Anda di halaman 1dari 10

RESUME

SEJARAH INDONESIA MASA PERGERAKAN NASIONAL

KELOMPOK 3

Nama : Agnes Sentia Br Ginting

Nim : 3213321006

Kelas : Reguler Sejarah C’21

Materi : Perhimpunan Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. Rosmaida Br Sinaga M.Hum

1.1 Latar Belakang Pergerakan Nasional di Indonesia

Latar Belakang Berdirinya Organisasi Perhimpunan Indonesia di Belanda Pada awal


kedatangan para mahasiswa Indonesia di Belanda, para mahasiswa Indonesia tidak
bertujuan untuk berpolitik tetapi meninggalkan tanah air Indonesia benar-benar hanya
bertujuan untuk belajar atau melanjutkan keperguruan tinggi di Belanda, karena sekitar
tahun 1906 di Indonesia belum terdapat universitas atau perguruan tinggi.Baik negeri
maupun swasta pada tahun 1906 belum terdapat universitas di Indonesia, dan pada tahun
1906 para pelajar yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan menengah atas (AMS,
HBS, dan lain-lain).

Hogere Burger School (HBS) adalah “Pendidikan menengah umum pada zaman Hindia
Belanda untuk orang Belanda, Eropa dan juga orang Indonesia yang keturunan
bangsawan dengan bahasa pengantar bahasa Belanda dan sekolah HBS setara dengan
AMS pada masa Belanda atau sekarang disebut Sekolah Menengah Atas (SMA)”
(Makmur, 1993:99). Sebagian besar orang Indonesia tidak dapat meneruskan sekolah.
Bagi yang memiliki biaya dapat meneruskan sekolahnya ke negeri Belanda, tetapi juga
ada yang mendapatkan biaya dari pemerintah, karena prestasinya cukup baik selama
belajar di Algemene Middelbare School (AMS). Oleh karena itu, belum ada tujuan politik
1
atau perjuangan untuk mencapai cita-cita Nasional. Para mahasiswa Indonesia memiliki
sifat persaudaraan yang baik di negeri Belanda, tanpa memandang suku dan rasnya
masing-masing. Sifat persaudaraan inilah yang membuat para mahasiswa Indonesia,
sering mengadakan perkumpulan sesama orang-orang Indonesia yang berada di Belanda.
Pada saat para mahasiswa Indonesia berkumpul yang dibahas pasti mengenai cita-cita
Nasional negara merdeka. Pengetahuan yang didapat dari fakultas masing-masing
tentunya tidak sama, akan tetapi para mahasiswa Indonesia sering mempelajari
pengetahuan lebih luas tentang negara kebangsaan yang mereka dapat dari buku-buku
yang didapat di perpustakaan tempat mereka belajar, pengetahuan inilah yang nantinya
menimbulkan rasa Nasionalisme. Seperti yang dijelaskan pada kutipan berikut ini “Ilmu
pengetahuan para mahasiswa Indonesia di Belanda tidak dapat diragukan dan
pembelajaran mengenai sejarah kemerdekaan negara-negara di belahan dunia sudah
diketahui dengan benar oleh para mahasiswa Indonesia” (Kartodirdjo, 2005:34)

Kejadian-kejadian inilah yang membuat pada tanggal 5 November 1908 didirikanlah


organisasi yang bernama Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) yang di ketua
oleh Sutan Casayangan. Indische Vereeniging(Perhimpunan Indonesia)adalah “organisasi
yangdi dirikan di negeri Belanda oleh para mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut
pendidikan di berbagai universitas” (Sudiyo, 2004:10). Sutan Casayangan merupakan
mahasiswa sekolah Perguruan Tinggi di Harlem (Belanda) yang memiliki peranan
penting dalam berdirinya organisasi Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia),
karena Sutan Cayangan yang pertama yang menggagas supaya didirikannya sebuah
organisasi di Belanda.

Organisasi Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) pada awalnya bergerak dalam


bidang sosial karena di larang oleh pemerintahan Belanda untuk para mahasiswa
mendirikan organisasi yang bersifat politik dan juga masih sangat ketatnya pengawasan
terhadap pergerakan politik yang ada di Belanda maupun di Indonesia yang membuat
para mahasiswa masih belum berani untuk bergerak di bidang politik.

