Anda di halaman 1dari 15

Strategi Nasional Dalam Menghadapi

Peristiwa Madiun/PKI, D I / T I I, G
30 S/PKI,
dan Konflik-Konflik Internal
Lainnya.
DISUSUN OLEH :
♂ CAESTO MARCO ♂ RAFAEL NAINGGOLAN

♀ MIKHA ELISABETH ♀ GRACIA WIDYA


♀ STEPANA SILALAHI ♀ SECILIA BERNADETTA
♂ KEVIN SITUMORANG
A. Peristiwa
Madiun/PKI
Pemberrontakan Madiun terjadi pada tahun 1948 yang
merupakan penghianatan terhadap bangsa Indonesia
ketika sedang berjuang melawan Belanda yang berupaya
manamkan kembali kekuasaannya di Indonesia.
Para pemimpin pemberontakan adalah Ami
Syarifuddin dan Musso. ini Mereka membentuk Front r
Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948 dan
melakukan pemberontakan di Madiun. Kelompok ini
seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain :
1. Melancarkan propaganda anti pemerintah
2. Mengadakan pemogokkan-pemogokkan kerja
bagi
para buruh.
3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya
dalam pemberontakan senjata di Solo tanggal 2 Juli
1948.
Kekejaman PKI semakin menjadi-jadi. Hal
itu menimbulkan kemarahan Rakyat. Dalam
usaha mengatasi itu Pemerintah
mengangkat Kolonel Gatot Subroto sebagai
Gubernur Militer DI Surakarta dan sekitarnya.
Panglima Jendral Sudirman segera
memerintahkan kepada Klonel Gatot
Subroto dan Kolonel Soengkono agar
mengerahkan kekuatan TNI dan Polisi untuk
menumpas kaum pemberontak.
Pada tanggal 30 September 1948 seluruh
kota Madiun dapat direbut kembali oleh
TNI. Musso akhirnya di tembak mati, dan
Amir Syarifuddin dihukum mati.
B. Peristiwa
DI/TII
1.Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Pada tanggal 7 Agustus 1949 di Tasikmalaya, Soekarmadji
Maridjan Kartosuwirjo memproklamirkan berdirinya Negara
Islam Indonesia atau Tentara Islam Indonesia (TII).
Usaha untuk menumpas pemberontakan DI/TII
diperlukan
waktu yang lama dikarenakan beberapa factor :
a. Medannya berupa daerah pegunungan sehingga sangat
mendukung pasukan DI/TII untuk bergeriliya
b. Pasukan Kartosuwirjo dapat bergerak dengan
leluasa di
kalangan rakyat
c. Pasukan DI/TII mandapat bantuaank dari Belanda.
d. Suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa
kalangan partai politik telah mempersulit usaha-usaha
pemulihan keamanan
2. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
DI/TII di Jawa Tengah dibawah pimpinan Amir
Fatah dan Moh Mahfudh Abdul Rachman. Untuk
mengatasi pemberontakan ini, pada bukan Januari
1950 pemerintah melakukan operasi kilat “Gerakan
Benteng Negara” (GBN).
Sementara itu di daerah Kebumen muncul
pemberontakan yeng merupakan bagian dari DI/TII,
yang dilakukan oleh “Angkatan Umat Islam” (AUI).
Untuk mengatasi pemberontakan ini memerlukan
waktu tiga bulan.
Pemberontakan DI/TII juga terjadi di Kudus dan
Magelang yang dilakukan oleh Batalyon 426 pada
bulan Desember 1951. Untuk mengatasi
pemberontakan ini, pemerintah melakukan operasi
“Operasi Merdeka Timur” yang di pimpin oleh Letnan
Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Pragolo.
3. Pemberontakan DII/TII di Aceh
DI/TII juga melakukan pemberontakan di Aceh
yang dipimpin oleh Teuku Daud Beureuh. Dalam
menghadapi pemberontakan ini semula pemerintah
menggunakan kekuatan senjata. Selanjutnya atas
prakarsa Kolonel M. Yasin, pada tanggal 17-21 Desember
1962 diselenggarakan “Musyawarah Kerukunan Rakyat
Aceh” yang mendapat dukungan masyarakat sehingga
pemberontakan DI/TII dapat diatasi.
4. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan juga timbul pemberontakan
DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada tanggal 30
April 1950 Kahar Muzakar menuntut kepada Pemerintah
agar dimasukkan kedalam Angkatan Perang RIS (APRIS).
Tuntutan iniditolak kerena harus melalui penyaringan.
Pemerintah melakukan pendekatan kepada Kahar
Muzakar dengan memberi pangkatKolonel Letnan. Akan
tetapi Kahar Muzakar kabur dan menteror masyarakat.
Untuk menghadapi pemberontakan ini, pemerintah
melakukan operasi militer, lalu pada bulan Februari 1956
Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan titembak mati.
B. Keadaan Politik, Ekonomi,
Sosial, dan Budaya Sebelum
Terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ideology Pancasila mengadapi
berbagai tantangan besar sejak tahun 1959, ketika Demokrasi Terpimpin
dilaksanakan.
Begitu pula pada masa Demokrasi Terpimpin kondisi ekonomi sangat
memprihatinkan hingga muncul krisis ekonomi nasional. Prinsip NASAKOM yang
waktu itu diterapkan memberi peluang kepada PKI untuk memperluas
pengaruhnya.
Kondisi politik dan ekonomi yang semakin tegang berdampak pada social
budaya masyarakat. PKI sering mengancam dan melakukan tindak kekerasan.
Pengaruh PKI yang sangat besar dalam bidang politik berdampak luas
terhadap kebijakan pemerintah di semua bidang. Dalam bidang social budaya
semua organisasi yang anti PKI dituduh sebagai anti pemerintah.
D. Pemberontakan G 30
S/PKI Melihat kondisi ekonomi yang memprihatinkan serta kondisi
social politik yang penuh dengan gejolak. Sebelum melakukan
pemberontakan, PKI melakukan berbagai cara agar mendapat
dukungan yang luas diantaranya sebagai berikut :
1. PKI menyatakan dirinya sebagai pejuang berbaikan nasib rakyat,
serta berjanji akan menaikkan gaji dan upah buruh.
2. Pada akhir tahun 1963 PKI melakukan “Aksi Sepihak” trutama di
Jawa, Bali dan Sumatera Utara.
3. PKI juga mencari pendukung dari berbagai kalangan, mulai dari
petani, nelayan, pedangan, dll.
4. Pengaruh PKI yang besar dalam bidang politik sehingga
mempengaruhi terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya semua
organisasi yang anti komunis ditutuh anti pemerintah.
5. Memasuki tahun 1965 PKI melempar desas-desus adanya “Dewan
Jendral” dari dalam tubuh Angkatan Darat.
Puncak ketegangan politik terjadi secara nasional pada dini
hari tanggal 30 September 1965, yakni terjadinya penculikan dan
pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat. Penculikan
ini dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya
Gerakan 30 September. Aksi ini dibawah pimpinan Letnan Kolonel
Untung, komandan Batalyon I Cakrabirawa. Para pimpinan yang
diculik dan dibunuh oleh kelompok G 30 S/PKI adalah :
1. Letnan Jendral Ahmad Yani
2. Mayor Jendral R. 4. Mayor Jenderal S
Suprapto Parman

