adalah menuntut ilmu.
Orang yang memiliki ilmu akan dapat membedakan antara petunjuk dan kesesatan,
kebenaran dan kebatilan, sunnah dan bid’ah. Maka ilmu adalah perkara mulia yang
hendaknya menjadi perhatian setiap muslim, perkara yang harus diutamakan. Karena
ilmu itu lebih didahulukan dari perkataan dan perbuatan.

Hadirin siding jum’at rahiakumullah….


Keutamaan-keutamaan ilmu agama banyak sekali, diantaranya:
• Ilmu adalah sebab kebaikan di dunia dan akhirat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫َم ْن ي ُِر ِد هَّللا ُ بِ ِه َخ ْيرًا يُفَقِّ ْههُ فِي الدِّي ِن‬
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam
agama.” (Muttafaq ‘alaihi).

• Ilmu sebagai benteng dari syubhat dan fitnah


Karena dengan ilmu kita dapat menjaga diri dari berbagai syubhat (kerancuan
pemikiran) yang menyerang. Dengan ilmu juga kita dapat membantah argumen orang-
orang yang ingin merusak agama.
• Ilmu adalah jalan menuju surga
Dengan ilmu kita bisa beribadah yang benar sehingga akan mengantarkan kita kepada
surga Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ك طَ ِريقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِي ِه ِع ْل ًما َسه ََّل هَّللا ُ لَهُ طَ ِريقًا ِإلَى ال َجنَّ ِة‬
َ َ‫َم ْن َسل‬
“Barang siapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka akan Allah
mudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim).

Hadirin siding jum’at rahiakumullah….


Hukum mencari ilmu itu wajib, dengan rincian, pertama hukumnya menjadi fardhu
‘ain untuk mempelajari ilmu agama seperti aqidah, fiqih, akhlak serta Al-Qur’an.
Ilmu-ilmu ini bersipat praktis, artinya setiap muslim wajib memahami dan
mempraktekkan dalam pengabdiannya kepada Allah. Fardu ‘ain artinya setiap orang
muslim wajib mempelajarinya, tidak boleh tidak.

Dan kedua hukumnya menjadi fardu kifayah untuk mempelajari ilmu pengetahuan
umum seperti : ilmu sosial, kedokteran, ekonomi serta teknologi.Fardu Kifayah artinya
tidak semua orang dituntut untuk memahami serta mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut,
boleh hanya sebagian orang saja.
Kewajiban menuntut ilmu ini ditegaskan dalam hadits nabi, yaitu :
ِ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل َم فَ ِري‬
‫ْضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم ْسلِ ٍم َو ُم ْسلِ َم ٍة‬
Artinya :
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”(HR. Ibnu Abdil Bari)

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu
hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebahagian orang muslim saja. Lalu,
“ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadis ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika
Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad SAW menyebutkan kata “ilmu” saja dalam
Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu agama, termasuk
kata “ilmu” yang terdapat dalam hadis di atas.

Secara jelas dan tegas hadits di atas menyebutkan bahwa menuntut ilmu itu
diwajibkan bukan saja kepada laki-laki, juga kepada perempuan. Tidak ada perbedaan
bagi laki-laki ataupun perempuan dalam mencari ilmu, semuanya wajib. Hanya saja
bahwa dalam mencari ilmu itu harus tetap sesuai dengan ketentuan Islam.

Hadirin siding jum’at rahiakumullah….


Kewajiban menuntut ilmu waktunya tidak ditentukan sebagimana dalam shalat, tetapi
setiap ada kesempatan untuk menuntutnya, maka kita harus menuntut ilmu. Menuntut
ilmu tidak saja dapat dilaksanakan di lembaga-lembaga formal, tetapi juga dapat
dilakukan lembaga non formal. Bahkan, pengalaman kehidupanpun merupakan guru
bagi kita semua, di mana kita bisa mengambil pelajaran dari setiap kejadian yang
terjadi di sekeliling kita. Begitu juga masalah tempat, kita dianjurkan untuk menuntut
ilmu dimana saja, baik di tempat yang dekat maupun di tempat yang jauh, asalkan
ilmu tersebut bermanfaat bagi kita.

