Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHASAN

1. PERISTIWA PKI MADIUN 1948

Setelah jatuhnya kabinet Amir Syarifudin, presiden Soekarno menunjuk Moh. hatta
sebagai formatur kabinet ( 29 Januari 1948 s/d 4 Agustus 1949 ).
kabinet Hatta mempunyai agenda program kerja diantaranya :

1. melaksanakan persetujuan Renvile


2. mempercepat terbentuknya RIS ( Republik Indonesia Serikat )
3. melaksanakan Rasionalisasi di dalam negeri dan pembangunan.
4. menunjuk Moh. Roem . sebagai ketua delegasi Indonesia.

Akan tetapi kabinet ini mendapat rongrongan dari berbagai pihak diantaranya:

A. Dari organisasi FDR ( Front Demokrasi Rakyat) yang dipimpin oleh Amir
Sjarifuddin. sehingga pada tanggal 5 Juli 1945, kaum buruh yang bernaung di
bawah FDR mengadakan pemogokan di pabrik karung Delanggu ( Klaten ), dan
di Sumatera juga mengadakan rapat-rapat besar, yang bertujuan agar kabinet
Hatta diubah.

B. Dari organisasi GRR ( Gerakan Revolusi Rakyat ) pengikut Tan Malaka yang
dipimpin oleh Dr. Muwardi ( ketua ), Sjamsu Harsja ( wakil Ketua ), dan Chairul
Saleh ( sekretaris ) organisasi ini menuntut agar pemerintah membebaskan para
pemimpin yang sealiran dengan mereka, seperti Tan Malaka, Sukarni, dan
Abikusno.

C. Dari Muso. ia seorang tokoh PKI yang bermukim di Moskow sejak tahun 1926 dan
kembali ke Indonesia pada bulan Agustus 1948. sehingga partai-partai yang
berhaluan Komunis seperti Partai Sosialis dan Partai Buruh berfusi dengan PKI.
mereka menentang kebijakan Kabinet Hatta yang dianggap telah menjual bangsa
Indonesia kepada kaum kapitalis Belanda.

- Pertentangan politik terus meningkat menjadi insiden bersenjata di Solo. insiden antara
simpatisan PKI dengan lawan-lawan politiknya serta dengan TNI pada tanggal 2 Juli
1948. pada insiden tersebut Kolonel Sutarto( panglima Divisi Panembahan Senopati ),
dr. Muwardi pimpinan barisan Banteng yang propemerintah diculik dan dibunuh.
- kemudian pada 18 September 1948, diproklamasikan berdirinya Republik Soviet
Indonesia oleh tokoh-tokoh PKI di Madiun. Muso menganggap bahwa Soekarno - Hatta
telah menjalankan politik kapitulasi terhadap Belanda dan Inggris serta hendak menjual
tanah air kepada kaum kapitulasi.
- pemerintah segera mengambil tindakan untuk menumpas pemberontakan PKI dengan
membentuk GOM ( Gerakan Operasi Militer ) I yang dilancarkan oleh angkata perang.
yang dipimpin oleh Kolonel Gatot Subroto ( gubernur militer ) dan pasukan siliwangi,
pasukan tersebut menyerang PKI dari arah Surakarta, Kediri, dan Malang.
- Pada tanggal 30 September 1948 pasukan pemerintah menguasai kembali madiun. dan
muso ditembak mati oleh pasukan MOBRIG di daerah Ponorogo. Amir Sjarifuddin dan
Suripno ditangkap di hutan Ketu (Purwodadi) mereka diadili dan dihukum mati. yang
lainnya dapat melarikan diri seperti D.N. Adit dan Nyoto.

