Anda di halaman 1dari 5

Nama : Mitha putri h

Kelas : XI-E
No.Absen : 16

Munculnya Embrio Kebangsaan dan Nasionalisme Indonesia


Fenomena pergerakan kebangsaan dan nasionalisme yang berkembang sejak awal abad ke-20
bukan sebuah fenomena yang muncul tiba-tiba. Embrionya sudah ada dan terbentuk sejak dulu, yaitu
sejak era kerajaan-kerajaan di Nusantara. Ada beberapa kerajaan-kerajaan di Nusantara yang
mendorong persatuan Nusantara yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Dari dua kerajaan besar dan digdaya
inilah mulai muncul semangat pergerakan nasional. Tak hanya kejayaan masa lalu, faktor lain yang
mendorong munculnya kesadaran kebangsaan atau nasionalisme, di antaranya:
- Adanya agama Islam sebagai agama mayoritas tak hanya jadi ikatan religi tapi jadi simbol
perlawanan atas kekuatan atau kekuasaan asing seperti bangsa Barat.
- Penjajahan atau kolonialisme Belanda
- Pendidikan Barat melahirkan elit politik baru yang punya kesadaran atas kondisi bangsanya yang
terjajah.
- Volkskraad, sebuah lembaga perwakilan rakyat Hindia Belanda yang didirikan pada 1918.
Volkskraad jadi tempat elit bumiputera dari berbagai daerah dan suku bangsa untuk menumbuhkan
perasaan senasib sepenanggungan di kalangan kaum bumiputera sendiri, dan adanya kesadaran akan
kesetaraan.
Selain beberapa faktor di atas, pembentukan organisasi pergerakan nasional juga mendorong
munculnya kesadaran kebangsaan Indonesia.
1. Organisasi Pergerakan Nasional
Sejarah Indonesia berjalan begitu panjang sampai jadi bangsa yang besar seperti saat ini.
Bangsa ini dibangun oleh tokoh-tokoh hebat yang berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Awal abad
ke-30 menjadi titik awal dari kemunculan organisasi politik di Indonesia. Baik yang bersifat
kepemudaan, organisasi keagamaan, organisasi kedaerahan, organisasi gerakan profesi, organisasi
sosial, atau organisasi politik. Posisi organisasi politik kebangsaan sebagai garda terdepan dari
organisasi yang memperjuangkan kepentingan bangsa Indonesia untuk merdeka. Banyak organisasi
politik kebangsaan yang lahir dan terbentuk sejak era politik etis diberlakukan di Hindia Belanda,
seperti misalnya: Boedi Oetomo, Serikat Islam, Indische Partij, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama,
Partai Komunis Indonesia, Taman Siswa, Partai Nasional Indonesia (PNI), Perhimpunan Indonesia,
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), hingga Gabungan Partai Indonesia (GAPI). Dari banyaknya
organisasi tersebut, penting untuk mengulas beberapa organisasi massa dalam pergerakan nasional
Indonesia sebagai berikut:

• Boedi Oetomo (BO)

Organisasi pergerakan nasional ini lahir di 20 Mei 1908 dibentuk oleh para pelajar STOVIA
di bawah pimpinan R. Soetomo. Organisasi ini merupakan gagasan dari dr. Wahidin Soedirohusodo
dan menjadi tonggak awal kebangkitan Indonesia. Dr. Wahidin mengunjungi sekolah lamanya di
STOVIA di 1907, di depan para mahasiswa sekolah kedokteran ia menyerukan supaya dibentuk
organisasi untuk mengangkat derajat bangsa mereka. R. Soetomo tertarik dan ingin mewujudkan ide
itu dengan beberapa pemuda lain dengan mendirikan Boedi Oetomo di Batavia pada 20 Mei 1908.
Boedi Oetomo jadi organisasi pemuda pribumi pertama yang berjalan baik di Indonesia. Salah satu
program utama organisasi ini adalah kemajuan yang harmonis bagi nusa Jawa dan Madura. Organisasi
ini berakhir pada tahun 1935 ketika bergabung dengan Parindra. BO menjadi tonggak baru
kebangkitan Indonesia dan hari lahirnya ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional Indonesia yang
diperingati setahun sekali.

