Anda di halaman 1dari 6

STRATEGI PERLAWANAN BANGSA INDONESIA

PERIODE NASIONALISME POLITIK


SMA Yayasan Pupuk Kaltim

Menganalisis strategi perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan bangsa Eropa (Portugis,
Spanyol, Belanda, Inggris) sampai dengan abad ke-20.
Mengolah informasi tentang strategi perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan bangsa Eropa
(Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris) sampai dengan abad ke-20 dan menyajikannya dalam bentuk
cerita sejarah.

A. Pengertian Nasionalisme Politik


Nasionalisme secara etimologi berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham
kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air, memiliki kebanggaan
sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa, memiliki rasa solidaritas terhadap saudara
setanah air, sebangsa dan senegara serta menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan. Dari
pengertian tersebut pengertian Nasionalisme adalah paham yang menciptakan dan mempertahankan
kedaulatan sebuah negara yang memiliki tujuan atau cita-cita bersama untuk kepentingan nasional.
Nasionalisme Indonesia mempunyai kaitan erat dengan kolonialisme Belanda yang sudah
beberapa abad lamanya berkuasa di Indonesia. Politik etis yang dijalankan oleh Belanda telah
memungkinkan masuknya ide-ide Barat ke Indonesia yanng membawa pembaharuan-pembaharuan.
Disamping itu adanya pengaruh gagasan nasionalisme modernisasi dari luar negeri, anggota elite
nasional menyadari bahwa perjuangan untuk memajukan bangsa Indonesia harus dilakukan dengan
menggunakan organisasi modern. Baik pendidikan, perjuangan politik, maupun perjuangan sosial
budaya dilakukan secara organisasi. Berdasarkan pandangan yang demikian, beberapa pemimpin
dalam masyarakat mulai menggerakkan pemuda-pemuda, khususnya kaum terpelajar untuk
mengorganisasikan diri baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Organisasi-organisasi
yang berkembang adalah seperti Boedi Oetmo, Sarikat Islam, Indische Partij, Tri Koro Dharmo, PNI,
Muhammadiyah, NU, dan sebagainya.
Kemunculan paham nasionalisme pada masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang dibagi atas dua yaitu faktor dari dalam (Internal) dan faktor dari luar (eksternal).
1. Faktor dari Dalam (Internal)
a. Kenangan kejayaan masa lampau.
b. Munculnya Golongan Cendekiawan.
c. Perasaan yang sama dan sepenanggungan dari penderitaan dan kesengsaraan masa
penjajahan.
d. Berkembangnya Paham Nasionalis dalam bidang sosial ekonomi, politik, kebudayaan
2. Faktor dari Luar (Eksternal)
a. Munculnya Paham-Paham Baru : Munculnya berbagai paham-paham baru seperti
nasionalisme, komunisme, imperialisme yang salah satunya pernah digunakan organisasi-
organisasi dalam pergerakan nasional di indonesia.
b. Kemenangan Jepang atas Rusia.
c. Perkembangan Nasionalisme di berbagai negara.
B. Organisasi-Organisasi Periode Nasionalisme Politik
1. Indische Partij (IP)
Indische Partij (IP) adalah partai politik pertama di Indonesia, didirikan di Bandung pada
tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr.
Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Organisasi ini secara
terang-terangan mengritik pemerintah Belanda dan menuntut kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini
berkomitmen menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia asli
maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan
sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam
kesatuan bangsa dengan semangat
nasionalisme Indonesia.

Gambar: Trio Indische Partij dari kiri Suwardi Suryaningrat, dr.


