Anda di halaman 1dari 38

MEDIA MENGAJAR

SEJARAH INDONESIA
Kelas XII
BAB
 Upaya Bangsa Indonesia dalam Menghadapi
❶ Disintegrasi Bangsa
PKI Madiun 1948
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai politik pertama yang didirikan sesudah proklamasi.
Pada masa pergerakan nasional PKI merupakan salah satu partai beraliran Radikal yang keras
menentang pemerintahan kolonial Belanda. PKI mulai berkurang pergerakannya pada masa
pendudukan Jepang di Indonesia.
Pergerakan PKI kembali nampak setelah adanya Maklumat Pemerintahan pada 3 November 1945
yang di tanda tangani oleh Moh. Hatta tentang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mendirikan partai politik
Kesempatan di manfaatkan sebaik-baiknya oleh kelompok kiri (sosialis-komunis) untuk kembali
menghidupkan PKI.
Amir Syarifuddin adalah orang yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap penandatanganan
perjanjian Renville yang banyak mengecewakan rakyat Indonesia terlebih lagi pemerintah. Sehingga
dia dijatuhkan dari jabatannya sebagai Perdana Menteri
Kemudian Kursi Perdana Menteri digantikan oleh Moh. Hatta
PKI Madiun 1948
Dengan mundurnya Amir Syarifuddin dari kursi Perdana Menteri, menyebabkan dia menjadi
seorang yang oposan (menentang) kepada pemerintah.
Kekecewaan terhadap kejatuhannya dari kursi Perdana Menteri membuatnya membentuk
Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948 yang mendapatkan dukungan dari PKI, Sobsi,
dan partai Sosilis.
Tujuan kelompok FDR yang (1) adalah menuntut pembubaran kabinet Hatta. FDR menyerang
kebijakan kabinet Hatta terkait kebijakan reorganisasi dan rasionalisasi angkatan perang. (2)
melakukan tindakan pemogokan umum agar kondisi politik pemerintah menjadi tidak stabil.

Kedatangannya Muso pada tanggal 11 Agustus 1948 disambut gembira oleh ketua umum FDR
yaitu Amir Syarifuddin. Kembalinya Muso dari Moskow membawa misi yang besar yaitu ingin
mendirikan negara Republik Indonesia Soviet yang berhaluan kiri.
Dalam sidang PKI tanggal 13-14 Agustus 1948, ia menawarkan resolusi yang dikenal dengan
sebutan “Jalan Baru untuk Republik Indonesia”. Muso menginginkan agar dibentuknya
kerjasama yang dipimpin oleh kaum sosialis dan komunis untuk menentang politik penjajahan.
PKI Madiun 1948
Muso dan Amir Syarifuddin menggoyahkan kepercayaan masyarakat dengan menghasut dan
membuat semua golongan menjadi bermusuhan dan saling mencurigai satu dengan yang lain.
Di samping itu kabinet Hatta yang menggantikan kabinet Amir Syarifudin dianggap oleh PKI
kontroversial dengan kebijakannya mengenai RERA (Reorganisasi dan Rasionalisasi) angkatan
bersenjata.

Amir dan Muso memanfaatkan kebijakan RERA untuk menghasut kelompok militer yang
berpandangan sosialis. Selain menentang kebijakan RERA, beberapa aksi juga dilakukan
kelompok Amir Muso antara lain:
1. Melancarkan propaganda anti pemerintah.
2. Memprovokasi para buruh untuk melakukan mogok kerja
3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan khusunya di Madiun
Untuk memperkuat wilayah yang telah di pimpin oleh FDR, mereka menarik pasukan pro-FDR
dari medan tempur. Untuk mengalihkan perhatian dan untuk menghadang TNI, FDR
menjadikan Madiun sebagai basis pemerintahan.
PKI Madiun 1948
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya-upaya diplomasi dengan Muso, Namun, kondisi
politik sudah terlampau panas, sehingga pada pertengahan September 1948, pertempuran
antara kekuatan-kekuatan bersenjata yang memihak PKI dengan TNI mulai meletus.

Pada tanggal 18 September 1948 memproklamirkan Republik Soviet Indonesia. Pada awal
pemberontaknnya PKI membantai rakyat dan tentara dan kaum santri yang masih setia
kepada pancasila.
Melihat sepak terjang PKI yang sangat membahayakan bagi NKRI, Presisen Seokarno melalui
siarannya di RRI Yogyakarta menyampaikan pesan kepada masyarakat Indonesia betapa
sangat berbahayanya PKI Muso bagi keutuhan bangsa Indonesia. kepada seluruh rakyat
Indonesia Soekarno berpesan untuk memilih Muso dengan PKI nya atau Soekarno-Hatta.

Peristiwa itu memicu konflik bersenjata antara pendukung PKI dan pendukung Republik
Indonesia.
Konflik bersenjata ini kemudian disebut Madiun Affairs.
PKI Madiun 1948
Pemerintahan Republik melancarkan operasi militer di Madiun. Pemerintah mengirim
Divisi Siliwangi I dan Divisi Siliwangi II di bawah pimpinan Kolonel Sungkono dan Kolonel
Soebroto untuk menyerang gerakan PKI di Madiun.
Pasukan Divisi Siliwangi I menyerang Madiun dari arah Timur sedangkan Pasukan Divisi
Siliwangi II menyerang dari arah barat.
30 September 1948 pasukan Divisi Siliwangi berhasil merebut kota Madiun.
Dalam Oprasi Selanjutnya pemerintah berhasil menangkap para kader dan simpatisan PKI.
Dua bulan kemudian operasi militer penumpas PKI dinyatakan selesai.
Beberapa tokoh PKI seperti D.N Aidit dan M.H. Lukman melarikan diri ke Tiongkok dan
Vietnam.
Muso terbunuh oleh pasukan pemerintahan Indonesia pada saat melakukan pelarian diri
Sementara itu Amir Syarifudin dapat ditangkap untuk kemudian dibawa ke Solo untuk
mempertanggung jawabkan segela perbuatannya di meja hijau. Amir Syarifuddin di jatuhi
hukuman mati pada tanggal 20 Desember 1948
GERAKAN 30 SEPTEMBER (PKI G30S/PKI)
GERAKAN 30 SEPTEMBER (PKI G30S/PKI)