• Sarekat islam

Pada awalnya, Sarekat Islam adalah organisasi dagang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI)
yang didirikan oleh K.H Samanhudi pada 16 Oktober 1905. Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang
Islam dengan tujuan untuk menggalang kerja sama antara pedagang Islam demi memajukan
kesejahteraan pedagang Islam pribumi. Selain itu, Samanhudi juga ingin meruntuhkan dominasi
pedagang-pedagang etnis China di sektor perekonomian Indonesia.
Pada tahun 1912, H.O.S Tjokroaminoto mengubah nama organisasi Sarekat Dagang Islam
menjadi Sarekat Islam. Perubahan nama tersebut bertujuan agar keanggotaan organisasi tidak hanya
terbatas pada golongan pedagang, namun juga terbuka bagi seluruh umat Islam di Indonesia.
Pendirian Sarekat Islam memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Mengembangkan jiwa dagang dan kesejahteraan masyarakat pribumi


2. Mengembangkan pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat pribumi
3. Memperbaiki citra Islam di kalangan masyarakat luas
4. Membantu kesulitan yang dialami anggota dalam sektor ekonomi
5. Mengembangkan eksistensi agama Islam di Indonesia

Pada masa kepemimpinan H.O.S Tjokroaminoto, arah organisasi Sarekat Islam merambah di
bidang sosial, politik dan pemerintahan. Sarekat Islam selalu menyuarakan semangat perjuangan
Islam dalam perlawanan terhadap kolonialisme dan Imperialisme. Cita-cita Sarekat Islam berhasil
mendapat simpati masyarakat pribumi dan berkembang hingga ke desa-desa pedalaman. Rakyat
pedesaan menganggap Sarekat Islam adalah wadah dalam perjuangan melawan struktur kekuasaan
lokal. Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, Sarekat Islam
semakin berkembang pesat pada tahun 1912.
Keanggotaan Sarekat Islam tidak hanya berasal dari Jawa, namun meluas hingga pulau
Sumatera, Sulawesi, dan Maluku. Pada tahun 1917, Pemerintah kolonial Belanda meminta kepada
Sarekat Islam untuk mengirimkan wakil untuk menduduki kursi Volksraad (Dewan Rakyat).
Tjokroaminoto dan Abdoel Moeis dipilih sebagai perwakilan Sarekat Islam di Volksraad. Pada
perkembangannya, Tjokroaminoto dan Abdoel Moeis tidak dapat berbuat banyak karena Volksraad
hanyalah dewan boneka bentukan pemerintah Belanda.
Pada tahun 1914, beberapa anggota Sarekat Islam mendapatkan pengaruh ideologi Komunis
dari tokoh Indische Social Democratische Vereniging (ISDV) bernama Henk Sneevliet.
Anggota-anggota Sarekat Islam seperti Semaoen, Darsono, Alimin, dan Tan Malaka berusaha
mengubah perjuangan Sarekat Islam ke arah yang lebih radikal sesuai dengan semangat komunisme.
Namun, upaya mereka mendapatkan perlawanan dari golongan Islam konservatif seperti
Kartosuwiryo, Agus Salim dan Abdoel Moeis. Pada akhirnya Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu
Sarekat Islam Merah di bawah pimpinan Semoen dan Sarekat Islam Putih di bawah pimpinan
Tjokroaminoto.