Dalam hadis dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang bermanfaat.
Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT
dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau
pun di akhirat.

Allah berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut
(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya
tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Allah.
Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)

Oleh kerana itu, Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni
a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’u”. ‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu
yang tidak bermanfaat.’

Hadirin siding jum’at rahiakumullah….


Oleh karenanya, marilah kita bersemangat untuk menuntut ilmu agama dengan segala
sarana yang dimudahkan Allah pada zaman sekarang, baik dengan belajar di Pondok
Pesantren, Madrasah Diniyyah maupun Formal, Taman Pendidikan al-Qur’an, dan
pengajian yang ada di MAsjid-masjid, Mushola, dan majelis-majelis Taklim. Allahu
a’lam.
HADIST TENTANG KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

1. Hadits “Keutamaan Mempelajari Al Qur’an”


َ ْ‫َخـ ْي ُر ُك ْم َم ْن تَ َعلَّ َم ْالقُر‬
ُ‫اآن َو َعلَّ َمه‬
Artinya : ”Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan
mengajarkannya”. (HR. Bukhari)
2. Hadits “Keutamaan Membaca Al Qur’an”
‫ـ فَِإنَّهُ يَْأتِ ْي يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة َشفِ ْيعًا َأِلصْ َحابِ ْه‬،‫اآن‬
َ ْ‫ِإ ْق َرُؤ ْالقُر‬
Artinya : ”Bacalah kamusekalian Al Qur’an, karena sesungguhnya Al Qur’an itu akan
datang pada Hari Kiamat sebagai penolong bagi para pembacanya”. (HR. Ahmad dan
Muslim)
3. Hadits “Kewajiban Mencari Ilmu”
َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَ ِر ْي‬
‫ضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم َو ُم ْسلِ َم ٍة‬
Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim
perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)
4. Hadits “Menginginkan Kebahagiaan Dunia-Akhirat Harus Wajib dengan Ilmu”
‫ َو َم ْن‬،‫ـــال ِع ْل ِم‬
ْ ِ‫آخــ َرةَ فَ َعلَيْــ ِه ب‬
ِ ‫ َو َم ْن َأ َرا َدااْل‬،‫َم ْن َأ َرا َدالـــ ُّد ْنيَا فَ َعلَيْــ ِه بِا ْل ِع ْل ِم‬
‫َأ َرا َدهُ َما فَ َعلَ ْي ِه بِ ْال ِع ْل ِم‬
Artinya : ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya
memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib
baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya
memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)
5. Hadits “Keutamaan Mencari Ilmu”
‫َم ْن َخ َر َج فِى طَلَبُ ْال ِع ْل ِم فَه َُو فِى َسبِ ْي ِل هللاِ َحتَّى يَرْ ِج َع‬
Artinya : ”Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah
hingga ia pulang”. (HR. Turmudzi)
6. Hadits “Kewajiban dan Keutamaan Menuntut Ilmu”
‫ط ِر ْيقًا ِإلَى ْال َجنَّ ِة‬
َ ‫ط ِر ْيقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِ ْي ِه ِع ْل ًما َسه ََّل هللاُ بِ ِه‬
َ ‫ك‬
َ َ‫َم ْن َسل‬
Artinya : ”Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu. Niscaya
Allah memudahkannya ke jalan menuju surga”. (HR. Turmudzi)
7. Hadits “Menuntut Ilmu”
‫ب ْال ِع ْل َم ِم َن ْال َم ْه ِد ِإلَى الَّلحْ ِد‬ ْ ‫ُأ‬
ِ ُ‫طل‬
Artinya : ”Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat”. (Al Hadits)
8. Hadits “Keutamaan Kalimat Tahlil”
َ‫ال آَل ِإلَهَ ِإاَّل هللاُ ُم ْخلِصًا َد َخ َل ْال َجنّة‬
َ َ‫َم ْن ق‬
Artinya : ”Barang siapa yang mengucapkan ‘Tiada Tuhan Selain Allah’ dengan ikhlas
pasti masuk surga”.
9. Hadits “Allah tidak suka orang yang suka bertengkar”
َ ‫ال ِإلَى هللاِ اَأْللَ ُّد ْال ِخ‬
‫صا ْـم‬ ِ ‫الرِّج‬
َ ُ‫َأ ْب َغض‬
Artinya : ”Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah yang suka bertengkar”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
10. Hadits “Tiga Macam Dosa Besar”
ُ‫ق ْالـ َوا لِـ َد ْي ِن َو َشـهَا َدة‬ ُ ‫َأ ْكبَ ُر ْال َكبَــاِئ ِر َأِإْل ْشـ َرا‬
ِ ‫ َوقَ ْتـ ُل النَّ ْف‬,ِ‫ك بِاهلل‬
ُ ‫ َو ُعقُـ ْـو‬,‫س‬
ُّ
‫الز ْو ِر‬
Artinya : ”Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah dan membunuh
manusia dan berani kepada orang tua dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari)
11. Hadits “Tiga Tanda Orang Munafiq”
‫ان‬ َ َ‫ َوِإ َذا َو َع َد َأ ْخل‬,‫ب‬
َ ‫ َوِإ َذا اْئتُ ِم َن َخ‬,‫ف‬ َ ‫ث َك َذ‬ َ ‫ث؛ ِإ َذ‬
َ ‫اح َّد‬ ِ ِ‫آيَةُ ْال ُمنَاف‬
ُ ‫ق ثَاَل‬
Artinya : ”Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga: bila berbicara dusta dan apabila
berjanji ingkar dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Bukhari & Muslim)
12. Hadits “Pengadu Domba Tidak Masuk Surga”
‫اَل يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةُ نَ َّما ٌم‬
Artinya : ”Tidak Akan masuk surga pengadu domba”. (HR. Bukhari dan Muslim)
13. Hadits “Menyambung Silaturrahim/ Persaudaraan”
‫صلُ ْوا َأرْ َحا َم ُك ْم‬
ِ ‫ِإتَّقُ ْواهللاَ َو‬
Artinya : ”Bertaqwalah kepada Allah dan sambunglah tali persaudaraan diantara
kamu sekalian”. (HR. Ibnu ‘Asakir)
14. Hadits “Keutamaan Kebersihan”