TUJUAN DIDIRIKANNYA PERHIMPUNAN INDONESIA

Dalam pernyataan resminya di Koloniaal Weekblad edisi 24 Desember 1908 Indisch


Vereeniging pada awalnya bertujuan untuk “memajukan kepentingan bersama orang Hindia

2
di negeri Belanda dan dan menjaga hubungan dengan Hindia Timur Belanda” (Poeze, 2014).
Masa-masa awal Indisch Vereeniging hanya bertujuan untuk memajukan keperntingan-
kepentingan bersama orangorang pribumi dan non pribumi bukan Eropa di negeri Belanda.

Hal ini dikarenakan adanya rasa untuk menjalin persatuan dan kekeluargaan hidup di
rantauan atau di negeri Belanda, dan juga adanya rasa kesadaran Nasional yang timbul,
setelah banyak belajar tentang sejarah perjuangan dari berbagai Negara. Kedatangan tiga
serangkai mantan pimpinan Indische Partij (IP) yaitu Douwes Dekker, Tjipto
Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat yang dibuang ke negeri Belanda pada 1913
seakan pupuk yang menyuburkan rasa nasionalisme di kalangan pemuda dan pelajar
Indonesia di negeri Belanda (Utami).

Organisasi yang mulanya didirikan dengan mengusung sifat sosial justru berubah menjadi
organisasi pergerakan nasional. Bahkan Perhimpunan Indonesia juga turut aktif
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di dunia internasional. Terbentuknya Perhimpunan
Indonesia mempunyai tujuan untuk menyasarkan mahasiswa agar mempunyai komitmen
yang bulat. Mereka harus sadar dan memiliki semangat dalam persatuan dan kemerdekaan
Indonesia. Selain itu, tujuannya adalah sebagai elit intelektual yang berprofesional. Mereka
mempunyai tanggung jawab dalam memimpin rakyat saat melawan para penjajah. Selain itu,
tujuan dari PI adalah membuka mata rakyat Belanda dan meyakinkan tentang kebenaran
perjuangan kaum nasionalis pada rakyat Indonesia.

Pada tahun 1922, Indisch Vereeniging secara resmi berubah menjadi Indonesische
Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) yang kemudian masih disingkat dengan “IV”.Struktur
didalam organisasi IV pun silir berganti hingga pada tahun 1923 lahirlah struktur dengan
tingkat visi organisasi yang lebih revolusioner daripada sebelumnya. Tercatat, Iwa Koesoema
Sumantri selaku ketua, Dalam masa kepemimpinan Iwa Koesoema Soemantri di tahun 1923
dan Nazir Pammoentjak pada 1924, mereka mampu mengikis sedikit demi sedikit budaya
lama dengan mempropagandakan istilah “noncooperation” dan konsep demokrasi yang
dipegang sebagai prinsip organisasi. “Masa depan Indonesia selayaknya dipimpin oleh
lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas nasib rakyatnya, karena dengan hanya
bentuk pemerintahan seperti itu merupakan bentuk pemerintahan yang masuk akal bagi
masyarakat Indonesia”. Prinsip tersebut terus diperbarui seiring dengan bergantinya
kepemimpinan di dalam tubuh Indische Vereeniging dengan harapan bahwa gagasan yang

3
dicurahkan oleh seluruh anggota dapat menjadi pencerahan kepada seluruh masyarakat
Indonesia dalam perlawanan melawan penjajah Belanda. (Rahmad, 2021).

Pengaruh Perhimpunan Indonesia terhadap gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia dan


tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya Perhimpunan Indonesia tumbuh menjadi organisasi
yang radikal karena didukung oleh kaum muda intelektual. Kepeloporan Perhimpunan
Indonesia dimungkinkan oleh beberapa faktor yaitu : pertama, kesempatan untuk terlibat
dalam komunikasi Internasional, dengan berperan serta dalam berbagai kongres
Internasional, terutama yang berkaitan dengan imperialisme dan kolonialisme.

Adanya kesempatan tersebut membuat anggota-anggota Perhimpunan Indonesia memiliki


pengetahuan untuk menghadapi penjajahan di Indonesia, di samping berkesempatan
memperkenalkan bangsa Indonesia yang sedang berjuang untuk mencapai kemerdekaannya
kedua, situasi pergerakan nasional di Indonesia yang sedang mengalami kekosongan
kepemimpinan secara nasional, memungkinkan anggota Perhimpunan Indonesia yang
memiliki asas radikal dan nasional dapat diterima oleh organisasi-organisasi lokal dan
kedaerahan di Indonesia ketiga, kebebasan yang dimiliki anggota Perhimpunan Indonesia,
baik sewaktu di Belanda maupun setelah kembali ke tanah air, dari segala keterikatan.

