Menghadapi Peristiwa
Madiun/PKI, DI/TII, G 30 S/PKI,
dan Konflik-Konflik Internal
Lainnya.
DISUSUN OLEH :
• DEAH PUSPITA
• HANI KHAIRUNNISA
• RITA YULIANTI
• SHINTA OKTAVIANTI DEWI
A. Peristiwa Madiun/PKI
Pemberrontakan Madiun terjadi pada tahun 1948 yang
merupakan penghianatan terhadap bangsa Indonesia
ketika sedang berjuang melawan Belanda yang berupaya
manamkan kembali kekuasaannya di Indonesia.
Para pemimpin pemberontakan ini adalah Amir
Syarifuddin dan Musso. Mereka membentuk Front
Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948 dan
melakukan pemberontakan di Madiun. Kelompok ini
seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain :
1. Melancarkan propaganda anti pemerintah
2. Mengadakan pemogokkan-pemogokkan kerja bagi
para buruh.
3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam
pemberontakan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948.
Kekejaman PKI semakin menjadi-jadi. Hal
itu menimbulkan kemarahan Rakyat. Dalam
usaha mengatasi itu Pemerintah mengangkat
Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur
Militer DI Surakarta dan sekitarnya. Panglima
Jendral Sudirman segera memerintahkan
kepada Klonel Gatot Subroto dan Kolonel
Soengkono agar mengerahkan kekuatan TNI
dan Polisi untuk menumpas kaum
pemberontak.
Pada tanggal 30 September 1948 seluruh
kota Madiun dapat direbut kembali oleh TNI.
Musso akhirnya di tembak mati, dan Amir
Syarifuddin dihukum mati.
B. Peristiwa DI/TII
1. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Pada tanggal 7 Agustus 1949 di Tasikmalaya, Soekarmadji
Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara
Islam Indonesia atau Tentara Islam Indonesia (TII).
Usaha untuk menumpas pemberontakan DI/TII diperlukan
waktu yang lama dikarenakan beberapa factor :
a. Medannya berupa daerah pegunungan sehingga sangat
mendukung pasukan DI/TII untuk bergeriliya
b. Pasukan Kartosuwirjo dapat bergerak dengan leluasa di
kalangan rakyat
c. Pasukan DI/TII mandapat bantuaank dari Belanda.
d. Suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa
kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha
pemulihan keamanan
Dalam menghadapi hal ini, pemerntah mengerahkan
pasukan TNI dan menghukum mati Kartosuwiryo.
2. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
DI/TII di Jawa Tengah dibawah pimpinan Amir
Fatah dan Moh Mahfudh Abdul Rachman. Untuk
mengatasi pemberontakan ini, pada bukan Januari
1950 pemerintah melakukan operasi kilat “Gerakan
Benteng Negara” (GBN).
Sementara itu di daerah Kebumen muncul
pemberontakan yeng merupakan bagian dari DI/TII,
yang dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam” (AUI).
Untuk mengatasi pemberontakan ini memerlukan
waktu tiga bulan.
Pemberontakan DI/TII juga terjadi di Kudus dan
Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 pada
bulan Desember 1951. Untuk mengatasi
pemberontakan ini, pemerintah melakukan operasi
“Operasi Merdeka Timur” yang di pimpin oleh Letnan
Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo.
3. Pemberontakan DII/TII di Aceh
DI/TII juga melakukan pemberontakan di Aceh yang
dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Dalam menghadapi
pemberontakan ini semula pemerintah menggunakan
kekuatan senjata. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M.
Yasin, pada tanggal 17-21 Desember 1962 diselenggarakan
“Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh” yang mendapat
dukungan masyarakat sehingga pemberontakan DI/TII
dapat diatasi.
4. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan
DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30
April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada Pemerintah
agar dimasukkan kedalam Angkatan Perang RIS (APRIS).
Tuntutan iniditolak kerena harus melalui penyaringan.
Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar
Muzakar dengan memberi pangkatKolonel Letnan. Akan
tetapi Kahar Muzakar kabur dan menteror masyarakat.
Untuk menghadapi pemberontakan ini, pemerintah
melakukan operasi militer, lalu pada bulan Februari 1956
Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan titembak mati.
B. Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial,
dan Budaya Sebelum Terjadinya
Peristiwa G 30 S/PKI
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ideology Pancasila mengadapi
berbagai tantangan besar sejak tahun 1959, ketika Demokrasi Terpimpin
dilaksanakan.
Begitu pula pada masa Demokrasi Terpimpin kondisi ekonomi sangat
memprihatinkan hingga muncul krisis ekonomi nasional. Prinsip NASAKOM yang
waktu itu diterapkan memberi peluang kepada PKI untuk memperluas
pengaruhnya.
Kondisi politik dan ekonomi yang semakin tegang berdampak pada social
budaya masyarakat. PKI sering mengancam dan melakukan tindak kekerasan.
Pengaruh PKI yang sangat besar dalam bidang politik berdampak luas
terhadap kebijakan pemerintah di semua bidang. Dalam bidang social budaya
semua organisasi yang anti PKI dituduh sebagai anti pemerintah.
D. Pemberontakan G 30 S/PKI
Melihat kondisi ekonomi yang memprihatinkan serta kondisi
social politik yang penuh dengan gejolak. Sebelum melakukan
pemberontakan, PKI melakukan berbagai cara agar mendapat
dukungan yang luas diantaranya sebagai berikut :
1. PKI menyatakan dirinya sebagai pejuang berbaikan nasib rakyat,
serta berjanji akan menaikkan gaji dan upah buruh.
2. Pada akhir tahun 1963 PKI melakukan “Aksi Sepihak” trutama di
Jawa, Bali dan Sumatera Utara.
3. PKI juga mencari pendukung dari berbagai kalangan, mulai dari
petani, nelayan, pedangan, dll.
4. Pengaruh PKI yang besar dalam bidang politik sehingga
mempengaruhi terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya semua
organisasi yang anti komunis ditutuh anti pemerintah.
5. Memasuki tahun 1965 PKI melempar desas-desus adanya “Dewan
Jendral” dari dalam tubuh Angkatan Darat.
Puncak ketegangan politik terjadi secara nasional pada dini
hari tanggal 30 September 1965, yakni terjadinya penculikan dan
pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat. Penculikan ini
dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya Gerakan
30 September. Aksi ini dibawah pimpinan Letnan Kolonel Untung,
komandan Batalyon I Cakrabirawa. Para pimpinan yang diculik dan
dibunuh oleh kelompok G 30 S/PKI adalah :
1. Letnan Jendral Ahmad Yani
2. Mayor Jendral R. Suprapto 4. Mayor Jenderal S Parman
Selesai……..
Teimakasih