Cipto Mangunkusumo, dan E.F.E. Douwes Dekker.
Sumber: tempo.com

Cita-cita Indische Partij ini disebarluaskan melalui surat kabar De Expres, dengan semboyan terkenal
adalah Indische los van Holland, yang berarti Indonesia bebas dari Belanda dan Indie voor Indiers,
yang berarti Hindia untuk orang Hindia. Seluruh anggotanya memang menyebut diri Indiers, yang
berarti orang Indonesia. Indische Partij memperkenalkan paham kebangsaan yang disebut dengan
Indische Nationalism atau Nasionalisme Hindia yang tidak membedakan keturunan, suku bangsa,
agama, kebudayan, bahasa, dan adat istiadat. Adapun program kerja IP adalah sebagai berikut.
a. Menyerapkan cita-cita nasional Hindia (Indonesia)
b. Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan baik di bidang pemerintahan maupun
kemasyarakatan
c. Memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan
yang lain.
d. Memperbesar pengaruh pro-Hindia di lapangan pemerintahan.
e. Berusaha untuk mendapatkan kesamaan hak bagi semua orang Hindia
f. Dalam hal oengajaran, kegunaannya harus ditjukan untuk kepentingan ekonomi Hindia dan
memperkuat mereka yang ekonominya lemah.
Kritik yang terlalu keras membuat gerak-gerik para pemimpinnya
mendapat pengawasan ketat dari pemerintah Belanda, sehingga belanda
menolak permohonan IP untuk memperoleh status badan hukum.
Kecemasan Belanda terhadap organisasi ini mencapai puncaknya ketika
ketiga pemimpin ini ditangkap dan dibuang ke negeri Belanda pada tahun
1913, dengan alasan organisasi ini bersifat politik serta mengganggu
ketertiban umum. Penangkapan terhadap Tiga Serangkai ini, bermula ketika
Ki Hajar Dewantara menulis di surat kabar De Express berjudul “Als Ik
eensNedeelander was” (Seandainya Saya Seorang Belanda). Isisnya berupa
sindiran terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Didalamnya Ki Hajar
Dewantara menulis tentang bagaimana pemerintah Belanda mencari dana
dari rakyat Indonesia untuk merayakan peringatan 100 tahun kemerdekaan
Gambar: salah satu halam
Belanda dari penjajahan Perancis. Kritik pedasnya menyinggung koran De Expres
pemerintah Belanda. Sumber: bincangedukasi.com

Pada tahun 1913, pemerintah Belanda menyatakan organisasi ini sebagai organisasi terlarang.
Organisasi ini kemudian berganti nama menjadi partai Insulinde, dengan asas membina semangat
nasionalisme dengan memperkuat persatuan bangsa. “Insulinde” tidak berumur panjang, dan pada
tahun 1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij (NIP). Pada tahun 1914 Cipto
Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit, sedangkan Suwardi Suryaningrat dan
Douwes Dekker baru dikembalikan pada tahun 1919. Douwes Dekker tetap terjun ke dunia politik dan
Suwardi Suryaningrat terjun ke dunia pendidikan dengan mendirikan Taman Siswa.
2. Gerakan Pemuda
Sejak beridirinya Budi Utomo, elemen
pemuda Indonesia ikut bergabung. Namun,
elemen pemuda ini tidak berkembang
membentuk gerakan. Mereka tidak lama
bergabung dalam Budi Utomo karena kecewa
atas terlalu dominannya golongan tua atau
para priyayi dalam organisasi tersebut.
Selanjutnya, gerakan pemuda tumbuh dan
berkembang secara mandiri di berbagai
daerah di Indonesia. Mula-mula dibentuk
sebagai sebuah gerakan solidaritas yang
bersifat informal, gerakan-gerakan pemuda ini
kemudian menjelma menjadi sebuah gerakan Gambar: Pengurus Indonesia muda dimana jong java melebur diri
politik atau gerakan kebangsaan dengan cita- Sumber: bp.blogspot.com

cita Indonesia yang merdeka dan maju.


