Anda di halaman 1dari 17

TUGAS SEJARAH

XII IPS 3
PEMBERONTAKAN PKI di MADIUN

Disusun oleh :
Djamaludin (09)
Febry Almabrury (10)
Nanda Adriyani(20)
Robby Johan (26)
Setyawan Enggar S. (28)
Peristiwa Pemberonatakan PKI Madiun

Peristiwa Madiun adalah sebuah konflik kekerasan yang terjadi di Jawa Timur
bulan September-Desember 1948 antara pemberontak komunis PKI dan TNI.
Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya Negara Republik Soviet
Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Kota Madiun oleh Musso, seorang
tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri
Pertahanan saat itu, Amir Syarifuddin.
Pada saat itu hingga era Orde Lama, peristiwa ini dinamakan Peristiwa
Madiun, dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis
Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru, peristiwa ini mulai dinamakan
Pemberontakan PKI Madiun.
Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di
Madiun, baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-
tokoh masyarakat dan agama.
Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan
bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa
pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama).
Tawaran bantuan dari Belanda
Pada awal konflik Madiun, pemerintah Belanda berpura-pura menawarkan
bantuan untuk menumpas pemberontakan tersebut, namun tawaran itu jelas
ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pimpinan militer Indonesia bahkan
memperhitungkan, Belanda akan segera memanfaatkan situasi tersebut untuk
melakukan serangan total terhadap kekuatan bersenjata Republik Indonesia.
Memang kelompok kiri termasuk Amir Syarifuddin Harahap, tengah membangun
kekuatan untuk menghadapi Pemerintah RI, yang dituduh telah cenderung
berpihak kepada Amerika Serikat (dan bukannya kepada Uni Soviet).
Latar belakang
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, muncul
berbagai organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk sayap kiri|
golongan kiri dan golongan sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda
Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-
kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh
Dayno, yang tinggal di Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta. Yang ikut dalam
kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit dan Syam
Kamaruzzaman, melainkan kemudian juga dari kalangan militer dan bahkan
beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Djoko Soejono, Letkol Soediarto
(Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi
III). Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreise III, dan menjadi Presiden
RI), Letkol Dahlan, Kapten Soepardjo, Kapten Abdul Latief (kolonel)|Abdul
Pada bulan Mei 1948 bersama Soeripno, Wakil Indonesia di Praha, Muso, kembali dari
Moskwa, Uni Soviet. Tanggal 11 Agustus, Muso tiba di Yogyakarta dan segera menempati
kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan
komandan pasukan bergabung dengan Muso, antara lain Amir Syarifuddin Harahap,
Setyadjit Soegondo dan kelompok diskusi Patuk.
Pada era ini aksi saling menculik dan membunuh mulai terjadi, dan masing-masing
pihak menyatakan, bahwa pihak lainlah yang memulai. Banyak reska perwira TNI,
perwira polisi, pemimpin agama, pondok pesantren di Madiun dan sekitarnya yang
diculik dan dibunuh.
Pada 10 September 1948, mobil Gubernur Jawa Timur, RM Ario Soerjo, dan mobil 2
perwira polis dicegat massa pengikut PKI di Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur. Ke-3 orang
tersebut dibunuh dan jenazah nya dibuang di dalam hutan. Demikian juga dr. Moewardi
yang sering menentang aksi-aksi golongan kiri, diculik ketika sedang bertugas di rumah
sakit Solo, dan kabar yang beredar ia pun juga dibunuh. Tuduhan langsung dilontarkan,
bahwa pihak lainlah yang melakukannya. Di antara yang menjadi korban juga adalah
Kol. Marhadi yang namanya sekarang diabadikan dengan Monumen yang berdiri di
tengah alun-alun Kota Madiun dan nama jalan utama di Kota Madiun.
