Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

kedalaman sungai, sumbatnya saluran untuk pengaliran, dsb. Akibat lebih jauh lagi
pemenuhan kebutuhan irigasi maupun air bersih berkurang. Selain itu ancaman terjadinya banjir
yang diakibatkan air sungai yang meluap dikarenakan tidak bisa menampung air hujan maupun
air kiriman dari daerah lain meskipun volume air masih dibawah rencana. Secara umum dapat
dikatakan bahwa erosi dan sedimentasi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari
induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin
kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat lain. Proses erosi dan
sedimentasi ini baru mendapat perhatian cukup serius oleh manusia pada sekitar 1940-an,
setelah menimbulkan kerugian yang besar, baik berupa merosotnya produktivitas tanah serta
yang tidak kalah pentingnya adalah rusaknya bangunan-bangunan keairan serta sedimentasi
waduk. Daerah pertanian merupakan lahan yang paling rentan terhadap terjadinya erosi (Suriin,
2002).
Indonesia merupakan Negara agraria dimana pemenuhan utama dalam alokasi irigasinya
bersumber dari sungai. Dari sungai ini kebutuhan air terutama air irigasi dan air bersih pada
umumnya terpenuhi. Akan tetapi permasalahan yang kerap timbul di sungai-sungai Indonesia
adalah erosi dan sedimentasi. Khususnya mayoritas di daerah-daerah kota besar masalah ini tidak
bisa dihindari. Hal ini dapat mengakibatkan pendangkalan
Oleh karena itu perlu diadakan kajian kasus dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan
permasalahan dengan berbagai metode. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan yang selama ini
tidak berlarut-larut dan mengakibatkan suatu bencana yang tidak kita inginkan.
1. PENGERTIAN EROSI
Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan partikel lainnya)
akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan material lain di
bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam
hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan
proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau gabungan
keduanya.
Erosi adalah suatu proses dimana tanah dihancurkan dan kemudian dipindahkan ke tempatn
lain oleh kekuatan air, angin, dan garafitasi. Di Indonesia, erosi yang terpenting adalah erosi
yang di sebabkan oleh air.

Erosi dibedakan menjadi dua, yaitu erosi geologi (alami) dan erosi dipercepat (accelerated
erosion). Erosi geologi merupakan erosi yang berjalan sangat lambat, dimana jumlah tanah yang
tererosi sama dengan jumlah tanah yang terbentuk. Erosi ini tidak berbahaya karena terjadi
dalam keseimbangan alami. Sedangakan erosi dipercepat merupakan erosi yang terjadi lebih
cepat akibat aktifitas manusia yang menganggu keseimbangan alam. Jumlah tanah yang tererosi
lebih banyak daripada tanah yang terbentuk. Erosi ini berjalan sangat ceat sehingga tanah di
permukaan (top soil) menjadi hilang.

Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di kebanyakan
tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna lahan yang buruk,
penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan konstruksi /
pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan
untuk menghasilkan tanaman pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari
tanah dengan vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan erosi,
karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan dengan struktur akar
tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktek tata guna lahan yang maju dapat
membatasi erosi, menggunakan teknik semisal terrace-building, praktek konservasi ladang dan
penanaman pohon.

Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan
menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah
menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan
meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan
mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan
pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya
sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan mempengaruhi kelancaran
jalur pelayaran.

Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk
ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan
air. erosi yang berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi,
kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak.

Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas
hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin, frekuensi
badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya,
kemiringn lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan
tersebut dan tata guna lahan ooleh manusia.

Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah hujan tinggi,
frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya lebih terkena erosi. sedimen
yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih
mudah tererosi, begitu pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan
permeabilitas sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah
tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan
yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. SEdimen yang mengandung
banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam
atmosfir terhadap erodibilitas lempung juga sebaiknya diperhatikan

Faktor yang paling sering berubah-ubah adlah jumlah dan tipe tutupan lahan. pada hutan
yang tak terjamah, minerla tanah dilindungi oleh lapisan humus dan lapisan organik. kedua
lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta
serasah di dasar hutan bersifat porus dan mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-
hujan yang lebat (kadang disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di
permukaan tanah dalam hutan. bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan,
derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang parah dapat
menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga hujan lebat. dalam hal
kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan sampah / humus dihilangkan atau
dipadatkan, derajad kerentanan tanah terhadap erosi meningkat tinggi.secara khusus
memungkinkan terjadinya peningkatan derajat erosi, karena, selain menghilangkan tutupan
lahan, jalan dapat secara signifikan mengubah pola drainase, apalagi jika sebuah embankment
dibuat untuk menyokong jalan. Jalan yang memiliki banyak batuan dan hydrologically invisible
( dapat menangkap air secepat mungkin dari jalan, dengan meniru pola drainase alami) memiliki
peluang besar untuk tidak menyebabkan pertambahan erosi.

2. JENIS-JENIS EROSI
Erosi ada beberapa macam menurut proses terjadinya yaitu:
1. Erosi Akibat Gaya Berat

Batuan atau sedimen yang bergerak terhadap kemiringannya merupakan proses erosi yang
disebabkan oleh gaya berat massa. Ketika massa bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah maka terjadilah apa yang disebut dengan pembuangan massa. Dalam proses
terjadinya erosi, pembuangan massa memiliki peranan penting karena arus air dapat
memindahkan material ke tempat-tempat yang jauh lebih rendah. Proses pembungan massa
terjadi terus menerus baik secara perlahan maupun secara tiba-tiba sehingga dapat menimbulkan
bencana tanah longsor.