Gerakan pemuda yang muncul pertama kali adalah Trikoro Dharmo (TK). Organisasi pemuda
ini didirikan oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, dkk. Di gedung STOVIA Jakarta pada tanggal 7 Maret
1915. Trikoro Dharmo merupakan cikal bakal Jong Java. TK memiliki tiga visi mulia, yaitu: sakti
yang berarti kekuasaan dan kecerdasan, budi berarti bijaksana, dan bhakti berarti kasih sayang. Visi
itu kemudian dikembangkan dalam tiga tujuan TK sebagai berikut.
a. Mempererat tali persaudaraan antar siswa-siswi bumi putra pada sekolah menengah dan
perguruan kejuruan.
b. Menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya.
c. Membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya.
Meskipun demikian, tujuan sesungguhnya dari organisasi ini adalah mencapai Jawa Raya dengan
jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok.
Dalam kongres pertama di Solo pada tanggal 12 Juni 1918, organisasi ini mengubah
namanya menjadi Jong Java. Kongres juga menetapkan perubahan haluan organisasi, dari semula
organisasi nonpolitik menjadi organisasi politik. Pada kongres tahun 1926 di Solo, Jong Java dalam
anggaran dasarnya secara nyata menyebutkan hendak menghidupkan
rasa persatuan seluruh bangsa Indonesia serta kerja sama dengan
semua organisasi pemuda dalam rangka membentuk keindonesiaan.
Dengan demikian, organisasi ini menghapus sifat Jawa-sentris serta
mulai terbuka bekerja sama deng pemuda-pemuda nonjawa. Setelah
itu, lahir perkumpulan Pasunda, Pesatuan Minahasa, Molukas Sarekat
Celebes, Sarekat Sumatera, dan lain-lain. Organisasi kepemudaan lain
dengan kenaggotaan yang cukup besar adalah persatuan pemuda
pelajar yang berasa dari Sumatera, yang bernama Jong Sumateranen
Bond. Perkumpulan ini didirikan pada tahun 1917 di Jakarta. Dari
Organisasi ini muncul nama-nama besar seperti Mohammad Yamin,
dan Bahder Johan.
Gambar: Lambang Tri Koro
Dharmo
Sumber: bp.blogspot.com
Pada kongres yang ketiga, organisasi ini pernah melontarkan pemikiran Mohammad Yamin,
yaitu anjuran agar penduduk yang mendiami Nusantara menggunakan bahasa Melayu sebagai
bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Pada tahun 1918, berdiri pula persatuan pemuda-pemuda
Ambon, yang disebut Jong Ambon. Kemudian, antara tahun 1918-1919 berdiri pula Jong Minahasa
dan Jong Celebes. Salah satu tokoh yang lahir dari persatuan pemuda Minahasa adalah Sam
Ratulangi. Tahun 1926, berbagai organisasi kepemudaan ini menyelenggarakan Kongres Pemuda I
di Yogyakarta. Meskipun tidak ada hasil-hasil yang penting, kongres ini telah menunjukkan adanya
kekuatan untuk membangun persatuan dari seluruh organisasi pemuda yang ada di Indonesia.
Pada Kongres Pemuda II di Jakarta pada tanggal 26-28 Oktober 1928, 750 orang wakil dari
organisasi-organisasi kepemudaan berhasil menunjukkan persatuan dan tekad yang sama melalui
apa yang disebut dengan Sumpah Pemuda. Isinya: mereka berikrar untuk “Bertanah air satu, yaitu
tanah air Indonesia, berbangsa satu, yaitu bangsa Indonesia dan berbahasa satu, yaitu bahasa
Indonesia”. Dalam kongres ini pun untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya ciptaan WR
Suppratman diperdengarkan. Lagu ini kelak menjadi lagu kebangsaan negara Indonesia. Selain itu,
dalam kongres ini pula simbol identitas bangsa berupa bendera merah putih dikibarkan mengiringi
lagu tersebut.