Kelompok kiri menuduh sejumlah petinggi Pemerintah RI, termasuk Wakil Presiden
Mohammad Hatta telah dipengaruhi oleh Amerika Serikat untuk menghancurkan Partai
Komunis Indonesia, sejalan dengan doktrin Harry S. Truman, Presiden AS yang
mengeluarkan gagasan Teori Domino. Truman menyatakan, bahwa apabila ada satu
negara jatuh ke bawah pengaruh komunis, maka negara-negara tetangganya akan juga
akan jatuh ke tangan komunis, seperti layaknya dalam permainan kartu domino. Oleh
karena itu, dia sangat gigih dalam memerangi komunis di seluruh dunia.
Sebelumnya pada 21 Juli1948 telah diadakan pertemuan rahasia di hotel "Huisje Hansje" Sarangan,
Plaosan, Magetan|sarangan, dekat Madiun yang dihadiri oleh Soekarno, Hatta, Soekiman Wirjosandjojo
(Menteri Dalam Negeri), Mohamad Roem (anggota Masyumi) dan Kepala Polisi Soekanto
Tjokrodiatmodjo, sedangkan di pihak Amerika Serikat hadir Gerald Hopkins (penasihat politik Presiden
Truman), Merle Cochran (pengganti Graham yang mewakili Amerika Serikat dalam Komisi Jasa Baik
PBB). Dalam pertemuan Sarangan, yang belakangan dikenal sebagai "Perundingan Sarangan", diberitakan
bahwa Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Red Drive Proposal (proposal pembasmian kelompok
merah). Dengan bantuan Arturo Campbell, Soekanto berangkat ke Amerika Serikat guna menerima
bantuan untuk Kepolisian RI. Campbell yang menyandang gelar resmi Atase Konsuler pada Konsulat
Jenderal Amerika Serikat di Jakarta, sesungguhnya adalah anggota Central Intelligence Agency (CIA),
badan intelijen Amerika Serikat.
Selain itu dihembuskan isu bahwa Soemarsoso, tokoh Pesindo, pada 18 September 1948 melalui radio di
Madiun telah mengumumkan terbentuknya Pemerintah Front Nasional bagi Karesidenan Madiun.
Namun Soemarsono kemudian membantah tuduhan yang mengatakan bahwa pada dia mengumumkan
terbentuknya Front Nasional Daerah (FND) dan telah terjadi pemberontakan PKI. Dia mengatakan bahwa
FND dibentuk sebagai perlawanan terhadap ancaman dari pemerintah pusat.
Pada 19 September 1948, Presiden Soekarno dalam pidato yang disiarkan melalui radio menyerukan
kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk memilih: Muso atau Soekarno-Hatta. Maka pecahlah konflik
bersenjata, yang pada waktu itu disebut sebagai Madiun Affairs (Peristiwa Madiun), dan di zaman Orde
Baru kemudian dinyatakan sebagai pemberontakan PKI.

Akhir konflik
Kekuatan pasukan pendukung Muso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan Divisi II di bawah
pimpinan Kolonel Gatot Soebroto yang diangkat menjadi Gubernur Militer Wilayah II (Semarang-
Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari Divisi Siliwangi, sedangkan dari timur diserang
oleh pasukan dari Divisi I, di bawah pimpinan Kolonel Soengkono, yang diangkat menjadi Gubernur
Militer Jawa Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan Mobile Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di
bawah pimpinan M. Yasin.
Panglima Besar Soesirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa
TNI dapat menumpas pasukan-pasukan pendukung Muso dalam waktu
2 minggu. Memang benar, kekuatan inti pasukan-pasukan pendukung
Muso dapat dihancurkan dalam waktu singkat.
Tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya.
Pasukan Republik yang datang dari arah timur dan pasukan yang datang
dari arah barat, bertemu di hotel Merdeka di Madiun. Namun pimpinan
kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan
melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap.
Baru pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan
pendukung Muso tewas atau dapat ditangkap. Sebelas pimpinan
kelompok kiri, termasuk Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana
Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember1948 di makam Ngalihan, atas
perintah Kol. Gatot Subroto.
