Dalam kurun waktu 1950-1959 pemerintah pada masa demokrasi Liberal telah
memberikan kesempatan pada PKI untuk mengadakan rehabilitasi, walaupun
sebelumnya partai komunis tersebut telah melakukan pemberontakan PKI Madiun.
D.N. Aidit selaku tokoh PKI kembali ke Indonesia dengan konsep baru yang dikenal
dengan “Jalan Demokrasi Rakyat Bagi Indonesia”.
Posisi PKI semakin mantap berkat agitasi dan propaganda D.N.Aidit yang intensif,
sehingga PKI berhasil termasuk dalam salah satu empat partai besar yang terpilih
dalam pemilu 1955, meskipun tidak berhasil duduk dalam kabinet yang terbentuk
pada waktu itu (Kabinet Ali Sastroamijoyo II).
Dalam pidato Presiden yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, Presiden
menjadikan pidato tersebut dirumuskan menjadi Garis–garis Besar Haluan Negara
(GBHN), kesempatan ini dimanfaatkan oleh D.N Aidit yang duduk dalam panitia
kerja DPA untuk memasukkan program – program PKI ke dalam GBHN yang
kemudian dikenal sebagai Manifesto Politik (Manipol) Republik Indonesia.
Dimulai pada 26 Maret 1964. Aksi ini dilakukan oleh BTI (Barisan Tani Indonesia)
terhadap para petani Indonesia, BTI melakukan hasutan diantara para petani
sehingga terjadi konflik yang melibatkan 1000 orang petani, selain itu juga
melakukan pembabatan padi milik seorang petani secara paksa. Aksi tersebut
dilakukan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Utara (aksi BTI di
Sumatera utara dikenal dengan Bandar Betsy).
b. Teror
Pada tanggal 13 Januari 1965 PKI melakukan penyerbuan terhadap para aktivis
Pelajar Islam Indonesia (PII). Pada kesempatan itu PKI melakukan pemukulan dan
penganiayaan terhadap para kiai, santri-santrinya dan imam masjid serta merusak
rumah ibadah, bahkan menginjak-injak kitab suci Al Qur’an.
c. Perusakan
Agitasi dan propaganda dilakukan melalui penguasaan unsur-usur pers, yaitu Kantor
Berita Antara dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Selanjutnya adalah
melakukan pidato tokoh-tokoh PKI disegala forum kegiatan pemerintahan dan non
pemerintahan. Hal ini bertujuan untuk memotivasi solidaritas kaum komunis dan
para simpatisannya.
e. Isu
PKI melancarkan isu “Dewan Jenderal” yang anggotanya adalah sejumlah Jenderal
TNI AD, yaitu A.H.Nasution, A.Yani, Soeprapto, S.Parman, Haryono M.T., Sutojo S.,
D.I.Pandjaitan, dan Soekendro. Isi isu “Dewan Jendral“ tersebut antara lain :
2. Dewan Jenderal mempunyai tugas menilai kebijakan Presiden. Dengan isu ini
dibangun kesan bahwa TNI tidak dapat dijamin loyalitasnya kepada Presiden.
Selain isu “Dewan Jenderal” tersebut, PKI juga melancarkan isu “Dokumen
Gilchrist”. Wacana yang dibangun dalam isu ini adalah seolah-olah ada kerjasama
antara unsur-unsur TNI AD dengan pihak Amerika dan Inggris yang pada waktu itu
dikategorikan sebagai kekuatan Nekolim.
1. Persiapan
Sasaran pasukan bima sakti adalah objek-objek vital seperti gedung studio
RRI Jakarta, gedung telekomunikasi, dan daerah – daerah penting di sekitar
lapangan Monumen Nasional.
2. Aksi
Setelah langkah Persiapan selesai, pada malam hari 30 September 1965 menjelang
dini hari 1 Oktober 1965 PKI melakukan penculikan, penyiksaan dan pembunuhan
terhadap “Dewan Jenderal”. Mereka berhasil membunuh dan menculik enam
perwira tinggi Angkatan Darat. Enam perwira Angkatan Darat korban keganasan PKI
tersebut ialah
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani,
Setelah berhasil membunuh beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai dua
sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor
Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI
menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada
para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta
terhadap pemerintah. Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang
diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel
Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala
Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965.
Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan
Dewan Revolusi.
Penumpasan G 30 S PKI
Langkah penumpasan PKI diimpin oleh Mayjen Soeharto. Langkah yang ditempuh
antara lain :
1. Melakukan mengkonsolidasi dan menggerakkan personil Markas Kostrad dan
satuan – satuan lain
1. Pembubaran PKI
Pada sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden selaku mandataris MPRS diminta
oleh MPRS untuk memberikan pertanggungjawaban mengenai kebijakan yang telah
dilakukan, khususnya mengenai masalah yang menyangkut peristiwa G 30 S/PKI.
Presiden memberi nama pidato pertanggungjawabannya itu NAWAKSARA yang
artinya Sembilan pokok masalah. Akan tetapi masalah nasional mengenai G 30
S/PKI sama sekali tidak diungkit, sehingga pertanggungjawaban Presiden dianggap
tidak lengkap.
Pada tanggal 23 Februari 1967 di Istana Negara Jakarta dengan disaksikan oleh
Ketua Presidium Kabinet Ampera dan para Menteri, Presiden/Mandataris
MPR/Panglima Tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan kekuasaannya
kepada pengemban Ketetapan MPRS No.IX/MPRS/1966 Jenderal Soeharto. Dengan
demikian maka berakhirlah periode pemerintahan Orde Lama yang dipimpin oleh
Presiden Soekarno dan dimulailah periode pemerintahan Orde Baru pimpinan
Presiden Soeharto.
Tujuan Orba adalah pemurnian kembali kepada pemurnian Pancasila dan UUD
1945.
http://caritauapasaja.blogspot.sg/2014/02/gerakan-30-september-pki-g-30-spki.html
Ini daftar lengkap pasukan TNI yang disusupi PKI & G30S
Orang-orang Komunis menyebutnya para perwira berpikiran progresif revolusioner.
Mereka lah para tentara yang berhasil direkrut oleh PKI untuk mendukung Gerakan
30 September.
Adalah Ketua Biro Chusus PKI Sjam Kamaruzaman yang memiliki tanggung jawab
untuk itu. Sjam mengaku kekuatan tentara yang dibina PKI sudah cukup kuat untuk
mengadakan gerakan di Jakarta. Sedangkan di daerah akan ikut begitu di Jakarta
meletup.
Berikut rinciannya:
Total prajurit militer sekitar 2.130 orang ditambah kekuatan sipil dan ormas
pendukung lain menjadi sekitar 4.130 orang.
Untuk Batalyon 530 harus dicatat bahwa mereka berhasil langsung diajak
kembali bergabung oleh Soeharto. Bahkan Yon 530 langsung diajak ikut
menumpas pasukan G30S. Sementara Yon 454 yang akhirnya bergerak ke
Halim, juga jumlahnya makin menyusut dan memilih meninggalkan komandan
batalyon dan wakilnya. Sehingga kekuatan ini tidaklah sebesar di atas kertas.
"Jumlah pasukan yang ikut gerakan ini sangat kecil. Kodam Jaya punya 60.000
prajurit, 20 kali lebih banyak dari pasukan yang ikut G30S. Masih ditambah dengan
pasukan RPKAD dan Kodam Siliwangi di Bandung yang hanya berjarak tujuh jam
berkendara dari Jakarta."
John Roosa juga menilai hanya segelintir pasukan yang mau diajak komandannya
ikut gerakan tersebut. Kolonel Latief misalnya, sebagai Komandan Brigade dia
punya pasukan tiga batalyon atau sekitar 2.000 orang. Nyatanya hanya 60 orang
yang ikut gerakan ini.
"Begitu juga Letkol Untung. Dari 500 anggota Yon I Tjakrabirawa, hanya 60-70 orang
yang ikut memberontak," kata sejarawan Petrik Matanasi kepada merdeka.com.
Seperti kata salah satu tokoh G30S, Brigjen Soepardjo, Biro Khusus PKI nyatanya
memang hanya omong besar. Mereka mengklaim kalau komandan batalyon berhasil
didekati, maka dianggapnya seluruh pasukan akan ikut. Padahal kenyataannya tidak
demikian.