3. Mayor Jendral Haryono 5. Brigadir Jenderal DI


MT Panjaitan
5. Brigadir Jenderal Sutoyo
Siswomiharjo

6. Letnan Satu Pierre Andreas


Tendean
Peristiwa pembunuhan oleh G 30 S/PKI yang terjadi di Yogyakarta
mengakibatkan gugurnya dua orang perwira TNI AD yakni Kolonel
Katamso Dharmokusumo dan Letnan Kolonel Sugiyono.
Pada hari Jumat pagi tanggal 1 Oktober 1965 “Gerakan 30
September” telah menguasai dua buah sarana komunikasi vita, yakni
studio RRI Pusat di Jalan Merdeka Barat, Jakarta dan kantor PN
Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI pagi itu pukul
07.20 dan diulang pukul 08.15 disiarkan pengumuman tentang
Gerakan 30 September. Diumumkan antara lain bahwa gerakan
ditujukan kepada Jenderal-Jenderal anggota Dewan Jenderal yang
akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Dengan
pengumuman ini maka masyarakat menjadi bingung. Menghadapi
suasana politik yang semakin panas, Presiden Soekarno meminta
agar masyarakat tenang.
Divisi Siliwangi dan resimen Para Komando Angkatan Darat
(RPKAD) mengadakan operasi penumpasan terhadap Gerakan 30
September. Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam operasi ini
adalah :
1. Pada tanggal 1 Oktober 1965 operasi untuk merebut kembali RRI
dan Kantor Telekomunikasi sekitar pukul 19.00. Dalam sekitar
waktu 20 menit operasi ini berhasil. Selanjutnya Mayor jenderal
Soeharto mengumumkan lewat RRI yang isinya adalah :
a) Adanya usaha perebutan kekuasaan oleh yang
menamakan
dirinya Gerakan 30 September.
b) Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat
c) Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan
sehat
d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada
2. Menjelang sore hari pada tanggal 2 Oktober 1965 pukul 06.10
operasi yang dilakukan oleh RPKAD , operasi ini berhasil
menguasai beberapa tempat penting dan dapat mengambil
alih beberapa daerah termasuk daerah sekitar Bandar Udara
Halim Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan Gerakan
30 September.
3. Dalam operasi pembersihan di Kampung Lubang Buaya pada
tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk seorang anggota Polisi,
Ajun Brigadir Polisi Sukitman telah ditemukan sebuah sumur tua
tempat jenazah para perwira Angkatan Darat dikuburkan.
Mereka yang menjadi korban kebiadaban PKI tersebut
mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.
Ketika Gerakan 30 September ini tidak didukung lagi oleh
masyarakat, akhirnya pendukung Gerakan 30 September
melarikan diri. Dengan demikian masyarakat mengetahui bahwa
Gerakan 30 September lah yang sebenarnya melakukan
penghianatan terhadap Negara ini.

Selesai…….
.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai