Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AIK
MEMAHAMI,MENGEMBANGKAN DAN MENGAMALKAN ILMU
Dosen: Dr.Cahaya Khaeron,Mpd.i

Kelompok 2
Lutfi Fania Nasuha (21910004)
Aulia Nawarani (21910002)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMADIYAH METRO
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun Terlepas dari semua itu, kami meyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah tentang MEMAHAMI,MENGEMBANGKAN DAN
MENGAMALKAN ILMU

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
1. Perintah Menuntut Ilmu....................................................................... 1
2. Keutamaan Orang Berilmu.................................................................. 3
3. Kedudukan ulama dalam islam........................................................... 8
4. Mengamalkan Ilmu.............................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 13

iii
1. Perintah Menuntut Ilmu
Perintah untuk menuntut ilmu tersurat dalam QS. At Taubah ayat 122. Dia
berfirman:

‫۞ َو َما َكانَ ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ لِيَ ْنفِرُوْ ا َك ۤافَّ ۗةً فَلَوْ اَل نَفَ َر ِم ْن ُك ِّل ِفرْ قَ ٍة ِّم ْنهُ ْم طَ ۤا ِٕىفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْ ا‬
١٢ - ‫ن‬ َ ࣖ ْ‫فِى ال ِّد ْي ِن َولِيُ ْن ِذرُوْ ا قَوْ َمهُ ْم اِ َذا َر َجع ُْٓوا اِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُو‬
Artinya: "Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke
medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak
pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat
menjaga dirinya."

Menurut ulama tafsir Ibnu Katsir, ayat tersebut merupakan penjelasan dari
Allah SWT mengenai apa yang dikehendaki-Nya, yaitu berkenaan dengan
keberangkatan semua kabilah bersama Rasulullah SAW ke medan Tabuk serta
sejumlah kecil dari masing-masing kabilah apabila mereka tidak boleh berangkat
semuanya.
Ibnu Katsir menjelaskan, hal ini dimaksudkan agar mereka yang berangkat
bersama Rasulullah SAW dapat memperdalam agamanya melalui wahyu-wahyu
yang diturunkan kepada Rasul. Begitu mereka kembali kepada kaumnya, mereka
bertugas untuk memberikan peringatan tentang segala sesuatu yang menyangkut
musuh agar mereka waspada.
Menurut tafsir ini, menuntut ilmu (belajar agama) sama wajibnya dengan
berjihad atau fardhu kifayah hukumnya,
"Dengan demikian, maka golongan yang tertentu ini memikul dua tugas
sekaligus. Tetapi sesudah masa Nabi SAW maka tugas mereka yang berangkat
dari kabilah-kabilah itu tiada lain adalakanya untuk belajar agama atau berjihad,
karena sesungguhnya hal tersebut fardhu kifayah bagi mereka," jelas Ibnu Katsir.
Dalam tafsir Kementerian Agama (Kemenag) disebutkan, perang bertujuan
untuk mengalahkan musuh-musuh Islam serta mengamankan jalan dakwah agama

1
Islam, sedangkan menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama bertujuan
untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama Islam.
Perintah untuk menuntut ilmu ini juga dijelaskan dalam sabda Rasulullah
SAW dalam hadits riwayat Ibnu Majah.

َ ‫طَلَبُ ْال ِع ْل ْم فَ ِر ْث‬


‫ضةٌ َعلَى ُكلِّ ُم ْسلِ ٍم‬

Artinya: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim." (HR.
Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha'if Sunan
Ibnu Majah no. 224.).

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga berpesan kepada umatnya untuk
belajar, menghormati guru, dan berlaku baik kepada orang-orang yang
mengajarkan ilmu,
(‫ضعُوْ الِ ُم َعلِّ ِم ْي ُك ْ{م َولَيَلَوْ ا لِ ُم َعلِّ ِم ْي ُك ْم) َرواهُ الطَّب َْرانِ ْي‬
َ ‫تَ َعلَّ ُموْ ا َو َعلِّ ُموْ ا َوتَ َوا‬

Artinya: "Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah
guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu." (HR
Tabrani).