Selain para penculik, para tentara yang disiagakan di Monas juga bingung mau
berbuat apa. Koordinasi tak berjalan dengan mulus. Gara-gara tak makan seharian,
mudah saja mereka diajak Letjen Soeharto untuk bergabung dan balik memukul
G30S.
Maka gerakan ini nyaris tak berhasil menjalankan misinya selain menculik 7
jenderal. Dalam waktu 24 jam seluruh komando bubar tak beraturan.
Gerakan gagal ini memberi angin bagi kekuatan antikomunis untuk terus bergerak.
Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat Kolonel Sarwo Edhie Wibowo
mencatat sekitar 3 juta orang yang diduga terlibat komunis tewas dalam operasi
militer. [ian]
https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-daftar-lengkap-pasukan-tni-yang-disusupi-pki-
g30s.html
Seperti yang tertulis di press realase, Organisasi GBN ini dibentuk oleh masyarakat DIY
sebagai salah satu wujud sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai atas kecintaannya
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Selain itu juga untuk menjamin kelangsungan hidup WNI dalam berbangsa dan
bernegara. Khususnya dalam mengamankan ideologi negara yakni Pancasila dan NKRI dari
ancaman ideologi komunis dan ideologi non Pancasila lainnya.
Dalam press realase juga diceritakan tentang bagaimana perkembangan ideologi komunis dari
masa ke masa yang mana saat itu negara Indonesia telah mengalami beberapa kali fase
pemberontakan Komunisme sejak zaman penjajahan Belanda tahun 1926, Peristiwa Tiga
Daerah tahun 1945, Pemberontakan Cirebon tahun 1946 serta Peristiwa Madiun tahun 1948
dan terakhir pada era pemerintahan Soekarno (1965). Pada pemberontakan G30S PKI 1965
tidak sedikit rakyat Indonesia yang menjadi korban keganasan PKI sehingga menimbulkan
rasa traumatik yang luar biasa.
Namun, sejarah dan dinamika sosial politik Indonesia terus berubah, dan PKI (Partai
Komunis Indonesia) telah dibubarkan melalui supersemar (surat perintah 11 maret) dan
dikuatkan pula oleh Ketetapan MPRS no 25/1966 dan lebih dikuatkan lagi dengan UU no 27
Tahun 1999. Akan tetapi bagi para penggiat Komunisme, PKI tidak pernah mati dan tidak
pernah pula bubarkan oleh para pendirinya. Sebagaimana pesan DN Aidit, Sudisman serta
para tokoh PKI yang lain.
Berbagai gejala kebangkitan PKI bisa dilihat dari maraknya atribut dengan lambang PKI di
berbagai wilayah Indonesia, buku-buku yang mengajarkan komunisme, simposium nasional
yang membela PKI, Festival Sastra yang menyanyikan lagu genjer-genjer dan membela PKI,
serta munculnya petisi penghancuran monument Pancasila Sakti Lubang Buaya yang
dipimpin oleh Shinta Miranda (anak tokoh Gerwani PKI) di Taman Ismail Marzuki pada
awal Mei 2016 lalu.
Kondisi yang demikian membuat warga DIY khususnya yang tergabung dalam Front Anti
Komunis Indonesia (FAKI) khawatir dan meningkatkan kewaspadaan, sehingga meleburkan
diri dengan GBN sebuah organisasi massa yang berpusat di Jakarta.
FAKI sendiri di Yogyakarta, merupakan komunitas aktifis anti Komunis yang terdiri dari
para relawan yang memiliki kesamaan visi untuk membendung bangkitnya ideologi komunis
di wilayah DIY. FAKI juga kerap menggalang gelar pasukan dan pawai massa akbar anti
komunis, untuk mengingatkan masyarakat tentang Bahaya PKI pada perayaan hari peringatan
Pemberontakan G30S/PKI, setiap tahun.
Kini FAKI yang sudah meleburkan diri menjadi GBN melihat perkembangan situasi dan
kondisi sosial masyarakat saat ini sudah mulai masuk taraf mengkhawatirkan dimana para
aktifis Komunis yang sudah tidak lagi berbaju PKI diketahui telah masuk dan menyusup ke
dalam lini kehidupan masyarakat Indonesia secara luas.