Biro Perjuangan Sebagai TNI Sayap Kiri
Usaha golongan kiri untuk menguasai Angkatan Perang dilakukan bertahap
sejak Amir Sjarifuddin menjadi Menteri Pertahanan, Usaha pertama ialah
memanipulasi badan pendidikan tentara yang dibentuk oleh Markas Tertinggi
TKR. Pembentukan badan pendidikan ini diusulkan oleh beberapa perwira
dalam Rapat Besar TKR bulan November 1945. Usul tersebut disetujui olch
pimpinan TKR dan sebagai realisasinya dibentuk suatu komisi yang bertugas
monyusun garis-garis besar pendidikan tentara. Anggota komisi terdiri atas
enam orang. Selain komisi dibentuk pula staf Badan Pendidikan Tentara, yang
beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat. Ketua badan itu pada bulan Februari
1946 berhasil merumuskan lima bidang pendidikan bagi TRl, meliputi politik,
agama, kejiwaan, sosial, dan pengetahuan umum. Anggota-anggota badan
pendidikan itu kemudian diangkat sebagai perwira TRI. Sejalan dengan
perkembangan TRI, pada bulan Mei 1946 diadakan reorganisasi dalam tubuh
TRI dan Kementerian Pertahanan. Dalam pertemuan dengan pemimpin TRI
dan pemimpin laskar-laskar pada tanggal 24 Mei 1946, Menteri Pertahanan
berhasil mendesak keinginatuiya, sehingga Badan Pendidikan ini dialihkan
dari Markas Tertinggi TKR ke Kementerian Pertahanan.
Namanya diubah menjadi Staf Pendidikan Politik Tcntara (Pepolit), yang akan dipimpin oleh
opsir-opir politik. Pada tanggai 30 Mei 1946, 55 opsir politik dilantik oleh Menteri
Pertahanan. Sebagai pimpinan Pepolit, ditunjuk Sukuno Djojopratignjo dengan pangkat
Letnan Jenderal Rumusan pendidikan yang semula dianggap masuk akal itu, sejak berubah
menjadi Pepolit ternyata rnenimbulkan persoalan baru dalam tubuh TRI. Para opsir politik
ditugasi untuk merapatkan hubungan tentara dan rakyat. Pada tiap-tiap divisi diperbantukan
lima orang opsir politik yang berpangkat letnan kolonel, semuanya adalah anggota Pesindo,
pendukung Amir Sjarifuddin. Pepolit tcrnyata dieksploitasi oleh Menteri Pertahanan Amir
Sjarifuddin untuk kepentingan politiknya sehingga tumbuh nienjadi semacam komisaris
politik (komisar) seperti pada Angkatan Perang Uni Sovyet, yang berkedudukan sejajar
dengan para komandan pasukan. Oleh karena itu, ditolak oleh sebagian panglima divisi dan
para komandan pasukan, karena dianggap sebagai penyebar ideologi komunis. Kolonel Gatot
Subroto, misalnya, mcnolak kehadiran opsir poiitik di lingkungan divisinya. Akibatnya adalah
aktivitas Pepolit ini merosot di daeral-daerah. Scsuai dengan keputusan Panitia Besar
Rcorganisasi Tentara, pada buian Mei 1946 Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin membentuk
lembaga baru yaitu Biro Perjuangan dan dikukuhkannya Dewan Pcnasihat Pimpinan Tentara.
Biro Perjuangan adalah badan pelaksana dari Kementerian Pertahanan yang bertugas
menampung laskar-laskar yang semula didirikan oleh partai-partai politik. Dibentuknya Biro
Perjuangan ini dilihat dari segi ketahanan nasional sesungguhnya sangat menguntungkan
pemerintah. Laskar-laskar atau badan-badan pcrjuangan yang semula terpecah-pecah di
dalam pelbagai kelompok ideologi dari "anak" partai poiitik, dapat disatukan dan
dikendalikan oleh pemerintah. Pemerintah akan memiliki potensi cadangan yang tangguh
dan besar di samping tentara reguler. Diharapkan adanya pcmbagian tugas yang serasi dan
harmonis antara tentara reguler dan Laskar-laskar rakyat sebagai partisan. Biro Perjuangan
juga akan merupakan pusat cadangan nasional yang menyalurkan dan mengatur tugas
cadangan di dalam rangka ketahanan nasional.