ِ ‫َألنَّظَافَةُ ِم َن اِإْل ْي َم‬


‫ان‬
Artinya : ”Kebersihan itu sebagian dari iman”. (HR. Turmudzi)
15. Hadits “Dua Warisan Rasul”
َ ‫ضـلُّ َأبَـدًا َمــاِإ ْن تَ َم َّسـ ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكتَـ‬
َ‫ـاب هللاِ َو ُسـنَّة‬ َ ‫ت فِ ْي ُك ْم َأ ْمـ‬
ِ َ‫ـري ِْن لَ ْن ت‬ ُ ‫تَ َر ْك‬
.‫َرس ُْولِ ِه‬
Artinya : ”Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara kamu tidak akan tersesat
selamanya, selama kamu berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitabullah dan
Sunah Rasul”. (HR. Hakim dan Lain-lain)
16. Hadits “Kesempurnaan Iman”
‫َأ ْك َم ُل ْال ُمْؤ ِمنِي َْن ِإ ْي َمانًا َأحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا‬
Artinya : ”Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling
baik akhlaqnya”. (HR.Ahmad)
17. Hadits “Hamba yang paling dicintai Allah SWT”
‫َأ َحبُّ ِعبَا ِد هللاِ ِإلَى هللاِ َأحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا‬
Artinya : ”Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah mereka yang paling baik
akhlaqnya”. (HR. Thabrani)
18. Hadits “Orang mukmin bagai bangunan kokoh”