Lereng pegunungan yang terjal dan mengandung tanah liat di sekitar daerah yang sudah
retak-retak akan sangat rentan terhadap erosi akibat gaya berat. Erosi ini akan berlangsung sangat
cepat sehingga dapat menimbulkan bencana longsor.
2. Erosi oleh Angin
Hembusan angin kencang yang terus menerus di daerah yang tandus dapat memindahkan
partikel-partikel halus batuan di daerah tersebut sehingga membentuk suatu formasi, misalnya
bukit-bukit pasir di gurun atau pantai.
Efek lain dari angin adalah jika partikel keras yang terbawa dan bertumbukan dengan benda
padat lainnya sehingga menimbulkan erosi yang disebut dengan abrasi. Pada gambar 6 dapat
dilihat contoh erosi oleh angin yang menyebabkan terjadinya bukit pasir di Namibia, Afrika.
3. Erosi oleh Air
Jika tingkat curah hujan berlebihan sedemikian rupa sehingga tanah tidak dapat menyerap
air hujan maka terjadilah genangan air yang mengalir kencang. Aliran air ini sering
menyebabkan terjadinya erosi yang parah karena dapat mengikis lapisan permukaan tanah yang
dilewatinya, terutama pada tanah yang gundul. Pada gambar 8 dapat dilihat bahwa akibat erosi
air yang terjadi di El Paso County, Colorado, Amerika Serikat.
Pada dasarnya air merupakan faktor utama penyebab erosi seperti aliran sungai yang deras.
Makin cepat air yang mengalir makin cepat benda yang dapat terkikis. Pasir halus dapat bergerak
dengan kecepatan 13,5 km perjam yang merupakan kecepatan erosi yang kritis. Air sungai dapat
mengikis tepi sungai dengan tiga cara: pertama gaya hidrolik yang dapat memindahkan lapisan
sedimen, kedua air dapat mengikis sedimen dengan menghilangkan dan melarutkan ion dan yang
ketiga pertikel dalam air membentur batuan dasar dan mengikisnya. Air juga dapat mengikis
pada tiga tempat yaitu sisi sungai, dasar sungai dan lereng atas sungai.
Erosi juga dapat terjadi akibat air laut. Arus dan gelombang laut termasuk pasang surut laut
merupakan faktor penyebab terjadinya erosi di pinggiran laut atau pantai. Karena tenaga arus dan
gelombang merupakan kekuatan yang dapat memindahkan batuan atau sedimen pantai.
4. Erosi oleh Es

Erosi ini terjadi akibat perpindahan partikel-partikel batuan karena aliran es yang terjadi di
pinggiran sungai. Sebenarnya es yang bergerak lebih besar tenaganya dibandingkan dengan air.
Misalnya glacier yang terjadi di daerah dingin dimana air masuk ke pori-pori batuan dan
kemudian air membeku menjadi es pada malam hari sehingga batuan menjadi retak dan pecah,
karena sifat es yang mengembang dalam pori-pori.

3. BENTUK EROSI
Berdasarkan bentuknya erosi dapat dibedakan menjadi :
a. Pelarutan
Tanah kapur mudah dilarutkan air sehingga di daerah kapur sering di temukan sungai-
sungai di bawah tanah.
b. Erosi percikan (Splash Erosion)
Curah hujan yang jatuh langsung ke tanah dapat melempar butr-butir tanah sampai setinggi
1 meter keudara. Didaerah yang berlereng, tanah yangt terlempar tersebut umumnya jatuh
kelereng dibawahnya.
c. Erosi Lembar (Sheet Erosion)
Pemindahan tanah terjadi lember demi lember (lapis demi lapis) mulai dari lapisan yang
paling atas. Erosi sepintas lalu tidak terlihat, karena kehilangan lapisan-lapisan tanah seragam,
tetapi dapat berbahaya karena pada suatu saat seluruh top soil akan habis.
d. Erosi Alur (Rill ERosion)
Dimulai dengan genagan-genagan kecil setempat-setempat di satu lereng, maka bila air
dalam genagan tersebut mengalir, terbentuklah alur-alur bekas aliran tersebut. Alur-alur tersebut
mudah di hilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
e. Erosi Gully (Gully Erosion)
Erosi ini merupakan lanjutan dari erosi alur tersebut. Karena alur yang terus-menerus
digerus oleh aliran-aliran air terutama daerah-daerah yang banyak hujan, maka alur-alur tersebut
menjadi dalam dan lembare dengan aliran yang lebih kuat. Alur-alur tersebut tidak dapatb hilang
dengan pengolahan tanah biasa.
f. Erosi Parit (Channel Erosion)
Parit-parit yang besar sering masih terus mengalir lama setelah hujan berhenti. Aliran air
dalam parit ini dapat mengikis dasar parit atau dinding (tebing) parit dibawah permukaan air,
sehingga tebing diatasnya dapat runtuh ke dasar parit. Adanya gejala Neader dari suatu aliran
dapat meningkatan pengikisan tebing di tempat-tempat tertentu (Beasley, 1972).

4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EROSI


Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi air adalah :
1. Curah hujan
Sifat-sifat yang perlu diketahui adalah:

- Intensitas hujan: menunjukkan banyaknya curah hujan persatuan waktu. Biasanya


dinyatakan dalam mm/jam atau cm/jam.
- Jumlah hujan: menunjukkan banyaknya air hujan selama terjadi hujan, se-lama satu
bulan atau selama satu tahun dan sebagainya.
- Distribusi hujan: menunjukkan penyebaran waktu terjadinya hujan.
2. Sifat-sifat tanah
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi adalah:

- Tekstur tanah
Tanah dengan tekstur kasar seperti pasir adalah tahan terhadap erosi, karena butir-butir
yang besar (kasar) tersebut memerlukan lebih banyak tenaga untuk mengangkut.
Tekstur halus seperti liat, tahan terhadap erosi karena daya rekat yang kuat sehingga
gumpalannya sukar dihancurkan. Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah
debu dan pasir sangat halus. Oleh karena itu makin tinggi kandungan debu dalam
tanah, maka tanah menjadi makin peka terhadap erosi.
- Bentuk dan kemantapan stuktur tanah
Bentuk struktur tanah yang membulat (granuler, remah, gumpal membulat)
menghasilkan tanah dengan daya serap tinggi sehingga air mudah meresap ke dalam
tanah, dan aliran permukaan menjadi kecil, sehingga erosi juga kecil. Struktur tanah
yang mantap tidak akan mudah hancur oleh pukulan-pukulan air hujan, akan tahan
terhadap erosi. Sebaliknya struktur tanah yang tidak mantap, sangat mudah oleh
pukulan air hujan, menjadi butir-butir halus sehingga menutup pori-pori tanah.
Akibatnya air infiltrasi terhambat dan aliran permukaan meningkat yang berarti erosi
juga akan meningkat.
- Daya infiltrasi tanah
Apabila daya infiltrasi tanah besar, berarti air mudah meresap ke dalam tanah,
sehingga aliran permukaan kecil dan erosi juga kecil.
- Kandungan bahan organik
Kandungan bahan organik menentukan kepekaan tanah terhadap erosi karena bahan
organik mempengaruhi kemantapan struktur tanah. Tanah yang mantap tahan terhadap
erosi.

3. Lereng
Erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang. Apabila lereng
makin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan mengangkut
meningkat pula. Lereng yang semakin panjang menyebabkan volume air yang mengalir
menjadi semakin besar.