Bukti Kekejaaman PKI

Gambar 13.1 Rakyat pribumi yg ditindas oleh PKI

Gambar 13.5 Kekejaman pemberomtakan PKI di madiun


G30S/PKI (GERAKAN 30 SEPTEMBER PARTAI
KOMUNIS INDONESIA)

Waktu : 30 September 1998


Latar belakang : Mengganti Ideologi Pancasila
Pemimpin : DN Aidit
Cara penumpasan : Operasi Militer
Hasil : PKI dinyatakan sebagai partai terlarang dan dibubarkan

Pada tanggal 30 September 1965 jam 03.00 dinihari PKI melakukan pemberontakan
yang dipimpin oleh DN Aidit dan berhasil membunuh 7 perwira tinggi. Mereka punya
tekad ingin menggantikan Pancasila sebagai dasar negara dengan Komunis-Marxis.
Setelah jelas terungkap bahwa PKI punya keinginan lain maka diadakan operasi
penumpasan :

1. Menginsyafkan kesatuan-keasatuan yang dimanfaatkan oleh PKI


2. Merebut studio RRI dan kantor besar Telkom dipimpin Kolonel Sarwo Edhy Wibowo
dari RPKAD
3. Gerakan pembersihan terhadap tokoh-tokoh yang terlibat langsung maupun yang
mendalanginya.

Sebelum terjadinya peristiwa G30S/PKI, Partai Komunis Indonesia (PKI) tercatat sebagai
Partai Komunis yang paling besar di dunia tanpa menghitung partai komunis yang ada di
Uni Soviet maupun Tiongkok. Ketika dilakukan audit pada tahun 1965, tercatat bahwa
anggota aktif dari partai ini melebihi angka 3,5 juta, belum termasuk 3 juta jiwa yang
menjadi anggota pergerakan pemuda. Selain itu, PKI juga memiliki kontrol penuh akan
pergerakan buruh, menambahkan 3,5 juta orang lagi dibawah pengaruhnya. Hal tersebut
belum berhenti, karena masih ada 9 juta anggota dari pergerakan petani, serta beberapa
gerakan lain seperti pergerakan wanita, organisasi penulis, dan pergerakan sarjana yang
membuat total anggota PKI mencapai angka 20 juta anggota termasuk pendukung-
pendukungnya.

Peristiwa G30S/PKI baru dimulai pada tanggal 1 Oktober pagi, dimana kelompok
pasukan bergerak dari Lapangan Udara Halim Perdana kusuma menuju daerah selatan
Jakarta untuk menculik 7 jendral yang semuanya merupakan anggota dari staf tentara.
Tiga dari seluruh korban yang direncanakan, mereka bunuh di rumah mereka yaitu
Ahmad Yani, M.T. Haryono, dan D.I. Panjaitan. Ketiga target lain yaitu Soeprapto, S.
Parman, dan Sutoyo ditangkap hidup-hidup, sementara target utama mereka, Jendral
Abdul Harris Nasution berhasil kabur setelah melompati dinding yang berbatasan
dengan taman di kedutaan besar Iraq. Meski begitu, Pierre Tendean yang menjadi
ajudan pribadinya ditangkap, dan anak gadisnya yang berusia lima tahun, Ade Irma
Suryani Nasution, tertembak oleh regu sergap dan tewas pada 6 Oktober. Korban
tewas bertambah ketika regu penculik menembak dan membunuh seorang polisi yang
menjadi penjaga rumah tetangga Nasution, Karel Satsuit Tubun. Korban tewas terakhir
adalah Albert Naiborhu, keponakan dari Pandjaitan, yang tewas saat menyerang rumah
jendral tersebut. Mayat dan jenderal yang masih hidup kemudian dibawa ke Lubang
Buaya, dan semua dibunuh serta mayatnya dibuang di sumur dekat markas tersebut.

Ketika matahari mulai terbit, sekitar 2.000 pasukan diturunkan untuk menduduki tempat
yang sekarang dikenal sebagai Lapangan Merdeka, sebuah taman yang ada di Monas.
Meski begitu, mereka tidak berhasil menundukkan bagian timur dari area ini, karena
pada saat itu merupakan daerah markas KOSTRAD yang dipimpin oleh Soeharto. Pada
jam 7 pagi, RRI menyiarkan pesan yang berasal dari Untung Syamsuri, komandan
Cakrabiwa, regimen penjaga Presiden, bahwa gerakan 30 September telah berhasil
mengambil alih beberapa lokasi strategis di Jakarta dengan bantuan anggota militer
lainnya. Mereka berkeras bahwa gerakan ini didukung oleh Central Intelligence of
America (CIA) yang bertujuan untuk menurunkan Soekarno dari posisinya.