Peristiwa G30S/PKI atau biasa disebut dengan Gerakan 30 September merupakan salah satu
peristiwa pemberontakan komunis yang terjadi pada bulan September sesudah beberapa tahun
Indonesia merdeka.
Peristiwa G30S PKI terjadi di malam hari tepatnya pada tanggal 30 September tahun 1965. Dalam
sebuah kudeta, setidaknya ada 7 perwira tinggi militer yang terbunuh dalam peristiwa tersebut.

Dipa Nusantara Aidit merupakan salah seorang dalam kebinet


Dwikora, sekaligus ketua Central Committee (CC) Partai Komunis
Indonesia. Dialah yang dianggap oleh pemerintah Orde baru,
bertanggung jawab atas gerakan 30 September 1965 (G 30 S PKI).
Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sejak itu pula
presiden Soekarno mengenalkan “Demokrasi Terpimpin”. Demokrasi
Terpimpin terpusat pada satu orang yaitu presiden Sekarno. PKI
menyambut “Demokrasi Terpimpin” dengan senang hati dan anggapan
bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu
antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
GERAKAN 30 SEPTEMBER (PKI G30S/PKI)

Usul pembentukan angkatan ke 5 diakui memang semakin memperkeruh


suasana terutama dalam hubungan antara PKI dan Angkatan Darat.
Bagi para petinggi militer gagasan ini bisa berarti pengukuhan aksi politik yang
sudah di rencanakan akan tetapi usulan ini akhirnya memang gagal
direalisasikan.
A.H Nasution dan Letnan Jenderal Ahmad Yani dari Angkatan darat menentang
keras penyusupan komunis dalam angkatan bersenjata
Oleh karena itu akhirnya PKI meniupkan isu dewan jendral di tubuh AD yang
tengah mempersiapkan suatu kudeta. Dan PKI memperkuat aksi fitnah
dengan menyodorkan “dokumen Gilchrist”

Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak
mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para
pemilik tanah.
Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani
berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah siapapun (milik negara = milik bersama).
GERAKAN 30 SEPTEMBER (PKI G30S/PKI)

Tepatnya tanggal 1 Oktober dini hari pasukan Cakrabirawa dibawah pimpinan letnan kolonel
Untung memulai aksinya dengan target melakukan aksi penculikan terhadap 7 jendral. Pasukan
Cakrabirawa bergerak dari lapangan udara menuju Jakarta selatan.
Ke Tujuh jenderal tersebut adalah Ahmad Yani. Mas Titodarmo Haryono, D.I Panjaitan yang
langsung dibunuh dirumah masing-masing
Sementara Soeprapto, Siswondo Parman dan Sutoyo ditangkap hidup-hidup kemudian disiksa
dan dibunuh oleh PKI, Satu target PKI lolos yaitu A.H Nasution beliau mampu melarikan diri ketika
segerombolan pasukan Cakrabirawa mengepung rumahnya, dia melompat pagar rumah dubes Irak
yang bersebelahan rumah.
Ajudan dan Putri bungsu dari A.H Nasution yang bernama Letnan Satu Pierre Tendean dan Ade
Irma Suryani serta seorang pembantu Letnan polisi benama Karel Sasuit Tubun juga menjadi
korban
Jenazah para korban lalu dimasukkan ke dalam sumur tua di daerah lubang buaya.
GERAKAN 30 SEPTEMBER (PKI G30S/PKI)

Jam 7 pagi, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang berasal dari Untung
yang merupakan Komandan Cakrabiwa. bahwa G30S PKI telah berhasil diambil alih di beberapa
lokasi stratergis Jakarta beserta anggota militer lainnya.
Untung memanifulasi bahwa gerakan tersebut dilakukan oleh Angkatan Darat yang didukung oleh
CIA yang bertujuan untuk melengserkan Soekarno.

Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat
dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali oleh satuan RPKAD (Resimen Para
Komando Angkatan Darat) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para
Kujang/328 Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri (pasukan berkuda).

Diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke
sana. Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah
komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pukul 12.00 siang,
seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI – AD.

Pada hari Minggu tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso
berhasil menguasai daerah Lubang Buaya
GERAKAN 30 SEPTEMBER (PKI G30S/PKI)
Atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI, tetapi beliau berhasil
melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD tersebut dibawah ke Lubang
Buaya.
Pada tanggal 3 Oktober 1965 ditemukan tempat para perwira yang terbunuh. Mayat para perwira
itu dimasukkan ke dalam sebuah sumur yang bergaris tengah ¾ meter dengan kedalaman kira–
kira 12 meter, yang kemudian dikenal dengan nama Sumur Lubang Buaya.
Pada tanggal 4 Oktober, penggalian Sumur Lubang Buaya dilanjutkan kembali yang disaksikan
pimpinan sementara TNI – AD Mayjen Soeharto.
Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut terlihat adanya kerusakan
fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa
kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat.
Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata. Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil
dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI – AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan
Revolusi
Pemerintah membangun monumen Pancasila Sakti untuk mengenang korban.
D A R U L I S L A M / T E N TA R A I S L A M I N D O N E S I A ( D I / T I I )