ِ َ‫َأ ْل ُمْؤ ِم ُن لِ ْل ُمْؤ ِم ِن َك ْالبُ ْني‬


ُ ‫ان يَ ُش ُّد بَ ْع‬
‫ضهُ بَ ْعضًا‬
Artinya : ”Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya adalah bagaikan sebuah
bangunan yang saling menguatkan sebagiannya kepada sebagian yang lainnya”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
19. Hadits “Sikap Orang Beriman/ Islam tidak akan menyakiti”
‫َأ ْل ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ْال ُم ْسلِ ُم ْو َن ِم ْن لِ َسانِ ِه َويَ ِد ِه‬
Artinya : ”Orang islam sejati adalah apabila orang islam yang lain merasa aman dari
ucapan dan tangannya”. (HR. Muslim)
20. Hadits “Yang Muda Menghormati yang lebih tua”
‫ص ِغ ْي َرنَا َوي َُوقِّرْ َكبِ ْي َرنَا‬
َ ‫ْس ِمنَّا َم ْن لَ ْم يَرْ َح ْم‬
َ ‫لَي‬
Artinya : ”Bukan termasuk golongan kita orang yang tidak menyayangi generasi muda
dan tidak menghormati generasi tua”. (HR. Turmudzi)
21. Hadits “Perintah Sholat”
َ ‫ارَأ ْيتُ ُم ْونِى ُأ‬
‫صلِّى‬ َ ‫صلُّ ْوا َك َم‬
َ
Artinya : ”Shalatlah kamu sekalian seperti kamu melihatku melakukan shalat”. (HR.
Bukhari)
22. Hadits “Keutamaan Menunjukkan kepada kebenaran”
‫َم ْن َد َّل َعلَى َخي ٍْر فَلَهُ ِم ْث ُل َأجْ ِرفَا ِعلِ ِه‬
Artinya : ”Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan maka baginya pahala seperti
pahala pelakunya”. (HR.Muslim)
23. Hadits “Amal yang paling dicintai oleh Allah SWT”

ِ ‫َأ َحبُّ اَأْل ْع َم‬


‫ال ِإلَى هللاِ أ ْد َو ُمهَا َوِإ ْن قَ َل‬
Artinya : ”Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang terus menerus walaupun
sedikit”. (HR. Bukhari & Muslim)
24. Hadits “Larangan Membuka Aurat”
‫ِإنَّانُ ِه ْينَا َأ ْن تُ َرى َع ْو َراتُنَا‬
Artinya : ”Sesungguhnya kita dilarang memperlihatkan aurat kita”.
25. Hadits “Perintah Kasih Sayang”
‫ك َم ْن فِى ال َّس َما ِء‬ ِ ْ‫ِإرْ َح ْم َم ْن فِى اَأْلر‬
َ ‫ض يَرْ َح ْم‬
Artinya : ”Sayangilah siapa saja yang ada di gmuka bumi niscaya akan menyayangi
kamu siapa saja yang ada di langit”. (HR. Thabrani & Hakim)
26. Hadits “Hak dan Kewajiban Sesama Muslim”
ُ ‫ َواتِّبَــا‬,‫ْض‬
‫ع‬ ِ ‫ َو ِعيَــا َدةُ ْال َمـ‬,‫الس ـاَل ِم‬
ِ ‫ـري‬ َّ ‫ق ْال ُم ْسلِ ِم َعلَى ْال ُم ْس ـلِ ِم َخ ْمسٌ ؛ َر ُّد‬ ُّ ‫َح‬
‫س‬
ِ ‫اط‬ ِ ‫ْت ْال َع‬ُ ‫ َوتَ ْش ِمي‬,‫ َوِإ َجابَةُ ال َّد ْع َو ِة‬,‫ْال َجنَاِئ ِز‬
Artinya : ”Kewajiban seorang muslim kepada muslim yang lainnya ada lima hal:
1. Menjawab salam
2. Menengok orang sakit
3. Mengiring jenazah
4. Menghadiri undangan
5. Dan mendoakan orang yang bersin”. (HR. Ibnu Majah)
27. Hadits “Senyum Adalah Shodaqoh”
ٌ‫ص َدقَة‬ َ ‫ك فِى َوجْ ِه َأ ِخي‬
َ ‫ْك‬ َ ‫تَبَ ُّس ُم‬
Artinya : ”Senyummu kepada saudaramu adalah shodaqoh”. (HR. Ibnu Hibban)
28. Hadits “Kedudukan Ibu Dalam Islam”
ِ ‫ت َأ ْق َد ِام اُأْل َّمهَا‬
‫ت‬ َ ْ‫َأ ْل َجنَّةُ تَح‬
Artinya : ”Surga itu di bawah telapak kaki ibu”. (HR. Ahmad)
29. Hadits “Kedudukan Orang Tua Dalam Agama Islam”
‫ضى ْال َوالِ َدي ِْن َوس ُْخطُ هللاِ فِى س ُْخ ِط ْال َوالِ َد ْي ِن‬
َ ‫ض هللاِ فِى ِر‬
َ ‫ِر‬
Artinya : ”Ridho Allah tergantung pada kerelaan kedua orang tua dan murka Allah
tergantung pada kemarahan orang tua”. (HR. Turmudzi)
30. Hadits “Wanita Sholehah Adalah Hiasan Dunia”
ُ‫اع ْال ُّد ْنيَا َأ ْل َمرْ َءةُ الصَّالِ َحة‬ ٌ ‫َأل ُّد ْنيَا َمتَا‬
ِ َ‫ع َو َخ ْي ُر َمت‬
Artinya : ”Dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita
sholehah”.
31. Hadits “Allah Maha Indah”
َ ‫ِإ َّن هللاَ َج ِم ْي ٌل َوي ُِحبُّ ْال َج َم‬
‫ال‬
Artinya : ”Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan”. (HR.
Muslim)