• Indische Partij (IP)

Tokoh utama IP adalah Douwes Dekker (Danudirja Setiabudi), Tjipto Mangunkusumo, dan
Suwardi Suryaningrat. Sebagai seorang Indo, Douwes Dekker merasa terjadinya diskriminasi yang
membeda-bedakan status sosial antara Belanda totok (asli), Indo (campuran), dan Bumiputera
(pribumi) oleh pemerintah Hindia-Belanda. Kedudukan dan nasib para Indo tidak jauh berbeda
dengan Bumiputera. Indo yang melarat banyak ditemui di Jakarta (Kemayoran), Semarang
(Karangbidara), dan Surabaya (Kerambangan). Belanda totok memandang para Indo lebih rendah dari
pada mereka. Pandangan ini pernah diungkapkan dalam buletin “Bond van geneesheeren” (Ikatan
para dokter) pada September 1912. Menurut Dekker, jika kaum Indo ingin mengubah nasib, maka
mereka harus bekerjasama dengan Bumiputera untuk mengadakan perubahan.
Kritikan terhadap kehidupan kolonial telah ada sejak awal abad 20. Seperti yang dilakukan
oleh Tjipto Mangunkusumo yang mengkritisi melalui tulisan-tulisannya yang dimuat di surat kabar
De Locomotief. Menurutnya, masyarakat Jawa sulit untuk maju karena dikungkung oleh foedalisme
serta masyarakat secara keseluruhan mengalami eksploitasi yang berlebihan. Hal ini menyebabkan
banyaknya kemiskinan dan keterbelakangan sehingga ia berpikir kolonialisme harus di akhiri.
Menurutnya, cara untuk mengakhiri kolonialisme ialah dengan perjuangan politik.
Indische Partij melakukan beberapa usaha agar terjadi kerja sama antara orang Indo dan
Bumiputera. Usaha tersebut diantaranya:
1. Menyerap cita-cita nasional Hindia (Indonesia)
2. Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik dalam bidang pemerintahan
maupun kemasyarakatan
3. Memberantas berbagai usaha yang mengakibatkan kebencian antaragama
4. Memperbesar pengaruh pro-Hindia di pemerintahan
5. Berusaha mendapatkan hak bagi semua orang Hindia
6. Dalam pengajaran, harus bertujuan bagi kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat
ekonomi mereka yang lemah.

Setelah perjalanan propaganda berakhir, pada tanggal 25 Desember 1912 diadakan


permusyawaratan wakil-wakil Indische Partij. Dalam permusyawaratan tersebut
tersusunlah Anggaran Dasar dan pengurus partai. Susunan pengurusnya sebagai berikut:

- Ketua: E.F.E Douwes Dekker


- Wakil: dr. Tjipto Mangunkusumo
- Panitia: J.G van Ham
- Bendahara: G.P Charli
- Pembantu: J.R Agerbeek dan J.D Brunveld van Hulten

Indische Partij merupakan partai pertama Indonesia yang menggaungkan


kebebasan Hindia dengan semboyan “indie untuk indier”. Hindia merupakan rumah
nasional (national home) bagi semua orang baik keturunan Bumiputera, Belanda,
China, Arab, dan lainnya yang mengakui Hindia sebagai tanah air dan
kebangsaannya. Paham ini dikenal dengan Indisch Nationalisme yang kemudian
melalui Perhimpunan Indonesia dan Partai Nasional Indonesia menjadi Indonesisch
Nationalisme atau Nasionalisme Indonesia.
Ideologi IP adalah nasionalisme dengan tujuan mencapai kemerdekaan tanah
air Hindia dari pemerintah kolonial. Bagi mereka tanah Hindia adalah rumah bagi
semua kelompok yang ada seperti bumiputera, Indo, Tionghoa, dan sebagainya.
Nama IP semakin dikenal ketika terlibat dalam Komite Bumiputera yang menentang
diadakannya perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda atas Prancis pada tahun 1913.
Tujuan dibentuknya Komite Bumiputera adalah memperjuangkan kebebasan
berpendapat serta adanya majelis permusyawaratan yang menyuarakan kepentingan
rakyat Hindia.

