Anda di halaman 1dari 4

SMA YAYASAN PUPUK KALTIM

HAND OUT MATERI

Bidang Studi : Sejarah Indonesia


Kelas / Semester
: XII / 1
Kompetensi Dasar
: 3.1. Mengevaluasi upaya bangsa Indonesia dalam menghadapi ancaman disintegrasi
bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan
===============================================================================

ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA


1. Pergolakan Yang Berkaitan Dengan Ideologi
Ideologi dapat diartikan sebagai citacita,nilai besar dan keyakinan yang ingin di junjung tinggi
sebagai pedoman normatif.sejak Indonesia merdeka ,pancasila di sepakati sebagai ideologi bangsa
dan negara Indonesia. Dalam perkembangannya ,terdapat kelompok kelompok yang menganut
ideologi tertentu yang berusaha mengatasi ideologi pancasila.usaha kelompok tersebut sering
menyebabkan konflik dan pergolakan.
a) Pemberontakan PKI di Madiun 1948
Pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin
tahun 1948, yaitu dengan ditanda-tanganinya perundingan Renville yang merugikan
Indonesia sehingga Amir Syarifuddin turun dari Kabinetnya dan digantikan oleh Kabinet
Hatta. Sejak saat itu ia merasa kecewa kemudian ia membentuk Front Demokrasi Rakyat
(FDR) tanggal 28 Juni 1948. FDR ini didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, PKI, SOBSI
(Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) . Pada tanggal 11 Agustus 1948, Muso tiba dari
Moskow. Semenjak kedatangan Muso bersatulah kekuatan PKI dan FDR, dibawah pimpinan
Muso dan Amir Syarifuddin gerakan PKI ini memuncak pada tanggal 18 September 1948.

b) Pemberontakan DI/TII
Gerakan NII ini bertujuan untuk menjadikan Republik Indonesia sebagai sebuah Negara
yang menerapkan dasar Agama Islam sebagai dasar Negara. Dalam proklamasinya tertulis
bahwa “Hukum yang berlaku di Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam” atau lebih
jelasnya lagi, di dalam undang-undang tertulis bahwa “Negara Berdasarkan Islam” dan
“Hukum tertinggi adalah Al Qur’an dan Hadist ”.Proklamasi Negara Islam Indonesia (NII)
menyatakan dengan tegas bahwa kewajiban Negara untuk membuat undang-undang
berdasarkan syari’at Islam, dan menolak keras terhadap ideologi selain Al Qur’an dan
Hadist, atau yang sering mereka sebut dengan hukum kafir. Bendera NII. (Dalam
perkembangannya, Negara Islam Indonesia ini menyebar sampai kebeberapa wilayah yang
berada di Negara Indonesia terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh,
dan Sulawesi Selatan. Setelah Sekarmadji ditangkap olehTentara Nasional Indonesia (TNI)
dan dieksekusi pada tahun 1962, gerakan Darul Islam tersebut menjadi terpecah. Akan
tetapi, meskipun dianggap sebagai gerakan illegal oleh Negara Indonesia, pemberontakan
DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) ini masih berjalan meskipun dengan secara
diam-diam di Jawa Barat, Indonesia.PadaTanggal 7 Agustus 1949, di sebuah desa yang
terletak di kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo
mengumumkan bahwa Negara Islam Indonesia telah berdiri di Negara Indonesia, dengan
gerakannya yang disebutdengan DI (Darul Islam) dan para tentaranya diberi julukan dengan
sebutan TII (Tentara Islam Indonesia). Gerakan DI/TII ini di bentuk pada saat provinsi Jawa
Barat ditinggalkan oleh Pasukan Siliwangi yang sedang berhijrah ke Jawa Tengah dan
Yogyakarta dalam rangka melaksanakan perundingan Renville. Saat pasukan Siliwangi
tersebut berhijrah, kelompok DI/TII ini dengan leluasa melakukan gerakannya dengan
merusak dan membakar rumah penduduk, membongkar jalan kereta api, serta menyiksa dan
merampas harta benda yang dimiliki oleh penduduk di daerah tersebut. Namun, setelah
pasukan Siliwangi menjadwalkan untuk kembali ke Jawa Barat, kelompok DI/TII tersebut
harus berhadapan dengan pasukan Siliwangi.
c) Pemberontakan G30S / PKI
Peristiwa G 30 S PKI adalah peristiwa berdarah bunuh membunuh yang tidak jelas
kepastiannya, dalam peristiwa ini 6 jendral tewas dan PKI dituduh sebagai pembunuhnya.
Menurut isu beredar, ada kabar bahwa para jenderal tidak puas dengan pemerintahan
Soekarno, kabar ini disebut Isu Dewan Jenderal, menurut isu beredar, kemudian digerakan
pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan mengadili mereka, namun dalam proses
penangkapan, secara tak terduga mereka terbunuh pada tanggal 30 September 1965.Menurut
isu, setelah keenam jenderal terbunuh, tersebarlah tuduhan bahwa PKI yang membunuh para
jenderal tersebut.Menurut isu, untuk menyikapi tuduhan atas PKI tersebut, diberantaslah
PKI yang dianggap ingin mengudeta pemerintahan. Banyak anggota-anggota PKI yang
terbunuh, juga banyak orang-orang kita yang terbunuh oleh PKI, semua itu terjadi pasca
terbunuhnya jenderal pada 30 September 1965.Sampai akhirnya, lima bulan setelah itu,
keluarlah Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Sukarno memberi Suharto kekuasaan
tak terbatas melalui Surat Perintah sebelas Maret. Semua pihak, terutama Soekarno berharap
semoga aksibunuh membunuh pasca kejadian 30 September 1965, itu segera selesai.Sesudah
kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September.
Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Isu mengenai
peristiwa G 30 S PKI, dari mulai tuduhan-tuduhan kudeta sampai kematian para jenderal
tidak begitu jelas.