4. Vegetasi (tumbuhan)
Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah:

- Menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah, sehingga
kekuatan untuk menghancurkan tanah dapat dikurangi.
- Menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air infiltrasi.
- Penyerapan air kedalam tanah diperkuat oleh transpirasi (penguapan) melalui vegetasi.

Hutan paling efektif dalam mencegah erosi karena daun-daunnya dan rumputnya rapat.
Untuk pencegahan erosi paling sedikit 70% tanah harus tertutup vegetasi.

5. Manusia
Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia menjadi lebih baik atau buruk.
Pembuatan teras-teras pada tanah berlereng curam merupakan pengaruh baik manusia,
karena dapat mengurangi erosi. Sebaliknya penggundulan hutan di daerah pegunungan
merupakan pengaruh yang jelek karena dapat menyebabkan erosi dan banjir.

5. PROSES TERJADINYA EROSI


Erosi merupakan proses alam yang terjadi di banyak lokasi yang biasanya semakin
diperparah oleh ulah manusia. Proses alam yang menyebabkan terjadinya erosi adalah karena
faktor curah hujan, tekstur tanah, tingkat kemiringan dan tutupan tanah.
Intensitas curah hujan yang tinggi di suatu lokasi yang tekstur tanahnya adalah sedimen,
misalnya pasir serta letak tanahnya juga agak curam menimbulkan tingkat erosi yang tinggi.
Selain faktor curah hujan, tekstur tanah dan kemiringannya, tutupan tanah juga
mempengaruhi tingkat erosi. Tanah yang gundul tanpa ada tanaman pohon atau rumput akan
rawan terhadap erosi. Erosi juga dapat disebabkan oleh angin, air laut dan es.
6. MACAM-MACAM GERAKAN TANAH
Gerakan tanah adalah perpindahan masa tanah atau batuan yang bergerak dari atas ke
bawah disepanjang lereng atau keluar dari lereng. Jenis gerakan tanah dapat dikelompokkan
kedalam 5 jenis yaitu :
1. Jatuhan massa tanah dan atau batuan adalah perpindahan masa tanah dan atau batuan ke
ketinggian yang lebih rendah tanpa melalui bidang gelincir karena pengaruh gaya tarik bumi.

2. Longsoran masa tanah atau batuan adalah perpindahan masa tanah dan atau batuan melalui
bidang gelincir yang pergerakannya dipengaruhi gaya tarik bumi

3. Aliran tanah adalah perpindahan campuran masa tanah dengan air yang bergerak mengalir sesuai
dengan arah kemiringan lereng

4. Amblesan adalah penurunan permukaan tanah secara tegak karena adanya pengosongan rongga
di dalam tanah akibat dari pemadatan normal tanah dan atau batuan, pengambilan airtanah secara
berlebihan. Larian air karena struktur geologi, kebocoran atau retak bagian dasar, penggalian
tanah atau batuan, dan bahan galian logam.

5. Tanah mengembang adalah perubahan atau pergerakan masa tanah sebagai akibat sifat-sifat tanah
atau batuan itu sendiri yang mengembang apabila jenuh air dan mengkerut apabila kering.

7. DAMPAK EROSI
Erosi mempunyai dampak yang kebanyakan merugikan, karena terjadi kerusakan
lingkungan hidup. Menurut penelitian bahwa 15% permukaan bumi mengalami erosi.
Kebanyakan disebabkan oleh erosi air kemudian oleh angin.
Jika erosi terjadi di tanah pertanian maka tanah tersebut berangsur-angsur akan menjadi
tidak subur, karena lapisan tanah yang subur makin menipis, dan jika terjadi di pantai, maka
bentuk garis pantai akan berubah.
Dampak lain dari erosi adalah sedimen dan polutan tanah pertanian yang terbawa air akan
menumpuk di suatu tempat. hal ini bisa menyebabkan pendangkalan air waduk, kerusakan
ekosistem di danau, pencemaran air minum.
Erosi tidak hanya menyebabkan kerusakan tanah di tempat terjadinya erosi, tetapi juga
kerusakan di tempat lain di mana hasil erosi tersebut diendapkan. Di Indonesia akibat erosi telah
mengahasilkan tanda kritis diberbagai tempat. Di jawa saja terdapat lebih dari 1,5 juta tanah yang
rusak berat, terutama daerah Majalengka (Jawa Barat), Pengaron (Kalimantan Selatan), Selatan
Banjar Negara (Jawa Tengah), Gunung Kidul (Yogyakarta), Seletan Boborogo (Jawa Timur),
dan lain-lain.
8. MENGULAS BAHAYA EROSI
Pertumbuhan populasi manusia dan peningkatan kebutuhan lahan untuk memenuhi berbagai
aktivitas pembangunan telah dan akan banyak mengurangi luas hutan di masa yang akan datang.
Pengurangan luas hutan sampai saat ini masih berarti sebagai suatu kerusakan hutan akibat
eksploitasi terhadap sumberdaya alam tersebut yang kurang memperhatikan azas kelestarian,
disamping akibat kebakaran hutan dan juga sebab-sebab lain di dalam pengelolaan hutan. Hingga
awal PELITA VI, luas lahan yang tidak produktif di Indonesia telah mencapai lebih kurang 33,9
juta ha, dan sebagian besar dapat dikategorikan sebagai lahan kritis. Kerusakan hutan akibat
berbagai sebab seringkali menyisakan lahan-lahan yang tidak produktif seperti padang alang-
alang, semak belukar dan lahan-lahan terbuka tanpa penutupan vegetasi. Lahan-lahan yang tidak
produktif ini kemungkinan besar dapat berubah menjadi lahan kritis, yang terutama diakibatkan
oleh kejadian erosi tanah (Sudarmadji, 1995). Sebagai antisipasi meluasnya lahan kritis, maka
perlu dilakukan upaya – upaya penanggulangan melalui upaya rehabilitasi lahan.
Salah satu pendekatan di dalam upaya rehabilitasi lahan adalah penerapan metoda vegetatif
yang dapat dilaksanakan dengan penggunaan mulsa. Mulsa adalah sisa-sisa tanaman atau materi
lainnya yang diperoleh dari alam atau buatan sebagai penutup tanah dengan tujuan tertentu.
Penggunaan mulsa untuk rehabilitasi lahan sangat penting untuk diteliti (Kartasapoetra, 1987),
mengingat ketersediaannya yang relatif melimpah, biaya yang tidak terlalu mahal serta
teknologinya yang relatif sederhana; sehingga memberikan peluang besar keterlaksanaannya
secara praktis di lapangan oleh siapapun yang berminat. Pertimbangan keuntungan yang akan
diperoleh adalah disamping diharapkan dapat mengendalikan dan mencegah erosi sekaligus juga
dapat memperbaiki lahan-lahan yang telah mengalami kerusakan.
9. PENCEGAHAN EROSI