Menuntut ilmu memiliki sejumlah keutamaan. Menurut Rasulullah SAW,


Allah SWT akan memudahkan jalan menuju surga bagi orang-orang yang
menuntut ilmu.
‫ َر َواهُ ُم ْسلِم‬. ‫ َسه ََّل هللاُ لَهُ طَ ِر ْيقًا ِإلَى ال َجنَّ ِة‬,‫َم ْن َسلَكَ طَ ِر ْيقًايَ ْلتَ ِمسُ فِ ْي ِه ِع ْل ًما‬
Artinya: "Barang siapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu,
maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim).
Ilmu yang bermanfaat juga termasuk satu dari tiga hal yang pahalanya tiada
putus meskipun telah meninggal dunia. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW
bersabda:

2
‫اريَ ٍة َأوْ ِع ْل ٍم يُ ْنتَفَ ُع بِ ِه‬ َ ‫ِإ َذا َماتَ اِإل ْن َسانُ ا ْنقَطَ َع َع ْنهُ َع َملُهُ ِإالَّ ِم ْن ثَالَثَ ٍة ِإالَّ ِم ْن‬
ِ ‫ص َدقَ ٍة َج‬
ُ‫ح يَ ْدعُو لَه‬
ٍ ِ‫صال‬ َ ‫َأوْ َولَ ٍد‬

Artinya: "Jika seorang manusia mati, maka terputuslah darinya semua amalnya
kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya
atau anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim).

2. Keutamaan Orang Berilmu


Allah SWT telah menciptakan manusia ke dalam bentuk yang paling
bagus. Baik bentuk fisik yang terlihat dari luar, maupun organ-organ yang ada di
dalam tubuhnya termasuk juga fungsinya. Secara fisik lahir, kita bisa melihat
bagaimana Allah menetapkan Panjang dan jarang setiap organ. Tangan, misalnya,
jarak antara ujung tangan sampai siku dengan siku sampai pundak tidak sama.
Ketidaksamaan ini menjadikan tangan terlihat indah serta fungsional. Kemudian
ukuran panjang kaki mulai dari ujung kaki sampai pangkal paha dengan ukuran
badan mulai dari pangkal paha sampai leher. Posisi mulu, hidung, mata, dan
telinga, panjang setiap ruas jari, panjang masing-masing jari dan sebagainya
menunjukan jarak dan komposisi yang indah dan fungsional. Dan semuanya
Nampak begitu seimbang. Inilah yang disebut oleh ilmuwan dengan sebagai
Golden Ratio (rasio emas). Ini adalah sedikit gambaran kesempurnaan fisik
manusia sebagaimana tersurat dalam surat at-Tin.
Mengenai fungsinya, tangan manusia dapat digunakan untuk meraih apa
saja yang diinginkan. Hal ini berbeda dengan hewan, menggunakan mulut untuk
meraih sesuatu yang diinginkan. Demikian pula fungsi organ luar yang lain yang
dapat digunakan sesuai kehendak manusia.
Kesempurnaan organ dalam, misalnya otak, dengan otak manusia dapat
berpikir, menerima dan menggali pengetahuan, membedakan yang mana yang
baik untuk kehidupannya dan mana yang buruk akibatnya, memikirkan solusi
permasalahan hidup yang dihadapi dan sebagainya (Harori, 2001:juz 32, 129). Di

3
otak inilah, segala ilmu pengetahuan yang dipelajarinya bersemayam. Dan dengan
ilmu pengetahuan ini pula, manusia memiliki keutamaan di bandingkan dengan
makhluk yang lainnya.
Ketika Allah Swt menciptakan Adam ‘alaihissalam, Allah mengajarkan
ilmu pengetahuan tentang al-asma’ (nama-nama) seluruh ciptaan-Nya, dengan
berbagai jenisnya, dan berbagai macam bahasa yang berbeda-beda sebagai bekal
bagi Adam untuk mengelola bumi. Hal ini mencerminkan, betapa pentingnya
ilmu pengetahuan bagi manusia. Maka, seseorang yang memiliki ilmu
pengetahuan yang menghadirkan kemaslahatan bagi umat manusia, Allah Swt
akan mengangkat derajatnya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat
al-Mujadilah ayat 11:

‫ح هّٰللا ُ لَ ُك ۚ ْم َواِ َذا قِ ْي{ َل‬ ِ ِ‫ٰيٓاَيُّهَ{{ا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ{ ْٓ{وا اِ َذا قِ ْي{ َل لَ ُك ْم تَفَ َّس{حُوْ ا فِى ْال َم ٰجل‬
ِ {‫س فَا ْف َس{حُوْ ا{ يَ ْف َس‬
‫ت َوهّٰللا ُ بِ َم{{{ا‬
ٍ ۗ ‫{{{ع هّٰللا ُ الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ{{{وْ ا ِم ْن ُك ۙ ْم َوالَّ ِذ ْينَ اُوْ تُ{{{وا ْال ِع ْل َم د ََر ٰج‬
ِ َ‫ا ْن ُش{{{ ُزوْ ا{ فَا ْن ُش{{{ ُزوْ ا{ يَرْ ف‬
‫تَ ْع َملُوْ نَ َخبِ ْي ٌر‬