2. Perang Dunia 1 dan Pengaruhnya di Indonesia


Perang Dunia I terjadi pada tahun 1914 hingga 1918. Perang Dunia I dimulai pada tanggal 28
Juli 1914 yang melibatkan sekitar 35 negara. Perang tersebut diawali oleh peristiwa terbunuhnya putra
mahkota Austria-Hongaria, Franz Ferdinand, serta istrinya ketika berkunjung ke Sarajevo, Bosnia
tanggal 28 Juni 1914. Pembunuh tersebut dilakukan oleh seseorang yang berasal dari Serbia. Konon,
peristiwa itu dikenal dengan sebutan Insiden Sarajevo, yang kemudian menjadi alasan Austria-
Hongaria untuk menghancurkan Serbia. Peperangan tersebut menelan korban sekitar 10 juta orang
tewas dan 20 juta orang mengalami luka-luka, penyakit, trauma, bahkan cacat tubuh secara permanen.
Perang Dunia I menyebabkan tumbangnya empat kekaisaran, yaitu Austria-Hongaria, Rusia, Jerman,
dan Utsmaniyah. Senada dengan itu, PD I juga melahirkan negara baru, yaitu Yugoslavia dan
Cekoslovakia. Perang itu juga mengakhiri dominasi Eropa dalam bidang ekonomi, militer, dan politik.
Adanya Perang Dunia I memunculkan tatanan dunia yang baru sehingga Jepang dan Amerika hadir
sebagai kekuatan global.
Perang Dunia I tidak hanya berdampak pada negara yang terlibat perang, tapi juga Indonesia.
Berikut adalah beberapa dampak Perang Dunia I bagi Indonesia:
1. Meningkatkan popularitas demokrasi dan nasionalisme
Perang Dunia I meningkatkan popularitas paham demokrasi dan nasionalisme di
Indonesia. Kemenangan negara demokrasi dalam melawan kekaisaran berhasil
menenggelamkan eksistensi sistem pemerintahan aristokrasi kerajaan. Oleh sebab
itu, pasca Perang Dunia I mulai muncul aksi dari golongan cendekiawan
bumiputera untuk menyebarkan paham demokrasi serta nasionalisme di Indonesia
melalui organisasi dan perserikatan.
2. Mempengaruhi kesejahteraan rakyat
Pengaruh Perang Dunia I juga sangat dominan di sektor ekonomi Indonesia.
Pelayaran dan komunikasi antara Indonesia-Eropa menjadi terhambat sehingga
menyebabkan kenaikan harga barang dan merosotnya kesejahteraan rakyat. Pasca
perang tersebut terjadi, Indonesia juga mengalami kemiskinan, inflasi, kelaparan,
hutang, serta maraknya pengangguran.
3. Emansipasi wanita
Salah satu dampak Perang Dunia I juga ada pada perubahan sosial. Di mana
wanita diberikan kesempatan untuk bekerja di sektor-sektor yang biasanya
didominasi oleh pria, seperti sektor pertanian, transportasi, industri, dan
pelayanan pabrik.

