Anda di halaman 1dari 6

c.

Pemberontakan G30 S/PKI


Pada masa Orde Baru setiap tanggal 30 September rakyat Indonesia diwajibkan
mengibarkan bendera setengah tiang. Pengibaran bendera setengah tiang dilakukan untuk
mengenang peristiwa pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965. Pemberontakan
PKI pada masa itu mengganggu keutuhan bangsa dan negara Indonesia.

1) Latar Belakang Pemberontakan

PKI melakukan pemberontakan pada tahun 1948. Pemberontakan berakhir


dengan kegagalan. Akan tetapi, usaha pemberontakan PKI tersebut dilakukan kembali
pada tahun 1965. Penerapan doktrin nasionalisme, agama, dan komunisme (Nasakom)
oleh Presiden Soekarno, mendorong PKI kembali berkembang di Indonesia.

Di Jawa dan Bali, kelompok antikomunis yang tergabung di bawah kubu sayap
kanan PNI dan NU menentang PKI. Meskipun demikian, musuh terbesar PKI bukan PNI
dan NU, melainkan TNI-AD. Di bawah pimpinan Jenderal A.H. Nasution dan Letnan
Jenderal Ahmad Yani, TNI-AD menentang keras penyusupan kaum komunis dalam
angkatan bersenjata. Terbentur oleh perlawanan para pemimpin TNI-AD, PKI
mengembuskan isu adanya “Dewan Jenderal” yang berencana merebut kekuasaan dari
tangan Presiden Soekarno.

2) Jalannya Pemberontakan
Pada tahun 1965 PKI berusaha menyebarkan pengaruhnya di Indonesia. Untuk
memperkuat pengaruhnya, PKI melancarkan aksi sepihak dengan cara menyerobot
tanah milik kelompok elite tradisional untuk dibagikan kepada para petani miskin
pendukung PKI. Selain itu, PKI telah berhasil menanamkan pengaruhnya di jajaran
pasukan pengawal presiden Cakrabirawa, Angkatan Udara, dan beberapa unit Angkatan
Darat. Mereka berharap dapatikut berkuasa di balik pemerintahan Presiden Soekarno.

Ketika suhu politik di Indonesia memanas pada tahun 1965, kesehatan Presiden
Soekarno merosot. PKI khawatir Angkatan Darat akan mengambil alih kekuasaan jika
presiden wafat atau tidak mampu bertugas lagi. Oleh karena itu, PKI segera bertindak
menyingkirkan lawannya. Pada tanggal 30 September 1965 tentara pro-PKI di bawah
pimpinan Letnan Kolonel Untung Sutopo menculik dan membunuh sejumlah petinggi
TNI-AD yang antikomunis di Jakarta dan Yogyakarta.
Beberapa petinggi TNI-AD yang berhasil diculik dan dibunuh PKI adalah Letnan
Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Suprapto, Mayor Jenderal Haryono Mas
Tirtodarmo, Mayor Jenderal Suwondo, Parman, Brigadir Jenderal Donald Izacus
Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Sasaran utama PKI, yaitu
Jenderal A.H. Nasution, berhasil meloloskan diri. Akan tetapi putrinya yang bernama
Ade Irma Suryani, dan ajudannya, Letnan Satu Pierre Tendean, tertembak. Para perwira
militer yang diculik dibawa ke lubang buaya dan dimasukkan ke sumur tua. Sementara
itu, di Yogyakarta PKI mengadakan aksi dengan melakukan pembunuhan terhadap
kolonel Katamso Dharmokusumo dan Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto. Kedua
perwira tersebut diculik dan dibunuh di daerah Kentungan.

Hingga saat ini G 30S/PKI masih menjadi perdebatan. Setidaknya terdapat lima
teori mengenai peristiwa G30 S/PKI. Keenam teori tersebut adalah sebagai berikut:

a) G 30 S merupakan Persoalan Internal Angkatan Darat


Dua sejarawan Amerika Serikat yaitu B.R.O.G Anderson dan Ruth McVey
berpendapat bahwa peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965
merupakan puncak konflik internal TNI-AD. Menurut kedua sejarawan tersebut, PKI
merupakan objek yang sengaja dikorbankan untuk mengalihkan perhatian
masyarakat dari pelaku utama yang sebenarnya.
b) Dalang G 30 S adalah CIA
Pendapat bahwa agen intelijen Amerika, yaitu Central Intellegence Agency
(CIA) merupakan dalang peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 september 1965
diungkapkan oleh Peter Dale Scott dan Geoffrey Robinson. Amerika Serikat khawatir
jika Indonesia terpengaruh komunisme. Oleh Peter Dale Scott dan Geoffrey
Robinson. Amerika Serikat khawatir jika Indonesia terpengaruh komunisme. Oleh
karena itu, CIA bekerja sama dengan kelompok dalam Angkatan Darat untuk
memprovokasi PKI agar melakukan kudeta terhadap pemerintahan Presiden
Soekarno
c) G 30 S merupakan Pertemuan antara Kepentingan Inggris-Amerika Serikat
Greg Poulgrain menyatakan bahwa dalang PKI adalah Amerika Serikat dan
Inggris. Menurutnya, baik Amerika Serikat maupun Inggris berkepentingan dengan
jatuhnya Presiden Soekarno yang membahayakan kepentingan inggris di Malaysia.
Kepentingan Inggris ini bertemu dengan skenario Perang Dingin Amerika Serikat
yang memerlukan sekutu untuk membendung komunisme.
d) Teori Chaos
Teori Chaos dikemukakan oleh John D. Legge. Teori ini menyatakan bahwa
tidak ada peeran tunggal dan tidak ada skenario besar dalam peristiwa tanggal 30
September 1965.
e) Dalang G30 S adalah PKI
Pada masa Orde Baru pemerintah menyatakan bahwa dalang peristiwa
tanggal 30 September 1965 adalah PKI yang dibantu sejumlah oknum TNI. Akan
tetapi, pernyataan pemerintah tersebut diragukan oleh beberapa pakar politik karena
PKI telah sejak lama mendominasi perkembangan politik di Indonesia.
3) Upaya Penumpasan
Pemerintah menentukan langkah awal untuk menumpas G 30 S/PKI dengan
menetralisasi pasukan yang berada di sekitar Medan Merdeka yang dimanfaatkan
kelompok G 30 S/PKI. Oleh karena itu, pemerintah melakukan operasi militer yang
menumpas gerakan tersebut. Operasi militer mulai dilakukan pada tanggal 1 Oktober
1965. Pasukan RPKAD yang dipimpin Kolonel Sarwo Edhie Wibowo berhasil menduduki
kembali gedung RRI Pusat dan gedung telekomunikasi.

Sementara itu, pasukan Batalion 238 Kujang/ siliwangi erhasil menguasai


Lapangan Banteng dan mengamankan Markas Kodam V/Jaya dan sekitarnya. Batalion
Kavaleri berhasil mengamankan BNI unit I dan percetakan uang negara di daerah
Kebayoran. Jadi, pada tanggal 1 Oktober 1965 ABRI telah berhasil menguasai kembali
kota Jakarta. Selanjutnya, dlaam beberapa hari pasukan antikomunis berhasil
menghabisi tentara pro-PKI dan memaksa petinggi PKI melarikan diri.

Pada tanggal 4 Oktober 1965 jenazah tujuh perwira yang diculik dan dibunuh di
Jakarta ditemukan di sebuah sumur tua di kawasan Lubang Buaya. Para korban
kemudian dimakamkan dalam upacara kenegaraan pada tanggal 5 Oktober 1965 di
taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Sementara itu, jenazah kedua perwira yang
dibunuh di Yogyakarta baru ditemukan pada tanggal 21 Oktober 1965. Jenazah
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta pada tanggal 22 Oktober
1965. Perwira korban pemberontakan PKI dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi.

Peristiwa G 30 S/PKI menimbulkan perasaan antikomunis. Perasaan


antikomunis tersebut diluapkan dengan melakukan tindak kekerasan. Dalam aksi
pembersihan berdarah, sekira 140.000 sampai 500.000 anggota PKI dan orang yang
dituduh sebagai anggota PKI terbunuh. Di antara mereka terdapat ketua PK, D.N. Aidit.
Sebuah pengadilan militer laur biasa diadakan untuk mengadili orang-orang yang
dituduh terlibat G30 S/PKI. Beberapa orang dijatuhi hukuman mati, ada pula yang
dihukum penjara bersama ribuan anggota PKI lainnya. Selanjutnya, PKI dibubarkan dan
ajaran komunis dilarang disebarkan di Indonesia.
2. Pergolakan yang Berkaitan dengan Kepentingan
Pergolakan terjadi tidak hanya karena berbeda ideologi dan pandangan. Adanya
kepentingan yang berbeda juga turut mendorong terjadinya sebuah konflik atau
pergolakan. Konflik yang berkaitan dengan berbedaan kepentingan sering berkaitan
dnegan vested inverest. Vested inverest adalah kepentingan yang tertanam kuat pada
suatu kelompok. Kelompok ini juga akan menghalangi proses perubahan yang
bertentangan dengan kepentingan kelompoknya. Dalam kaitannya dengan pergolakan
pada periode 1948-1965, beberapa kelompok seperti APRA, RMS, dan kelompok Andi
Azis berusaha memperjuangkan kepentingan kelompoknya. Ketiga kelompok ini
berkaitan dnegan keeberadaan pasukan koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL)
yang menolak keberadaan tentara Indonesia di wilayah yang mereka kuasai.
Pemberontakan yang ditimbulkan kelompok tersebut diantaranya:

a. Pemberontakan APRA
Salah satu ramalan Jayabaya yang dipercaya bangsa Indonesia
adalah kedatangan ratu adil yang dapat membawa kemakmuran.
Kepercayaan masyarakat ini dimanfaatkan dengan baik oleh kapten
Raymond Pierre Paul Westerling. Kapten Westerling merupakan perwira
KNIL yang membentuk gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Pemberontakan yang dilakukan gerakan ini cukup menganggu stabilitas dan
proses integrasi bangsa Indonesia kala itu.