Anda mau dapat sms motivasi dari Kurma ?


Silahkan daftarkan sekarang juga, caranya mudah kok, ketik :
DAFTAR#NAMA#KOTA
KIRIM KE 0897260202
"SALING MEMOTIVASI, SALING BERBAGI ILMU ITU INDAH"
PIN admin 523f4a49
jangan lupa like
official fanspage admin : Ikhwan Ibnu Abbas
Yuk belanja baju muslim di KC Grosir Murah murmer loh.... smile
emotikon smile emotikon smile emotikon
KEUTAMAAN ILMU DAN ‘ULAMA
(2563 Views) November 14, 2011 7:43 am | Published by Redaksi | Comments Off on
Keutamaan Ilmu dan ‘Ulama
(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi)

“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu beberapa derajat…” (Al-Mujadilah: 11)
Mengenal Beberapa Makna Sebagian Mufradat Ayat
“Allah meninggikan” maknanya Allah mengangkat. Yaitu mengangkat kaum
mukminin di atas selain kaum mukminin dan mengangkat orang yang berilmu di atas
orang yang tidak berilmu.

“orang-orang yang diberi ilmu”, yang dimaksud ilmu di dalam ayat ini adalah ilmu
syar’i. Sebab dengannyalah seseorang akan mendapatkan keterangan dalam
mengamalkan agamanya berdasarkan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

“Beberapa derajat”. Al-Qurthubi t berkata: yaitu derajat di dalam agama ketika


mereka melaksanakan apa yang diperintahkan.