Artinya : Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-


lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah : 11)

Allah Swt. juga memuji orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan,


sebagaimana tersurat dalam surat Ali Imran ayat 18, yang artinya:
ِۗ ‫َش ِه َد هّٰللا ُ اَنَّهٗ ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل هُ ۙ َو َو ْال َم ٰۤلى َكةُ َواُولُوا ْال ِع ْل ِم قَ ۤاى ًم ۢا بِ ْالقِس‬
‫ْط ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل ه َُو ْال َع ِز ْي ُز‬ ِٕ ِٕ
‫ْال َح ِك ْي ُم‬

“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para
Malaikat dan orang-orang yang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada
tuhan selain Dia, yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.

4
Di dalam surat az-Zumar ayat 9 Allah berfirman:
ِ ‫قُلْ هَلْ يَ ْست َِوى الَّ ِذ ْينَ يَ ْعلَ ُموْ نَ َوالَّ ِذ ْينَ اَل يَ ْعلَ ُموْ نَ ۗ اِنَّ َما يَتَ َذ َّك ُ{ر اُولُوا ااْل َ ْلبَا‬
‫ب‬

“Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang


yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang
dapat menerima pelajaran.

Selanjutnya dalam surat Fathir ayat 28, yang artinya:


‫اِنَّ َما يَ ْخ َشى هّٰللا َ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْال ُعلَمٰۤ ؤا‬

“Hanya saja yang takut kepada Allah dari sekian hamba-Nya adalah ulama,”

Rasulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam, juga memuji orang


yang berilmu, sebagaimana tersebut dalam beberapa haditsnya, seperti yang
terdapat dapat kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din bab Adab al-‘Ilm, sebagai berikut:
‫ إنّي‬:‫ أوحى هللا إلى إبراهيم عليه السّالم‬:‫روي{ عن النبي صلّى هللا عليه وسلّم{ أنّه قال‬
‫عليم أحبّ ك ّل عليم‬

“diriwayatkan dari Nabi Saw. beliau bersabda: Allah Swt memberi wahyu kepada
Ibrahim as.: sesunggunya Aku (Allah Maha) mengetahui, Aku (Allah) mencintai
orang-orang yang berilmu”

‫ أح{{دهما ع{{الم‬:‫ ُسِئل رسول هللا صلّى هللا عليه وسلّم{ عن رجلين‬:‫روى{ أبو أمامة قال‬
‫ فضل العالم على العب{{اد كفض{{لى على أدن{{ا‬:‫ فقال صلّى هللا عليه وسلّم‬,‫واالخر{ عابد‬
‫كم رجال‬

“Diriwayatkan dari Abu Umamah, berkata: Rasulullah Saw. ditanya tentang 2


orang, yang satu orang alim dan yang satunya ahli ibadah. Rasulullah Saw.
bersabda: keutamaan orang alim terhadap ahli ibadah seperti keutamaanku
terhadap orang yang paling rendah di antara kalian (sahabat)”

5
Di dalam kitab Tanqih al-Qoul al-Hatsits bi Syarh Lubab al-hadits karya
Imam Nawawi halaman 8, terdapat hadis tentang keutamaan orang yang berilmu,
yaitu:

ِ ‫ان ِم ْن َأ ْل‬
‫ف عَابِ ٍد ُمجْ تَ ِه ٍد‬ ِ َ‫ع َأ َش ُّد َعلَى ال َّش ْيط‬
ٌ ‫ار‬ ِ ‫وقال صلى هللا عليه وسلم{ فَقِ ْيهٌ َو‬
ِ ‫اح ٌد ُمتَ َو‬
‫ع‬
ٍ ‫ار‬
ِ ‫َجا ِه ٍل َو‬
Nabi Saw. Bersabda: Seorang faqih (alim dalam ilmu agama), wira’i (menjaga
diri dari hal-hal yang diharamkan) adalah lebih berat (sulit) bagi syaitan
disbanding seribu ahli ibadah yang bersungguh-sungguh, (tapi) bodoh,
(meskipun) wira’i.
َ ‫َلى ال َعابِ ِد َكفَضْ ِل القَ َم ِر لَ ْيلَةَ البَ ْد ِر ع‬
‫َلى َس{{اِئ ِر‬ َ ‫وقال صلى هللا عليه وسلم{ فَضْ ُل ال َعالِ ِم ع‬
ِ ‫ال َك َوا ِك‬
‫ب‬

