Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Partai Perhimpunan indonesia

Perhimpunan Indonesia adalah Organisasi pergerakan nasional yang berdiri di negeri


Belanda. Perhimpunan Indonesia didirikan oleh mahasiswa Indonesia serta orang-orang
Belanda yang menaruh perhatian pada nasib Hindia Belanda yang tinggal di Negeri Belanda.
Perhimpunan Hindia atau Indische Vereeniging (IV) berdiri pada tahun 1908, yang dibentuk
sebagai sebuah perhimpunan yang bersifat sosial. Organisasi ini merupakan ajang
pertemuan dan komunikasi antar mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda

Sejak akhir abad ke-19 Belanda menjadi salah satu tujuan utama dari pelajar Indonesia
untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi. Pada awalnya, sebelum Perang Dunia
I, mayoritas orang Indonesia yang datang ke Belanda adalah putra raja-raja berada dan
putra kaum bangsawan Jawa . Mereka dikirimkan oleh orang tua mereka ke Belanda untuk
memperkuat bahasa Belanda, mempelajari pengetahuan umum, dan mendapatkan orientasi
mengenai negeri Belanda Menurut Stutje , karena tidak mampu untuk mempertahankan
cara hidup tradisional, banyak dari keluarga yang berlatar belakang aristokrat ini memilih
untuk beradaptasi dengan sistem kekuasaan baru dan mengirimkan anaknya ke Eropa untuk
mendapatkan pendidikan tinggi. Di samping itu tidak tersedianya akses perguruan tinggi di
koloni sampai tahun 1920 mendorong para raja-raja dan bangsawan tinggi mengirimkan
anak mereka ke Eropa .Di tahun 1907, jumlah dari pelajar Indonesia yang studi di Belanda
sudah mencapai dua puluh orang. Mereka tersebar di berbagai universitas terbaik di
Belanda sesuai dengan bidang-bidang yang dipelajari.Pada 1908, beberapa mahasiswa
Indonesia di Belanda mendirikan sebuah organisasi perkumpulan pelajar Indonesia yang
bernama Indische Vereeniging (IV). Tujuan didirikan organisasi ini, menurut Noto Soeroto
dalam tulisannya di Bendera Wolanda tahun 1909, adalah untuk “memajukan kepentingan
bersama orang Hindia di Belanda dan menjaga hubungan dengan Hindia Timur Belanda
Sebagian usul untuk membentuk perhimpunan yang akan didirikan ini menjadi cabang dari
Boedi Oetomo (BO) ditolak, terutama oleh dokter Apituly dari Ambon. Penolakan ini
memperlihatkan bahwa ada suatu rasa kesamaan asal di antara mahasiswa bahwa mereka
adalah “saudara sebangsa”, karena perkumpulan yang dibentuk hendaknya tidak hanya
beranggotakan orang Jawa saja tetapi semua suku di Hindia Belanda Untuk mencapai
tujuan dasar dari IV, menurut Noto Soeroto, perhimpunan akan memperkuat pergaulan
antara orang Hindia di Belanda dan mendorong orang Hindia agar lebih banyak lagi
menimba ilmu ke negeri Belanda. Dibandingkan BO, IV telah pelan-pelan menyusun konsep
yang lebih modern mengenai “identitas luas Hindia sebagai satu negara” dan “penduduknya
sebagai satu bangsa di atas pengelompokan suku yang menyusunnya” Meskipun demikian,
IV tetap membangun kontak dengan BO, serta menjalin komunikasi dengan orang-orang
Belanda terkemuka yang mempunyai perhatian kepada Hindia, seperti Abendanon, Snouck
Hugronje, van Deventer, dan van Heutsz. IV mengambil sikap lunak, pasif, dan taat kepada
pemerintah. Dengan pendirian sikap seperti ini, sejumlah cukup besar orang Belanda
bersedia untuk menjadi donatur perhimpunan ini (Poeze, 2008: 75). Ketika Noto Soeroto