Tafsir Ayat
Ayat Allah U yang mulia ini menjelaskan keutamaan para ahli ilmu dan orang-orang
yang senantiasa menuntut ilmu agama. Di samping karena keimanan yang mereka
miliki, mereka juga diangkat derajat dan kedudukannya oleh Allah karena
bertambahnya ilmu agama mereka, yang menjadikannya semakin jauh dari kejahilan
dan mendekatkan kepada keridhaan Allah U.
Berikut beberapa penafsiran para ulama tentang tafsir ayat ini:
– Ath-Thabari t berkata: Allah U mengangkat kaum mukminin dari kalian wahai kaum,
dengan ketaatan mereka kepada Rabb mereka. Maka (mereka taat) pada apa yang
diperintahkan kepada mereka untuk melapangkan (majelis) ketika mereka
diperintahkan untuk melapangkannya. Atau mereka bangkit menuju kebaikan apabila
diperintahkan mereka untuk bangkit kepadanya. Dan dengan keutamaan ilmu yang
mereka miliki, Allah U mengangkat derajat orang-orang yang berilmu dari ahlul iman
(kaum mukminin) di atas kaum mukminin yang tidak diberikan ilmu, jika mereka
mengamalkan apa yang mereka diperintahkan.” Lalu beliau menukilkan beberapa
perkataan ulama salaf, di antaranya Qatadah t, beliau berkata: “Sesungguhnya
dengan ilmu, pemiliknya memiliki keutamaan. Sesungguhnya ilmu memiliki hak atas
pemiliknya, dan hak ilmu terhadap kamu, wahai seorang alim, adalah keutamaan.
Dan Allah memberikan kepada setiap pemilik keutamaan, keutamaannya.” (Tafsir
Ath-Thabari, juz 28 hal.19)

Antara Ilmu dan Ibadah


Menuntut ilmu juga merupakan jenis ibadah. Namun ilmu merupakan jenis ibadah
yang memiliki nilai dan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan jenis ibadah
lainnya. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah r:

“Keutamaan ilmu lebih baik dari keutamaan ibadah. Dan kunci agama adalah
bersikap wara’ (meninggalkan sesuatu yang dikhawatirkan memudharatkan di
akhirat, pen).” (Diriwayatkan oleh Al-Bazzar, Abu Nu’aim, Al-Hakim, dll, dari hadits
Hudzaifah ibnul Yaman. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Qais bin’ Amr
Al-Mula’i, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4214. Lihat pula Shahih
Jami’ Bayan Al-‘Ilmi Wa Fadhlihi no. 27)
Hadits ini menjelaskan demikian mulianya ilmu dan penuntut ilmu. Ini disebabkan
karena seorang yang berilmu kemudian mengajarkan ilmunya, mendakwahkannya,
hingga Allah memberikan hidayah kepada orang lain dengan sebab dakwahnya, maka
menjadi salah satu amal jariyah baginya. Selama ada yang mengamalkan ilmunya
tersebut, maka dia akan terus mendapatkan pahala dari Allah U walaupun dia telah
meninggal. Berbeda dengan orang yang mengerjakan shalat sunnah dan semisalnya,
tidak ada yang merasakan manfaatnya kecuali hanya dirinya sendiri.
Ishaq bin Manshur t berkata: “Aku bertanya kepada Al-Imam Ahmad tentang
perkataannya: Mudzakarah (mengulang-ulangi) ilmu pada sebagian malam lebih aku
senangi daripada menghidupkannya (dengan qiyamul lail). Ilmu apakah yang
dimaksud?” Beliau menjawab: “Yaitu ilmu yang memberi manfaat kepada manusia
dalam perkara agamanya.” Aku bertanya lagi: “Dalam hal (cara) berwudhu’, shalat,
puasa, haji, talak, dan semisalnya?”. Beliau menjawab: “Iya.” (Shahih Jami’ Al-Bayan,
30/45)
Dan berkata pula Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi: Al-Imam Asy-Syafi’i t berkata:

“Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah.” (Shahih Jami’ Al-Bayan, 31/48)
Sufyan Ats-Tsauri t berkata: “Aku tidak mengetahui ada satu ibadah yang lebih afdhal
daripada seseorang yang mempelajari ilmu.” (Shahih Jami’ Al-Bayan, 46/78)

Kemuliaan Para Ulama


Ayat Allah I ini menjelaskan demikian tingginya derajat dan kedudukan para ulama di
atas yang lainnya. Dan merekalah orang-orang yang senantiasa mendapatkan
kemuliaan di sisi Allah I dan juga di kalangan manusia. Di dalam ayat yang lain Allah I
berfirman:

“Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki.” (Yusuf: 76)