Erosi tidak dapat dicegah secara sempurna karena merupakan proses alam. Pencegahan
erosi merupakan usaha pengendalian terjadinya erosi yang berlebihan sehingga dapat
menimbulkan bencana. Ada banyak cara untuk mengendalikan erosi antara lain :

1. Pengolahan Tanah
Areal tanah yang diolah dengan baik dengan penanaman tanaman, penataan tanaman yang
teratur akan mengurangi tingkat erosi.
2. Pemasangan Tembok Batu Rangka Besi
Dengan membuat tembok batu dengan kerangka kawat besi di pinggir sungai dapat mengurangi
erosi air sungai.
3. Penghutanan Kembali
Yaitu mengembalikan suatu wilayah hutan pada kondisi semula dari keadaan yang sudah rusak
di beberapa tempat.
4. Penempatan Batu Batu Kasar sepanjang Pinggir Pantai
5. Pembuatan Pemecah Angin atau Gelombang
Pohon pohonan yang ditanam beberapa garis untuk mengurangi kekuatan angin.
6. Pembuatan Teras Tanah Lereng
Teras tanah berfungsi untuk memperkuat daya tahan tanah terhadap gaya erosi.
A. PENGERTIAN SEDIMENTASI
Sedimentasi merupakan pengendapan material yang dibawah oleh angin, air, atau gletser.
Semua hasil erosi akan diendapkan disuatu tempat, baik di sungai, lembah, lereng pegunungan
ataupun dasar laut yang dangkal. Kadang kala hasil sedimentasi kembali mengalami erosi. Jika
ini terjadi, akan terbentuk peneplain.
Foster dan Meyer (1977) berpendapat bahwa erosi sebagai penyebab timbulnya
sedimentasi yang disebabkan oleh air terutama meliputi proses pelepasan (detachment),
penghanyutan (transportation), dan pengendapan (depotition) dari partikel-partikel tanah yang
terjadi akibat tumbukan air hujan dan aliran air.
B. TIPE-TIPE SEDIMENTASI
Berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan pertikel untuk berinteraksi, sedimentasi
dapat diklasifikasikan kedalam 4 tipe (dapat dilihat pada gambar V.1), yaitu:
1. Settling tipe I: merupakan pengendapan partikel diskret, partikel mengendap secara individual
dan tidak ada interaksi antar-partikel.
2. Settling tipe II: merupakan pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel
sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.
3. Settling tipe III: merupakan pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar-partikel saling
menahan partikel lainnya untuk mengendap.
4. Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikelyang telah mengendap yang tejadi karena berat
partikel.

C. PROSES TERJADINYA SEDIMENTASI


Berdasarkan tempat pengendapan dan tenaga yang mengendapkannya, proses
sedimentasi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Sedimentasi fluvial, merupakan proses prngendapan materi yang diangkut oleh sungai dan
diendapkan disepanjang aliran sungai , danau, waduk, atau muara sungai. Hasil bentuknya antara
lain delta dan bantaran sungai.
2. Sedimentasi eolis (sedimentasi teresterial, )merupakan proses pengendapan materi yang diangkut
oleh angin. Bentuknya antara lainberupa gugus pasir (sand dunes) atau gundukan pasir yang
seringkali ditemukan di pantai.
3. Sedimentasi laut (marine sedimentation), merupakan hasil abrasi pantai yang kemudian
diendapkan kembali disepanjang pantai. Contoh hasil bentukannya, antara lain endapan puing
karang (beach), endapan gosong pasir (bar), dan endapan pasir yang menghubungkan dua pulau
(tombolo).
Sedimen di dalam sungai, terlarut atau tidak terlarut, merupakan produk dari pelapukan
batuan induk yaitu partikel-partikel tanah. Begitu sedimen memasuki badan sungai, maka
berlangsunglah pengangkutan sedimen. Kecepatan pengangkutan sedimen merupakan fungsi dari
kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti tanah
liat dan debu dapat diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash load). Pasir halus bergerak
dengan cara melayang (suspended load), sedang partikel yang lebih besar antara lain, pasir kasar
cenderung bergerak dengan cara melompat (saltation load). Partikel yang lebih besar dari pasir,
misalnya kerikil (gravel) bergerak dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai (bed
load) seperti tampak pada gambar V.2. Karena bed load senantiasa bergerak, maka permukaan
dasar sungai kadang-kadang naik (agradasi), tetapi kadang-kadang turun (degradasi) dan naik
turunnya dasar sungai disebut alterasi dasar sungai (river bed alterasion). Wash load dan
suspended load tidak berpengaruh pada alterasi dasar sungai, tetapi dapat mengendap di dasar-
dasar waduk atau muara-muara sungai. Penghasil sedimen terbesar adalah erosi permukaan
lereng pegunungan, erosi sungai (dasar dan tebing alur sungai) dan bahan-bahan hasil letusan
gunung berapi yang masih aktif.