menjadi ketua IV menggantikan Hoesein Djajadiningrat, ia menekankan agar IV mengambil
peran dalam memimpin pembangunan kehidupan di Hindia. Di bawah kendalinya IV
menerbitkan seri Voordrachten en Mededeelingen (Ceramah dan Informasi). Dalam serial
terbitan ini, buku pertama yang dikeluarkan adalah pidato Noto Soeroto yang disampaikan
pada 24 Desember 1911, berjudul Buah Pikiran Raden Adjeng Kartini Sebagai Pedoman
Perhimpunan Hindia. Noto Soeroto menyatakan bahwa ia merasakan kesamaan
pandangan dengan Kartini untuk memperjuangkan “penyatuan harmonis unsur peradaban
Timur dan Barat Dilandasi oleh pandangan politik yang dipengaruhi oleh kebijaksanaan
Timur yang tenteram dan damai, Noto Soeroto menginginkan dibangunnya gagasan
nasionalisme yang tidak egoistik, yang mengerti pentingnya kooperasi dengan Barat demi
membangun Hindia Belanda yang lebih baik (Fakih, 2012: 431).Seiring meningkatnya jumlah
mahasiswa Indonesia di Belanda, keanggotaan IV juga semakin membesar. Dari akhir 1912
sampai dengan akhir 1913 jumlah anggota IV naik dari 39 orang menjadi 47 orang Di akhir
1913 satu situasi yang cukup penting mempengaruhi visi sosial-politik IV untuk tahun-tahun
ke depan, yaitu kedatangan tiga eksil politik dari Indische Partij (IP): Douwes Dekker,
Soewardi Soerjaningrat, dan jiptomangoenkoesomo ke Belanda. Mereka bertiga dibuang
oleh pemerintah Belanda karena dianggap memancing keonaran di Hindia Belanda.
Kedatangan triumvirat IP ini menimbulkan gejolak di dalam tubuh IV. Pandangan politik
antara para punggawa IP dan tokoh IV, seperti Noto Soeroto, yang bertolak belakang
menimbulkan konfrontasi langsung di antara kedua belah pihak. Ingleson (1993:2)
menyatakan bahwa “bersama dengan kedatangan ketiga pemimpin IP ke negeri Belanda,
masuk pula konsep Indie los van Nederland (Hindia bebas dari Belanda) dan sebuah negara
Hindia yang berdaulat diperintah oleh rakyatnya sendiri”. Sementara itu Noto Soeroto
berkilah bahwa IP adalah “partai yang anti-Belanda-nasional”, yang mengandung segala
benih perpecahan dan keresahan yang berbahaya, sedangkan IV adalah “perhimpunan yang
loyal dengan pemerintah kolonial”, yang berusaha menjalankan politik asosiasi menjalankan
kerjasama dengan “penjajah” (Poeze, 2008: 93). Mendirikan suatu Hindia yang merdeka
penuh seperti tujuan dari IP.

Latar Belakang Berdirinya Pi


Munculnya partai perhimpunan Indonesia Kegitannya pada mulanya hanya terbatas pada
penyelenggaraan pertemuan sosial dengan para anggota ditambah dengan sesekali
mengadakan pertemuan dengan orang-orang belanda
Yang banyak memerhatikan masalah indonesia,antara lain Mr. Abenendanon, Mr. Van
Deventer, dan Dr. Snouck Hurgronye. Organisasi ini bertujuan untuk memajukan
kepentingan-kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari indonesia,
maksudnya orang-orang pribumi dan non-pribumi bukan Eropa, di negeri Belanda dan
hubungan dengan orang Indonesia.
Dampak dari perdamaian Perang Dunia I muncul lah dibarat negara-negara nasion, antara
lain atas prakarsa presiden AS, Woodrow Wilson, dan kemudian penderian perserikatan
bangsa-bangsa (Volkenbond). Pernyataan W.Wilson yang terkenal sebagai “Hak Penentuan
Nasib Sendiri” yang juga berfungsi sebagai dasar penentuan peta baru Eropa sehabis Perang
Dunian I menimbulkan dampak nasionalisme dan tambahan pula pemiju nasionalisme di
daerah jajahan dimana-mana[1].
