Mencium Tangan Ulama’/Guru Menghorhmati Keluarga Ulama’/Guru Memperingati HAUL Ulama’ Penghargaan Allah Kepada Ahli Ilmu Allah SWT telah menciptakan manusia ke dalam bentuk yang paling bagus. Baik bentuk fisik yang terlihat dari luar, maupun organ-organ yang ada di dalam tubuhnya termasuk juga fungsinya. Secara fisik lahir, kita bisa melihat bagaimana Allah menetapkan Panjang dan jarang setiap organ. Tangan, misalnya, jarak antara ujung tangan sampai siku dengan siku sampai pundak tidak sama. Ketidaksamaan ini menjadikan tangan terlihat indah serta fungsional. Kemudian ukuran panjang kaki mulai dari ujung kaki sampai pangkal paha dengan ukuran badan mulai dari pangkal paha sampai leher. Posisi mulu, hidung, mata, dan telinga, panjang setiap ruas jari, panjang masing-masing jari dan sebagainya menunjukan jarak dan komposisi yang indah dan fungsional. Dan semuanya Nampak begitu seimbang. Inilah yang disebut oleh ilmuwan dengan sebagai Golden Ratio (rasio emas). Ini adalah sedikit gambaran kesempurnaan fisik manusia sebagaimana tersurat dalam surat at-Tin. Ketika Allah Swt menciptakan Adam ‘alaihissalam, Allah mengajarkan ilmu pengetahuan tentang al-asma’ (nama-nama) seluruh ciptaan-Nya, dengan berbagai jenisnya, dan berbagai macam bahasa yang berbeda- beda sebagai bekal bagi Adam untuk mengelola bumi. Hal ini mencerminkan, betapa pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia. Maka, seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang menghadirkan kemaslahatan bagi umat manusia, Allah Swt akan mengangkat derajatnya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an ح هّٰللا ُ لَ ُك ۚ ْم َواِ َذا قِي َْل ِ ِ ِ ٰيٓا َ ُّيهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قِ ْي َل لَ ُك ْم تَفَ َّسح ُْوا فِى ْال َم ٰجل س فَا ْف َسح ُْوا يَ ْف َس ت َوهّٰللا ُ ِب َما تَ ْع َملُ ْو َن ٍ ۗ ا ْن ُش ُز ْوا فَا ْن ُش ُز ْوا يَرْ فَ ِع هّٰللا ُ الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا ِم ْن ُك ۙ ْم َوالَّ ِذي َْن اُ ْوتُوا ْال ِع ْل َم َد َر ٰج َخ ِب ْي ٌر Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah : 11) Allah Swt. juga memuji orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan, sebagaimana tersurat dalam surat Ali Imran ayat 18, yang artinya: ُْط ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل ه َو ِۗ َش ِه َد هّٰللا ُ اَنَّ ٗه ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل هُ ۙ َو َو ْال َم ٰۤلى َكةُ َواُولُوا ْال ِع ْل ِم قَ ۤاى ًم ۢا بِ ْالقِس ِٕ ِٕ ْال َع ِز ْي ُز ْال َح ِك ْي ُم “Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para Malaikat dan orang-orang yang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana”. Sebagaimana penjelasan di atas, dapat diketahui betapa luhur kedudukan orang yang berilmu. Maka tidak heran, para ulama terdahulu menghabiskan sebagian besar waktunya demi melestarikan ilmu, terutama ilmu syari’at Islam. Bahkan, di antara mereka ada yang rela tidak berkeluargan demi mengabdikan diri sepenuhnya untuk ilmu. Misalnya, Ibnu Jarir at-Thobari seorang mufasir (ahli tafsir) dan sejarahwan, Zamakhsyari seorang mufasir dan teolog, Imam Yahya bin Syarof ad-Din an-Nawawi seorang ahli hadits (muhaddits), Ibnu Taimiyah dan sebagainya. Mereka mendedikasikan dan mengabdikan diri untuk melestarikan ilmu. Mencium Tangan Ulama/Guru Mencium tangan para ulama merupakan perbuatan yang dianjurkan agama. Karena perbuatan itu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada mereka. Dalam sebuah hadits dijelaskan: ْس