GAMBAR V.2
Proses sedimentasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
a. Proses sedimentasi secara geologis
Sedimentasi secara geologis merupakan proses erosi tanah yang berjalan secara normal,
artinya proses pengendapan yang berlangsung masih dalam batas-batas yang diperkenankan atau
dalam keseimbangan alam dari proses degradasi dan agradasi pada perataan kulit bumi akibat
pelapukan.
b. Proses sedimentasi yang dipercepat
Sedimentasi yang dipercepat merupakan proses terjadinya sedimentasi yang menyimpang
dari proses secara geologi dan berlangsung dalam waktu yang cepat, bersifat merusak atau
merugikan dan dapat mengganggu keseimbangan alam atau kelestarian lingkungan hidup.
Kejadian tersebut biasanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam mengolah tanah. Cara
mengolah tanah yang salah dapat menyebabkan erosi tanah dan sedimentasi yang tinggi.
D. PROSES PENGANGKUTAN SEDIMENTASI
Proses pengangkutan sedimen (sediment transport) dapat diuraikan meliputi tiga proses
sebagai berikut :
a. Pukulan air hujan (rainfall detachment) terhadap bahan sedimen yang terdapat diatas tanah
sebagai hasil dari erosi percikan (splash erosion) dapat menggerakkan partikelpartikel tanah
tersebut dan akan terangkut bersama-sama limpasan permukaan (overland flow).
b. Limpasan permukaan (overland flow) juga mengangkat bahan sedimen yang terdapat di
permukaan tanah, selanjutnya dihanyutkan masuk kedalam alur-alur (rills), dan seterusnya
masuk kedalam selokan dan akhirnya ke sungai.
c. Pengendapan sedimen, terjadi pada saat kecepatan aliran yang dapat mengangkat (pick up
velocity) dan mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan pengendapan (settling velocity)
yang dipengaruhi oleh besarnya partikel-partikel sedimen dan kecepatan aliran.
Macam-Macam Pengangkutan Sedimen
Besarnya ukuran sedimen yang terangkut aliran air ditentukan oleh interaksi faktor-faktor
sebagai berikut: ukuran sedimen yang masuk ke badan sungai, karakteristik saluran, debit dan
karakteristik fisik partikel sedimen. Besarnya sedimen yang masuk sungai dan besarnya debit
ditentukan oleh faktor iklim, topografi, geologi, vegetasi dan cara bercocok tanam di daerah
tangkapan air yang merupakan asal datangnya sedimen. Sedang karakteristik sungai yang
penting, terutama bentuk morfologi sungai, tingkat kekasaran dasar sungai dan kemiringan
sungai. Interaksi dari masing-masing faktor tersebut akan menentukan jumlah dan tipe sedimen
serta kecepatan pengangkutan sedimen.
E. HASIL DARI SEDIMENTASI
a. Pengendapan oleh Air
Batuan hasil pengendapan oleh air disebut sedimen akuatis. Bentang alam hasil
pengendapan oleh air, antara lain, meander, dataran banjir, tanggul alam, dan delta.
1. Meander
Meander merupakan sungai yang berkelok-kelok yang terbentuk karena adanya
pengendapan. Proses berkelok-keloknya sungai dimulai dari sungai bagian hulu. Pada bagian
hulu, volume air kecil dan tenaga yang terbentuk juga kecil. Akibatnya, sungai mulai
menghindari penghalang dan mencari rute yang paling mudah dilewati. Sementara itu, pada
bagian hulu belum terjadi pengendapan.
Pada bagian tengah, yang wilayahnya mulai datar aliran air mulai lambat dan membentuk
meander. Proses meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian dalam maupun tepi luar. Di
bagian sungai yang alirannya cepat akan terjadi pengikisan, sedangkan bagian tepi sungai yang
lamban alirannya akan terjadi pengendapan. Apabila hal itu berlangsung secara terus-menerus,
akan membentuk meander.
Meander biasanya terbentuk pada sungai bagian hilir, di mana pengikisan dan
pengendapan terjadi secara berturut-turut. Proses pengendapan yang terjadi secara terus-menerus
akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan terpisah dari aliran sungai, sehingga terbentuk
oxbox lake.
2. Delta
Pada saat aliran air mendekati muara, seperti danau atau laut, kecepatan alirannya
menjadi lambat. Akibatnya, terjadi pengendapan sedimen oleh air sungai. Pasir akan diendapkan
sedangkan tanah liat dan lumpur akan tetap terangkut oleh aliran air. Setelah sekian lama, akan
terbentuk lapisan-lapisan sedimen. Akhirnya lapisan-lapisan sedimen membentuk dataran yang
luas pada bagian sungai yang mendekati muaranya dan membentuk delta.
Pembentukan delta memenuhi beberapa syarat. Pertama, sedimen yang dibawa oleh
sungai harus banyak ketika akan masuk laut atau danau. Kedua, arus panjang di sepanjang pantai
tidak terlalu kuat. Ketiga, pantai harus dangkal. Contoh bentang alam ini adalah delta Sungai
Musi, Kapuas, dan Kali Brantas.
GAMBAR DELTA
Contoh lain dari delta, yaitu:
a. Delta runcing, contoh: delta sungai tiber di pantai Italia.
b. Delta cembung atau delta busur seperti kipas. Contoh: delta sungai Nil di Mesir.
c. Delta pengisi estuarium. Estuarium adalah muara sungai yang berbentuk corong. Contoh: delta
sungai seine di Prancis.
d. Delta kaki burung atau delta lobben. Contoh: delta sungai Mississippi di teluk Meksiko.
3. Dataran banjir dan tanggul alam
Apabila terjadi hujan lebat, volume air meningkat secara cepat. Akibatnya, terjadi banjir
dan meluapnya air hingga ke tepi sungai. Pada saat air surut, bahan-bahan yang terbawa oleh air
sungai akan terendapkan di tepi sungai. Akibatnya, terbentuk suatu dataran di tepi sungai.
Timbulnya material yang tidak halus (kasar) terdapat pada tepi sungai. Akibatnya, tepi sungai
lebih tinggi dibandingkan dataran banjir yang terbentuk. Bentang alam itu disebut tanggul alam.
b. Pengendapan oleh Air Laut
Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine. Pengendapan oleh air
laut dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam hasil pengendapan oleh air laut, antara lain,
pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai. Pesisir merupakan wilayah pengendapan di
sepanjang pantai. Biasanya terdiri atas material pasir. Ukuran dan komposisi material di pantai
sangat bervariasi tergantung pada perubahan kondisi cuaca, arah angin, dan arus laut.
Arus pantai mengangkut material yang ada di sepanjang pantai. Jika terjadi perubahan
arah, arus pantai akan tetap mengangkut material-material ke laut yang dalam. Ketika material
masuk ke laut yang dalam, terjadi pengendapan material. Setelah sekian lama, terdapat
akumulasi material yang ada di atas permukaan laut. Akumulasi material itu disebut tepi. Jika
arus pantai terus berlanjut, spit akan semakin panjang. Kadangkadang spit terbentuk melewati
teluk dan membentuk penghalang pantai (barrier beach). Apabila di sekitar spit terdapat pulau,
biasanya spit akhirnya tersambung dengan dataran, sehingga membentuk tombolo.