Yang menuliskan tinta kegagalan dalam sejarah peristiwa G30S/PKI kemungkinan


besar adalah karena mereka melewatkan Soeharto yang mereka kira diam dan bukan
tokoh politik pada masa itu. Soeharto diberitahu oleh tetangganya tentang hilangnya
para jendral dan penembakan yang terjadi pada pukul 5:30 pagi, dan karena ini ia
segera bergerak ke markas KOSTRAD dan berusaha menghubungi anggota angkatan
laut dan polisi, namun tidak berhasil melakukan kontak dengan angkatan udara. Ia
kemudian mengambil alih komando angkatan darat. Kudeta ini juga gagal karena
perencanaan yang amat tidak matang dan menyebabkan para tentara yang ada di
Lapangan Merdeka menjadi kehausan dibawah impresi bahwa mereka melindungi
presiden di Istana. Soeharto juga berhasil membujuk kedua batalion pasukan kudeta
untuk menyerah dimulai dari pasukan Brawijaya yang masuk ke area markas
KOSTRAD dan kemudian pasukan Diponegoro yang kabur kembali ke Halim.

Sementara itu, operasi penumpasan sisa Gerakan 30 September masih terus


dilanjutkan. Seorang demi seorang tokoh gerakan tsb dapat ditangkap. Kolonel Latief,
mantan Komandan Brigade Infantari 1/Kodam V Jaya berhasil ditangkap di Jakarta 9
Oktober 1965. Dua hari kemudian pada 11 Oktober 1965, Letkol Untung dalam
pelariannya ditangkap di daerah tegal oleh anggota pertahanan sipil dan rakyat.
Adapun ketua PKI D.N Aidit diberitakan kematiannya pada November 1966. Tokoh-
tokoh gerakan 30 September yang kemudian diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa
(MAHMILUB) diantaranya adalah Sjam Kamaruzaman, Letkol Untung Sutopo, Kolonel
Latief, Dr. Subandrio, Omar Dani, Sudisman, Nyoto, Nyono, Lukman, Oetomo Ramelan,
Brigjend Supardjo, Sakirman.
Latar belakang
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi
komunis. Dalam sejarahnya, PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan
pemerintah kolonial Belanda pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada
tahun 1948, serta dituduh membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30
September 1965 yang di kenal dengan peristiwa G 30 S/PKI. Partai Komunis Indonesia
(PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Dalam sejarahnya,
PKI pernah berusaha melakukan pemberontakan melawan pemerintah kolonial Belanda
pada 1926, mendalangi pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948, serta dituduh
membunuh 6 jenderal TNI AD di Jakarta pada tanggal 30 September 1965 yang di
kenal dengan peristiwa G30S/PKI.

MASA PROLOG (PERSIAPAN) G 30 S/PKI


Beberapa persiapan telah dilakukan oleh PKI sebelum melakukan
pemberontakan. Masa persiapan tersebut terutama mulai dilaksanakan sejak D.N. Aidit
dipilih menjadi pemimpin PKI tahun 1951.
Persiapan yang dilakukan oleh PKI itu antara lain melakukan penyusupan ke
partai-partai besar, organisasi tani, dan badan-badan lain. Serta melakukan aksi fitnah
terhadap TNI-AD dengan melontarkan isu adanya Dewan Jenderal.
Isu ini dilontarkan pada bulan Mei 1965 berdasarkan Dokumen Gilchrist yang
diungkapkan PKI. Dewan Jenderal oleh PKI ditafsirkan sebagai badan yang terdiri atas
para perwira tinggi Angkatan Darat, yang bertugas mempersiapkan perebutan
kekuasaan. Untuk menandingi Dewan Jenderal, PKI membentuk Dewan Revolusi yang
diketahui oleh Letkol Untung Sutopo.