Al-Imam Malik t ketika menafsirkan ayat ini berkata: “Yaitu dengan ilmu.”
(dikeluarkan Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ul Bayan.
Lihat Madarikun Nazhar hal. 36)
Zaid bin Aslam t berkata dalam menafsirkan firman Allah U:

“… Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang
lain), dan Kami berikan Zabur (kepada Dawud).” (Al-Isra: 55)
kata beliau: “yaitu dengan ilmu.” (Shahih Jami’ Al-Bayan, 46/79).
Diberitakan oleh Asy’ats bin Syu’bah Al-Misshishi bahwa beliau berkata: Suatu hari
Harun Ar-Rasyid pergi ke Raqqah, maka berlalu gerombolan manusia di belakang
Abdullah ibnul Mubarak, terputuslah sandal-sandal, debu-debu bertebaran. Lalu
salah seorang budak wanita Amirul Mukminin melongok dari dalam istana, lalu
bertanya: “Siapa ini?” Mereka menjawab: “Seorang alim dari Khurasan telah datang.”
Berkatalah sang budak: “Demi Allah, inilah kerajaan sebenarnya, bukan kerajaan milik
Harun yang mengumpulkan manusia dengan tentaranya dan para pembantunya.”
(Siyaru A’lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, 8/384)
Wallahi, inilah kemuliaan yang sebenarnya. Dan bukanlah kemuliaan ketika
seseorang diberikan pundi-pundi harta kekayaan, atau jabatan yang menjadi incaran,
atau partai-partai yang menjadi dambaan, atau duduk di kursi DPR/MPR , dengan
dalih “menegakkan syariat Islam”, “merintis khilafah Islam”, dan propaganda lainnya.
Katakanlah kepada mereka: “Wahai orang-orang yang muflis (bangkrut),
bagaimanapun pandainya kalian dalam menata organisasi dan partai kalian,
menyelenggarakan berbagai macam kegiatan hizbiyyah kalian, menjaga diri dari
berbagai makar dan tipu daya syaithan, kalian tidaklah mungkin mendapatkan
kemuliaan dan keagungan hingga kalian menjadikan amalan kalian di atas ilmu,
mengenal keutamaan ilmu, dan ahli ilmu.” (Lihat Madarikun Nazhar, hal. 36)
Suatu hal yang mustahil bagi mereka yang ingin menegakkan syariat Islam,
mendirikan khilafah Islamiyah, namun menempuhnya dengan cara-cara yang batil,
dengan membentuk partai, masuk ke dalam parlemen, menundukkan dirinya di
hadapan demokrasi yang thaghut, dan tidak membangun segala aktivitasnya di atas
ilmu yang haq dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah r. Sungguh mereka hanyalah
mencari sesuatu yang bersifat fatamorgana, sebagaimana sebuah syair:

Kalian mengharapkan keselamatan namun tidak menempuh jalan-jalannya


Sesungguhnya kapal tidak akan berlayar di atas tempat yang kering
Al-Hasan Al-Bashri t berkata: “Di antara tanda berpalingnya Allah dari hamba-Nya
adalah dia menjadikan sibuk terhadap apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.” (At-
Tamhid, Ibnu Abdil Bar. Lihat Madarikun Nazhar, hal. 444)
Dengan ilmulah seseorang akan mendapatkan kemuliaan dunia sebelum akhirat.
Sebagaimana Allah I telah memilih Thalut untuk memimpin Bani Israil, firman-Nya:

“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya Allah telah mengangkat


Thalut menjadi rajamu.’…” (Al-Baqarah: 247)
Di dalam Shahih Muslim dari ‘Amir bin Watsilah bahwa Nafi’ bin Abdil Harits bertemu
‘Umar di ‘Usfan. Ketika itu ‘Umar mengangkatnya sebagai gubernur di Makkah.
Kemudian ‘Umar bertanya: “Siapa yang engkau angkat jadi pemimpin daerah
lembah?” Beliau menjawab: “Ibnu Abza.” (‘Umar) bertanya: “Siapa Ibnu Abza?”
Beliau menjawab: “Dia adalah salah satu bekas budak kami.” (‘Umar) bertanya:
“Engkau jadikan yang memimpin mereka dari kalangan maula (bekas budak)?” Beliau
menjawab: “Sesungguhnya dia mempunyai ilmu tentang kitab Allah U dan alim dalam
ilmu warisan.” ‘Umar berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Nabimu r telah bersabda:

“Sesungguhnya Allah mengangkat (derajat) sebagian kaum dengan kitab ini (Al
Qur’an), dan dengannya Allah merendahkan yang lainnya.”
Ahmad bin Ja’far bin Muslim t berkata: Aku mendengarkan Abbar berkata: Ketika aku
berada di Al-Ahwaz, aku melihat ada seorang laki-laki yang telah mencukur habis
kumisnya,-(Ahmad bin Ja’far berkata) aku menyangka dia berkata- dia telah membeli
beberapa kitab dan siap menjadi seorang mufti. Lalu disebutkan kepadanya ashabul
hadits, maka dia menjawab: “Mereka tidak ada apa-apanya, mereka tidak memiliki
apa-apa.” Aku pun berkata (kepadanya): “Engkau tidak pandai mengerjakan shalat.”
Dia berkata: ‘Aku?’. Aku menjawab: ‘Iya, apa yang engkau hafal dari Rasulullah r
ketika engkau membuka shalatmu dan mengangkat kedua tanganmu?’ Maka dia
terdiam. Aku pun bertanya kembali: ‘Apa yang engkau hafal dari Rasulullah r tatkala
engkau sujud?’. Dia kembali terdiam. Aku berkata: ‘Bukankah aku telah mengatakan
engkau tidak pandai mengerjakan shalat? Maka janganlah engkau menjelekkan
ashabul hadits.” (Siyaru A’lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, 13/444)
Ulama adalah Para Mujahid
Allah telah menjadikan orang-orang yang menuntut ilmu sebagai salah satu bagian
dalam jihad fi sabilillah. Firman-Nya:

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.” (At-Taubah:122)
Abu Darda z berkata: “Barangsiapa yang menganggap bahwa berangkatnya
seseorang mencari ilmu itu bukan jihad, maka sungguh dia kurang akal dan fikiran.”
(Lihat Shahih Jami’ Al Bayan, 35/56)
Terhadap merekalah kaum muslimin diperintahkan untuk merujuk kepadanya ketika
mereka menghadapi berbagai macam problem dan masyakil di dalam agama mereka.
Baik masalah bersuci, shalat, puasa, zakat, jihad, maupun persoalan-persoalan
kontemporer (fiqh nawazil) dan lain sebagainya. Barangsiapa yang membagi para
ulama menjadi dua: ulama dalam urusan jihad dan ulama mengurusi selain jihad,
maka sungguh dia telah terjerumus dalam kebatilan yang nyata.
Al-Albani t berkata: “Jika sekiranya sikap memberontak terhadap pemerintah
mendatangkan kejahatan yang telah dijelaskan oleh nash-nash syar’i yang saling
menyatu, disertai dengan berbagai kejadian yang nyata, sebagaimana yang nampak
dari hasil perbuatan para ahli bid’ah di setiap zaman. Maka lebih jahat lagi adalah
orang-orang yang keluar dari para ulamanya dengan menjatuhkan hak-hak mereka,
dan tidak bersandar kepada fatwa-fatwa mereka kecuali yang sesuai dengan hawa
nafsu para haraki (Ikhwanul Muslimin, pen) dan meremehkan kedudukan mereka
dalam hal (menyikapi) politik, dan melontarkan tuduhan kepada mereka dengan
istilah “ulama di rumah wudhu”, dan gelar-gelar semisalnya yang diwarisi oleh para
ahlul bid’ah yang hina dari yang hina, yang ditujukan kepada para ulama salafiyyin
yang mulia kepada yang mulia. Dan hal ini berarti menggugurkan syariat dengan
mencerca para saksi dan pembawanya. Dan Allah akan memenuhi janjinya.”
(Madarikun Nazhar, hal. 227-228)

Anda mungkin juga menyukai