GAMBAR TOMBOLO

c. Pengendapan oleh Angin


Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Bentang alam hasil
pengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir (sand dune).
Gumuk pantai dapat terjadi di daerah pantai maupun gurun. Gumuk pasir terjadi jika
terjadi akumulasi pasir yang cukup banyak dan tiupan angin yang kuat. Angin mengangkut dan
mengendapkan pasir di suatu tempat secara bertahap sehingga terbentuk timbunan pasir yang
disebut gumuk pasir (sand dunes).
Bentukan alam hasil pengendapan angin selain dari gumuk pasir, antara lain:
1. Tanah Loss, yaitu debu yang dibawah oleh angin dari gurun yang mengendap disekitarnya.
2. Barchan, yaitu gumuk pasir yang berbentuk seperti tapal kuda. Terdapat disekitar Pantai
Parangritis Yogyakarta.
3. Beach ridge, yaitu beting pantai yang berupa gundukan pasir atau puing-puing batu karang di
sekitar Pantai Cliff.
4. Moraine, kettles, esker, dan drumline, yaitu gundukan batuan yang tertinggal diujung gletser.
d. Pengendapan oleh Gletser
Sedimen hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimen glasial. Bentang alam hasil
pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah yang semula berbentuk V menjadi U. Pada saat
musim semi tiba, terjadi pengikisan oleh gletser yang meluncur menuruni lembah. Batuan atau
tanah hasil pengikisan juga menuruni lereng dan mengendap di lembah. Akibatnya, lembah yang
semula berbentuk V menjadi berbentuk U.
F. CIRI BENTANG ALAM AKIBAT PROSES SEDIMENTASI
Material-material yang dibawah dari wilayah kikisan akan diendapkan pada wilayah-
wilayah pengendapan. Hal ini terjadi karena tenaga yang membawah hasil kikisan telah
berkurang, sehingga sebagia atau seluruh material yang dibawahnya diendapkan. Tentu saja
material-material yang berukuran lebih besar akan diendapkan terlebih dahulu disbanding
material yang lebih halus. Kerena proses tersebut, maka ciri-ciri wilayah endapan adalah sebagai
berikut:
1. Daerah cekungan dan daratan merupakan daerah endapan dari bentuk muka bumi disekitarnya
yang lebih tinggi.
2. Berdasarkan hal tersebut, maka lungkungan tertentu dapat menjadi petunjuk bahwa daerah
tersebut merupakan wilayah endapa. Misalnya danau, kipas alluvial, dataran sekitar sungai
(dataran alluvial), bukit pasir (barkhan), dan ujung gletser. Di daerah sekitar pesisir ditemukan
beberapa wilayah endapan, seperti delta, laut dangkal, laguna, dan dataran pasang.
3. Karena material tanah banyak diendapkan pada wilayah endapan, maka wilayah ini memiliki
kedalaman tanah relatif tebal atau dalam.
4. Biasanya, tanah yang dibawa dari wilayah kikisan merupakan tanah yang subur. Akibatnya, pada
wilayah endapan akan terbentuk endapan tanah yang subur pula.
5. Biasanya ditemukan struktur pelapisan atau stratifikasi pada lapisan tanahnya sebagai akibat dari
pengendapan material yang tidak sama ukurannya atau karena proses pemilihan (butiran kasar
berada di bawah butiran halus).
6. Kadang ditemukan fosil makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan yang terkubur pada saat
pengendapan.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, dapat kita sebutkan beberapa bentukan hasil proses
pengendapan, antara lain berupa delta, tanggul sungai, tanggul pantai, beting, gosong, meander,
dan sungai mati.
 Delta merupakan hasil pengendapan sungai. Adanya delta juga menunjukkan aliran air di daerah
tersebut adalah tenang.
 Tanguul sungai, terdapat di tepi sungai dan arahnya sejajar dengan sungai.
 Tanggul pantai, merupakan hasil pengendapan material yang dibawaoleh sungai tetapi dibantu
oleh arus laut dengan arah tegak lurus terhadap tanggul sungai.
 Beting, merupakan endapan di tengah sungai. Atau di muara karena menurunnya daya angkut air
sungai dengan tiba-tiba.
 Gosong sama dengan beting, hanya saja permukaan gosong kadang-kadang tampak di permukaan
air, kadang-kadang tidak.
 Meander, merupakan belokan sungai hingga 180 derajat atau lebih.
 Sungai mati (oxbow lake), yaitu bagian sungai yang terpotong yang berbentuk bulan sabit dan
merupakn sungai mati, sehingga tampak seperti danau.
G. UPAYA PENGENDALIAN SEDIMENTASI
Cara pengendalian sedimen yang terbaik adalah pengendalian sedimen yang dimulai dari
sumbernya, yang berarti merupakan pengendalian erosi. Upaya pengendalian sedimen untuk
memperkecil akibat-akibatnya antara lain berupa:
a. Pengendalian sungai (river training)
b. Perencanaan bangunan inlet yang baik untuk penyadapan air ke saluran
c. Pemilihan lokasi bendungan yang tepat
d. Pembangunan Bangunan Pengendali Sedimen (chek dam) di hulu waduk
e. Membuat alur pintas atau sudetan
f. Perencanaan outlet waduk yang baik
g. Perencanaan bangunan (structures) yang baik.
PENTINGNYA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Sukardi*
(Pengendali Ekosistem Hutan di BPDAS Wampu Sei Ular)

Pendahuluan

Pengelolaan Sumberdaya Alam (SDA) saat ini memerlukan perhatian khusus. Perhatian
ini tentunya diarahkan pada perubahan paradigma pengelolaan yang lebih menyeluruh
dengan memperhatikan semua aspek di dalamnya karena tidak dapat dipungkiri
pengelolaan sumber daya alam selama ini telah mengabaikan kaidah-kaidah konservasi
dan memarginalkan masyarakat yang berada disekitarnya. Berbagai permasalahan pun
muncul sebagai akibat kerusakan sumber daya alam tersebut.

Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumber daya alam adalah menciptakan untuk
selanjutnya mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup
manusia dan keberlanjutan pemanfaatan dan keberadaan sumber daya alam. Jadi hal
ini tidak terlepas dari keberlanjutan keberadaan dan layanan bagi kehidupan manusia.
Keberlanjutan pemanfaatan dan pencagaran sumber daya alam didefenisikan sebagai
suatu proses perubahan di mana kesinambungan pemanfaatan dan pencagaran sumber
daya alam, arah investasi pemanfaatan sumber daya alam dan perubahan kelembagaan
yang berkaitan dengan pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam tersebut
konsisten dengan sasaran saat ini dan di masa datang (Asdak dalam WCEO, 2004).
Pengelolaan Daerah aliran Sungai (DAS) diharapkan dapat memberikan kerangka kerja
kearah tercapainya pembangunan yang berkelanjutan.