2. Pergolakan Yang Berkaitan Dengan Kepentingan


a. Pemberontakan APRA
Latar belakang pemberontakan yang dilakukan oleh APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) yang
diketuai oleh Raymond Pierre Westerling ini bertujuan untuk mendapat pengakuan dari
pemerintah RIS yang ingin diakui sebagai tentara Pasundan. Selain itu, pemberontakan ini juga
bertujuan untuk tetap mempertahankan pemerintahan Reupblik Federal dan tidak
menginginkan adanya penyerahan kedaulatan serta adanya tentara tersendiri di negara-negara
bagian RIS. Sehingga terjadilah pemberontakan APRA ini yang terjadi di Bandung.
Dalam pemberontakan ini, APRA berhasil menduduki markas dari Kodam Divisi Siliwangi
berhasil diduduki pada tanggal 23 Januari 1950 dan juga membunuh para tentara Indonesia
yang bermaksud untuk melawan. Salah satu tentara yang terbunuh ialah Letnan Kolonel
Lembong tewas pada peristiwa ini. Bandung pun dapat dikuasai sementara oleh pasukan APRA
untuk beberapa jam. Dalam peristiwa ini juga menyebabkan 79 orang APRIS tewas dan juga
beberapa masyarakat sekitar juga mnejadi korban kekejaman pemberontakan ini. Dengan
terjadinya peristiwa ini di Bandung membuat pemerintah mengirimkan pasukan APRI ke
Bandung untuk menumpas gerakan pemberontakan APRA. Pada akhirnya gerakan
pemberontakan APRA berhasil ditumpas oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia).
Perisitiwa merupakan suatu konspirasi diantara Raymond Pierre Westerling dan Sultan Hamid
II dari Pontianak. Ketika pemberontakan yang di Bandung itu berakhir, Jakarta menjadi target
berikutnya. Dalam misi kali ini APRA ingin menyerang Jakarta serta ingin membunuh menteri-
menteri RIS seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Ali Budiarjo dan Kolonel TB
Simatupang pada tanggal 26 Januari 1950.
Namun aksi dari APRA untuk menyerang Jakarta sudah diketahui sebelumnya oleh jajaran
petinggi pemerintahan sehingga aksi tersebut dapat digagalkan dan konspirasi diantara
Westerling dan Sultan Hamid II ini terbongkar dan ketika akan ditangkap, Westerling kabur ke
Singapura dan Sultan Hamid II berhasil ditangkap. Maka berakhir pemberontakan APRA ini.