Darul Islam Atau Tentara Islam Indonesia adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 oleh
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya,
Jawa Barat.
Berdasarkan hasil perundingan Renville, pemerintah Indonesia harus menarik pasukanya dari kantor geriliya yang
berada dalam jangkauan garis demarkasi Van Mook.
Garis Demarkasi Van Mook merupakan batas wilayah Indonesia yang diduduki Belanda berdasarkan hasil Agresi
Militer I Belanda
Kesepakatan ini menyebabkan pemerintahan Republik Indonesia menarik pasukan Divisi Siliwangi yang berada di
Jawa Barat.
Akan tetapi laskar bersenjata Hizbullah dan Sabilillah yang telah berada di bawah pengaruh Kartosuwiryo tidak
bersedia pindah dan ingin membentuk Tentara Islam Indonesia (TII).
Meski awalnya ia memimpin perjuangan melawan Belanda dalam rangka menunjang perjuangan RI. Namun, akhirnya
perjuangan tersebut beralih menjadi perjuangan untuk merealisasikan cita-citanya. Kartosuwiryo tidak mau mengakui
tentara RI tersebut kecuali mereka mau bergabung dengan DI/TI.
Darul Islam (DI/TII)

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti melakukan pendekatan musyawarah yang di lakukan M.Natsir,
Namun tidak membawa hasil sehingga pemerintah RI terpaksa mengambil tindakan tegas dengan menerapkan
operasi militer yang di sebut Operasi Pagar Betis dan Operasi Baratayudha untuk menumpas gerakan DI/TII.

Operasi Pagar Betis dilakukan dengan melibatkan rakyat untuk mengepung tempat persembunyian gerombolan
DI/TII.
Disisi lain, operasi Barathayudha juga dilaksanakan TNI untuk menyerang basis-basis kekuatan gerombolan DI/TII.
Dan dijalankanlah taktik dan strategi baru yang disebut Perang Wilayah.

Pada tahun 1 April 1962 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan operasi “Pagar Betis (mengepung pasukan
DI/TII dengan mengepung dari seluruh penjuru)” dan operasi “Bratayudha (operasi penumpasan gerakan DI/TII
kartosuwirjo).
Pada tanggal 4 juni 1962, S.M.Kartosuwiryo beserta para pengikutnya berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di
Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat.
Sekarmadji Maridjan kartosoewiryo sempat mengajukan grasi kepada Presiden, tetapi di tolak. Akhirnya
S.M.Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati di hadapan regu tembak dari keempat angkatan bersenjata RI 16 Agustus
1962.
D a r u l I s l a m ( D I / T I I ) J a w a Te n g a h
Amir Fatah adalah komandan Laskar Hizbullah di daerah Tulangan, Siduardjo, dan Mojokerto di Jawa Timur pada
pertempuran 10 November 1945. Setelah perang kemerdekaan ia meninggalkan Jawa Timur dan bergabung dengan
Kartosuwiryo, Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN)
dibawah Letkol Sarbini.
Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-
Brebes telah terpengaruh oleh “orang-orang Kiri”, dan mengganggu perjuangan umat Islam. Amir Fatah beranggapan
bahwa pemerintah tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama ini
Untuk mencegah DI Amir Fatah agar tidak meluas ke daerah daerah lain di Jawa Tengah pemerintah memberikan
perintah penangkapan atas dirinya. Kemudian Panglima Divisi III Kolonel Gatot Subroto mengeluarkan siasat yang
bertujuan memisahkan DI Amir Fatah dengan DI Kartosuwiryo, menghancurkan sama sekali kekuatan bersenjatanya
dan membersihkan Darul Islam dan pimpinannya, maka terbentuklah Komando Operasi Gerakan Banteng Nasional
(GBN).
Pimpinan Operasi GBN yang pertama Letkol Sarbini, kemudian diganti oleh Letkkol M. Bachrun dan terakhir Letkokl A.
Yani. Dalam kemimpinan Letkol A. Yani untuk menumpas DI di Jawa Tengah maka dibentuk pasukan yang disebut
Banteng Raiders. Kemudian diadakan perubahan gerakan Banteng dari defensif menjadi ofensif. Gerakan menyerang
musuh dilanjutkan dengan fase pembersihan. Operasi tersebut telah berhasil membendung dan menghancurkan
exspansi DI, sehingga rakyat Jawa tengah terhindar dari bahaya kekacauan dan gangguan keamanan dari DI.
Darul Islam (DI/TII) Kalimantan Selatan
Pemicu pemberontakan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan ini adalah kegagalan para mantan pejuang
kemerdekaan asal Kalimantan Selatan untuk diterima di tentara Indonesia saat itu, APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat).
Kebanyakan bekas pejuang ini tidak bisa masuk tentara karena tidak bisa baca tulis, termasuk Ibnu Hadjar
sendiri.
Mereka juga kecewa dengan adanya bekas tentara KNIL (Tentara Hindia Belanda) di APRIS. Ibnu Hadjar
membentuk “Kesatuan Rakjat Jang Tertindas” (KRJT), dan menyerbu pos tentara di Kalimantan Selatan pada
bulan Oktober 1950.

Pemerintah Indonesia awalnya berupaya menyelesaikan dengan cara damai, namun Ibnu Hadjar yang sempat
tertangkap dan dilepaskan untuk membujuk pemberontak lain menyerah malah kabur dan meneruskan
pemberontakannya.
Pemberontakan ini berhasil dikalahkan dan Ibnu Hadjar menyerah pada Maret 1965, dan kemudian dijatuhi
Hukuman Mati.
Darul Islam (DI/TII) Aceh
Penurunan status Aceh dari daerah istmewa menjadi satu provinsi bagian dari provinsi sumatera utara hal
tersebut otomatis akan menurunkan jabatan Daud beureuh sebagai Gubernur Militer.
Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat
pemerintahan baik sipil maupun militer.
Daud Beureuh juga berhasil mempengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, Untuk beberapa waktu
lamanya Daud Beureuh dan pengikut- pengikutnya dapat mengusai sebagian besar daerah Aceh termasuk
sejumlah kota.