3. Kongres Sumpah Pemuda dan Kongres Perempuan

Tanggal 28 Oktober adalah hari bersejarah bagi masyarakat Indonesia. Kita memperingatinya
sebagai Hari Sumpah Pemuda. Hari di mana para pemuda berikrar untuk bersatu dalam satu bangsa,
tanah air, dan bahasa yang sama. Sumpah Pemuda dicetuskan dalam Kongres Pemuda II tanggal 28
Oktober 1928. Namun sebelum itu, para pemuda sudah terlebih dahulu mengupayakan persatuan
melalui Kerapatan Besar Pemuda (Kongres Pemuda I) yang dilaksanakan pada 30 April sampai 2 Mei
1926 di Batavia. Tujuan diselenggarakannya Kongres Pemuda I adalah untuk menyamakan persepsi
antar berbagai organisasi kepemudaan di Indonesia sehingga terwujud dasar pokok lahirnya persatuan
Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Namun, Kongres Pemuda I tidak
membuahkan hasil setelah Ketua Kongres, Muhammad Tabrani, tidak sepakat dengan Mohammad
Yamin terkait penggunaan istilah bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Menurutnya, kalau tanah
air dan bangsa bernama Indonesia, maka bahasa juga harus disebut bahasa Indonesia. Meski
demikian, Kongres Pemuda I sudah menunjukkan adanya pemahaman satu nusa, satu bangsa, dan satu
bahasa.
Setelah Kongres Pemuda I selesai, beberapa pertemuan diadakan untuk membahas lebih
lanjut terkait tindak lanjut dari Kongres Pemuda I. Setelah dua tahun, para pemuda yang
dimotori PPPI (Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia) mengadakan beberapa rapat yang
dihadiri oleh perwakilan dari beberapa organisasi pemuda.
Dari rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa Kongres Pemuda II akan dilaksanakan
pada Oktober 1928. Kongres Pemuda II dilangsungkan selama dua hari pada tanggal 27 dan 28
Oktober 1928 yang terbagi dalam tiga kali rapat yang masing-masing rapat dilaksanakan di gedung
yang berbeda. Rapat pertama dilaksanakan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Sabtu 27
Oktober 1928. Dalam rapat tersebut, Mohammad Yamin menguraikan tentang arti penting persatuan
untuk kebangsaan. Menurutnya terdapat beberapa faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia,
yaitu persamaan kultur, bahasa, dan hukum adat. Rapat kedua terjadi pada Minggu, 28 Oktober 1928
di Gedung Oost-Java Bioscoop membahas masalah pendidikan.
Anak-anak harus dididik untuk memiliki karakter yang baik dan cinta tanah air. Anak-anak
juga harus diberikan pelajaran merdeka tanpa melalui perintah ataupun pemaksaan. Harus ada
keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Rapat ketiga dilaksanakan di gedung
Indonesische Clubgebouw Kramat pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada rapat ketiga dijelaskan
pentingnya gerakan kepanduan bagi persatuan bangsa. Kepanduan tidak bisa dipisahkan dari
pergerakan nasional. Dalam rapat ketiga ini, sebelum rumusan hasil kongres dibacakan, terlebih
dahulu diperdengarkan lagu ciptaan Wage Rudolf Supratman, yakni Indonesia Raya yang nantinya
akan menjadi lagu kebangsaan Indonesia setelah merdeka. Setelahnya, putusan kongres dibacakan dan
diikuti oleh seluruh peserta, sebuah putusan yang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.

4. Kongres Perempuan

Perjuangan mencapai kemerdekaan bukan hanya dilakukan oleh kaum laki -laki, namun juga
oleh kaum perempuan Indonesia. Kegiatan bersama organisasi perempuan yang paling menonjol
adalah kongres perempuan menjadi permulaan bersatunya organisasi perempuan di tanah air. Tapi
kenapa harus tanggal 22 Desember, kenapa bukan tanggal lain? Tanggal 22 Desember 2022
ditetapkan sebagai Hari Ibu Nasional tidak ditetapkan begitu saja. Ada peristiwa bersejarah yang
melatarbelakangi ditetapkannya tanggal 22 Desember 2022 sebagai Hari Ibu Nasional. Peristiwa itu
adalah Kongres Perempuan Indonesia. Kongres Perempuan Indonesia adalah sebuah gerakan
perempuan, yang diinisiasi oleh perempuan Jawa dan Sumatera, untuk memperjuangkan hak-hak
perempuan. Bahkan telah lahir sejumlah keputusan dari serangkaian Kongres Perempuan, termasuk
keputusan untuk menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional.

• Kongres perempuan I

Anda mungkin juga menyukai