1) Latar Belakang Pemberontakan


Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan beberapa pejuang terhadap
kebijakan pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Sebagai negara
federal yang dibentuk atas susulan pemerintah Belanda dalam
Konferensi Meja Bundar (KMB), RIS merupakan sebuah negara yang
rapuh. RIS dibangun berdasarkan berbagai kepentingan yang saling
berlawanan. Bahkan, Belanda masih bias menanamkan pengaruhnya
dalam RIS.

Gerakan APRA yang dipimpin Kapten Westerling dibentuk atas


dasar kepercayaan masyarakat akan datangnya seorang Ratu Adil.
Rakyat yang telah lama menginginkan kemakmuran dan kesejahteraan
dapat dengan mudah dipengaruhi oleh gerakan APRA. Tujuan gerakan
APRA adalah mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia yang
memiliki tentara sendiri di negara-negara bagian RIS.

2) Jalannya Pemberontakan
Salah satu upaya Belanda untuk tetap menanamkan pengaruhnya
dalam RIS. Akan tetapi, permintaan ini ditolak oeh pemerintah RIS.
Jabatan Menteri Pertahanan diberikan kepada Sultan Hamengku Buwono
IX. Kegagalan tersebut akhirnya memicu kemarahan kelompok garis
keras Belanda yang anti-Republik Indonesia.

Dengan dukungan sejumlah tokoh negara deferal yang khawatir


negara mereka akan hilang karena diserap oleh RepublikIndonesia,
Belanda mencoba menghimpun mantan anggota pasukan khusus KNIL
ke APRA yang dipimpin okeh Kapten Raymond Westerling. Mereka
ditugasi untuk mengadakan pemberontakan di Negara Pasundan dan bila
memungkinkan mengambil alih pemerintahan RIS di Jakarta.

Pada tanggal 23 Januari 1950 pasukan APRA menyerang kota


Bandung. Pasukan APRA berhasil merebut sejumlah tempat penting di
Bandung. Dalam serangan ini pasukan APRA melakukan pembantaian
dan pembunuhan terhadap setiap anggota TNI yang ditemuinya. Markas
Divisi Siliwangi di Bandung juga berhasill dikuasai. Pasukan APRA
berhasil membunuh setiap regu jaga, termasuk Letkol Lembong.

Setelah berhasil menguasai kota Bandung, Kapten Westerling


berusaha menggulingkan kabinet RIS. Akan tetapi, pasukanyang telah
menyusup ke Jakarta berhasil dipukul mundur oleh TNI. Selanjutnya,
Komisaris Tinggi Belanda dan komandan garnisun Belanda yang masih
berada di Bandung mendesak Kapten Westerling untuk membubarkan
pasukannya.

3) Upaya Penumpasan
Untuk mengatasi kekacauan, pemerintah RIS segera mengirim
pasukannya ke Bandung. Sementara itu, Perdana Menteri RIS, Moh.
Hatta mengadakan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda di
Jakarta. Hasil perundingan ini adalah mendesak Kapten Westerling untuk
meninggalkan kota Bandung. Akhirnya, Kapten Westerling meninggalkan
Bandung bersama pasukannya. Sementara itu, sisa-sisa kekuatan
pasukan APRA di Bandung berhasil dihancurkan oleh pasukan APRIS.

Dalam perkembangannya, diketahui ahwa tokoh yang berperan di


belakang gerakan APRA adalah Sultan Hamid II yang menjabat sebagai
Mentei Negara pada Kabinet RIS. Rencana sebenarnya dari gerakan ini
adalah menculik semua menteri dan membunuh Menteri Pertahanan
Keamanan Sri Hamengku Buwono IX; Sekjen Kemenerian Pertahanan
Keamanan Mr. Ali Budiardjo; dan kepala Staf Angkatan Perang, kolonel
T.B. Simatupang. Akan tetapi, rencana ini tidak berjalan semestinya.
Bahkan, dengan keberhasilan pasukan APRIS menumpas gerakan
APRA, keamanan di wilayah Jawa Barat berhasil dipulihkan

Anda mungkin juga menyukai