Upaya pemerintah dilakukan melalui jalan kooperatif antara lain dengan membuka dialog antara M Hatta
dengan kelompok daud Beureuh dan selanjutnya ditindak lanjuti dengan menyelenggarakan kerukunan Rakyat
Aceh pada tanggl 17-28 Desember 1962 Hasil keputusan dalam musyawarah tersebut dituangkan dalam
Keputusan Perdana Menteri RI No.1/ Misi/ 1959 tanggal 26 Mei 1959.
Kemudian, dilanjutkan dengan keputusan penguasa perang tanggal 7 April 1962, No.KPTS/ PEPERDA-061/ 3/
1962 tentang pelaksanaan ajaran Islam bagi pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh. Dan juga pemberian
amnesti kepada Daud Beureuh dengan catatan apabila Daud Beureuh bersedia untuk menyerahkan diri dan
kembali pada masyarakat Aceh.
Darul Islam (DI/TII) Sulawesi Selatan
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Kahar Muzakkar merupakan akibat
perbedaan cara pandang antara pemerintah dengan Kahar Muzakkar berkaitan dengan reorganisasi APRIS/TNI.
Sebagai pemimpin KGSS, Kahar Muzakkar pada awalnya menyarankan seluruh anggotanya untuk mendaftar ke
dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Namun, langkah itu berujung pada kekecewaan karena
banyak anggota KGSS yang ditolak menjadi anggota APRIS setelah dianggap tidak memenuhi syarat.

Tidak puas dengan kebijakan reorganisasi APRIS/TNI, Kahar Muzakkar melancarkan aksi pemberontakan. Aksi
pertama terjadi pada 1950 hingga 1952, sementara pemberontakan kedua berlangsung sejak 1953 hingga 1965.
Pada pemberontakan pertama, Kahar Muzakkar bersama kelompoknya menerapkan Pancasila sebagai ideologi
gerakannya. Selain itu, ia juga mengumpulkan massa untuk melakukan pemberontakan tahap kedua, yang beralih
menggunakan ideologi Islam atau yang disebut Revolusi Islam.
Kahar Muzakkar mengumumkan bahwa Sulawesi Selatan dan wilayah sekitarnya merupakan bagian dari Negara
Islam Indonesia. Untuk menindaklanjuti aksi pemberontakan itu, pemerintah pusat mengirimkan operasi militer ke
Sulawesi Selatan. Operasi militer yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menumpas pemberontakan DI/TII
Sulawesi Selatan adalah Operasi Bharatayudha. Butuh waktu lama bagi Operasi Bharatayudha untuk menyelesaikan
pemberontakan DI/TII, yakni sekitar 12 tahun. Pada akhirnya, Kahar Muzakkar berhasil ditembak mati, yang
menandai akhir pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.
A N G K ATA N P E R A N G R AT U A D I L ( A P R A )

Latar belakang pemberontakan APRA ini dipicu oleh adanya perpecahan dalam tubuh Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). perpecahan yang terjadi itu antara tentara pendukung
unitaris (TNI) dengan tentara pendukung federalis (KNIL/KL).
APRA sendiri dipimpin oleh Raymond Westerling (Prajurit Militer Belanda) dan memiliki 800
serdadu bekas KNIL. APRA memanfaatkan kepercayaan masyarakat Indonesia akan datangnya
pemimpin yang adil seperti yang dituliskan dalam kitab Jangka Jayabaya tentang datangang “Sang
Ratu Adil” dan Westerling pun menamai gerakan ini dengan Angkatan perang Ratu Adil”
Pemberontakan ini diawali westerling dengan memberikan Ultimatum kepada pemerintah RIS agar
kekuasaan militer negara pasundan diberikan kepada KNIL. Pada tanggal 23 januari 1950 APRA
melakukan serangan terhadap kota bandung dengan pasukan sejumlah 800 dari unsur KNIL dan
berhasil memasuki kota dan menguasai markas divisi Siliwangi. APRA membunuh setiap TNI yang
mereka jumpai di kota bandung.
Gerakan yang dipimpin oleh Raymond Westerling ini berhasil mengusai markas Staf Divisi
Siliwangi, sekaligus membunuh ratusan prajurit Divisi Siliwangi. Pada Januari 1950, Presiden RIS
Sukarno menunjuk Sulan Hamid sebagai menteri negara tanpa portofolio sekaligus koordinator tim
perumusan lambang negara.
A N G K ATA N P E R A N G R AT U A D I L ( A P R A )

Hamid membentuk Panitia Lencana Negara. Kemudian diadakanlah sayembara pembuatan


lambang negara. Dan dialah yang mendisain Burung garuda dan lambang- lambangnya. Namun
Hamid menjalin mufakat dengan Westerling karena ingin mempertahankan negara federal dan
kecewa dengan jabatannya yang hanya sebagai mentri tanpa portofolio
Di Jakarta kapten Westerling berencana menyerang gedung tempat diselenggarakanya sidang
Kabinet RIS.

APRA ingin semua menteri ditangkap, sedangkan Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono
IX, Sekretaris Jenderal Ali Budiardjo dan Kepala Staf Angkatan Perang PRIS (APRIS) Kolonel TB
Simatupang harus ditembak mati.
Sementara Drs. Moh. Hatta melakukan perundingan dengan Komisaris Tinggi Belanda untuk
mengatasi Westerling, akhirnya Mayor Jenderal Engels yang merupakan Komandan Tinggi Belanda
di Bandung, mendesak Westerling untuk meninggalkan Kota Bandung. Berkat hal itu, APRA pun
berhasil dilumpuhkan oleh pasukan APRIS.
Pada pertengahan februari 1950 kekuatan APRA tercerai berai dan hancur Sementara itu, sisa-sisa
kekuatan APRA berhasil di tumpas oleh APRIS.
ANDI AZIS

Peristiwa Andi Aziz berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan
pasukannya yang berasal dari KNIL (pasukan Belanda di
Indonesia) terhadap pemerintah Indonesia agar hanya mereka
yang dijadikan pasukan APRIS di Negara Indonesia Timur (NIT).

Ketika akhirnya tentara Indonesia benar-benar didatangkan ke


Sulawesi Selatan dengan tujuan memelihara keamanan, hal ini
menyulut ketidakpuasan di kalangan pasukan Andi Aziz. Ada
kekhawatiran dari kalangan tentara KNIL bahwa mereka akan
diperlakukan secara diskriminatif oleh pimpinan APRIS/TNI

Pasukan KNIL di bawah pimpinan Andi Aziz ini kemudian bereaksi dengan menduduki beberapa
tempat penting, bahkan menawan Panglima Teritorium (wilayah) Indonesia Timur, Pemerintah pun
bertindak tegas dengan mengirimkan pasukan dibawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang.
ANDI AZIS

8 April 1950, pemerintah memerintahkan Andi Aziz agar melapor ke Jakarta akibat peristiwa
tersebut, dan menarik pasukannya dari tempat-tempat yang telah diduduki, menyerahkan senjata
serta membebaskan tawanan yang telah mereka tangkap.

Tenggat waktu melapor adalah 4 x 24 jam. Namun Andi Aziz ternyata terlambat melapor,
sementara pasukannya telah berontak. Andi Aziz pun segera ditangkap di Jakarta setibanya ia ke
sana dari Makasar.
Ia juga kemudian mengakui bahwa aksi yang dilakukannya berawal dari rasa tidak puas terhadap
APRIS.
Andi Aziz dihadapkan ke pengadilan militer di Yogyakarta dan dijatuhi hukuman 15 tahun
penjara
8 Agustus 1950 pihak KNIL meminta untuk berunding. Perundingan dilakukan oleh A.E.
Kawilarang dari pihak APRIS dan Mayor Jenderal Scheffelaar dari pihak KNIL.
Hasilnya kedua belah pihak setuju menghentikan tembak-menembak Dalam waktu 2 hari
pasukan KNIL harus meninggalkan Makassar.
R E P U B L I K M A L U K U S E L ATA N ( R M S )
Didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, menimbulkan
respon dari masyarakat Maluku Selatan saat itu. Seorang mantan
jaksa agung Negara Indonesia Timur, Mr. Dr. Christian Robert
Soumokil, memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan
pada tanggal 25 April 1950.

Hal ini merupakan bentuk penolakan atas didirikannya NKRI, Soumokil tidak setuju dengan
penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam wilayah kekuasaan Republik
Indonesia. Dengan mendirikan Republik Maluku Selatan, Ia mencoba untuk melepas wilayah
Maluku Tengah dan NIT (Negara Indonesia Timur) dari Republik Indonesia Serikat.
Berdirinya Republik Maluku Selatan ini langsung menimbulkan respon pemerintah yang merasa
kehadiran RMS bisa jadi ancaman bagi keutuhan Republik Indoensia Serikat. Maka dari itu,
pemerintah langsung mengambil beberapa keputusan. Tindakan pemerintah yang pertama
dilakukan adalah dengan menempuh jalan damai.
Dr. J. Leimena dikirim oleh Pemerintah untuk menyampaikan permintaan berdamai kepada RMS,
tentunya membujuk agar tetap bergabung dengan NKRI. Tetapi, langkah pemerintah tersebut ditolak
oleh Soumokil. Akhirnya pemerintah melakukan penumpasan terhadap RMS.
R E P U B L I K M A L U K U S E L ATA N ( R M S )
Operasi militer dipimpin oleh kolonel A.E. Kawilarang selaku Panglima Tentara dan Teritorium
Indonesia Timur. Operasi militer terbagi dalam Operasi Senopati I yang berlangsung dari 14 Juli
1950 berhasil menguasai pos penting di Pulau Buru. 19 Juli 1950 pasukan APRIS berhasil
menguasai Seram.
28 September 1950 Ambon bagian utara berhasil dikuasai, Awal bulan Nopember 1950 Oprasi
Senopati II melakukan pembersihan sisa-sisa pengikut dan kekuatan RMS.

Oprasi Senopati II melibatkan Slamet Riyadi sebagai pemimpin serangan. Pasukan tetap berada di
bawah komando Kolonel A.E. Kawilarang. 4 Nopember 1950 Slamet Riyadi memerintah pasukan
Groep II Komando pasukan Maluku Selatan (KP Malsel) untuk menduduki benteng Victoria di
Kota Ambon
Dalam penyerangan ini Slamet Riyadi gugur. Oprasi Senopati II berhasil menguasai Ambon pada
1950. Para Pemberontak RMS kemudian melarikan diri ke Pulau Saparau, haruku dan Seram.
Mereka melanjutkan pemberontakan bergeriliya sampai akhirnya Soumokil tertangkap 3
Desember 1963.
Dalam sidang Mahkama Militer Angkatan Darat di Jakarta 24 April 1964 Soumokil di Jatuhi
Hukuman mati.
P E M E R I N TA H R E V O L U S I O N E R R E P U B L I K I N D O N E S I A
(PRRI)
Pemerintah Revolusioner Republik indonesia (PRRI) dideklarasikan pada tanggal 15 Februari
1958 oleh Letkol Ahmad Husain di Padang Sumatera Barat.
Pemberontakan ini dilatarbelakangi adanya kecemburuan pemerintah di daerah terhadap
pemerintah pusat.
Pada masa Presiden Soekarno, pemerintah pusat melakukan pembangunan besar-besaran.