Tugas cadangan tidak semata-mata untuk bertempur, tetapi merupakan tenaga yang aktif dan berperan di
dalam masyarakat, seperti aktivitas menambah produksi. Namun, di dalam perkembangan selanjutnya
Biro Perjuangan ini dijadikan arena adu kekuatan untuk menandingi tentara reguler. Menteri Pcrtahanan
Amir Sjarifuddin berusaha keras mcnguasai biro ini untuk kepentingan politiknya. Pimpinan biro ini
dipegang oleh kelompok yang seideologi dengan Amir Sjarifuddin, yaitu kelompok komunis. Mereka
adaiah Djokosujono dan Ir. Sakirman sehagai kepala dan wakil kepalanya, yang masing-masing mendapat
pangkat jenderal mayor. Biro ini kemudian mendapat peran yang kuat setelah Kabinet Sjahrir mendapat
tantangan dari keiompok Persatuan Perjuangan terutama setelah terjadi penarikan atas diri Perdana
Menteri Sutan Sjahrir dan pemerintah menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Organisasi Biro
Perjuangan diperluas. Pada bulan September 1946 diberi wewenang untuk mengoordinasikan barisan
cadangan. Pada bulan Oktober 1946 tugasnya ditambah dengan mengkoordinasikan Dewan Kelaskaran
Seberang. Bahkan mereka mewakili resimen-resimen kelaskaran dan Polisi Tentara Laskar yang berdiri
sendiri secara vertikal di bawah Biro Perjuangan, Fungsi cadangan sebagaimana vang dikehendaki tidak
terlaksana, bahkan dengan adanya Biro perrjuangan ini seakan-akan terdapat dua macam tentara.
Kelompok Amir yang memonopoli Biro Perjuangan ini memasukkan seluruh program dan konsepsi
perjuangan partainya, sehingga biro ini lebih merupakan pendukung kekuatan politik Amir daripada
suatu badan resmi pemerintah. Akibatnya, terdapat dualisme dalam bidang pertahanan nasional. Di satu
pihak terdapat tentara reguler di bawah pimpinan Jenderal Soedirman dan di pihak lain Laskar-laskar
yang secara de facto di bawah pimpinan tertinggi Menteri Pertahanan melalui Biro Perjuangan. Laskar-
laskar mempunyai posisi dan tugas yang sama dengan TRI Perbedaannya hanyalah TRI adaiah milik
nasional sedangkan Laskar-laskar adalah milik partai-partai politik. Keadaan semacam ini disadari oteh
pemimpin nasional, yang kemudian menyatukan dua kekuatan itu menjadi Tentara Nasional Indonesia
(TNI) pada bulan Juni 1947. TNI dipimpin oleh sebuah badan yang disebut Pucuk Pimpinan TNI.
