Anda di halaman 1dari 5

RAFI FAUJI HANIP

NE20255109
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

GERAKAN NASIONALISME
Masa penjajahan bangsa Eropa di Indonesia sangat menyedihkan dan menyakitkan. Bangsa
Indonesia saat itu hidup bagaikan budak di negeri sendiri. Selain tenaga mereka yang diperas
untuk menjadi budak, bangsa Indonesia atau pribumi diwajibkan untuk menyetor pajak atau
hasil pertanian. Tidak ada akses pendidikan untuk pribumi. Bahkan, kaum pribumi tidak
mendapatkan pelayanan publik yang baik. Kemiskinan merajalela dan musibah kelaparan
terjadi di mana-mana.

Sayangnya, tidak ada yang berani melawan penjajah pada saat itu. Kaum pribumi takut jika
melawan, mereka akan mendapat hukuman yang kejam dan mengerikan. Sehingga, penjajah
semakin semena-mena terhadap kaum pribumi.

Ketika para penjajah ini dianggap melukai rasa keadilan, mengoyak martabat dan harga diri,
serta melahirkan penderitaan, barulah muncul perlawanan. Perlawanan ini awalnya dilakukan
oleh pemimpin atau tokoh yang dianggap kharismatik dan memiliki pengaruh di masyarakat.
Umumnya, perlawanan ini dipimpin oleh raja, bangsawan, pemuka agama, bahkan rakyat
biasa yang diyakini memiliki kesaktian atau kekuatan lebih.
Perlawanan ini bersifat kedaerahan atau lokal. Mereka hanya akan melakukan perlawanan
ketika wilayah mereka diganggu. Pun, mereka tidak akan membantu wilayah lain yang bukan
menjadi urusan mereka.

Lahirnya Politik Etis

Penjajahan yang berlangsung selama berabad-abad ini ternyata mendorong seorang wartawan
untuk mengkritik pemerintah Hindia Belanda. Wartawan dari koran De Locomotief bernama
Pieter menullis sindiran sikap tak acuh Eropa di Hindia Belanda ketika terjadi wabah kolera
yang menimbulkan banyak korban jiwa bagi masyarakat pribumi. Selain itu, C. Th. van
Deventer, seorang ahli hukum Belanda mengkritik sistem tanam paksa.

Kritik ini menyatakan bahwa pemerintah Belanda memegang tanggung jawab moral bagi
kesejahteraan pribumi. Pemerintah Belanda harus membayar hutang budi dengan
meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahan.

Kritik-kritik ini menjadi perhatian serius oleh pemerintah kolonial Belanda dan membuat
Ratu Wilhelmina memunculkan kebijakan baru bagi daerah jajahan. Kebijakan ini dikenal
dengan politik etis. Kebijakan ini dituangkan dalam program Trias van Deventer. Program ini
diterapkan di Indonesia pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Alexander W. F.
Idenburg pada tahun 1909 sampai tahun 1916.

Ada tiga program penting dalam politik etis, yaitu irigasi, imigrasi, dan edukasi. Irigasi
diperlukan untuk membangun dan memperbaiki pengairan dan bendungan untuk pertanian.
Migrasi dilakukan untuk mendorong transmigrasi demi keseimbangan jumlah penduduk di
berbagai kota pada masa itu. Sedangkan edukasi dilaksanakan untuk memperluas bidang
pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat pribumi di Hindia Belanda.

Meski terlihat seperti sebuah rencana program yang baik, sayangnya pemerintah Hindia
Belanda menjalankannya dengan semena-mena. Irigasi justru digunakan untuk mengairi
perkebunan milik Belanda dan tidak menyentuh lahan pertanian masyarakat setempat.
Program imigrasi dimanfaatkan untuk mengirimkan tenaga kerja murah untuk dipekerjakan
di wilayah Sumatera. Sedangkan program edukasi dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga
kerja yang diperlukan oleh pemerintah kolonial. Program politik etis pada akhirnya tidak
memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia pada saat itu.

TUMBUHNYA KESADARAN KEBANGSAAN


Dari tiga program Trias van Deventer, program edukasi menjadi program yang paling
berpengaruh bagi masyarakat di Hindia Belanda. Adanya program edukasi ini melahirkan
golongan elit baru di Indonesia yang disebut sebagai golongan priyayi.

Golongan priyayi adalah golongan yang mengenyam pendidikan di sekolah yang dibentuk
oleh pemerintah kolonial. Sekolah-sekolah yang dibentuk oleh pemerintah kolonial ini
menerapkan pendidikan gaya barat. Seusai sekolah, golongan priyayi tersebut banyak yang
berprofesi sebagai dokter, guru, jurnalis, dan pegawai pemerintahan.

Selain profesi yang lebih menjanjikan, golongan ini memiliki pemikiran yang lebih maju
serta sadar terhadap penindasan-penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial
Belanda. Kemunculan golongan priyayi mengubah corak perjuangan masyarakat dalam
melawan penindasan pemerintah kolonial, yang tadinya bersifat kedaerahan menjadi bersifat
nasional. Inilah titik awal pergerakan nasional dimulai.