قَا َل لَ َّما قَ ِد ْمنَا ْال َم ِد ْينَةَ فَ َج َع ْلنَا نَتَبَا َد ُر ِم ْن َر َوا ِح ِلنَا ِ ان فِ ْي َو ْف ِد َع ْب ِد ْالقَي َ ع َو َك ِ َع ْن َز ٍ ار صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو ِرجْ لَهُ – َر َواهُ أب ُْو َدا ُود َ ي َّ ِفَنُقَبِّ ُل يَ َد النَّب Artinya : Dari Zari’ ketika beliau menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais, beliau berkata, Ketika sampai di Madinah kami bersegera turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup tangan dan kaki Nabi s.a.w. (H.R. Abu Dawud). Atas dasar hadits-hadits tersebut di atas para ulama menetapkan hukum sunah mencium tangan, ulama, guru, orang shaleh serta orang-orang yang kita hormati karena agamanya. Memuliakan ulama yang bertujuan memuliakannya dengan cara berdiri ini hukumnya sunnah dan mendapat pahala dari Allah SWT selama tidak ada unsur ria dan membanggakan diri. Menghorhmati Keluarga Ulama’/Guru Syaikh Burhanuddin dalam kitab Ta’lim Muta’allim berkata bahwa termasuk arti menghormati guru atau kiai, yaitu menghormati putera dan semua orang yang bersangkut paut dengannya. Dalam kitabnya itu, Syaikh Burhanuiddin pernah bercerita bahwa ada seorang imam besar di Bukhara, pada suatu ketika sedang asyiknya di tengah majlis belajar ia sering berdiri lalu duduk kembali. Setelah ditanyai kenapa demikian, lalu jawabnya : ويجيئ أحيانا إلى باب، إن ابن أستاذى يلعب مع الصبيان فى السكة:فقال . فإذا رأيته أقوم له تعظيما ألستاذى،المسجد “Ada seorang putra guruku yang sedang main-main di halaman rumah dengan teman-temannya, bila saya melihatnya sayapun berdiri demi menghormati guruku.” Sudah banyak cerita bagaimana seorang santri menjadi orang bermanfaat di tengah masyarakat sebab keberkahan dari menghormati para guru dan kiainya. Termasuk dalam menghormati kiai juga menghormati keturunannya. Karenanya banyak kita temui dan lihat banyak di antara santri yang senang menjadi abdi ndalem para kiai dan bu nyainya di pesantren, bahkan ada yang dengan senang hati momong anak keturunannya. Ini semua dilakukan dengan tujuan berkhidmat agar diberikan keberkahan ilmu serta dilancarkan dalam menuntut ilmu dan sebagainya. Memperingati HAUL Ulama’
Haul adalah peringatan hari meninggalnya seorang
kiai atau ulama yang diadakan oleh ahli warisnya. Haul merupakan suatu bentuk tradisi yang dilakukan khususnya oleh masyarakat Jawa sebagai manifestasi dari mengingat kematian sekaligus juga penghormatan terhadap seseorang yang telah meninggal dunia. Untuk memperingati kematian orang besar, haul biasanya dilakukan setahun sekali pada hari ulang tahun kematian orang tersebut. Kata haul berasal dari bahasa Arab ( )ا لحولyang berarti setahun, meski demikian tradisi haul tak harus diselenggarakan tepat satu tahun pada tanggal tertentu sebagaimana orang merayakan hari ulang tahun, hari pelaksanannya akan sangat bergantung pada ketentuan dan pertimbangan keluarga penyelenggara.[1] Acara haul juga menjadi pembeda antara ulama dan Rasulullah. Bila Rasulullah Muhammad diperingati hari kelahirannya melalui maulid maka para ulama diperingati hari kewafatannya melalui tradisi haul ini. Hal ini dikarenakan kelahiran Rasulullah memiliki keistimewaan; telah dinanti dan dijanjikan dalam ajaran nabi-nabi sebelumnya dan diiringi dengan mukjizat-mukjizat. Sementara kelahiran ulama adalah layaknya kelahiran bayi-bayi pada umumnya, keistimewaan ulama baru tampak dan bergantung pada bagaimana masa hidup hingga kewafatan ulama tersebut. Sekian, Terimakasih