Pada tahun 1922, De Indische Vreeniging diterjemahkan menjadi perhimpoenan indonesia,
dan dari awal 1973 mempunyai pengurus baru dengan ketuanya R.Iwa Koesoema
soemantri, Sekretarisnya J.sitanala, bendaharanya Muhammad Hatta , komisarisnya Sastro
Moeljono, dan archivarisnya Moenkoesoemo.
Kemudian disamping nama dalam bahasa Belanda dipakai juga nama Perhimpoenan
indonesia dan lama-lama hanya nama perhimpunan indonesia saja yang dipakai. Dengan
demikian, semakin tegas bergerak memasuki bidang politik perubahan ini juga didorong
oleh bangkitnya seluruh bangsa-bangsa terjajah Asia dan Afrika untuk menuntut
kemerdekaan.
Semenjak tahun 1923 PI aktif berjuang bahkan memolopori dari jauh perjuangan
kemerdekaan untuk seluruh rakyat indonesia dengan berjiwa persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia yang murni dan kompak. Berdasarkan perubahan ini, PI keluar dari
Indonesich Verbond Van Studeerenden (suatu perkumpulan yang bertujuan
menggabungkan organisasi-organisasi mahasiswa indonesia, Belanda,dan peranakan Cina
yang berorientasi ke indonesia dalam suatu kerja sama pada tahun 1923 karna dianggap
tidak perlu lagi.

Perkembangan pendidikan di Indonesia pada abad ke 19 tidak Terlepas dari peran para
Pelajar/mahasiswa Indonesia yang Belajar di Belanda yang tergabung Dalam Perhimpunan
Indonesia. Perhimpunan Indonesia merupakan Sebuah himpunan pelajar Indonesia yang
Ada di Belanda. Perhimpunan ini Sebelumnya bernama Indische Vereniging yang didirikan
tahun 1908. Pada masa itu Indische Vereniging tidak Mempunyai tujuan politik, akan tetapi
Mempunyai tujuan om de Gemeenscapplijke belangen derIndiers In Nederland te
behartigen, artinya Hanya untuk memperhatikan Kepentingan bersama dari penduduk
Hindia Belanda yang ada di negeri Belanda. Selain itu perhimpunan ini Merupakan pusat
kegiatan sosial dan Kebudayaan sebagai ajang bertukar Pikiran tentang situasi tanah air.
Indische Vereniging didirikan oleh Sutan Kasayangan dan R.M. Noto Suroto. Dalam
perkembangannya Indische Vereniging menjelma menjadi Perkumpulan baru yang
mengutamakan Masalah politik, sehingga pada tahun 1925 Indische Vereniging diganti
nama Menjadi Perhimpunan Indonesia. Dalam Masa pengaruh Moh. Hatta organisasi ini
Menjadi berkembang dan mengarah Pada politik radikal. Oleh karena itu Perhimpunan
Indonesia bertujuan yaitu
1.Menyadarkan para mahasiswa agar Mempunyai komitmen yang bulat Tentang persatuan
dan kemerdekaan Indonesia dan sebagai elite Intelektual harus bertanggungjawab Untuk
memimpin rakyat melawan Penjajah.
2. Perhimpunan Indonesia harus Membuka mata rakyat Belanda Bahwa pemerintah kolonial
sangat Opresif dan meyakinkan rakyat Indonesia tentang kebenaran Perjuangan kaum
nasionalis.
3. Mengembangkan ideologi yang bebas Dan kuat di luar pembatasan-Pembatasan Islam
dan komunisme.
