Anda di halaman 1dari 15

PKI

PARTAI KOMUNIS INDONESIANAMA

Kelompok 5:
Anggota:
1. Aminah
2. Elsavi Indriani Setyaningsih
3. Rinda Oktafiani Pratama
4. Salsa Beylla
Sejarah PKI
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah sebuah partai politik di Indonesia yang
telah bubar. PKI adalah partai komunis non-penguasa terbesar di dunia setelah
Rusia dan Tiongkok sebelum akhirnya PKI dihancurkan pada tahun 1965 dan
dinyatakan sebagai partai terlarang pada tahun berikutnya.
Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu
(Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah
peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober
1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya
dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada
anggota Partai Komunis Indonesia.
Tawaran bantuan dari Belanda

Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan bantuan untuk
menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas ditolak oleh pemerintah
Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan memperhitungkan, Belanda akan
segera memanfaatkan situasi tersebut untuk melakukan serangan total terhadap kekuatan
bersenjata Republik Indonesia. Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap,
tengah membangun kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah
cenderung berpihak kepada AS.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul
berbagai organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri
dan golongan sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis
Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri
lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang
tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya
dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan
kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan beberapa komandan brigade,
antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi
III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi
Komandan Wehrkreis III, dan menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten
Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung Samsuri.
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh
dunia, di luar Tiongkok danUni Soviet.Sampai pada tahun 1965 anggotanya
berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya.PKI juga
mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan
pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk
pergerakan wanita (Gerwani) , organisasi penulis dan artis dan pergerakan
sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pelopor

Henk Sneevliet dan kaum sosialis Hindia Belanda lainnya membentuk serikat tenaga
kerja di pelabuhan pada tahun 1914, dengan nama Indies Social Democratic
Association (dalam bahasa Belanda: Indische Sociaal Democratische Vereeniging-,
ISDV).
Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi
Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). Semaun adalah ketua partai dan Darsono
menjabat sebagai wakil ketua. Sekretaris, bendahara, dan tiga dari lima anggota
komite adalah orang Belanda. PKH adalah partai komunis Asia pertama yang
menjadi bagian dari Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai pada
kongres kedua Komunis Internasional 1921.
Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Perkembangan PKI
Tahun 1926 PKI melakukan pemberontakan di Jawa Barat dan Sumatra Barat,
meskipun pemberontakan ini dihancurkan oleh tentara kolonial hingga partai ini
akhirnya dilarang.
Amir Syarifudin bersama Muso sebagai pimpinan PKI, pada 18 September 1948
melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan RI di Madiun. Pemberontakan
tersebut merupakan bentuk ketidakpuasan terhadap pemerintahan Soekarno-Hatta. 
Akan tetapi, pada 30 September 1948, upaya penumpasan PKI berhasil dilakukan dan
tentara Indonesia berhasil menembak mati Muso, sedangkan Amir Ayarifudin dan
teman-temannya dijatuhi hukuman mati.
Tahun 1950-an PKI di bawah pimpinan D.N. Aidit berhasil mengambil posisi sebagai
partai nasionalis. Di bawah pimpinannya, PKI berkembang pesat, awalnya hanya
beranggotakan sekitar 5000 orang namun pada tahun 1959 anggota PKI mencapai 1,5
juta orang. Bahkan tahun 1955 PKI berhasil menduduki posisi keempat dalam pemilu.
Perkembangan PKI
Sebelum terjadinya tragedi itu, Chaerul Shaleh menyatakan bahwa PKI sedang
menyiapkan kudeta. Pada 30 September 1965, Gerwani dan Pemuda Rakyat
yang merupakan organisasi bentukan PKI, melakukan unjuk rasa di Jakarta
sebagai bentuk protes atas krisis inflasi yang melanda Indonesia. Dan
ujungnya, pada 30 September 1965 sebanyak 7 anggota TNI AD dibunuh dan
dibuang di sumur Lubang Buaya. Keesokan harinya, Dewan Revolusi
menyatakan bahwa mereka telah merebut kekuasaan melalui G30S.
Partai Terlarang
Pemerintah menekankan, Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang
Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terus berlaku hingga saat ini.
Karena itu, segala hal yang berbau paham komunis merupakan hal terlarang.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu telah memerintahkan Kepala
Polri, Jaksa Agung, Panglima TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk
menegakkan hukum terkait hal tersebut.
"Presiden tahun 2016 pernah menyampaikan juga kepada Kepala Polri Jenderal
Badrodin Haiti untuk mennggunakan pendekatan hukum karena TAP MPRS
Nomor 25 Tahun 1966 masih berlaku, termasuk melarang komunisme, larangan
terhadap penyebaran ajaran-ajaran komunisme, Leninisme, dan Marxisme.
Selain itu, ada satu peraturan yang dijadikan dasar untuk menindak pelaku
penyebar ajaran tersebut, yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1996 tentang
Perubahan Pasal 107 KUHP.
Isu Keterlibatan Soeharto
Menurut isu yang beredar, Soeharto saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (Panglima Komando Strategis Cadangan
Angkatan Darat) tidak membawahi pasukan.
 
Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
Brigjen TNI Donald Issac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut.
Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam
usaha pembunuhan tersebut.
Pasca Kejadian

Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu menguasai
dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor
Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI
menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada
para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta
terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang
diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Akhir konflik
Kekuatan pasukan pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan
Divisi II di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur Militer
Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari Divisi
Siliwangi, sedangkan dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi I, di bawah pimpinan
Kolonel Sungkono, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal 19
September 1948, serta pasukan Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah
pimpinan M. Yasin.
Pesan
• Untuk kita, warga Negara Indonesia, mari kita ingat, dan jangan lupakan kekejaman

PKI yang telah melukai, mencoreng harga diri Bangsa kita ini. Kita cegah dan
hentikan apapun yang berhubungan dengan PKI. Agar Negara ini damai tentram dan
tetap berlandaskan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta dasar Negara
Pancasila.
• “Terserah siapa saja yang bersalah dalam peristiwa tersebut. Yang perlu dipahami

apa latar belakang yang memberi kemungkinan itu terjadi.“ - Taufik Abdullah

• #SayaPancasila #SayaIndonesia

Anda mungkin juga menyukai