Anda di halaman 1dari 5

TUGA

S
( Mengenal Kebangkitan Nasional )

Dikerjakan oleh Kelompok 3


Nama : RISKY E. NAPITUPULU
MARSEL J. SOUMOKIL
MARTHIN B. PATAWARAN
I. Pendahuluan

Salah satu kebijakan yang diterapkan pada politik etis adalah pendidikan bagi
masyarakat pribumi yang diberikan pemerintah Belanda untuk menaikkan taraf
kualitas tenaga kerja dengan menerapkan gaya pendidikan Eropa. Dengan
penerapan sekolah bagi masyarakat pribumi akhirnya memunculkan sebuah
golongan baru yang memiliki intelektualitas yang mendalam dan sebagian besar
berprofesi aparatur pemerintah, guru, dokter, hingga jurnalis. Golongan ini disebut
sebagai golongan terpelajar atau golongan priyayi. Orang-orang yang terlingkup
dalam golongan ini memiliki pemikiran yang selangkah lebih maju terhadap
perlakuan penindasan-penindasan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sebelumnya,
perjuangan masyarakat dilakukan secara mendaerah yaitu hanya mementingkan
perjuangan dari masing-masing golongannya, kemudian berubah menjadi
perjuangan bersifat nasional dikarenakan golongan terpelajar menumbuhkan
kesadaran atas kebangsaan Indonesia.
Selain dari menasionalisasinya pergerakan-pergerakan akibat persatuan dari
beberapa daerah melawan Belanda, golongan terpelajar juga berkontribusi kepada
pembentukan perjuangan melalui intelektualitas dengan melalui tulisan, propaganda,
dan diplomasi kepada pemerintah Hindia Belanda, bahkan setiap kelompok
perjuangan kini memiliki struktur yang jelas yang dimulai dari pemimpin hingga
penerimaan anggota yang tertata rapih, sehingga perjuangan dapat dilakukan secara
terorganisasi dengan baik. Golongan terpelajar juga mengusung tujuan yang jelas
bagi perjuangan yang dilakukan yaitu mencapai Hindia atau Indonesia yang merdeka
dari genggaman Belanda. Terdapat empat orang tokoh pelopor pergerakan nasional
di antaranya tiga orang dokter dan seorang penulis yang aktif dalam perjuangan
terhadap Belanda melalui pemikiran mereka diantaranya; Dr. Wahidin
Soedirohoesodo, dr. soetomo atau soebroto, dr. tjipto mangoenkoesoemo, masing
masing mereka mempnyai peranan dalam pengembangan pendidikan dan rasa
nasionalis.
1. Dr. Wahidin Soedirohoesodo

Dr. WAHIDIN SOEDIROHOESODO


Lahir : 7 Januari 1852
Wafat : 26 Mei 1917

Dr. Wahidin Soedirohoesodo lahir di Sleman, Yogyakarta yang merupakan salah satu
golongan priyayi yang diterima di Sekolah Dasar Eropa bentukan Belanda (ELS) yang
kemudian melanjutkan kepada pendidikan dokter di Sekolah Dokter Djawa yang
menjadi STOVIA (Sekolah Pendidikan Dokter Hindia) hingga lulus pada tahun 1872
dengan penempatannya berdinas dokter di Yogyakarta. Wahidin melihat pada saat itu
terjadi pergerakan kaum nasionalis Tiongkok yang melawan Dinasti Qing, ditambah
dengan kiprahnya menjadi seorang dokter telah berlangsung selama 30 tahun
membuat dirinya perlu bergerak dari diam setelah melihat kesengsaraan yang dialami
bangsa Indonesia. Dirinya berusaha menerbitkan surat kabar Retnodoemilah mengajak
para pemimpin pribumi atau priyayi lainnya untuk membangun organisasi pergerakan,
namun suaranya tersebut masih kurang didengar. Pada suatu waktu, Wahidin menjadi
pembicara di STOVIA di mana dirinya menyempatkan menjelaskan pentingnya
organisasi bagi pergerakan bangsa yang disambut baik oleh para pelajar STOVIA dan
kemudian terbentuklah Boedi Oetomo bersama Goenawan Mangoenkoesoemo.
2. Dr. Soetomo atau Soebroto

dr. SOETOMO ATAU SOEBROTO
Lahir : 30 Juli 1888
Wafat : 30 Mei 1938

dr. Soetomo lahir di Nganjuk, Jawa Timur yang berasal dari priyayi menengah karena
ayahnya merupakan pemimpin kawedanan Madiun sehingga mendapat pendidikan dari
Belanda hingga pada tahun 1903, Soetomo diterima di STOVIA dengan harapan
menjadi seorang dokter dan bekerja sebagai aparatur pemerintah Hindia Belanda. Pada
suatu waktu, Wahidin menjadi pembicara di STOVIA di mana dirinya menyempatkan
menjelaskan pentingnya organisasi bagi pergerakan bangsa yang disambut baik oleh
para pelajar STOVIA, salah satunya adalah Soetomo sendiri yang terenyuh menyadari
kondisi bangsanya. Kemudian, di Aula STOVIA para pelajar tersebut mendeklarasikan
sebuah organisasi pergerakan bernama Boedi Oetomo di mana Soetomo menjadi ketua
dan mulai mengajak para priyayi lainnya. Namun, Boedi Oetomo karena dipenuhi oleh
priyayi loyal terhadap Belanda, maka peran Soetomo mengecil sehingga menjadi ketua
cabang Jakarta.
Peranan dr. Soetomo sangat penting dalam mengubah metode perlawanan terhadap
penjajah. Beliau merupakan orang pertama yang memiliki pemikiran untuk mengubah
metode perlawanan terhadap penjajah yang semula menggunakan angkatan bersenjata
menjadi lebih modern dan terdidik.
3. Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo

dr. TJIPTO MANGOENKOESOEMO
Lahir : 4 Maret 1886
Wafat : 8 Maret 1943

dr. Tjipto Mangoenkoesoemo lahir di Ambarawa atau Semarang, Jawa Tengah yang
berasal dari golongan priyayi di mana keluarganya merupakan guru bahasa Melayu
bagi Belanda sehingga dirinya mendapat pendidikan dari Belanda di tahun 1889 untuk
bergabung STOVIA. Pemikirannya atas penindasan yang dilakukan Belanda sudah
disadarinya, namun masih terhambat oleh dominasi pro-Belanda di sekitarnya. Hingga
pada tahun 1908, dirinya bergabung dengan Boedi Oetomo menjadi komisaris. Namun,
kondisi Boedi Oetomo yang menjadi anti akan kemajuan pergerakan nasional,
membuatnya keluar dari Boedi Oetomo dan bertemu dengan Ernest Douwes Dekker
pada kongres kedua Boedi Oetomo yang sama-sama berhasrat melakukan pergerakan.
Bersama tokoh pergerakan nasional terdiri dari Dr. Douwes Dekker, Ki Hadjar
Dewantara (Soewardi Soerjaningrat), dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dalam
membentuk organisasi politik pertama di Hindia Belanda bernama Indische Partij (Partai
Hindia) sebagai wadah kerja sama antara masyarakat pribumi dan orang-orang
keturunan campuran Belanda-Indonesia dengan harapan bahwa Hindia atau Indonesia
menjadi sebuah negara yang merdeka.

Anda mungkin juga menyukai