Anda di halaman 1dari 5

PAHLAWAN KEBANGKITAN NASIONAL

Berikut adalah penjelasan tentang peran tokoh kebangkitan nasional dalam perjuangan
kemerdekaan nasional.

1. Wahidin Soedirohoesodo

Beliau bersama teman-teman seperjuangan mendirikan surat kabar bernama Retno


Dhoemilah.

Surat kabar ini menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Retno
Dhoemilah terbit di Yogyakarta di tahun 1895.

Melalui surat kabar inilah Wahidin Soedirohoesodo menyampaikan pemikiran tentang


nasionalisme, pendidikan, kesamaan derajat, dan budi pekerti.

Setelah bertemu dengan Soetomo, akhirnya mereka berdua sepakat untuk membuat
sebuah organisasi.

Organisasi itu adalah Budi Oetomo yang lahir pada 20 Mei 1908.

Salah satu hal penting yang dilakukan oleh beliau adalah menggunakan organisasi


untuk memajukan pendidikan dan mengembalikan martabat bangsa.

Sebagai dokter, beliau bahkan juga memberikan layanan kesehatan gratis sebagai
bentuk pengabdiannya pda masyarakat.

2. Soetomo
Bertemu dengan Wahidin Soedirohoesodo membuat semangat Soetomo untuk
memperjuangkan hak bangsa Indonesia semakin kuat.

Bersama dengan rekannya itu, beliau mendirikan Budi Oetomo. Bahkan Soetomo
ditunjuk sebagai ketua organisasi itu.

Tujuan dibentuknya Budi Oetomo adalah untuk memajukan pendidikan dan


kebudayaan di Indonesia.

Sama seperti Wahidin Soedirohoesodo, Soetomo juga mengabdikan dirinya sebagai


dokter untuk masyarakat.

Tak hanya itu, beliau juga aktif di bidang jurnalisme dan sempat menjadi pemimpin di
beberapa surat kabar.

Soetomo mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) pada tahun 1924. Ini adalah
sebuah perkumpulan orang terpelajar Indonesia.

ISC pernah berhasil mendirikan koperasi, bank kredit, dan juga sekolah tenun.

3. H. O. S. Tjokroaminoto

H. O. S. Tjokroaminoto adalah salah satu tokoh yang dikenal akan keahliannya dalam
menyampaikan pidato.

Ia juga merupakan tokoh yang rutin menyampaikan dan memacu semangat


patriotisme untuk para pemuda Indonesia.

Beliau adalah salah satu tokoh dalam sebuah organisasi yang bernama Sarikat Islam.

Berawal ditunjuk sebagai komisaris, pada akhirnya beliau diangkat sebagai ketua dari
Sarikat Islam.

Di sinilah Sarikat Islam mulai maju pesat dan berkembang menjadi organisasi yang
besar.

Dalam perjalanannya beliau seringkali menyampaikan pidato yang mengkritik keras


penjajah Belanda.
Sampai pada akhirnya H. O. S. Tjokroaminoto sempat ditangkap dan masuk dalam
penjara.

4. E. F. E. Douwes Dekker

Tahukah kamu Ernest Francois Eugene Douwes Dekker sebenarnya adalah tokoh
nasional yang memiliki darah campuran?

Meski begitu, beliau tetap tidak suka melihat keadaan yang terjadi di Indonesia.
Menurutnya banyak sekali ketimpangan di masa penjajahan.

Karena itu, beliau memutuskan untuk mendukung rakyat Indonesia.

Bersama dengan Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat, beliau


mendirikan Indische Partij.

Karena dianggap terlalu keras, pemerintah Belanda membubarkan Indische Partij dan
tiga tokoh pendirinya ditangkap dan sempat diasingkan ke Belanda.

5. Tjipto Mangoenkoesoemo

Tjipto Mangoenkoesoemo memulai karirnya sebagai dokter pemerintah Belanda di


Demak.

Namun, karena melihat banyak ketidakadilan yang terjadi, beliau sering mengkritik
keras Belanda melalui harian De Locomotief dan Bataviaasch Nieuwsblad.
Belanda yang kesal pun pada akhirnya memberhentikan Tjipto Mangoenkoesoemo
dari tugasnya sebagai dokter pemerintah.

Di sinilah akhirnya beliau bertemu dengan Douwess Dekker dan Soewardi


Soerjaningrat.

Perjuangan ketiga tokoh ini berhasil menumbuhkan rasa semangat juang rakyat
Indonesia.

Namun, pihak Belanda tidak diam dan menangkap tiga tokoh ini dan mengasingkan
mereka ke Belanda.

6. Soewardi Soerjaningrat

Soewardi Soerjaningrat merupakan tokoh yang dikenal aktif dalam dunia wartawan. 

Beliau pernah bekerja di berbagai surat kabar, seperti Sediotomo, Midden Java, De


Express Oetoesan Hindia, dan masih banyak lagi.

Saat bertemu dengan Douwess Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, mereka


bersama membangun Indische Partij.

Soewardi Soerjaningrat pernah membuat sebuah tulisan yang sangat terkenal, yaitu
"Als Ik een Nederlander was" yang artinya "Seandainya saya seorang Belanda".

Selain itu ada juga tulisan lainnya yang berjudul "Een voor Allen maar Ook Aleen
voor Een" yang artinya "Satu untuk semua, tapi semua untuk satu juga".

Setelah diasingkan ke Belanda, beliau kembali dan mendirikan sekolah bernama


National Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Pada umur 40 tahun, Soewardi Soerjaningrat mengubah namanya menjadi Ki Hajar


Dewantara.

Anda mungkin juga menyukai