Akan tetapi pembangunan tersebut terkesan mengabaikan pembangunan daerah-daerah lain.


Pemerintah tidak melakukan pembangunan di daerah sebagaimana pembangunan di Jakarta.

Syafaruddin Prawiranegara menyatakan pembentukan PRRI berujuan mengingatkan Presiden


Soekarno agar kembali kenegara hukum serta meminta Presiden Soekarno tidak mengikut
sertakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam pemernitah.

PRRI menuntut Presiden Soekarno untuk kembali menaati UUDS 1950, Tujuan digunakan
pemimpin PRRI untuk memperoleh simpati dan dukungan masyarakat.
Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dimulai dengan
pembentukan dewan-dewan daerah.
P E M E R I N TA H R E V O L U S I O N E R R E P U B L I K I N D O N E S I A
(PRRI)

Beberapa dewan daerah yang terbentuk yaitu dewan Banteng di Sumatera Barat yang dipimpin oleh
Letkol Ahmad Husain, Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin oleh M. Simbolon, Dewan
Garuda di Sumatera Slatan dipimpin oleh Letkol Barlian serta Dewan Manguni di Sulawesi Utara
dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
10 Februari 1958 Letkol Ahmad Husain mengeluarkan ultimatum agar Kabinet Djuanda mundur.
Pemerintah pusat tidak menanggapi ultimatum terbsebut. Oleh karena itu lima hari kemudian yaitu
pada tanggal 15 Februari Letkol Ahmad Husain memproklamasikan berdirinya Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Bukit Tinggi.

16 Februari 1958 Syafruddin Prawiranegara selaku perdana menteri PRRI mengambil sumpah
menteri PRRI, Pada saat bersamaan Presiden Soekarno baru saja pulang dari kunjungan keluar
negeri mendapat lamporan dari perdana menteri Djuanda dan KSAD Jenderal A.H. Nasution terkait
pemberontakan PRRI.
Presiden Soekarno kemudian mengadakan pertemuan dengan wakil Presiden Moh.Hata mengenai
pembentukan Dewan Nasional. Akan tetapi usulan Presiden Soekarno ditolak Moh. Hatta. Presiden
Soekarno akhirnya mengeluarkan perintah penangkapan Syafaruddin Prawiranegara dan pendukung
PRRI.
P E M E R I N TA H R E V O L U S I O N E R R E P U B L I K I N D O N E S I A
(PRRI)

Penumpasan PRRI dilakukan untuk memulihkan stabilitas negara Pada 18 Februari 1958 sidang
kabinet yang diadakan Dewan Menteri memutuskan memberi kuasa kepada Kepala Staf Angkatan
Darat (KSAD) Jenderal A. H. Nasution untuk menumpas pemberontakan PRRI.
Pemerintah dan KSAD memutuskan melakukan Operasi Militer yang di bagi menjadi Operasi Tegas,
Operasi 17 Agustus, Operasi Saptamarga, Operasi Sadar, dan Operasi Merdeka.
Operasi ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Yani di bawah pantauan Jenderal A.H. Nasution.

Operasi pertama kali dilakukan pada tanggal 14 Maret 1958 dan ditujukan ke pekanbaru untuk
mengamankan sumber-sumber minyak. Operasi militer kemudian dikembangkan ke Pusat
Pertahanan PRRI di padang dan bukit
tinggi.
TNI dapat merebut Kota Medan tanggal 17 Maret 1958 dan sebulan kemudian kota padang berhasil
dikuasai. Selanjutnya tanggal 5 Mei 1958 Bukit tinggi berhasil direbut kembali.
P E R M E S TA

Pada dekade 1950an kondisi politik di Indonesia tidak stabil. Kabinet parlementer silih berganti
tidak memberikan harapan besar bagi perbaikan nasib rakyat di daerah. Beberapa daerah di
Sumatera dan Sulawesi merasa tidak puas dengan pembagian alokasi biaya pembangunan dari
pemerintah pusat. Sikap ini di dukung oleh beberapa panglima militer. Gerakan Permesta
menginginkan adanya perhatian pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah

Pada tanggal 2 Maret 1957 Panglima Tentara dan Territorium VII Letkol Ventje Sumual
memproklamasikan Piagam Perjoangan Rakyat Semesta (Permesta) di Makassar. Piagam tersebut
di tanda tangani oleh 51 Tokoh. Wilayah gerakannya meliputi Sulawesi, Nusa Tenggara dan
Maluku. Untuk memperlancar gerakan tersebut daerah Indonesia bagian Timur dinyatakan dalam
bahaya.
Pada waktu bersamaan pemerintah pusat mengumumkan pemecatan Letkol H.N. Ventje Sumual,
Mayor D.J Somba dan para pengikutnya dari Angkatan Darat. Saat itu pula para pelajar,
mahasiswa, pemuda dan mantan perwira KNIL mendaftarkan diri untuk menjadi pasukan dalam
Angkatan Perang Permasta. Pasukan Permesta melanjutkan pemberontakan dengan cara
bergriliya.
P E R M E S TA

Penumpasan pemberontakan Permesta dilakukan pemerintah dengan melancarkan operasi gabungan.