PERGERAKAN NASIONAL

Pergerakan nasional dipimpin oleh para kaum terpelajar. Menurut mereka, perlawanan fisik
sudah tidak lagi relevan untuk melawan penindasan pemerintah kolonial. Oleh karena itu,
mereka membentuk organisasi-organisasi sebagai motor penggerak perlawanan.

Akhirnya, lahirlah berbagai organisasi kebangsaan untuk pertama kalinya pada kurun waktu
1908 hingga 1920. Terdapat tiga organisasi pergerakan nasional yang lahir pada periode ini,
yaitu Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij. Organisasi-organisasi ini lebih
mengedepankan diplomasi ketimbang kekerasan. Selain itu, mereka juga memanfaatkan
media massa sebagai alat perjuangan. Munculnya organisasi-organisasi kebangsaan ini
menjadi tanda dimulainya pergerakan nasional dengan visi yang jelas, yaitu Indonesia
merdeka.

Perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan semakin terarah setelah berbagai
organisasi ini lahir. Namun, butuh waktu yang cukup panjang hingga Indonesia berhasil
memproklamasikan kemerdekaannya.

Ada berbagai macam organisasi di zaman penjajahan dahulu yang disebut dengan organisasi
pergerakan nasional. Organisasi tersebut dibentuk sebagai sarana perjuangan bangsa
Indonesia untuk terlepas dari belenggu penjajahan.
Organisasi Budi Utomo

Organisasi ini berawal dari gerakan dr. Wahidin Soedirohoesodo yang berkeliling Jawa untuk
melakukan sosialisasi terkait pentingnya pendidikan. Selain melakukan sosialisasi terkait
pendidikan, terdapat pula dana pendidikan untuk mereka yang kurang mampu. Di mana dana
pendidikan tersebut disebut dengan Studie Fond.

Kemudian pada tahun 1907, terjadi pertemuan antara dr. Wahidin Soedirohoesodo dengan
Soetomo, yaitu seorang mahasiswa STOVIA. Soetomo tertarik dengan gagasan dr. Wahidin
Soedirohoesodo, kemudian mendirikan organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908.
Organisasi inilah yang merupakan organisasi pertama yang didirikan oleh bangsa Indonesia
dan beranggotakan mahasiswa STOVIA.

Berdirinya organisasi Budi Utomo ini merupakan sebuah tonggak awal kebangkitan nasional,
sehingga hari lahirnya Budi Utomo ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Organisasi Sarekat Islam

Organisasi ini berawal dari organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji
Samanhudi di Solo pada tahun 1911. Organisasi ini awalnya dibentuk untuk melindungi para
pengusaha lokal agar dapat bersaing dengan pengusaha non lokal yang memonopoli
perdagangan batik.

SDI kemudian diubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1912 yang diketuai oleh
H.O.S. Tjokroaminoto. Setelah menjadi SI, keanggotaan SI menjadi semakin besar karena
semua orang diperbolehkan untuk ikut dalam organisasi ini jika beragama Islam.

Namun pada tahun 1921, SI terpecah menjadi 2 kubu, yaitu SI Putih dan SI Merah di mana
perpecahan tersebut terjadi karena adanya penyusupan paham sosialis-komunis.

Indische Partij

Indische Partij didirikan di Bandung tanggal 25 Desember 1912 oleh Dr. E.F.E. Douwes
Dekker (Danudirja Setiabudi), R.M. Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), dan dr.
Tjipto Mangoenkoesoemo yang kemudian dikenal sebagai “Tiga Serangkai”. Indische Partij
ini bertujuan untuk mengembangkan rasa nasionalisme, menciptakan persatuan antara orang
Indonesia dan Bumiputera, serta untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka.
Organisasi ini merupakan organisasi politik yang berani mengkritik pemerintah kolonial
Belanda, di aman kritik tersebut ditujukan melalui tulisan R.M. Suwardi Suryaningrat yang
berjudul Als ik een Nederlander was (Seandainya aku seorang Belanda). Oleh karena itu,
pada tanggal 4 Mei 1913, Indische Partij dianggap sebagai partai terlarang dan ketiga
tokohnya diasingkan ke negeri Belanda.

Perhimpunan Indonesia

Organisasi ini didirikan di Belanda pada tahun 1908, yang pada awalnya organisasi ini diberi
nama Indische Vereeniging oleh Sutan Kasayangan dan R.M. Noto Suroto. Kemudian pada
tahun 1925 Indische Vereeniging mengubah namanya menjadi Perhimpunan Indonesia, di
mana istilah Indonesia digunakan untuk menunjukkan identitas diri bangsa dan negara serta
menggantikan kata Hindia Belanda.

Tokoh-tokoh yang tergabung ke dalam organisasi Perhimpunan Indonesia adalah Mohammad


Hatta, Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat.

Ada juga Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) yang didirikan pada tanggal 9
Mei 1914, oleh Sneevliet (anggota Partai Buruh Sosial Demokrat Belanda) dan rekan-
rekannya di Surabaya. Kemudian ada Partai Nasional Indonesia (PNI) yang awalnya
merupakan perkumpulan yang dibentuk oleh Ir. Soekarno yang bernama Algemeene Studie
Club tahun 1925.

Anda mungkin juga menyukai