Anda di halaman 1dari 6

Nama : MAHENDRA WINARTO

NIM : 19062013

PRODI : TEKNIK SIPIL

BAB 8

EROSI DAN METODE PENGUKURANNYA

A. PENGERTIAN EROSI
Erosi berasal dari bahasa Latin erosionem (berarti menggerogoti) adalah suatu
peristiwa yang terjadi secara alami oleh pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan
partikel lainnya) akibat transportasi oleh angin, air atau es, pada tanah dan material lain
di bawah pengaruh gravitasi atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat
liang atau pertumbuhan akar tanaman yang mengakibatkan retakan tanah dalam hal ini
disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana
merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik,
atau gabungan keduanya. Secara umum erosi melibatkan tiga proses yaitu pelepasan/
detachment, transformasi, dan pengendapan.
Erosi yang terjadi dapat membentuk banyak penampakan alam menarik seperti
puncak gunung, lembah dan garis pantai. Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang
mudah dikenali, namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas
manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan,
perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata
dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan
tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan
vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi,
karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur
akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik tata guna lahan yang
maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktik
konservasi ladang dan penanaman pohon.
B. DAMPAK
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan
menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi
adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan
kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan
air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang
terangkut oleh aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi)
yang selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai
sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.
Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik
untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah
melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal
dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.
C. FAKTOR PENYEBAB
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor yang mempengaruhinya meliputi iklim,
vegetasi, karakteristik tanah, penggunaan lahan, dan topografi. Faktor Iklim, termasuk
besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim,
kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan,
porositas dan permeabilitasnya, kemiringan lahan. Faktor biologis termasuk tutupan
vegetasi lahan, makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.
Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi,
frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi.
sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan
yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan
pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi,
berkaitan dengan mudah tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah
tanah, limpasan permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi
permukaan. Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi
daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfer terhadap erodibilitas
lempung juga sebaiknya diperhatikan.
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan lahan. pada
hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan
organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan.
lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air
hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang
akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah dalam hutan. Bila pepohonan
dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan, derajat peresapan air menjadi tinggi dan
erosi menjadi rendah. kebakaran yang parah dapat menyebabkan peningkatan erosi
secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau
pembangunan jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajat
kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi.
Jalan, secara khusus memungkinkan terjadinya peningkatan derajat erosi, karena,
selain menghilangkan tutupan lahan, jalan dapat secara signifikan mengubah pola
drainase, apalagi jika sebuah embankment dibuat untuk menyokong jalan. Jalan yang
memiliki banyak batuan dan hydrologically invisible ( dapat menangkap air secepat
mungkin dari jalan, dengan meniru pola drainase alami) memiliki peluang besar untuk
tidak menyebabkan pertambahan erosi.
D. JENIS DAN PENYEBABNYA
Erosi dapat terjadi di mana pun, sementara jika dilihat dari karakter proses terjadi dan
penyebab fenomena ini, erosi bisa diketagorikan dalam empat jenis pengikisan tanah.
1. Erosi air (ablasi)
Erosi air bisa terjadi karena air sungai maupun hujan. Curah hujan tinggi bisa
meningkatkan risiko erosi. Erosi karena air ini terbagi menjadi empat macam.
Pertama, erosi percik. Erosi macam ini dipicu oleh turunnya air hujan. Air akan
jatuh ke tanah dan membawanya pergi.
Kedua, erosi lembar. Erosi jenis ini terjadi di tanah lereng gunung. Lapisan atas
yang tipis terbuang bersama air hujan. Efek buruknya yaitu kesuburan tanah menurun.
Ketiga, erosi alur. Pengikisan tanah yang telah berlangsung, dapat menimbulkan
alur. Nantinya alur ini sebagai tempat mengalir air.
Keempat, erosi parit. Jika kikisan tanah menyebabkan alur dengan kedalaman
lebih dari 0,3 meter maka di situ terjadi erosi parit.
2. Erosi korasi atau deflasi
Erosi korasi atau deflasi penyebabnya adalah angin dan biasa terjadi di daerah
gurun. Angin akan menerbangkan butiran pasir ke tempat lain secara konstan. Proses
ini disebut aeolian.
Angin dapat mengikis material yang tampak pada dan menyisakannya sedikit
dalam waktu lama. Ventifact adalah batuan yang terbentuk dari erosi angin ini. Pada
korasi, erosi bisa disebabkan oleh angin dan badai pasir. Sementara untuk deflasi,
erosi yang dipicu angin saja.
3. Abrasi
Abrasi adalah proses pengikisan pantai yang disebabkan oleh tenaga gelombang
laut dan arus laut yang bersifat merusak, demikian dikutip dari Risiko Bencana
Indonesia terbitan BNPB (2016) disebut pula dengan istilah erosi pantai, abrasi bisa
memicu kerusakan garis pantai ketika kejadian ini membuat terganggunya
keseimbangan alam di pesisir.
Kekuatan erosi oleh gelombang air laut sangat tinggi. Erosi ini selain mengikis
pasir, juga dapat menggerus bebatuan dan tanah. Hal tersebut dapat berdampak pada
pemukiman dan ekosistem pesisir.
Abrasi dapat terjadi kerena beberapa faktor, baik proses alam maupun ulah
manusia. Faktor alam yang dapat menyebabkan abrasi ialah angin yang bertiup di
lautan dan memicu gelombang serta arus yang mempunyai kekuatan untuk mengikis
suatu daerah pantai. Jika proses ini berlangsung lama, area pinggir pantai akan
terkikis dan daratan berkurang.
Abrasi juga dapat disebabkan karena faktor manusia. Contohnya: penambangan
pasir. Aktivitas itu bisa mempercepat abrasi karena pengurasan pasir pantai sangat
berpengaruh terhadap arah dan kecepatan arus gelombang laut yang menghantam
area pesisir.
Salah satu cara buat mencegah abrasi yakni melakukan penanaman hutan
mangrove. Penanaman pohon di hutan pantai juga bisa menghambat abrasi.
4. Eksarasi
Eksarasi ialah erosi yang disebabkan oleh gerakan es mencair. Pencairan lapisan
es bisa membuat bebatuan akan ikut bergerak ke bawah dan mengendap. Hasil dari
eksarasi disebut fjord.
Kejadian eksarasi kerap terjadi di pegunungan bersalju. Pada saat longsor salju
(gletser) terjadi, bebatuan menggesek tanah di bawahnya dan mengikisnya. Saat ini
tempat seperti Greenland dan Antartika, terus terkikis oleh gletser sebanyak 0,5 cm
tiap tahun.
E. METODE PENGUKURAN
Pengukuran di daerah yang mengalami erosi, pengukuran sedimen hasil erosi pada
sungai, dan pengukuran di daerah yang mengalami erosi.
Pengukuran erosi dapat dilakukan dengan dua cara :
1. Pengukuran secara kualitatif
Dengan melakukan observasi atau pengamatan ada / tidaknya kehilangan tanah.
Pengamatan tersebut antara lain dengan melihat:
a. Adanya gejala erosi (pada gejala erosi yang sifatnya telah lanjut mudah diamati
misalnya ada erosi alur, erosi parit).
b. Adanya perubahan warna tanah yang memucat, sebagai tanda adanya erosi
lembar.
c. Adanya pemunculan tanah bawah ( tanah induk) atau muncul akar tanaman.
d. Selain dengan observasi seperti tersebut diatas, dapat dilakukan dengan cara
kuantitiatif atau pengukuran kasar.
Cara ini misalnya ;
a. Mengukur botol yang dibalik/tongkat ukur yang ditanam dalam tanah, lalu pada
waktu kemudian diamati. Cara ini hanya dilakukan pada daerah yang cukup besar
erosinya.
b. Mengukur elevasi muka tanah dan membandingkan dengan titik atau tempat yang
tetap, akan diketahui ketinggiannya sehingga erosi yang terjadi dapat ditentukan.
2. Pengukuran secara kuantitatif
Cara ini yang sering dilakukan karena dapat menghitung besarnya erosi secara
kuantitatif, yaitu dengan menampung tanah dan air pada areal tertentu.
a. Penampungan tanah dan air pada suatu areal lahan
Pertama-tama ditentukan areal lahannya, lalu pada outlet dipasang penampung.
Kelemahan cara ini adalah penampung yang dipasang sangat besar sehingga
mengganggu kerja lapangan disamping biayanya mahal juga mengurangi luasan
lahan.Selain itu kita tidak tahu pasti asal atau bagian mana yang mengalami erosi.
Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan cara kedua, yaitu :
b. Penampungan tanah dan air dengan plot standar
Ukuran plot standar, lebar 6 ft dan panjang 72,6 ft. plot standar dilengkapi
dengan tempat pengumpulan (collector) yang tertutup. Plot standar dibatasi
dengan seng selebar kurang lebih 30 cm, bagian dari seng yang ditanam sedalam
20 cm sehingga yang diatas muka tanah setinggi 10 cm. dengan plot standar
selain untuk mengatasi cara pertama, juga dapat untuk melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi erosi secara kuantitatif sesuai dengan
kejadian hujannya. Dalam hal ini plot standar dilengkapi pula dengan alat
penangkar hujan.
c. Pengukuran sedimen hasil erosi pada sungai
Pengukuran besarnya erosi dari suatu daerah denga mengukur besarnya
sedimen pada sungai banyak dilakukan untuk mengukur umur waduk. Sedimen
pada sungai terdiri dari muatan suspensi (suspended load) dan muatan dasar ( bed
load). Di sini yang dihitung sebenarnya adalah besarnya tanah yang hilang yang
sampai ke saluran atau sungai. Cara ini digunakan untuk satu periode, tidak
seperti plot standar yang menghitung besarnya kehilangan tanah setiap kejadian
hujan. Jadi yang terlihat pada pengukuran ini adalah tendensi dari keseluruhan
area.
1) Pengukuran muatan suspensi
Pengukurannya dilakukan dengan mengambil contoh air sungai dengan
alat khusus misalnya alat yang disebut The DH-48 depth-intergrating hand
sampler.
Alat ini terdiri dari botol tempat contoh yang terlindung oleh streamline
shield. Sebuah ventilasi terletak di depan sehingga memungkinkan keluarnya
udara pada waktu air memasuki botol dan mengontrol kecepatan masuk.
Pengambilan contoh dilakukan pada berbagai kedalaman air sungai. Pertama-
tama yang diukur adalah konsentrasi sedimen dalam air (mg/I), kemudian
dikalikan debit sungai (I/dt) sehingga didapatkan debit sedimen (mg/dt).
Banyaknya air yang diambil tergantung besarnya botol, disini 0,4 liter.
Contoh air ini diambil dengan kertas filter yang telah diketahui berat waktu
kering. Setelah suspensi tersaring lalu dikeringkan dan ditimbang beratnya.
Selisih berat merupakan konsentrasi suspensi dalam 0,4 liter contoh air sungai.
2) Pengukuran muatan dasar
Pengukuran muatan dasar dapat dilakukan dengan cara memasang trap
(perangkap) pada sungai kecil. Untuk sungai besar dengan menggunakan alat
bedload sampler, yang berupa kantong perangkap sedimen. Selain muatan
suspensi dan muatan dasar, masih ada sebagian lagi yang terlarut dalam air
sungai. Material yang terlarut tersebut terutama berupa tanah atau batuan yang
mudah larut misalnya tanah kapur. Dengan mengukur muatan terlarut pada
berbagai kedalaman air sungai, dapat dibuat hubungan antar debit sungai
dengan jumlah muatan terlarut.

Anda mungkin juga menyukai