Keanggotaannya bersifal kolektif. Dua orang di antaranya adaiah tokoh komunis, yaknt Ir. Sakirman dan
Djokosujono. Dengan dcmikian, berakhirlah peran Biro Perjuangan. Akan tetapi, berakhirnya peran Biro
Perjuangan ini tidaklah berarti berakhirnya usaha Amir Sjarifuddin untuk menghimpun kekuatannya,
Sebagian Lasar-laskar yang berideologi komunis tidak man bergabung dcngart TNI sccara penuh, Mcreka
ditampung dalam suatu wadah yang diberi naina TNI Bagian Masyarakat yang dibentuik pada bulan
Agustus 1947. Pimpinan TNI Bagian Masyarakat adaiah Ir. Sakirman yang juga duduk dalam Pucuk
Wakil Perdana Mentcri Sctiadjit yang separtai dan sealiran dengan Amir Sjarifuddin
menegaskan bahwa TNI Bagian Masyarakat adalah jembatan antara tentara dan rakyat
dalam usaha mempersatukan tenaga dalam pertahanan serta memberikan pendidikan
ideologi kepada tentara. Rupanya adanya struktur organisasi Pucuk Pimpman TNI yang
bersitat kolektif dimanfaatkan oleh kelompok Amir Sjarifuddin, Dengan demikian, ia
berhasil menghimpun kembali kekuatan di bawah naungan nama TNI, dengan konsepsi
dan garis politik yang tetap. Kebijakan Perdana Menteri Amir Sjarifuddin ini memancing
perdebatan sengit dalam sidang BP KNIP tanggal 12 November 1947. Beberapa anggota
KNIP menuduh bahaya pembentukan TNI Bagian Masyarakat ini terlalu politis, tidak
sesuai dengan konsepsi pertahanan Rakyat Semesta. Menteri Pertahanan Amir
Sjarifuddin dan Menteri Muda Pertahanan Arudji Kartawinata menyatakan adanya TNI
Bagian Masyarakat dan Pepolit, nurupakan konsekuensi dari prinsip-prinsip pertahanan
yakni tentara harus mengenal poltik, agar mereka sadar membela kepetingan politik, jika
pada suatu saat pertentangan politik memuncak berubah menjadi perang. Keterangan
pemerinlah tersebut mendapat tantangan keras dari PNI dan Masyumi. PNI menyatakan
TNI Bagian Masyarakat bukanlah tentara, melainkan organisasi politik karena hampir 100
%, pimpinannya berada di tangan Sayap Kiri. Diusulkan agar pimpinannya diubah
dengan mengikut sertakan semua organisasi rakyat, sehingga tercipta suatu fighting
democracy. PNI setuju di dalam prinsip, tetapi menolak monopoli kepemimpinan Sayap
Kiri, Pihak Masyumi sama sckali menolak bentuk itu bahkan menganjurkan agar TNI
Bagian Masyarakat dibubarkan. Pada hakikatnya TNI Bagian Masyarakat ini adalah Biro
Perjuangan bentuk baru dan merupakan rangkaian usaha Amir Sjarifuddin untuk
mempersenjatai kelompok organisasinya untuk tujuan jangka panjang serta
mendapatkan biaya dari pemerintah, Anggota TNI Masyarakat pada masa Kabinet Amir
telah mencapai jumlah 90.000 orang yang-dirasionalisasi pada waktu Kabinet Hatta.
Rekontruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang dan Jalan Raya Musso
Dalam rangka rasionalisasi angkatan perang, maka TNI-Masyarakat yang
berjumlah 90.000 akan dihapus, sedangkan laskar-laskar lainnya dilebur ke
dalam TNI dan harus patuh pada komando TNI. Di bidang organisasi
diadakan penyederhanaan disesuaikan dengan persenjataan dan manpower.
Untuk menyederhanakan organisasi angkatan perang diadakan reorganisasi.
Reorganisasi itu dimulai dari pucuk pimpinan TNI dengan berdasar pada
Kepres No. 1 tahun 1948 tanggal 12 Januari 1948 yang menetapkan perubahan
pucuk pimpinan TNI dipecah menjadi Staf Umum Angkatan Perang, Markas
Besar pertempuran dipimpin oleh seorang Panglima Besar Angkatan Perang
Mobil.
Pucuk pimpinan TNI dan staf gabungan Angkatan Perang dihapus, sebagai
KSAP diangkat Komodor Surya Darma, dan Kolonel Simatupang sebagai
wakilnya. Panglima Angkatan Perang Mobil dijabat oleh Jenderal Sudirman.