Nabi saw. bersabda, “Keutamaan orang yang berilmu (yang mengamalkan


ilmunya) atas orang yang ahli ibadah adalah seperti utamanya bulan di malam
purnama atas semua bintang-bintang lainnya.”

َ ‫وقال النبي صلى هللا عليه وسلم نَوْ ُم ال َعالِ ِم َأ ْف‬


َ ‫ض ُل ِم ْن ِعبَا َد ِة‬
‫الجا ِه ِل‬

Nabi saw. bersabda, “Tidurnya seorang yang berilmu (yakni orang alim yang
memelihara adab ilmu) lebih utama dari pada ibadahnya orang yang bodoh
(yang tidak memperhatikan adabnya beribadah).”

Beberapa perkataan para sahabat mengenai keutamaan orang yang berilmu,


sebagaimana dinukil oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Adab Ta’lim wa
al-Muta’allim halaman 20, sebagai berikut:

Mu’adz bin Jabal ra. Berkata:


ُ‫ث َع ْنهُ ِجهَا ٌد َوبَ ْذلُه‬
ُ ْ‫تَ َعلَّ ُموْ ا ْال ِع ْل َم فَِإ َّن تَ َعلُّ َمهُ َح َسنَةٌ َوطَلَبَهُ ِعبَا َدةٌ َو ُم َذا َك َرتَهُ تَ ْسبِ ْي ٌح َو ْالبَح‬
ٌ‫ص َدقَة‬
َ ُ‫قُرْ بَةٌ َوتَ ْعلِ ْي َمهُ لِ َم ْن اَل يَ ْعلَ ُمه‬

6
“Belajarlah ilmu, sesungguhnya mempelajari ilmu adalah suatu kebaikan,
mencari ilmu adalah ibadah, mengingatnya adalah tasbih, membahas suatu ilmu
adalah jihad, bersungguh-sungguh terhadao ilmu adalah pengorbanan,
mengajarkan ilmu kepada orang yang tidak memiliki pengatahuan adalah
sedekah”
Sufyan bin ‘Uyainah ra. Berkata:
ْ ‫اس ِع ْن َد هّللا َم ْن ِزلَةً َم ْن َكانَ بَ ْينَ هّللا ِ َوبَ ْينَ ِعبَا ِد ِه َوهُ ْم اَأل ْنبِيِا ُء‬
‫وال ُعلَ َما ُء‬ ِ َّ‫َأرْ فَ ُع الن‬
“Kedudukan tertinggi manusia di sisi Allah adalah para Nabi dan ‘Ulama (orang
yang berilmu”

Sebagaimana penjelasan di atas, dapat diketahui betapa luhur kedudukan


orang yang berilmu. Maka tidak heran, para ulama terdahulu menghabiskan
sebagian besar waktunya demi melestarikan ilmu, terutama ilmu syari’at Islam.
Bahkan, di antara mereka ada yang rela tidak berkeluargan demi mengabdikan
diri sepenuhnya untuk ilmu. Misalnya, Ibnu Jarir at-Thobari seorang mufasir (ahli
tafsir) dan sejarahwan, Zamakhsyari seorang mufasir dan teolog, Imam Yahya bin
Syarof ad-Din an-Nawawi seorang ahli hadits (muhaddits), Ibnu Taimiyah dan
sebagainya. Mereka mendedikasikan dan mengabdikan diri untuk melestarikan
ilmu. Sehingga sejarah mencatatkan sebagai orang-orang alim yang
mempengaruhi dunia Islam

3. Kedudukan ulama dalam islam


Allah SWT menematkan ulama dan ilmu dalam kedudukan yang tinggi.
Keistimewaan orang yang berilmu dijelaskan baik dalam Alquran atau sunnah
Rasulullah SAW.
Orang yang memiliki ilmu mempunyai derajat yang sangat tinggi di sisi
Allah SWT. Dalam satu ayat Alquran bahwa orang yang memiliki ilmu maka
akan Allah sejajarkan atau Allah samakan dengan malaikat dalam persaksiannya,
Ayat yang di maksud di atas adalah