3. Gerakan Wanita
Kondisi perempuann Indonesia pada zaman pertengahan abad ke-19
masih jauh tertinggal dibandingkan dengan kaum lelakinya. Sekolah-sekolah
yang ada pada saat itu hanya membuka kesempatan bagi kaum lelaki,
sedangkan para perempuan hanya mendapat pendidikan yang berkisar seputar
kerumahtanggan dan itu pun masih sangat terbatas. Keadaan ini sedikit demi
sedikit berubah ketika muncul seorang pelopor gerakan wanita Indonesia, yaitu
R.A Kartini. Seorang putri Bupati Jepara, Ario Sosroningrat, yang lahir pada
tanggal 21 April 1879.
Kartini mencita-citakan kesetaraan antara perempuan dan
Gambar: R.A Kartini
Sumber: Asset.kompas.com laki-laki, memperbaiki derajat kaum wanita melalui pendidikan
dan pengajaran. Menurutnya, seharusnya perempuan mendapatkan
pendidikan yang memadai dan memperoleh pengetahuan yang lebih luas. Ia juga memimpikan
perubahan dalam masayarakat Indonesia serta mendorong penghapusan praktik-praktik dalam
budaya Jawa yang dianggapnya mengekang hak-hak dan martabat perempuan, seperti tradisi
pingitan di mana gadis yang akil balig dilarang keluar dari rumah sampai menikah. Apa yang
diperjuangkan Kartini kemudian dikenal dengan istilah Emansipasi. Untuk merealisasikan cita-
citanya tersebut Kartini mengadakan kontak lewat surat dengan para wanita di Eropa dan Nusantara.
Surat-menyurat Kartini oleh Mr. Abendanon dijadikan buku yang berjudul Door Duirtenis Tot Lich-
Habis Gelap Terbitlah Terang.
Pemikiran Kartini banyak mendapat tanggapan positif dari kalangan perempuan. Hal itu
terlihat dari banyaknya perkumpulan perempuan yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi
perempuan. Dari jawa Barat muncul tokoh wanita yaitu Dewi Sartika yang berusaha melepaskan diri
dari tradisi dan adat pingitan bagi wanita seperti kawin paksa dan poligami. Sebagai akibat kurang
mendapat pendidikan dan pengajaran, kaum wanita diperlakukan tidak adil. Hal itu ditunjukkan oleh
adat kebiasaan kawin paksa, poligami, dan pemingitan. Adat kebiasaan tersebut lambat laun
ditentang oleh kaum wanita yang mempunyai pikiran maju. Diilhami oleh cita-cita Kartini, mereka
mulai bergerak untuk merombak tradisi yang tidak adil tersebut. Pergerakan kaum wanita pada
umumnya bersifat sosial dengan tujuan untuk memperoleh persamaan hak dengan kaum pria dan
meningkatkan atau menyempurnakan kemampuan dan kecerdasan kaum wanita sebagai ibu dan
pemegang kendali rumah tangga. Perjuangan Kartini dan Dewi Sartika kemudian mengilhami
lahirnya gerakan-gerakan kewanitaan, antara lain sebagai berikut:
a. Organisasi wanita Indonesia Putri Mardiko pertama kali didirikan di Jakarta pada tahun 1912.
Berdirinya organisasi itu berkat bantuan Budi Utomo, dengan tujuan memberikan bimbingan dan
penerangan pada gadis pribumi dalam menuntut pendidikan. Tokoh Putri Mardiko adalah R.A.
Sabarussin, R.A. Sutinah, Joyo Pranoto, dan R.R. Rukmini.
b. Kartini Fonds (Dana Kartini) yang didirikan oleh Ny. T. Ch. Van Deventer pada tahun 1912
dengan tujuan mendirikan sekoah bagi kaum wanita, seperti sekolah Maju Kemuliaan di
Bandung, Pawiyatan di Magelang, Wanito Susuilo di Pemalang, Wanito Hadi di Jepara, Budi
Wanito di Solo, dan Wanito Rukun Santoso di Malang.
c. Keutamaan Istri yang berdiri di Tasikmalaya pada tahun 1913 dengan tujuan untuk mendirikan
sekolah untuk remaja.
d. Kerajian Aman Setia yang berdiri di Gadang, Sumatra Barat pada tanggal 11 Februari 1914
dengan ketua Rohana Kudus. Tujuan didirikannya organisasi ini adalah meningkatkan
pendidikan wanita seperti cara mengatur rumah tangga dan membuat kerajinan tangan.
e. Serikat Kaum Ibu Sumatra di Bukittinggi.
f. Perkumpulan Ina Tani di Ambon.
Usaha untuk memperluas pengetahuan kewanitaan dilakukan dengan menerbitkan surat kabar
Putri Hindia di Bandung, Wanita Swara di Brebes, Soenting Melayu di Bukittinggi, Putri Mardiko di
Jakarta, Estri Oetomo di Semarang, Swara Perempuan di Padang, dan Perempuan bergerak di Medan.
Kongres Wanita I dilaksanakan pada tanggal 25 Desember 1928 di Yogyakarta. Selanjutnya,
peristiwa ini diperingati sebagai Hari Ibu. Kongres Wanita pertama ini mempunyai tujuan, antara
lain.
a. Memperat hubungan perkumpulan wanita;
b. Memperbaiki nasib dan derajat kaum wanita;
c. Mengadakan kursus kesehatan;
Kongres wanita I berhasil mendirikan suatu gabungan organisasi wanita dengan nama Perserikatan
Perempuan Indonesia (PPI) yang kemudian diubah menjadi Perserikatann Perhimpunan Istri
Indonesia (PPII).