Hal ini merupakan faktor terpenting karena dengan ketidakterikatan pada berbagai birokrasi
dan kepentingan penguasa, Perhimpunan Indonesia mempunyai kebebasan diri untuk
berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Melalui
berbagai faktor penunjang tersebut. Perhimpunan Indonesia mampu menunjukkan
keberadaannya terhadap pergerakan nasional di Indonesia.

Peran Organisasi Perhimpunan Indonesia

Dalam Mencapai Kemerdekaan di Belanda Sejak tahun 1919 sudah mulai ada tanda-tanda
bahwa antara pihak penjajah tidak lagi dapat menutup jurang pemisah kepentingan
Nasionalis. Sifat anti terhadap kolonialisme dan imperialisme terus meningkat. Perjuangan
untuk mencapai kemerdekaan semakin kuat. Usaha untuk menghilangkan nama-nama yang
berbau kolonial merupakan suatu gejala penolakan terhadap kolonial secara tidak langsung,
namun mempunyai akibat yang sangat positif. Perjuangan untuk menghilangkan nama-nama
yang berbau kolonial bertambah hebat, yaitu dengan mengubah Indische Vereeniging
menjadi Indonesische Vereeniging. Secara berurutan nama organisasi banyak mengalami
perubahan, Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1922, karena

4
para masasiwa merasa nama tersebut masih mengandung arti penjajahan maka pada tahun
1925 di ubah dengan bahasa Nasional dengan nama Perhimpunan Indonesia. Ternyata bukan
nama organisasi saja yang di ubah tetapi nama majalah Hindia Putera diganti menjadi
Indonesia Mardeka. Dr. Van loon merupakan “Seorang dokter di Belanda pernah
memberikan suatu pengertian yang menyakitkan hati bangsa Indionesia yang mengatakan
bahwa Indonesia itu bodoh dan tidak bisa mampu menerima pendidikan tinggi” (Marwati,
1993:197). Perkataan itu bertujuan untuk melemahkan mental rakyat Indonesia kususnya para
pelajar Indonesia yang berada di Belanda, oleh karena itu, dengan perkataan yang
menyakitkan hati bagi orang-orang Indonesia itu, para tokoh Perhimpunan Indonesia menjadi
sangat marah dan berusaha untuk menentang pemerintahan Belanda dengan merubah nama-
nama yang memiliki arti penjajahan. Sekalipun secara resmi nama tersebut baru berhasil
digunakan pada tahun 1922 tetapi sifat perjuangan para mahasiswa Indonesia di negeri
Belanda, telah menggunakan taktik yang bermakna politik. Jadi, perubahan nama tersebut
mempunyai arti sebagai batas perjuangan yang pada mulanya menempuh jalan sosial, mulai
berubah menggunakan jalan pergerakan politik.

5
RESUME

SEJARAH INDONESIA MASA PERGERAKAN NASIONAL

KELOMPOK 4

Nama : Agnes Sentia Br Ginting

Nim : 3213321006

Kelas : Reguler Sejarah C’21

Materi : Serikat Islam

Dosen Pengampu : Dr. Rosmaida Br Sinaga M.Hum

A. Sarekat Dagang Islam (SDI)

Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan


pedagangpedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada
16 Oktober 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi muslim
(khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar
Tionghoa. Pada saat itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih
maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi daripada penduduk Hindia
Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia Belanda
tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara
kaum pribumi yang biasa di sebut sebagai Inlanders. SDI merupakan organisasi ekonomi
yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar
penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat
hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M. Tirtoadisurjo pada tahun 1909
mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910, Tirtoadisurjo
mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg. Demikian pula, di Surabaya
H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan yang serupa pada tahun 1912. Tjokroaminoto masuk

6
Sarekat Islam bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India yang kelak kemudian
memegang keuangan surat kabar Sarekat Islam, Oetusan Hindia.