7
ٰ
َ {ُ‫َش ِه َد هَّللا ُ َأنَّهُ اَل ِإلَهَ ِإاَّل هُ َو َو ْال َماَل ِئ َكةُ َوُأولُو ْال ِع ْل ِم قَاِئ ًم{{ا بِ ْالقِ ْس{ ِط ۚ اَل ِإلَٰ هَ ِإاَّل ه‬
‫{و ْال َع ِزي{ ُز‬
‫ْال َح ِكي ُم‬
“Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia (demikian pula) para
malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain
Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS Ali Imran: 14)

Imam Al Quthubi dalam kitab Jami’ Li Ahkam Alquran berpendapat


bahwa di dalam ayat ini terdapat dalil dan tentang kemulian para ulama, tentu
Allah akan menyertakan mereka dengan namanya dan nama para malaikat
sebagaimana Allah menyertakan para ulama.
Di sinilah pentingnya memantapkan niat bagi mereka pencari ilmu agar
kita istiqamah menjalankannya dengan ikhlas. Syekh Nawawi Al-Bantani
dalam //Tanqih Al-Qaul al-Hatsits Syarah Kitab Lubabul Hadits// karangan Imam
Jalaluddin as-Suyuthi, mengutip hadits Nabi Muhammad SAW berikut:
‫وقال صلى هللا عليه وسلم{ من انتقل ليتعلم علما غفر له قبل أن يخطو‬
(‫)رواه الشيرازى{ عن عائشة‬

Rasulullah SAW bersabda, ”Barang siapa berpindah tempat (dari satu tempat ke
tempat yang lainnya, baik dengan berjalan kaki atau dengan menaiki kendaraan)
dengan tujuan belajar (ilmu syariat) maka di ampuni dosa-dosanya (dosa-dosa
kecil yang pernah dia lakukan) sebelum dia melangkah (dari tempatnya, jika
niatnya karena Allah).” (HR Assyairazi dari Aisyah RA)

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW menyatakan perbedaan


kedudukan antara orang-orang yang berilmu dan ahli ibadah tetapi tidak berilmu.
َ ‫قال صلى هللا عليه وسلم نوْ ُم ال َعالِ ِم َأ ْف‬
‫ أي نوم العالم ال{{ذي ي{{راعي آداب العلم‬.‫ض ُل ِم ْن ِعبَا َد ِة ال َجا ِه ِل‬
.‫أفضل من عبادة الجاهل الذي ال يسلم آداب العبادة‬
Rasulullah SAW bersabda, “Tidurnya orang alim itu lebih utama dari pada
ibadahnya orang bodoh. Maksudnya adalah orang alim yang tidur dalam

8
keadaan memelihara adabul ibadah (adab-adab ibadah) itu lebih afdal dari pada
orang bodoh yang beribadah tetapi tidak memperhatikan adabul ibadah.

Inilah mengapa, Rasulullah juga menegaskan bahwa ‫ العلماء ورثة االنبياء‬atau


sejatinya para ulama adalah pewaris nabi, dalam makna bahwa mereka
mengemban estafeta keilmuan syariat dari masa ke masa.
Sementara itu. di antara wasilah untuk mendapatkan kemuliaan ilmu adalah
memuliakan para ulama. Mereka adalah orang pilihan dan memilki keistimewaan
di sisi Allah sebagaiman sabda Nabi Muhammad SAW berikut:
‫وقال صلى هللا عليه وسلم{ أكرموا لعلماء فانهم عند هللا كرماء مكرمون‬

Rasululah SAW bersabda, “Muliakanlah ulama (orang-orang yang mengerti ilmu


syariat dan mengamalkannya), karena mereka itu orang-orang mulia (orang-
orang pilihan Allah) dan yang dimuliakan pula (di kalangan malaikat).”