Pada tahun 1926 kelompok Organisasi yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia masih
tergolong Sedikit. Namun, bagi para pemuda yang Aktif di bidang politik ini mempunyai
Pengalaman hidup dan belajar di negeri Belanda mempunyai dampak yang Mendalam. Di
sana untuk pertama Kalinya mereka dianggap sederajat Dengan orang Eropa dalam
masyarakat Maupun dalam hukum. Selain tujuan di Atas Perhimpunan Indonesia juga
Mempunyai empat pikiran pokok antara Lain sebagai berikut.
1.Kesatuan nasional yang Mengesampingkan perbedaan Berdasarkan daerah dan
membentuk Kesatuan aksi melawan Belanda Serta menciptakan Negara kebangsaan
Indonesia yang merdeka dan bersatu.
2. Solidaritas merupakan pertentangan kepentingan antara penjajah dan mempertajam
konflik kulit putih dan sawo matang.
3. Non koperasi merupakan kemerdekaan bukanlah hadiah dari Belanda, tetapi harus
direbutdengan mengandalkan kekuatan sendiri.
4. Swadaya merupakan mengandalkan kekuatan sendiri dengan mengembangkan struktur
alternatif dalam kehidupan nasional, politik sosial, ekonomi, dan hukum yang sejajar dengan
administrasi kolonial.
Aktivitas dari Perhimpunan Indonesia bukan hanya di Belanda dan Indonesia saja melainkan
juga di dunia internasional. Para pelajar yang kembali ke Indonesia dituntut untuk
menyebarkan propaganda supaya masyarakat Indonesia bisa menerima gagasan dari
Perhimpunan Indonesia.Propaganda disebarkan di Indonesia oleh tokoh-tokoh seperti
Budhyarto, Sartono,Sunario, Arnold Mononutu dan beberapa pelajar lainnya. Tekad bulat
yang dimiliki Perhimpunan Indonesia juga terlihat dengan digantinya majalah Hindia Poetra
menjadi Indonesia Merdeka.
Pengaruh Pi bagi perrgerakan Nasional di Indonesia
Perhimpunan Indonesia tumbuh menjadi organisasi yang radikal karena Didukung oleh
kaum muda intelektual. Kepeloporan Perhimpunan Indonesia Dimungkinkan oleh beberapa
faktor yaitu : pertama, kesempatan untuk terlibat Dalam komunikasi Internasional, dengan
berperan serta dalam berbagai kongres Internasional, terutama yang berkaitan dengan
imperialisme dan kolonialisme.Adanya kesempatan tersebut membuat anggota-anggota
Perhimpunan Indonesia Memiliki pengetahuan untuk menghadapi penjajahan di Indonesia,
di samping Berkesempatan memperkenalkan bangsa Indonesia yang sedang berjuang untuk
Mencapai kemerdekaannya; kedua, situasi pergerakan nasional di Indonesia yang Sedang
mengalami kekosongan kepemimpinan secara nasional, memungkinkan Anggota
Perhimpunan Indonesia yang memiliki asas radikal dan nasional dapat Diterima oleh
organisasi-organisasi lokal dan kedaerahan di Indonesia; ketiga, Kebebasan yang dimiliki
anggota Perhimpunan Indonesia, baik sewaktu di Belanda maupun setelah kembali ke tanah
air, dari segala keterikatan. Hal ini Merupakan faktor terpenting karena dengan
ketidakterikatan pada berbagai Birokrasi dan kepentingan penguasa, Perhimpunan
Indonesia mempunyai Kebebasan diri untuk berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan
demi Kemerdekaan bangsa Indonesia. Melalui berbagai faktor penunjang tersebut,
Perhimpunan Indonesia mampu menunjukkan keberadaannya terhadap pergerakan
Nasional di Indonesia

Kemunduran Perhimpunan Indonesia

Keberatan pihak Belanda dengan propaganda masalah Indonesia dalam forum Internasional
memang wajar, karena pada masa itu kedudukan bangsa Indonesia masih dalam status
jajahan Belanda. Sehingga apa yang dilakukan pihak mahasiswa Indonesia diluar negeri
jajahan tersebut dianggap suatu hal yang melanggar aturan pemerintah kolonial Belanda.