Operasi tersebut terdiri atas Operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat dan
Operasi Saptamarga I yang di pimpin oleh Letkol Soemarsono dengan Sulawesi Utara bagian Tengah
sebagai sasaran operasi.
Pada Maret 1958 daerah Palu dan Donggala berhasil direbut oleh Angkatan Perang Republik Indonesia
dan pasukan Mobile Brigade di bawah pimpinan Kapten Frans Karangan. Semua operasi militer yang di
lancarkan tersebut di bawah komando Pemerintah Pusat melalui KSAD Mayor Jenderal A.H. Nasution
Tahun 1960 pihak Permesta menyatakan kesediananya berunding dengan pemerintah pusat. Dalam
perundingan tersebut Pemesta diwakili Panglima Besar Angkatan Perang Permesta Mayor Jenderal
Alexander Evert Kawilarang. Pemerintah pusat diwakili oleh Kepala Staf Angkatan Darat Nicolas
Bondan. Perundingan tersebut mencapai sebuah kesepakatan bahwa pasukan Permesta akan
membantu TNI menghadapi gerakan komunis di Pulau Jawa.

Pada tahun 1961 pemerintah pusat melalui Keppres 322/1961 membuat amnesti dan abolisi bagi
orang-orang yang terlibat PRRI dan Permesta. Keputusan terbsebut menyebabkan banyak angota
Permesta keluar dari hutan untuk mendapat Amnesti dan Abolisi. Tokoh tersebut antar lain Kolonel D.J.
Somba, Mayor Jenderal A.E. Kawilarang, Kolonel Dolf Runturambi, Kolonel Petit Muharto Kartodirdjo,
dan Kolonel Ventje Sumual. Pada tahun itu juga Permesta dinyatakan bubar
N E G A R A B F O ( Bijeenkomst Voor Federal Overleg)

Pembentukan Bijeenkomst Voor Federal Overleg berawal dari usaha Van Mook untuk kembali menegakkan
kekuasaan Belanda di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut Van Mook membentuk pemerintah Federal
Sementara sebagai pengganti pemerintah Hindia-Belanda.
Pada Juli 1948 negara-negara federal bentukan Van Mook mengadakan rapat di kota Bandung. Negara – negara
federal menyebut rapat yang mereka adakan dengan sebutan Bijeenkomst Voor Federal Overleg / BFO
(pertemuan untuk musyawarah federal)
Dalam pembentukan BFO memunculkan dua golongan, golongan pertama golongan federalis yang berusaha
mempertahankan bentuk federal sedangkan golongan kedua adalah golongan unitaris yang menginginkan bentuk
kesatuan.
Pembentukan BFO berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa Indonesia. Sejak pembentukannya, BFO terpecah
menjadi dua kubu, yaitu kubu yang pro-Belanda dan kubu yang pro-Indonesia.
Kubu pro-Indonesia menolak kerjasama dengan Belanda dan memilih bekerjasama dengan Republik Indonesia.
Kubu ini dipelopori oleh Ide Anak Agung Gede Agung (Negara Indonesia Timur), R.T Adil puradiredja dan R.T
Djumhana (Negara Pasundan)
N E G A R A B F O ( Bijeenkomst Voor Federal Overleg)

Sementara itu kubu pro Belanda ingin mempertahankan kerjasama BFO dengan Belanda. Kubu ini di pimpin oleh
Sultan Hamid II (Pontianak) dan dr. T.Mansur (Sumatra Timur).
Berdasarkan hasil KMB Indonesia berbentuk Republik Indonesia Serikat yang terdiri atas Republik Indonesia dan
Negara-Negara BFO. Sebagai sebuah negara RIS membentuk Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS)
sebagian pasukan militer terdiri dari TNI dan KNIL.
TNI dan KNIL enggan bekerjasama karena merupakan bekas musuh pada masa revolusi kemerdekaan. Pergolakan
yang terjadi pada negara-negara bagian RIS tidak hanya mengarah kepada disitegrasi bangsa, tetapi justru
menimbulkan dampak positif.

Beberapa negara bagian dari BFO yang menjadi bagain negara RIS merasa tidak puas terhadap pemerintahan RIS
yang berbentuk federal ditambah lagi Belanda melakukan Agresi Militer II nya.
Sehingga munculah rasa simpati dari Negara-negara BFO terhadap Republik Indonesia kemudian mereka
menginginkan bergabung kembali dengan Republik Indonesia. Rakyat merasa mereka masih dalam penjajahan
Belanda, oleh karena itu mereka menginginkan RIS dibubarkan dan semua negara bagian bersatu dalam NKRI.
T E L A D A N T O K O H P E R S AT U A N B A N G S A

Frans Kaisepo
Frans Kaisepo merupakan tokoh dari Papua yang memperjuangkan integrasi Indonesia. Frans Kaisepo
mengagaskan berdirinya Partai Indonesia Merdeka (PIM) di Biak. Ia juga terlibat dalam Konfrensi Malino di
Sulawesi Selatan. Konfrensi tersebut membicarakan pembentukan Negara Indonesia Timur. Frans Kaisiepo
menentang integrasi papua ke dalam NIT. Ia juga mengusulkan mengganti nama papua atau Nederlands Nieuwe
Guinea dengan kata Irian.

Kata Irian merupakan akronim dari Ikut Republik Indonesia Anti Netherlands. Pada 1948 Frans ikut berperan
dalam pemberontakan rakyat Biak melawan Kolonial Belanda. Frans terus memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia di tanah Papua. Karena perlawanan nya Frans di penjarakan oleh
Belanda adri taaun 1954 hingga 1961. setelah bebas di tahun 1961 Frans membentuk Partai Irian Sebagian
Indonesia (ISI) yang bertujuan untuk menuntut penyatuan Papua dengan Republik Indonesia. tuntutan tersebut
ditunjukan dengan membantu perjuangan pembebasan Irian Barat. Upaya Frans Kaisiepo tersebut akhirnya
membuahkan hasil papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
T E L A D A N T O K O H P E R S AT U A N B A N G S A

Silas Papare
Silas Papare pernah menjadi pegawai Belanda. Akan tetapi setelah Indonesia merdeka Silas Papare mengadakan
perlawanan terhadap Belanda. Pada September 1945 Silas Papare membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM).
KIM bertujuan menghimpun kekuatan dan mengatur gerak langkah perjuangan dalam mempertahankan
proklamasi. Pada Desember 1945 Silas Papare ditangkap dan di penjara di Jayapura karena dianggap
mempengaruhi Batalion Papua untuk melancarkan pemberontakan terhadap Belanda.

