kebijakan politik etis lahir setelah sistem tanam paksa di Hindia Belanda dikritik oleh
C. Th. van Deventer, seorang ahli hukum Belanda dan kemudian menjadi tokoh politik
etis. Politik etis atau politik balas budi merupakan pemikiran yang menyatakan bahwa
pemerintah Belanda memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan
bumiputera.
Sebenarnya, banyak pihak yang menghubungkan kebijakan politik etis ini dengan
tulisan-tulisan dan pemikiran van Deventer, salah satunya pada tulisan yang
berjudul Een Eereschuld (Hutang Kehormatan) dimuat dalam harian De Gids tahun
1899.
Kritikan tersebut berisi perlunya pemerintah Belanda membayar utang budi dengan
meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahan. Kritik-kritik ini menjadi
perhatian serius dari pemerintah kolonial Belanda dan membuat Ratu Wilhelmina
memunculkan kebijakan baru bagi daerah jajahan, yang dikenal dengan politik etis.
Kemudian terangkum dalam program Trias van Deventer.
Ratu Wilhelmina. Sumber: Tirto.id
Kebijakan politik etis serta program Trias van Deventer diterapkan di Indonesia pada
masa pemerintahan Gubernur Jenderal Alexander W.F. Idenburg (1909-1916).
Mereka memiliki pikiran yang maju serta semakin sadar terhadap penindasan-
penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, golongan
elite baru berhasil mengubah corak perjuangan masyarakat dalam melawan
penindasan pemerintah kolonial, dari yang tadinya bersifat kedaerahan menjadi
bersifat nasional. Inilah titik di mana masa pergerakan nasional dimulai.
Kesadaran awal kebangsaan di antara kalangan bumiputera ini terjadi di awal abad
20 Squad. Tentunya hal itu nggak terjadi begitu saja dong. Ada beberapa faktor yang
membuat kesadaran itu muncul.
Karakteristik Perjuangan Bangsa Indonesia setelah Kebangkitan Nasional