Seperti, turut berbicaranya pihak mahasiswa Indonesia di Bierville dekat Paris, dan di
Brussel, Belgia yang dengan terang-terangan membicarakan tentang gerakan anti-
imperalisme dan anti- kolonialisme. Sukses delegasi indonesia didalam kongres “Liga” di dua
tempat tersebut membuat marahnya pihak pemerintah Belanda di Nederland maupun
Hindia Belanda. Padahal pihak mahasiswa Indonesia telah membuat suatu program dalam
gerakan PI untuk berusaha menarik perhatian dunia Internasional. Dengan demikian,
kemarahan di pihak Belanda tersebut sudah termasuk dalam perhitungan.
pada saat ditanah air sedang memuncak dan ada peningkatan pergerakan nasional, di negeri
Belanda para mahasiswa Indonesiajuga sedang melancarkan propaganda masalah-masalah
Indonesia dalam forum internasional. Akan tetapi dengan adanya pemberontakan PKI yang
dilancarkan oleh orang-orang PKI dan pengikutnya. Maka gerakan untuk
mempropagandakan masalah Indonesia dalam forum internasional mengalami hambatan.
Banyak usaha Belanda untuk menghambat pergerakan PI di negeri Belanda, maupun
diforum Internasional. antara lain melarang para orang tua mengirim uang atau bekal hidup
anaknya yang sedang menuntut ilmu di luar negeri. Kemudian juga meningkatkan
pengawasan secara ketat terhadap para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda, dan banyak
menuduh para mahasiswa Indonesia sebagai penganut “Komunis”
akibat tidak adanya kiriman uang dari orang tua tersebut banyak para mahasiswa Indonesia
yang mengalami kesulitan. Keadaan hidup para mahasiswa Indonesia semakin berat. Begitu
pula yang dialami oleh Arnold Mononutu di Paris yang pada waktu itu bertindak sebagai
Duta tidak resmi dari PI, selain menuntut ilmu di Paris. Keadaan Arnold Mononutu sangat
menyedihkan, sehingga terpaksa kembali ke Nederland dan tidak lagi meneruskan studinya.
Di Nederland juga sama. Banyak kawan mahasiswa yang terlantar dan terpaksa hidup dalam
rumah penginapan yang sangat sempit dihuni oleh beberapa orang mahasiswa.
Mahasiswa yang sudah berkeluarga seperti Ali Sastroamidjojo beserta istri dan anaknya
menempati rumah yang tersendiri, yaitu bekas Dr. Asikin Widjajakusuma di Wasstraat no.1,
Leiden, karena Dr. Asikin telah kembali ke tanah air setelah menyelesaikan studinya. Akan
tetapi, rumah di Wasstraat No.1 ini pun akhirnya juga terpaksa ditempati beramai-ramai,
mengingat banyaknya para mahasiswa yang semakin kesulitan tempat tinggal. Dengan
demikian, kehidupan mahasiswa mengalami kehidupan yang kolektif, yang berarti makan
bersama ala kadarnya. Untuk masak dilaksanakan secara bergilir, dan apabila ada yang
terpaksa dapat dibebaskan untuk tidak membayar, tetapi untuk makan tetap dibantu oleh
teman-temannya yang lain.
Seluruh kegiatan dan aktifitas dikerjakan secara gontong royong, berhubung rumah di
Wasstraat No.1 itu terdiri dari dua tingkat, tang pada waktu Dr. Asikin masih tinggal dirumah
tersebut menempati tingkat atas. Sedangkan ditingkat bawah ditempati oleh Dr. Mansyur.
Setelah keduanya kembali ke tanah air, maka banyak mahasiswa yang ikut bertempat
tinggal dirumah tersebut. Mahasiswa yang ikut tinggal antara lain: Moh. Jusuf, Abdul Gafar
Pringgodigdo, Abdul Karim Pringgodigdo, Soelaiman, dan Ali Sastroamidjojo, istri dan
anaknya.