Staf Umum Angkatan Perang bertugas merencanakan siasat umum dan
melaksanakan koordinasi antara kementerian pertahanan dengan bagian-
bagian lain dalam kementerian tersebut.
Pada tanggal 1 Mei 1948 dikeluarkan UU No. 3 tentang susunan Organisasi
Kementerian Pertahanan dan Organisasi Angkatan Perang di bawah seorang
Kepala Staf Angkatan Perang yang membawahi Kepala Staf Angkatan Darat,
Kepala Staf Angkatan Laut dan Kepala Staf Angkatan Udara.
Tanggal 4 Mei 1948 dikeluarkan penetapan baru Kepres No. 14 tahun 1948 dengan
pokok-pokoknya sebagai berikut:
a.Kesatuan Mobil dan Teritorial tersusun dalam Komando Jawa Barat dan
Sumatera terdiri atas Divisi dan Subteritorial, semua susunan staf dan kesatuan
di luar itu dihapus.
b.Kepala staf di Kementerian Pertahanan dan para Panglima Kesatuan Mobil
dan Teritorial segera menyelesaikan rekonstruksi dan rasionalisasi atas
kesatuannya sesuai dengan formasi dan organisasi baru serta susunan
personilnya paling lambat 1 Juni 1948 sudah dilaporkan kepada menteri
pertahanan.
c.Dalam keadaan bahaya, Staf Umum Angkatan Darat masuk Staf Panglima
Besar Angkatan Perang.1)
d.Sebenarnya sebelum dikeluarkannya penetapan tersebut, Panglima Besar
telah mengeluarkan instruksi tentang rekonstruksi Kesatuan Mobil dan
Teritorial yang terkenal dengan Perintah No. 37 yang kemudian menjadi dasar
penetapan presiden. Ternyata tidak semua divisi menerima penetapan itu. Di
Solo timbul rekasi menentang, Panglima Besar meninjau kembali instruksinya
itu.
Dalam proses selanjutnya di tingkat pusat, reorganisasi dilaksanakan di bawah
Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) selanjutnya dilaksanakan pada badan
intelijen dipimpin sendiri oleh wakil KSAP. Letkol Suprayogi ditugaskan
melakukan reorganisasi pada instansi perlengkapan dan materil.
Instansi Kepolisian Militer yang bernagai macam itu berhasil dilebur menjadi satu
Corp Polisi Militer di bawah Kolonel Gatot Subroto.2) Sementara laskar-laskar
yang dibentuk oleh putra-putra daerah pada saat pecahnya perang dilebur menjadi
satu brigade (Brigade 16) di bawah pimpinan Letkol Warrow.3)
Di Jawa terbentuk 4 divisi yang dipecah atas brigade-brigade. Dua brigade di
langsung Panglima Besar, yaitu Brigade 16 (gabungan laskar-laskar seberang) dan
Brigade 17 (gabungan berbagai kesatuan pelajar). Di samping itu masing
dicanangkan dia brigade utuk menampung bekas laskar yang insyaf setelah
pemberontakan PKI dan telah menyatakan kesetiaannya kepada pemerintah.
Keempat divisi di Jawa adalah:
a.Divisi I (Jawa Timur) di bawah Kolonel Sungkono berkedudukan di Kediri, terdiri
dari 6 brigade.
b.Divisi II (Jawa Tengah bagian timur) di bawah Kolonel Gatoto Subroto
berkedudukan di Solo, terdiri dari 4 brigade dan 4 subteritorium.
c.Divisi III (Jawa Tengah bagian barat) di bawah Kolonel Bambang Sugeng
berkedudukan di Magelang, terdiri dari 4 brigade.
d.Divisi IV/Siliwangi di bawah pimpinan Letkol Daan Yahya, terdiri dari 4
brigade.4)
Untuk mengkoordinasikan semua pasukan menjadi suatu aparat pertahanan
yang terpadu, dibentuklah komando-komando regional. Di lingkungan
Angkatan Laut, reorganisasi dilaksanakan sesudah dibentuk Komite
Reorganisasi Angkatan Laut (KRAL) pada tanggal 17 Maret 1948.