PELAKSANAAN G 30 S /PKI
Dalam melaksanakan pemberontakannya, PKI melakukan tindakan-tindakan :

1. Pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 01.30, Letkol Inf. Untung memberikan
perintah pelaksanaan gerakan. Sasaran gerakan adalah para perwira tinggi Angkatan
Darat. Kesatuan-kesatuan bersenjata yang bertugas dibagi menjadi 3 pasukan, yaitu :
a. Pasukan Pasopati dipimpin oleh Lettu If. Dul Arief dengan tugas menculik tujuh
perwira tinggi Angkatan Darat
b. Pasukan Bimasakti dipimpin oleh Kapten Suradi yang bertugas menguasai kota
Jakarta
c. Pasukan Gatotkaca dipimpin oleh Mayor Udara Gatot Sukasno berfungsi sebagai
pasukan cadangan yang berkedudukan di Lubang Buaya

2. Pada tanggal 1 Oktober 1965, sekitar pukul 03.00 dini hari, PKI menculik dan
membunuh perwira-perwira tinggi Angkatan Darat, mereka adalah :
a. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat)
b. Mayor Jenderal S. Parman (Asisten I Men/Pangad)
c. Mayor Jenderal R. Suprapto (Deputi II Men/Pangad)
d. Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Men/Pangad)
e. Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan (Asisten IV Men/Pangad)
f. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo (Inspktur Kehakiman/Oditu Jenderal TNI-AD)
g. Kolonel Katamso
h. Letkol Sugiono
i. Letnan Satu Piere Andreas Tendean (Ajudan Menjo Hankam/Kepala Staf Angkatan
Bersenjata)
j. Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun (Pengawal rumah wakil PMII Dr. J Leimena)

3. Menguasai dua buah sarana komunikasi yaitu studio RRI Pusat di Jalan Merdeka
Barat dengan Kantor Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan

4. Menyiarkan pengumuman lewat RRI pada tanggal 1 Oktober 1965 tentang :


a. Adanya Dewan Jenderal yang akan merebut kekuasaan
b. Dekrit tentang pembentukan Dewan Revolusi di pusat dan di daerah serta
pendemisioneran Kabinet Dwikora
c. Dua buah keputusan Dewan Revolusi, yaitu :
Susunan Dewan Revolusi yang beranggotakan 45 orang dengan ketuanya Letnan
Kolonel Untung Sutopo
Penghapusan pangkat jenderal. Pangkat tertinggi dalam TNI adalah Letnan Kolonel

Di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap


Kolonel Katamso (komandan korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono
(kepala staf korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965
oleh pemberontak PKI dari Batalion L di Desa Keuntungan. Kedua perwira ini dibunuh
karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi.

PENUMPASAN G 30 S PKI
1. Tanggal 1 Oktober 1965
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari.
Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa
pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi
Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah
diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran
diarahkan ke sana.
2. Tanggal 2 Oktober 1965
Pada tanggal 2 Oktober 1965, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan
RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen
Soeharto. Pada pukul 12.00 siang, seluruh tempat itu berhasil dikuasai oleh TNI-AD.
3. Tanggal 3 Oktober 1965
Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh
Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian
perwira TNI-AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi
tawanan G 30 S/PKI, tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para
perwira TNI-AD tersebut dibawa ke Lubang Buaya. Karena daerah tersebut diselidiki
secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 ditemukan tempat para perwira
yang diculik dan dibunuh tersebut. Mayat para perwira itu dimasukkan ke dalam sebuah
sumur yang bergaris tengah3/4 meter dengan kedalaman kira-kira 12 meter, yang
kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.
4. Tanggal 4 Oktober 1965
Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan kembali
(karena ditunda pada tanggal 13 Oktober pukul 17.00 WIB hingga keesokan hari) yang
diteruskan oleh pasukan Para Amfibi KKO-AL dengan disaksikan pemimpin sementara
TNI-AD Mayjen Soeharto. Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua
tersebut terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi
saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa kejamnya siksaan yang mereka alami
sebelum wafat.
5. Tanggal 5 Oktober 1965
Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI-AD tersebut dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar
Angkatan Darat.
6. Tanggal 6 Oktober 1965
Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil
dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI-AD tersebut ditetapkan sebagai
Pahlawan Revolusi.

Anda mungkin juga menyukai