Keadaan rumah di Wasstraat No.1 Leiden selanjutnya seolah-olah merupakan
penampungan mahasiswa- mahasiswa dari Indonesia. Setiap mahasiswa yang mendapat
tekanan hidup karena tidak mendapat kiriman uang lagi dari tanah air, berhubung orang
tuanya kebanyakan bekerja sebagai pegawai negeri di Hindia Belanda, maka datang
kerumah tersebut untuk menumpang tidur dan makan seadanya untuk beberapa waktu
lamanya. Tampak kehidupan mereka rukun, damai dan banyak masalah yang sering
dipecahkan dalam suasana hidup demikian itu. Diskusi atau pembahasan masalah tentang
perjuangan semakin mantap dan menambah dewasanya cara berpikir mereka.
Namun, tiba-tiba kehidupan yang tampak tenang, rukun, dan damai itu, pada tanggal 10 juli
1927 pikul 10.00 pagi rumah Wasstraat No,1 tersebut digerebek oleh polisi Belanda.
Penggerebekan dan penggeledahan dilakukan dengan sangat kasar dan tidak membunyikan
bel sama sebelumnya. Pintu bagian depan didobrak sampai rusak, terus masuk dengan
membawa senjata pistol dan senjata panjang dengan sangkur terhunus, tampak sangat
seram. Keadaan penggerebekan dan penggeledahan dimuat dalam buku Ali Sastroamidjojo.
Ternyata pengerebekan serupa dijalankan juga di tempat tinggal beberapa mahasiswa di
negeri Belanda antara lain kediaman Moh. Hatta, yaitu Adelheidstraat, Den Haag. Kemudian
tempat tinggal Nazir Pamuntjak, Abdul Madjid Djojoadiningrat dan beberapa mahasiswa
yang lain. Pada saat pengerebekan dan penggeledahan tersebut Moh. Hatta sedang tidak
berada di negeri Belanda. Melainkan berada di Gland, Swiss, sedang menghadiri undangan
untuk memberikan ceramah dalam Kongres Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian
dan Kemerdekaan. Moh. Hatta mendapat undangan dalam kongres ini karena pada masa itu
Moh.Hatta termaksuk sebagai anggota Presidium Liga Menentang Imperialisme dan
Kolonialisme untuk Kemerdekaan Nasional Rakyat Tertindas. Dengan demikian, sesuai
dengan program PI untuk lebih banyak mengadakan ceramah-ceramah, berpergian ke
negara-negara lain untuk studi dan lain sebagainya. Disamping itu untuk menarik perhatian
internasional pada masalah Indonesia. Jadi, gerakan PI di Eropa cukup luas dan para
mahasiswa Indonesia mempunyai keberanian yang tinggi, tidak kalah dengan mahasiswa
dinegara lain. Berita tentang penggerebakan dan penggeledahan tersebut baru diketahui
oleh Moh. Hatta pada tanggal 11 juli 1927 dengan membaca surat kabar dari Jerman.
Adapun dalam surat kabar tersebut diberitakan, bahwa polisi Belanda pada tanggal 10 juli
1927 pukul 10.00 pagi telah melakukan penggerebekan dan penggeledahan tempat tinggal
beberapa anggota Perhimpunan Indonesia. Beberapa anggota telah ditangkap sedang
ketuanya melarikan diri.
Ternya, tidak lama kemudian pada tanggal 23 september 1927, empat orang anggota PI
ditangkap dan dimasukan kerumah tahanan (buis van bewaring) di Den Haag.empat orang
tersebut ialah Moh.Hatta, Nazir Pamuntjak, Abdul Madjid Djojoadiningrat, dan Ali
Sastromidjojo. Setelah ditangkap masing-masing ditutup dalam sel kecil berukuran kurang
lebih 2x3 m. Moh. Hatta ditempatkan pada sel no 1, Nazir Pamuntjak sel no 7, Ali
Sastromidjojo sel no 14, dan Abdul Majid sel no 55. Dengan demikian antara mahasiswa
tersebut tidak dapat saling berhubungan satu sama lain. Namun keadaan rumah tahanan di
negeri Belanda termasuk memenuhi syarat kesehatan. Ada empat pengudaraan yang
berbentuk ruangan melingkar, dikelilingi tembok tinggi, dan diatasnya tidak tertutup.