Pengayaan
Pengayaan
Organisasi-Organisasi Periode Nasionalisme Politik
1. Indische Partij (IP)
Indische Partij (IP) adalah partai politik pertama di Indonesia, didirikan di Bandung pada tanggal 25
Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto
Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Organisasi ini berkomitmen
menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia asli maupun golongan
Indo, Cina, Arab, dan sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan semangat
nasionalisme Indonesia.
2. Gerakan Pemuda
Gerakan pemuda yang muncul pertama kali adalah Trikoro Dharmo (TK). Organisasi pemuda ini
didirikan oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, dkk. Di gedung STOVIA Jakarta pada tanggal 7 Maret
1915. Trikoro Dharmo merupakan cikal bakal Jong Java. TK memiliki tiga visi mulia, yaitu: sakti
yang berarti kekuasaan dan kecerdasan, budi berarti bijaksana, dan bhakti berarti kasih sayang.
3. Gerakan Wanita
Kartini mencita-citakan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, memperbaiki derajat kaum wanita
melalui pendidikan dan pengajaran. Menurutnya, seharusnya perempuan mendapatkan pendidikan
yang memadai dan memperoleh pengetahuan yang lebih luas. Ia juga memimpikan perubahan dalam
masayarakat Indonesia serta mendorong penghapusan praktik-praktik dalam budaya Jawa yang
dianggapnya mengekang hak-hak dan martabat perempuan, seperti tradisi pingitan
Remidial
Remidial
Pada Tanggal 2 Mei 1889 Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta. Nama asli Ki Hajar
Dewantara yaitu Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Beliau berasal dari lingkungan keluarga kraton
Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, beliau berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara
saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka. Semenjak saat itu, ia tidak lagi
menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas
dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Beliau adalah sosok yang santun, sederhana
dan berhati mulia. Walau keturunan ningrat namun Ki Hajar Dewantara tetap bergaul dengan rakyat
bawah dan rajin memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan.
Perjalanan hidup Ki Hajar Dewantara benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi
kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian
sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit.
Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java,
De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia
tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu
membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya. Ki Hajar Dewantara Selain ulet sebagai
seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di
seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat
Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan
bernegara. Ki Hajar Dewantara sangat aktif dan peduli dengan dunia pendidikan. Salah satu bukti
kepeduliannya yaitu beliau mendirikan Sekolah Taman Siswa pada Tahun 1922.
Beliau banyak memberikan teladan dan motivasi kepada kaum muda untuk terus semangat
dalam belajar tentang ilmu pengetahuan. Salah satu kata kata motivasi dari Ki Hajar Dewantara yang
sampai sekarang masih melekat di benak kita semua yaitu semobyan :
"Tut wuri handayani", atau aslinya: ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani. Arti dari semboyan ini adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa
memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru
harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus
memberi teladan atau contoh tindakan yang baik).

Sumber
Sumber

- Ratna Hapsari. 2017. Sejarah Indonesia Jilid 2 untuk SMA/MA Kelas XI Kelompok Wajib.
Jakarta: Erlangga.

- Herimanto dan Eko Targiyatmi. 2016. Pembelajaran Sejarah Interaktif untuk Kelas X
SMA/MA. Solo: Tiga Serangkai.

- http://www.hariansejarah.id/2017/01/organisasi-pergerakan-nasional-indonesia.html , di
akses pada tanggal 24 Mei 2018.

- http://sumbersejarah1.blogspot.co.id/2017/09/organisasi-gerakan-pemuda.html , diakses pada


tanggal 24 Mei 2018.

Anda mungkin juga menyukai