B. Sejarah Lahirnya PSII

Syarikat Islam yang kita bicarakan dalam makalah ini pada awalnya bernama Sarekat
dagang Islam (SDI). Ia didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 di Solo dengan tokoh
pemrakarsanya seorang pedagang, H. Samanhudi. Konteks yang melatari lahirnya SDI
adalah lantaran adanya kesadaran Kaoem Boemipoetra yang hidup berada dalam tekanan
imperialisme kaum penjajah asing (Belanda) yang ketika itu melahirkan strata masyarakat
Nusantara kepada tiga golongan atau tingkatan: 1. Strata I Kaum Indo Belanda, bangsa
Eropa. 2. Strata II Kaum Perantauan Timur Asing (Cina, Arab, India). 3. Strata III Kaum
Inlander, yaitu bangsa Hindia Belanda (Indonesia). 7 7 Kesadaran akan nasib sebagai
warga negara kelas tiga di tanah tumpah darahnya sendiri, menyebabkan kalangan
saudagar muslim dan para haji bangkit untuk memberdayakan kaumnya. Mereka
melakukan gerakan dagang atau ekonomi dengan iktikad melawan atau meruntuhkan
dominasi kekuatan kaum Cina perantauan yang kala itu mendapat hak-hak lebih dan
istimewa dalam dunia ekonomi dan perdagangan. Perdagangan besar dikuasai oleh kaum
Indo-Belanda, sentra-sentra ekonomi berbasis pasar dikuasai para Cina, Arab, India
sedang bangsa Indonesia menjadi kaum kebanyakan, buruh dan pekerja kasar. Kondisi
seperti diungkap di atas, jelas menampakkan bahwa kesadaran dasar yang muncul
pertama kali dalam sejarah organisasi Islam ditandai dengan kelahiran Sarekat Dagang
Islam diawali dari kesadaran akan ketereleminasian umat dari sisi ekonomi. Di samping
itu yang penting pula diperhatikan dalam latar belakang kemunculan SDI ini adalah
adanya kesadaran dari sebagian masyarakat akan pentingnya pencerahan pemikiran,
terutama pemikiran keislaman, bagi bangkit dan majunya umat Islam di Indonesia.

Mantan Ketua Umun Lajnah Tanfidziah Syarikat Islam, M.A. Ghani, menyebutkan,
bahwa ada 4 (empat) pokok pikiran yang menjadi tujuan perjuangan SDI sebagai wadah
perjuangan kaum muslimin ketika itu: 1. Upaya memperbaiki nasib rakyat dalam bidang
sosial ekonomi; 2. Mempersatukan para pedagang batik agar dapat bersaing dengan
pedagang dari keturunan Cina; 3. Kehendak mempertinggi derajat dan martabat bangsa
pribumi; 4. Mengembangkan serta memajukan pendidikan dan agama Islam. Dari awal
gerakan yang berkonsentrasi pada bidang ekonomi dan perdagangan, gerakan berubah
menjadi gerakan sosial, ekonomi dan keagamaan. Label Islam tetap menjadi citra

7
kejuangannya. Maka pada 1906 (atau ada juga yang menyebutnya pada 1911) berubahlah
nama pergerakan itu menjadi Sarekat Islam (SI). Perubahan nama menjadi Syarikat Islam
(SI) ini secara langsung ataupun tak langsung adalah disebabkan karena bergabungnya
seorang tokoh “pemberontak” H.O.S. Tjokroaminoto yang bekerja pada sebuah maskapai
penerbangan di Surabaya ke dalam tubuh perkauman ini. Dari sini stressing dan
aksentuasi pergerakan tidak lagi bertumpu sekadar pada urusan dagang atau ekonomi
semata tetapi jauh lebih meluas, menyentuh aspek-aspek lainnya.

C. Pengaruh Sosialisme-Revolusioner Terhadap Sarekat Islam

Sarekat Islam (SI) yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh
paham sosialisme-revolusioner. Paha mini dibawa atau disebarkan oleh H.J.F.M.Sneevliet
yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada
tahun 1914. Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi
karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan
impor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya kurang berhasil. Sehingga
mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai “Blok di dalam”, mereka
berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu
membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan cara yang berbeda.

Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti
Smaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini menyebabkan SI pecah
menjadi “SI Putih” yang dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto dan “SI Merah” yang
dipimpin oleh Semaoen. SI Merah berlandaskan asas sosialisme-komunisme. Adapun
faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antara lain: Centraal
Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang lemah. Hal
ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang memiliki
pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah
ketua SI Semarang. Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan
multipartai, mengingat pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan
organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI) dan berhasil meningkatkan
anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi 20.000 orang pada tahun 1917 di
sela-sela kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang. Akibat dari Perang Dunia I, hasil
panen padi yang jelek mengakibatkan membumbungnya hargaharga dan menurunnya

8
upah karyawan perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan
dengan mudahnya rakyat memihak ISDV.