Pengelolaan DAS sendiri merupakan merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui
yaitu tumbuhan, tanah dan air agar dapat memberikan manfaat maksimal dan
berkesinambungan. Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam mengendalikan
hubungan timbale balik antara sumber daya alam dan manusia dengan segala
aktifitasnya di dalam DAS. Tujuan pengelolaan DAS adalah untuk membina kelestarian
dan keserasian ekosistem serta meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam bagi
manusia secara berkelanjutan (RLPS, 2002)

Untuk tercapainya pembangunan DAS yang berkelanjutan kegiatan pembangunan


ekonomi dan perlindungan lingkungan harus diselaraskan. Dalam hal ini diperlukan
penyatuan kedua sisi pandang tersebut secara realistis melalui penyesuaian kegiatan
pengelolaan DAS dan konservasi daerah hulu ke dalam kenyataan-kenyataan ekonomi
dan social. Inilah tantangan formulasi kebijakan yang harus dituntaskan apabila tujuan
pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan ingin di wujudkan.

Agar suatu kebijakan bisa diformulasikan dengan baik diperlukan suatu lembaga yang
kuat sebagai leader dan fasilitator bagi lembaga lain yang dianggap berkepentingan.
Hal ini penting mengingat wilayah DAS sebagaian besar tidak dibatasi oleh batas-batas
administrasi ( antar kabupaten,antar propinsi), sehingga diperlukan keterpaduan antar
instansi yang dibatasi wilayah administrasi tersebut. Dengan demikian kehadiran
lembaga seperti BP DAS sebagai perwkilan pusat di daearah diharapkan bisa
menjembatani kepentingan – kepentingan tersebut dengan menyusun rencana
pengelolaan DAS dan dapat menyajikannya dalam bentuk informasi DAS.

Ruang Lingkup, Prinsip Dasar dan Sasaran Pengelolaan DAS

Untuk mencapai tujuan pengelolaan DAS, maka ruang lingkup DAS harus meliputi:

a. Pengelolaan lahan melalui usaha konservasi tanah dalam arti luas


b. Pengelolaan air melalui pengembangan sumber daya air
c. Pengelolaan vegetasi khususnya pengelolaan hutan yang memiliki fungsi
perlindungan terhadap tanah dan air
d. Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam penggunaan sumber
daya alam secara bijaksana, sehingga berperan serta pada upaya pengelolaan
DAS
Dengan pengelolaan DAS yang benar diharapkan tercapainya kondisi hidrologi yang
optimal, meningkatkan produktifitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan
masyarakat, terbentuknya kelembagaan masyarakat yang tangguh dan muncul dari
bawah sesuai dengan kondisi social budaya setempat serta terwujudnya pembangunan
yang berkelnajutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan.

Beberapa prinsip dasar dalam pengelolaan DAS adalah:

a. Pengelolaan DAS meliputi pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan,


perlindungan dan pengendalian sumber daya DAS.
b. Pengelolaan DAS berlandaskan pada aasa keterpaduan, kelestarian
pemanfaatan, keadilan, kemandirian serta akuntabilitas
c. Pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan.
d. Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem berdasarkan prinsip
satu sungai, satu perencanaan, satu pengelolaan dengan memperhatikan system
pemerintahan yang desentralistik sesuai dengan jiwa otonomi yang luas, nyata
dan bertanggung jawab.

Prinsip dasar pengelolaan DAS tersebut di atas diimplementasikan dalam pengelolaan


yang:

a. Dilaksanakan secara holistic, terencana dan berkelanjutan


b. Dilaksanakan secara desentralisasi dengan pendekatan DAS sebagai unit
pengelolaan
c. Dilaksanakan berdasarkan prinsip partisipasi dan konsultasi masyarakat untuk
memperoleh komitmen bersama
d. Mendorong partisipasi masyarakat guna secara bertahap mengurangi beban
pemerintah dalam pengelolaan DAS.
Berdasarkan ruang lingkup dan prinsip dasar diatas, maka secara umum ada tiga
sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan DAS. Pertama, adalah rehabilitasi lahan
terlantar atau lahan yang masih produktif tetapi di digarap dengan cara yang tidak
mengindahkan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air. Sasaran kedua adalah
perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitive terhadap terjadinya erosi
dan atau tanah longsor atau lahan-lahan yang diperkirakan memerlukan tindakan
rehabilitasi dikemudian hari. Sasaran ketiga adalah peningkatan atau pengembangan
sumber daya air. Hal yang terakhir ini dicapai dengan cara pengaturan satu atau lebih
komponen penyususn ekosistem DAS yang diharapkan mempunyai pengaruh terhadap
proses- proses hidrolgi atau kualitas air.

Ketiga sasaran tersebut hanyalah alat yang digunakan untuk tujuan pengelolaan DAS
yaitu:

1. meningkatkan stabilitas tata air

2. meningkatkan stabilitas tanah

3. meningkatkan pendapatan petani

4. meningkatkan perilaku masyarakat kearah kegiatan konservasi.

Perencanaan Pengelolaan DAS

Perencanaan Pengelolaan DAS yang baik dilakukan dengan cara pendekatan secara
menyeluruh. Pendekatan ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan terhadap
terganggunya salah satu komponen pada sistem alam yang dapat berpengaruh pada
komponen lain dari sistem tersebut. Pendekatan menyeluruh ini pada hakekatnya suatu
kajian terpadu terhadap semua aspek sumber daya dalam suatu DAS dengan
mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, social, politik dan ekonomi. Ekosistem
DAS dapat dimanfaatkan dalam melakukan suatu perencanaan dan pengendalian
pengelolaan DAS sebagai suatu unit perencanaan dan evaluasi yang sistematis, logis
dan rasional, sehingga para stakeholder bisa memanfaatkannya secara multiguna.

Prinsip yang berlaku umum mensyaratkan bahwa perencanaan yang disiapkan secara
sistematis, logis dan rasional seharusnya mengarah pada bentuk pengelolaan yang
bijaksana dan implementasi yang efektif. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa
proses perencanaan dan implementasi program akan berlangsung dengan efektif
apabila disertai pedoman kerja yang berisi prinsip-prinsip perencanaan sebagai berikut:

1. Tujuan atau sasaran utama pengelolaan DAS secara menyeluruh harus


dirumuskan secara jelas dengan disertai mekanisme system monitoring dan
evaluasi yang dilakukan secara periodic. Dengan demikian, apabila ditemukan
adanya dampak lingkungan yang cukup serius dapat segera ditangani. Seluruh
usulan kegiatan dan hasil yang diperoleh harus berorientasi pada kepentingan
jangka panjang dan capaian kesejahteraan yang berkelanjutan.
2. Perlu disiapkan mekanisme administrasi yang efisien dengan focus perhatian
pada aspek-aspek social-ekonomi-politik dan kerjasama yang harmonis di antara
lembaga-lembaga (pemerintah dan non pemerintah) yang terlibat dalam
pengelolaan DAS
3. Pengelolaan menyeluruh DAS diarahkan pada penyelesaian konflik yang muncul
di antara stakeholders dalam melaksanakan pembangunan. Pada kasus ketika
terjadi konflik harus dihormati dan dilaksnakan dengan konsisten. Selain masalah
penyelesaian konflik, pendekatan menyeluruh pengelolaan DAS juga
mempertimbangkan prinsip-prinsip upaya pengendalian dan proses umpan balik
yang mengarah pada proses pengambilan keputusan optimal.