Imam Ghazali membagi menjadi dua kategori. Tokoh bergelar hujjatul


Islam itu menjelaskan kategori pertama adalah ulama akhirat dan ulama su (ulama
buruk) atau ulama yang lebih mementingkan keduniawiaannya.
Sedangkan ulama akhirat adalah ulama yang sederhana, bersahaja, dan
tidak berlebihan dalam kenikmatan. Hal ini di sampaikan Imam Ghazali dalam
sebuah karyanya Mukasyafat al-Qulub, beliau mengingatkan agar membedakan
mana ulama yang su’ dan mana ulama akhirat. (Asep hidayat/ Nashih)

9
4. Mengamalkan Ilmu
A. Hadits Mengamalkan Ilmu
ُ‫ال تَ َعلَّ ُموا ْال ِع ْل َم تُ ْع َرفُوا بِ ِھ َوا ْع َملُوا بِ ِھ تَ ُكونُوا ِم ْن َأ ْھلِ ِھ فَِإنَّھ‬
َ َ‫ع َْن َعلِ ٍّي ق‬
ْ
ُ‫ْرفُ فِی ِھ تِ ْس َعةُ ُع َش َراِئ ِھ ْم ال َم ْعرُوفَ َوالَ یَ ْنجُو ِم ْنھ‬ ِ ‫ان الَ یَع‬ ٌ ‫َسیَْأتِي بَ ْع َد ھَ َذا َز َم‬
َ‫ح َوال‬ ِ ‫صابِی ُح ْال ِع ْل ِم لَیْسُوا بِ ْال َم َساِیی‬
َ ‫ك َأِئ َّمةُ ْالھُدَى َو َم‬ َ ‫ِإالَّ ُكلُّ نُ َو َم ٍة فَُأولَِئ‬
‫ْال َم َذایِی ِع ْالب ُْذ ِر قَا َل َأبُو ُم َح َّمد نُ َو َمةٌ غَافِ ٌل ع َْن ال َّش ِّر ْال َم َذاِیی ُع ْالب ُْذ ِر َكثِی ُر‬
‫ْال َكالَ ِم‬
Telah disampaikan kabar dari Ali radliallahu 'anhu ia berkata; "
Pelajarilah ilmu, kamu akan mengenalnya, dan amalkanlah ilmu kalian,kalian
menjadi ahlinya. Akan datang satu jaman yang ketika itu Sembilan persepuluh
kebaikan sudah tidak dikenali lagi. Tidak ada yang selamat kecuali
sekelompok kecil. Mereka adalah para pemimpin yang tercerahkan dan
menjadi cahaya ilmu, mereka bukanlah orang yang selalu berbuat buruk dan
mengadu domba, dan mereka juga bukan orang yang hanya pandai bicara ".1

B. Penjelasan
Hadits di atas menjelaskan bahwa setelah mempelajari dan memiliki
ilmu, kewajiban yang harus ditunaikan adalah mengamalkan ilmu tersebut.
Karena ilmu tidak dicari kecuali untuk diamalkan yaitu mengubah ilmu
tersebut menjadi sebuah perilaku nyata yang tercermin dalam setiap tindak
tanduk dan pemikiran seorang manusia. Para ulama Ahlussunnah wal Jamaah
menasihati kita supaya menuntut ilmu dan mempelajarinya, serta
mengamalkannya. Mereka mengatakan bahwa tegaknya agama serta kunci
kemenangan adalah dengan ilmu.

10
C. Keutamaan Mengamalkan Ilmu
1. Anjuran agar kita semakin bersemangat dalam menuntut ilmu syar’I
sehingga semoga setiap ilmu yang kita dapatkan, kita berusaha untuk
dapat kita amalkan.
2. Maka seharusnya ini dapat kita jadikan sebagai tujuan utama kita dalam
menuntut ilmu, yaitu kita mencari ilmu agar kita dapat mengamalkannya;
bukan hanya sekedar “koleksi” ilmu saja, namun tercermin dalam amal-
amal kita, baik amalan hati, lisan maupun anggota badan.
3. Dengan mengamalkan ilmu (dengan ikhlas), maka pasti Allah akan
menunjuki kita akan ilmu-ilmu yang belum kita ketahui.
4. Dengan mengamalkan ilmu (dengan ikhlas) pula, maka akan memperkuat
keimanan dalam hati kita. Seperti yang firman Allah dalam QS. An-Nisa
ayat 66.
ً ِ‫َولَوْ َأنـَّهُ ْم فـ َ َعلُوا{ َما يُو َعظُونَ بِ ِه لَ َكانَ خَيـْرًا لهَُ ْم َوَأ َش َّد تـ َ ْثب‬
‫يت‬

11
DAFTAR PUSTAKA

https://www.darusyahadah.com/mengamalkan-ilmu/
https://bdksemarang.kemenag.go.id/berita/keutamaan-orang-yang-berilmu
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alfath/article/view/875

12

Anda mungkin juga menyukai