D. Peran Sarekat Islam Pada Masa Orde Lama

Sarekat Islam adalah organisasi yang berjuang untuk Indonesia. Mencoba mempertahankan
dan memperjuangkan paham Pan Islamisme yang selalu diusik oleh lawannya dan penyusup.
Sarekat Islam adalah suatu organisasi pergerakan nasional di kalangan kaum muslimin, yang
berkembang sebagai organisasi massa rakyat Indonesia yang pertama. Organisasi ini bermula
dari Sarekat dagang Islam yang didirikan di Solo oleh H. Samanhudi pada akhir tahun 1911.
Setelah mengalami masa kejayaannya tahun 1916 sampai 1921, organisasi ini sedikit demi
sedikit mengalami kemunduran, karena adanya penetrasi dari kaum Marxis dan perpecahan
organisasi akibat perbedaan pandangan politik di antara pemimpin-pemimpin organisasi.

Sarekat Dagang Islam mula-mula didirikan oleh kalangan pedagang batik di desa Lawehan,
Solo. Persaingan di bidang batik yang makin meningkat antara pedagang pribumi dan
pedagang Cina, dan sikap superioritas orang Cina terhadap orang Indonesia setelah
berhasilnya Revolusi Cina tahun 1911, mendorong pedagang-pedagang batik pribumi
menghimpun diri. Selain karena alasan di atas, pedagang batik Solo juga merasakan tekanan
dari bangsawan setempat. Atas kepeloporan H. Samanhudi, saudagar batik dari Lawehan,
Solo, dan dukungan R.M. Tirtoadisuryo, seorang wartawan 11 11 yang pernah mendirikan
Sarekat Dagang Islamiyah di Jakarta (1909) dan di Bogor (1911), didirikanlah Sarekat
Dagang Islam.

Pada tanggal 26 Agustus 1912, pembekuan ini dicabut dengan syarat bahwa anggaran
dasar organisasi ini diubah, dan organisasi ini terbatas di daerah Surakarta saja. Sekalipun
demikian, tetapi anggota SDI terus bertambah, tidak saja di Surakarta tetapi di daerah lain di
Jawa. Sementara itu di lingkungan organisasi muncul pemimpin baru yakni H. Oemar Said
(H.O.S.) Tjokroaminoto. Tanpa memperhatikan persyaratan yang dituntut Residen,
Tjokroaminoto menyusun anggaran baru: organisasi ini dinyatakan meliputi seluruh
Indonesia, dan kata “dagang” dihapuskan. H. Samanhudi diangkat menjadi ketua Sarekat
Islam (SI), dan Tjokroaminoto Komisaris.

Anggaran dasar organisasi ini disahkan dengan akta di Surabaya pada tanggal 1912,
dan segera diajukan kepada pemerintah guna mendapatkan persetujuan. Dilihat dari anggaran
dasar yang baru, peran Sarekat Islam dalam pergerakan Nasional di antaranya adalah:

9
1. Mengembangkan jiwa dagang,

2. Memberi bantuan kepada anggota yang menderita kesukaran,

3. Memajukan pengajaran dan memajukan semua yang dapat mengangkat derajat


warga pribumi,

4. Menentang pendapat-pendapat keliru tentang Islam.

Dalam pembahasan Volkskraad yang akan dibentuk pemerintah, pertentangan di


antara kedua kubu inipun terjadi. Abdul Muis menganggap Volkskraad sebagai langkah
untuk mendirikan dewan perwakilan yang sebenarnya, dan dengan ikut dalam volkskraad, SI
dapat membela kepentingan rakyat. Semaun berpendirian lain. Volkskraad baginya hanyalah
akal kaum kapitalis untuk mengelabui rakyat jelata guna memperoleh keuntungan yang lebih
besar. Abdul Muis dan kawankawan lebih mendapat dukungan, dan diputuskan bahwa SI
tetap bergerak melalui jalan legal, dan ikut berpartisipasi dalam Volkskraad. Sarekat Islam
kemudian ikut dalam musyawarah Komite Nasional pada tahun 1917 tentang pemilihan
anggota-anggota Indonesia untuk Volkskraad yang akan dibentuk. H.O.S. Tjokroaminoto
akhirnya diangkat oleh pemerintah menjadi anggota Volkskraad setelah Volkskraad dibentuk
tahun 1918. Sementara itu, Abdul Muis menjadi anggota Volkskraad yang terpilih.

H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis menjadikan Volkskraad sebagai forum untuk
mengemukakan tuntunan-tuntunan partai seperti yang diputuskan dalam kongres. Keduanya
bekerja sama dengan wakil-wakil lain yang sehaluan dalam fraksi Radicale Concentratie
dengan maksud mempercepat realisasi badan perwakilan sesungguhnya. Akan tetapi masalah
partisipasi partai di Volkskraad menghangat kembali setelah penolakan dewan atas mosi
partai untuk mengurangi luas tanah yang dipergunakan untuk penanaman tembakau.

10

Anda mungkin juga menyukai