Namun demikian, dalam merencanakan suatu pengelolaan DAS harus tetap


memperhatikan karakteristik dari DAS bersangkutan. Hal ini disebabkan setiap DAS
mempunyai karakteristik masing-masing yang mempengaruhi proses pengaliran air
didalamnya sampai keluar di muara dan masuk ke laut atau danau. Karakteristik DAS ini
ditentukan oleh factor lahan (topografi,tanah,geologi,geomorphologi) dan factor
vegetasi, tata guna lahan dan factor social masyarakat sekitarnya . Tiap daerah
memiliki karakteristik DAS yang berbeda sehingga suatu kebijakan dalam suatu wilayah
pengelolaan DAS bisa berbeda dengan wilayah pengelolaan DAS lainnya. Dan tidak
kalah pentingnya masukan dan informasi masyarakat pada tingkat local dalam proses
penyusunan rencana sangat diharapkan bagi lahirnya kebijakan pengelolaan DAS

Kebijakan-kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan manusia yang dibuat dan
dilaksanakan dalam skala DAS seringkali mengalami kemacetan atau terlaksana dengan
hasil yang tidak optimal serta tidak sesuai dengan yang telah direncanakan. Hal ini
seringkali berkaitan dengan kurangnya pemahaman pada perencana pengelola DAS
terhadap mekanisme dan proses-proses yang berlangsung dalam ekosistem termasuk
elemen manusia dengan segala kecenderungannya.

Ada kekeliruan anggapan bahwa pengelolaan DAS hanya didasarkan pada keterkaitan
fisik semata. Pada kenyataannya, rencana pengelolaan DAS yang benar mengharuskan
adanya keterkaitan antar unsur social/ekonomi/budaya dengan unsur-unsur yang
berkaitan dengan ekosistem dan teknologi lainnya yang telibat dalam pengelolaan. Oleh
karenanya, perencanaan pengelolaan DAS seharusnya dikerjakan oleh suatu tim yang
terdiri atas berbagai bidang ilmu yang ada kaitannya dengan aspek sumber daya
termasuk sumber daya manusia.

Pada dasarnya pengelolaan DAS adalah rasionalisasi alokasi sumber daya alam dan
manusia termasuk pencagaran sumber daya yang dikelola sehingga selain dapat
diperoleh manfaat yang optimal juga dapat dijamin keberlanjutannya. Oleh karena itu,
para perencana pengelolaan DAS diharapkan mempunyai pemahaman yang cukup
tentang mekanisme dan proses-proses keterkaitan bio fisik dan kelembagaan yang
berlangsung di daerah-daerah hulu, tengah dan hilir suatu DAS. Dengan kata lain,
pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek-aspek social,ekonomi,kelembagaan
dan sumber daya yang beroperasi di dalam dan diluar daerah aliran sungai
bersangkutan. Keberhasilan pengelolaan DAS erat kaitannya dengan terpenuhinya
persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam perencanaan pengelolaan DAS.
Permasalahan Insitusi dalam Pengelolaan DAS

Menurut hariadi dkk dalam Asdak (2004), bahwa upaya otptimasi atau penataan insitusi
formal maupun insitusi informal masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS
merupakan hal yang krusial dan harus memperoleh perhatian khusus. Diperlukan upaya
penataan insitusi dalam pengelolaan DAS terutama disebabkan oleh munculnya
beragam permasalahan yang mendesak untuk segera diselesaikan. Adapun masalah-
masalah tersebut adalah:

1. Pengelolaan DAS dan konservasi tanah merupakan satu kesatuan, dimana di


dalamnya terlibat berbagai unsure insitusi formal, baik insitusi pemerintah
maupun non pemerintah. Kemampuan aparat masih sangat terbatas, baik dari
segi kualitas maupun kuantitas.
2. Perencanaan Pengelolaan DAS dan konservasi tanah dikembangkan masih belum
sepenuhnya diintegrasikan ke dalam perencanaan pembangunan oleh
Pemerintah Daerah dan belum banyak melibatkan peran serta masyarakat
melalui pendekatan partisipatif dalam mengelola lahan yang sesuai dengan
kemampuan dan kesesuaiannya.
3. Adanya keterbatasan sarana dan prasarana social ekonomi pemerintah maupun
non pemerintah, mengakibatkan terjadinya pembatasan akses masyarakat
terhadap penguasaan teknologi, informasi, komunikasi, permodalan, bahan baku
maupun pasar produksi.
4. Adanya keterbatasan peran organisasi dan insitusi social ekonomi pemerintah
dan non pemerintah mengakibatkan situasi kurang kondusif bagi peningkatan
produktifitas yang diperlukan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat sekaligus melestarikan lingkungan
5. Kehidupan ekonomi yang bersifat subsistem sehingga masyarakat kurang
responsive
6. Infrastruktur fisik dan social di wilayah hulu relative lebih buruk bila
dibandingkankan daerah hilir
7. Keterbatasan pemilikan lahan pertanian menyebabkan lahan yang digarap
masyarakat tidak dapat dijadikan tumpuan atau penopang hidup masyarakat

Perubahan lingkungan fisik DAS yang cenderung semakin buruk dipahami sevagai
gejala dan bukan sebagai masalah. Masalah yang sebenarnya adalah terjadinya
perubahan system kemasyarakatn (berdasarkan insitusi bukan fisik DAS-nya) sehingga
DAS sebagai system pendukung kehidupan tidak lagi dapat lagi mendukung tatanan
kemasyarakatan tersebut. Dengan demikian penyelesaian masalah DAS sebenarnya
dapat dicapai demgan menata kembali system kemasyarakatan melalui penataan
insitusi (aturan main dan organisasi)di dalam DAS

Anda mungkin juga menyukai