Semua rencana rasionalisasi dan reorganisasi itu hanya dapat dilakukan
sebagian, tidak menyeluruh. Penciutan jumlah personil angkatan perang telah
dapat dicapai, akan tetapi reorganisasi pasukan menajdi kesatuan-kesatuan
teritorial tidak sempat mencapai tahap yang lanjut karena tidak lama
kemudian Belanda kembali melancarkan agresi militer dan karena adanya
tantangan dari kalangan angkatan perang sendiri maupun dari partai-partai
kiri yang tergabung dalam FDR.
Penumpasan dan Pemberontakan PKI di Madiun 1948
PKI singkatan Partai Komunis Indonesia.
PKI anti Pancasila, PKI bermaksud menggantikan Pancasila dengan paham
komunis. paham komunis tidak mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa.
PKI merencanakan perebutan kekuasaan dari Pemerintah. mereka menghasut
rakyat agar membenci Pemerintah dan berpihak kepada mereka. PKI selalu
mengadakan propaganda dengan janji-janji muluk. semakin lama tindakan PKI
semakin berani, PKI mengancam rakyat yang tidak tunduk kepada mereka.
bahkan, rakyat yang terang-terangan menentang, disiksanya.
PKI sungguh licik dan kejam . pada tahun 1948, TNI dan rakyat sedang gigih
berjuang mengusir penjajah dari bumi Indonesia. PKI menyangka bahwa TNI
masih lemah. PKI menggunakan kesempatan dalam kesempitan. PKI siap
memberontak . mereka berusaha menghancurkan RI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. PKI berusaha mendirikan negara komunis.
mula-mula PKI mengacau dikota solo. mereka menculik dan membunuh
tokoh-tokoh yang mereka anggap musuh. Rakyat dipaksa menurut kehendak
PKI. Rakyat yang tak mau menurut , dibunuh.
sementara perhatian Pemerinyah diarahkan kekota solo. kesempatan ini
digunakan PKI untuk memberontak di Madiun. peristiwa itu terjadai pada
tanggal 18 september 1948. PKI merebut kota madiun , jawa timur. pada
tanggal 19 september 1948, keesokan harinya . PKI memproklamasikan "Soviet
Republik Indonesia" . PKI juga berhasil membentuk pemerintah komunis di
Pati, jawa tengah.
tetapi perkiraan PKI bahwa Pemerintah kita lemah , ternyata keliru. meskipun
sebagian besar tentara kita sedang sibuk menjaga di garis depan dalam
menghadapi Belanda , dengan kekuatan yang ada TNI dan rakyat siap
menumpas PKI . pemerintah bertindak cepat, tepat dan tegas. pemerintah
mengerahkan polisi dan tentara menggempur PKI di Madiun , rakyat Madiun
pun turut berjuang bahu-membahu.
kerjasama TNI dan rakyat berhasil gemilang . Madiun dapat dikuasai kembali.
gerombolan pemberontak melarikan diri. TNI tak memberi ampun , pasukan
kita terus mengejar pemberontak. PKI bingung, PKI tidak mendapat tempat
persembunyian lagi, karena rakyat sangat membenci PKI.
dalam waktu singkat , pemberontak PKI Madiun tertumpas habis . gembong-
gembongnya tertangkap . Muso, pemimpin utama PKI tertembak mati.
Pancasila lepas dari ancaman bahaya komunis dan pancasila tetap berdiri teguh
!
ATAS PERHATIAN DARI TEMAN-TEMAN
KAMI UCAPKAN
“MATUR THANK YOU”

Untuk Lebih lengkapnya, silahkan kunjungi :


http://www.informasibelajar.com/2016/07/pemb
erontakan-pki-madiun-1948.html

Anda mungkin juga menyukai