b. Pemberontakan Andi Azis


Pemberontakan Andi Azis terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 5 April 1950, di
bawah pimpinan Kapten Andi Azis. Andi Azis seorang mantan perwira KNIL yang baru saja
diterima masuk ke dalam APRIS.
Tujuan pemberontakan Andi Azis adalah untuk mempertahankan keutuhan Negara Indonesia
Timur (NIT). Sedangkan latar belakang pemberontakan Andi Azis karena gerombolan yang
dipimpinnya menolak masuknya pasukan-pasukan APRIS dari TNI.
Pada tanggal 5 April 1950, gerombolan Andi Azis mengadakan penyerangan dan menduduki
tempat-tempat vital dan menawan Panglima Teritorium Indonesia Timur Letnan Kolonel A.J.
Mokoginta.
Untuk menanggulangi pemberontakan Andi Azis, pemerintah Indonesia mengeluarkan
ultimatum pada tanggal 8 April 1950. Isi dari ultimatum tersebut memerintahkan kepada Andi
Azis agar melaporkan diri serta mempertanggungjawabkan perbuatannya ke Jakarta dalam
tempo 4 x 24 jam. Andi Azis juga diperintahkan untuk menarik pasukannya, menyerahkan
semua senjata, dan membebaskan tawanan.
Setelah batas waktu ultimatum tidak dipenuhi, pemerintah mengirimkan pasukan ekspedisi di
bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Pada tanggal 26 April 1950, seluruh pasukan
mendarat di Makassar dan terjadilah pertempuran.

Pada tanggal 5 Agustus 1950, tiba-tiba Markas Staf Brigade 10/Garuda Makassar dikepung
oleh pengikut Andi Azis, namun berhasil dipukul mundur pihak TNI. Peristiwa ini dikenal
dengan peristiwa 5 Agustus 1950.
Setelah terjadi pertempuran selama dua hari, pasukan yang mendukung gerakan Andi Azis,
yakni KNIL/KL minta berunding. Pada tanggal 8 Agustus 1950 terjadi kesepakatan antara
Kolonel Kawilarang (TNI) dan Mayor Jenderal Scheffelaar (KNIL/KL).
Isi kesepakatan tersebut adalah penghentian tembak-menembak, KNIL/KL harus meninggalkan
akassar dan meninggalkan semua senjatanya. Akhirnya Andi Azis dapat ditangkap dan diadili
di Pengadilan Militer Jogjakarta pada tahun 1953 dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

c. Pemberontakan RMS
Pada Tahun 1978 anggota RMS menyandera kurang lebih 70 warga sipil yang berada di
gedung pemerintahan Belanda di Assen-Wesseran
Tahun 1975 kelompok Bunuh Diri di Maluku Selatan merampas kereta api dan menyandera 38
penumpang.
Tahun 2002, 23 orang ditangkap oleh aparat kepolisian karena mereka melakukan acara
pengibaran bendera RMS di Maluku.
Tahun 2004, ratusan pendukung RMS mengibarkan bendera RMS di Kudamati.
Akibat dari pengibaran bendera ini, sejumlah aktivis RMS ditangkap terjadilah konflik antara
aktivis RMS dengan Kelompok NKRI.
Anggota RMS meminta pengadilan negeri Den Haang untuk menuntut Presiden SBY dan
menangkapnya atas kasus HAM yang dilakukan terhadap 93 aktivis RMS.
Tahun 2007, saat SBY sedang menghadiri hari Keluarga Nasional di Ambon, Maluku. Pada
saat penari Cakalele masuk ke dalam lapangan, mereka mengibarkan bendera RMS di hadapan
presiden SBY.

3. Pergolakan Yang Berkaitan Dengan Sistem Pemerintahan


a. Pemberontakan PRRI
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (biasa disingkat dengan PRRI) merupakan salah
satu gerakan pertentangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Jakarta) yang
dideklarasikan pada tanggal 15 Februari 1958 dengan keluarnya ultimatum dari Dewan
Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein di Padang, Sumatera Barat,
Indonesia. Dan kemudian gerakan ini mendapat sambutan dari wilayah Sulawesi Utara dan
Sulawesi Tengah, di mana pada tanggal 17 Februari 1958kawasan tersebut menyatakan
mendukung PRRI.
Gerakan ini bermula dari acara reuni Divisi Banteng di Padang pada tanggal 20-25 November
1956. Dari pertemuan tersebut di hasilkan perlunya Otonomi Daerah agar bisa menggali potensi
dan kekayaan Daerah dan disetuji pula pembetukan Dewan Banteng yang dipimpin oleh Letkol
Ahmad Hussein komandan resimen IV dan tetorium I yang berkedudukan di Padang. Namun
upaya ini gagal.
Pada tanggal 20 Desember 1956.Letkol Ahmad Hussein merebut kekuasaan Pemerintah Daerah
dari Gubernur Ruslan Nuljohardjo. Dalihnya Gubernur yang ditunjuk Pemerintah tidak berhasil
menjalankan pembangunan Daerah. Di samping itu di berbagai Daerah muncul pula dewan-
dewan lain yakni :
a) Dewan Gajah di Sumatra Utara pimpinan Kolonel Maluddin Simbolon
b) Dewan Garuda di Sumatra Selatan pimpinan Letkol R. Barlian
c) Dewan Maguni di Sulawesi Utara pimpinan Letkol ventje Sumual.
Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pemerintah pusat mengadakan musyawarah
nasional pada September Tahun 1957. Kemudian Musyawarah Nasional Pembangunan pada
November 1957 yang bertujuan mempersiapkan pembangunan di daerah secara integral. Namun
tetap saja gagal bahkan semakin memanas.