Ruangan ini dibagi-bagi menjadi beberapa sektor berukuran 6x12 m. Tiap-tiap tahanan
menggunakan satu sektor untuk pengudaraan. Disamping itu juga para tahanan diberi
kesempatan untuk meminjam buku-buku perpustakaan karena dirumah tahanan tersebut
juga terdapat sebuah perpustakaan yang lengkap.
Setelah hampir enam bulan lamanya, para mahasiswa meringkuk dalam tahanan sementara,
perkara mereka berempat baru disidangkan. Pada tanggal 8 maret 1928 sidang dibuka
dipengadilan negeri Den Haag. Ketua sidang ialah Mr.Cost Budee yang bertindak sebagai
penuntut umum, yaitu Mr.Rijkens. kemudian pembela-pembela yang mendampingi adalah
Mr.Duys, Mr.Mobach dan nona Mr. L. Weber mereka berempat sebagai tertuduh duduk
berjejer menghadap hakim.
Pertanyaan-pertanyaan dimulai oleh hakim ketua, yang sifatnya pertanyaan-pertanyaan
dalam berita acara pemeriksaan. Hakim ketua dapat menarik kesimpulan bahwa dari berita
acara para tertuduh mengakui bertanggung jawab atas tulisan-tulisan dalam majalah
Indonesia merdeka akan tetapi, mereka menyangkal bahwa tulisan-tulisan tersebut
merupakan hasutan untuk menghasut rakyat untuk bertindak dengan kekerasan dengan
pemerintah. Pernyataan yang demikian diakui oleh para tertuduh dengan serentak. Dengan
diakui pernyataan tersebut, selanjutnya nona Mr. Weber dan Mr. Mobach dan Mr. Duys
menguraikan pembelaannya setelah selesai menguraikan pembelaannya. Diteruskan oleh
Moh.Hatta dan selanjutnya Abdul Madjid, Ali Sastroamidjojo, dan yang terakhir Nazir
Pamuntjak. Hingga akhir pesidangan Keputusan hakim memutuskan bahwa tertuduh
dibebaskan sementara atas perkaranya. Sedangkan keputusan secara resmi dan tertulis
baru akan di berikan dalam waktu dua minggu.
Tiba saatnya dua minggu yang telah dinantikan yaitu pada tanggal 22 maret 1928. Dengan
khitmat hakim ketua membaca diktumnya. Keputusan yang telah diambil ialah, bahwa para
tertuduh dibebaskan dari segala tuduhan. Karena memang mereka tidak bersalah seperti
apa yang dituduhkan itu.
Di masa krisis dunia tahun 1930, Perhimpunan Indonesia mengalami kemunduran dan
makin lama makin tidak terdengar lagi. Hal ini disebabkan terutama oleh banyaknya tokoh
Perhimpunan Indonesia yang kembali ke Indonesia. Sejak tahun 1930 juga, majalah
Indonesia merdeka dilarang masuk ke Indonesia.

Daftar pustaka
SEJARAH BERDIRINYA PERGURUAN RAKYAT (VOLKSUNIVERSITEIT) 1928 DI JAKARTA , Putut
Wisnu Kurniawan, Jurnal HISTORIA Volume 5, Nomor 1, Tahun 2017, ISSN 2337-4713 (e-ISSN
2442-8728)
https://www.academia.edu/9683562/PERHIMPUNAN_INDONESIA_PI_1925
https://www.repository,unej,ac.id

Anda mungkin juga menyukai