Setelah bebas dari penjara, Silas papare membentuk Partai Kemerdekaan Irian Indonesia (PKII). Tindakan ini
mendapat respon negative dari Belanda. Silas Papare pun di tangkap dan kembali dipenjara di Biak. Setelah
keluar dari penjara Silas Papare diminta pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta. Oktober 1949 ia
mendirikan Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta. Pendirian badan perjuangan tersebut dalam rangka
membantu pemerintah Republik Indoenesia untuk membebaskan Irian Barat. Pada tahun 1962 Silas Papare
mewakili Irian Barat sebagai anggota deligasi Indonesia dalam perundingan New York antara Indonesia dan
Belanda mengenai penyelesaian Papua. Belanda akhirnya menyetujui integrasi Papua ke Indonesia berdasarkan
hasil perundingan tersebut.
T E L A D A N T O K O H P E R S AT U A N B A N G S A

Marthen indey
Marthen Indey merupakan tokoh yang menginginkan integrasi Papua menjadi bagian Indonesia. Marthen Indey
bekerja sebagai pengawas tahanan di Digul. Di tempat itulah dia berkenalan dengan Sugoro Atmoprasojo, seorang
guru Taman Siswa. Ia dan temannya sempat merencanakan perlawanan melalui Partai Indonesai Merdeka (PIM).
Dalam partai marthen Indey terpilih menjadi ketua.

Marthen Indey memimpin aksi protes dan di dukung 12 kepala suku di Papua. Aksi protes dilakukan untuk
menolak rencana pemisahan Papua dari wilayah Indonesia. MArthen Indey juga membujuk orang Belanda untuk
melakukan perlawanan terhadap Belanda. Akibatnya ia ditangkap dan di penjara. Setelah keluar penjara, pada
masa perjuangan Trikora 1962, ia membantu TNI melalkukan penyusupan ke Iriab Barat.

Saat Trikora berakhir, Marthen Bersama E.Y. Bonay meminta PBB di New York segera mengabungkan Irian Barat
ke wilayah Republik Indoensia.
T E L A D A N T O K O H P E R S AT U A N B A N G S A

Sri Sultan Hamengku Buwono IX


Memiliki nama kecil Dorodjatun dan dinobatkan sebagai raja Ngayogyakarta Hadiningrat pada tanggal 8 Maret
1940. Kesultanan Yogyakarta banyak mengalami perubahan. Pada September 1945 ia menyatakan bahwa
Kesultanan Yogyakarta merupakan bagian dari Republik Indonesia.
Sikap proIndonesia kembali di tunjukan ketika terjadi Agresi Militer Belanda. Sri Sultan Hamengku Buwono IX
rela memberikan jaminan keamanan atas penyelenggaraan pmerintah Indonesia di Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX pernah menolak tawaran Belanda menjadi raja seluruh JAwa pasca Agresi Militer
II.
Belanda berusaha mempengaruhinya akan tetapi semangat Nasionalisme Sri Sultan Hamengku Buwono IX tetap
berdiri dibelakang Indonesia dan menolak disintegrasi Yogyakarta dari Indonesia.
T E L A D A N T O K O H P E R S AT U A N B A N G S A

Sultan Syarif Kasi II


Sultan Syarif Kasi II merupakan Raja Siak Indrapura, Riau. Ketika berita Proklamasi tersebar, ia segera mengirim
surat kepada Soekarno dan menyatakan dukungan dan kesetiaanya terhadap Indonesia. Dukungan ditunjukan
dengan menyerahkan harta 13 juta gulden untuk membantu perjuangan Indonesia.
ia juga membentuk Komite Nasional Indonesia di Siak. Ia juga mengibarkan bendera merah putih di istanan
Kesultanan Siak dan mengajak raja-raja Sumatra Timur untuk turut memihak Indonesia.
Pada masa revolusi Kemererdekaan, Sultah Syarif Kasim II aktif menyuplai makanan dan kembali
menyumbangkan hartanyauntuk perjuangan pemerintah Indonesia di Yogyakarta.
Belanda menawarinya sebagai “Sultan Boneka” tetapi ia tetap memilih bergabung dengan Republik Indonesia.
T E L A D A N T O K O H P E R S AT U A N B A N G S A

Opu Daeng Risaju


Opu Daeng Risaju memiliki nama kecil Famajjah merupakan keturunan bangsawan Kerajaan Luwu Sulawesi
Selatan. Ia memiliki semangat yang tinggi sehingga dia dapat menulis dan membaca secara Otodidak.
Perjuangan Opu Daeng Risaju dimulai ketika bergabung dengan Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) dan terpilih
menjadi ketua PSII Palopo tahun 1930. Sejak itu ia aktif berjuangan melawan kolonialisme Belanda.
Setelah Indonesia merdeka perjuangan Opu Daeng Risaju terus berlanjut. Pada tahun 1946 Opu Daeng Risaju
beserta pemuda Republik melakukan serangan terhadap NICA.
Akan tetapi sebulan kemudian tentara NICA melakukan serangan balik dan beberapa bulan kemudian Opu Daeng
Risaju di tangkap di Latonro dan di paksa berjalan kaki sejumlah 40 Km menuju Watamone. Karena mengalami
penyiksaaan Opu Daeng Risaju menjadi tuli seumur hidup. Opu Daeng Risaju meninggal saat berusia 84 Tahun

Anda mungkin juga menyukai