b. Pemberontakan Permesta
Perjuangan Semesta atau Perjuangan Rakyat Semesta disingkat Permesta adalah sebuah
gerakan militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan oleh pemimpin sipil dan militer
Indonesia Bagian Timur pada 2 Maret 1957 yaitu oleh Letkol Ventje Sumual. Pusat ini berada
di Makassar yang pada waktu itu merupakan ibu kota Sulawesi. Awalnya masyarakat Makassar
mendukung gerakan ini. Perlahan-lahan, masyarakat Makassar mulai memusuhi pihak Permesta.
Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado. Di sini timbul
kontak senjata dengan pasukan pemerintah pusat sampai mencapai gencatan senjata. Masyarakat
di daerah Manado waktu itu tidak puas dengan keadaan pembangunan mereka. Pada waktu itu
masyarakat Manado juga mengetahui bahwa mereka juga berhak atas hak menentukan diri
sendiri (self determination) yang sesuai dengan sejumlah persetujuan dekolonisasi. Di antaranya
adalah Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville dan Konferensi Meja Bundar yang berisi
mengenai prosedur-prosedur dekolonisasi atas bekas wilayah Hindia Timur. Pemerintah pusat
Republik Indonesia yang dideklarasikan di Jakarta pada 17 Agustus 1945 kemudian
menggunakan operasi-operasi militer untuk menghentikan gerakan-gerakan
Pemberontakan PRRI di barat dan Permesta di timur menumbuhkan berbagai macam alasan.
Utamanya bahwa kelompok etnis tertentu di Sulawesi dan Sumatera Tengah waktu itu merasa
bahwa kebijakan pemerintahan dari Jakarta stagnan pada pemenuhan ekonomi lokal mereka saja,
di mana dalam gilirannya membatasi setiap kesempatan bagi pengembangan daerah regional
lainnya. Juga ada rasa kebencian terhadap kelompok suku Jawa, yang merupakan suku dengan
jumlah terbanyak dan berpengaruh dalam negara kesatuan Indonesia yang baru saja terbentuk.
Efeknya konflik ini sedikit menyoal pikiran tentang pemisahan diri dari negara Indonesia, tetapi
lebih menitikberatkan tentang pembagian kekuatan politik dan ekonomi yang lebih adil di
Indonesia.

c. Persoalan Negara Federal dan BFO


Latar belakang persoalan negara federal dan konferensi pembentkan Badan Permusyawaratan
Federal (BFO) pada 27 Mei 1948 dilatarbelakangi oleh sikap Belanda yang tidak mau mengakui
kedaulatan Negara Republik Indonesia, meskipun dalam hal ini Indonesia telah menyatakan
merdeka melalui Proklamasi 1945.
Kedatangan Belanda pasca proklamasi membuat haluan politik Indonesia berubah. Jika awalnya
Indonesia menyatakan sebagai negara kesatuan, maka dengan ancaman kedatangan Belanda,
Soekarno mengubah bentuk negara kesatuan menjadi federal yang dipimpin oleh Sjahrir.
Alasannya, van Mook yang merupakan pimpinan tidak mau berunding dengan Soekarno.
Perubahan bentuk negara ini hanya bersifat politis.
Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya, pertemuan untuk
membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil dari berbagai daerah non RI itu, ternyata
mendapat reaksi keras dari para politisi pro RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari Makasar
bahkan begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi.
Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesia Raya digunakan atau tidak
oleh Negara Indonesia Timur (NIT) juga menjadi persoalan yang tidak bisa diputuskan dalam
konferensi. Kabinet NIT juga secara tidak langsung ada yang jatuh karena persoalan negara
federal ini (1947).

========================

Anda mungkin juga menyukai