“Mereka ada di DPR RI (Pusat), di DPRD Provinsi Kabupaten dan Kota. Beberapa diantara
yang terindikasi Komunis itu menjadi pejabat publik; ada yang menjadi Gubernur, Bupati,
Walikota dan lain-lain.” Seperti yang tertulis dalam press realasenya.
Mereka juga mencurigai hilangnya Film Tragedi G30S/PKI dari peredaran dan munculnya
Film-film seperti Gadis berkalung Sorban, Senyap, Jagal, dan Pulau Buru Tanah Air Beta
yang kental sekali aroma kirinya/Komunis merupakan cara PKI membalikkan fakta sekaligus
mem-brainwash wawasan generasi muda tentang sejarah kelam yang terjadi di tahun 65.
http://www.zonasatu.co.id/2016/10/gbn-yogyakarta-pki-sudah-menyusup-ke.html?m=0
Mewaspadai Petualangan Komunis dan Ideologinya di Indonesia
Umum
Letjen Soeharto
Tak terasa sudah 47 tahun bangsa ini mengenang tragedi kemanusiaan yang
memakan korban jutaan jiwa manusia dimana peristiwa tersebut di awali dari
terbunuhnya para jenderal TNI AD pada tanggal 30 September (G30S) 1965
yang kemudian di ikuti dengan pembunuhan massal di berbagai daerah
sebagai proses mengambil alih kekuasaan yang dilakukan oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI). Suatu pengkhianatan yang amat sangat
menyakitkan bagi bangsa Indonesia pada waktu itu dimana rakyat Indonesia
tidak sedikit yang menjadi korban keganasan PKI dan simpatisannya.
Peristiwa dimana para jenderal TNI AD terbunuh oleh kelompok petualang
kontra revolusi kemudian dikenal dengan nama G30S/PKI.
Setiap isi bukunya diusahakan sedetil mungkin layaknya buku cerita (novel)
yang penuh dengan sisi drama dan intrik. Tapi dari semua cerita yang
dikemukakan tidak ada satupun yang bersifat otentik dan dapat melepaskan
mereka dari keterlibatan G30S/PKI. Sebaliknya, tentang keterlibatan
Soeharto pada masa itu hingga saat ini belum bisa di buktikan secara data
dan fakta, cerita yang diungkapkanpun juga cenderung berlebihan dan dikait
- kaitkan, seperti jabatan Pangkostrad yang dimiliki oleh Mayjen Soeharto
pada waktu itu dimana mereka selalu mengkisahkan Pangkostrad Mayjen
Soeharto memiliki pasukan terbesar di angkatan darat (AD) sehingga dengan
jabatan seperti itu Mayjen Soeharto di tuduh memiliki "power" untuk
menggerakkan semua prajurit AD guna melakukan kudeta terhadap
Soekarno. Pada kenyataannya jabatan Pangkostrad pada saat itu tidak
memiliki pasukan seperti yang di tuduhkan oleh eks -PKI (Tapol/Napol).
Meskipun Mayjen Soeharto telah berhasil mengkondisikan AD dan segera
menguasai keadaan itu tak lain karena kecekatannya dalam membaca
situasi, disamping itu pengalamannya sebagai Panglima Mandala saat
Trikora juga telah membuat dirinya yakin dengan kemampuannya sendiri
untuk kembali menghimpun pasukan yang telah terpecah - pecah. Ketika PKI
melakukan usaha kudeta dengan membunuh sejumlah pimpinan AD, tidak
sedikit pasukan TNI yang bertingkah seperti ayam kehilangan induknya, dan
agar tidak semakin liar maka dengan segala kepercayaan dirinya Mayjen
Soeharto mengambil alih pimpinan AD. Karena didalam lingkungan TN I
terdapat suatu sistem yang mengikat (rantai komando) yang wajib ditaati
prajurit, usaha Mayjen Soeharto untuk menyatukan seluruh pasukan AD
yang terpecah dapat dilakukan dengan cepat kecuali bagi pasukan yang
membangkang (insubordinasi) maka Mayjen Soeharto menjadikan mereka
sebagai musuh.
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah salah satu partai yang pernah ada di
Indonesia dan berhaluan komunis. Didirikan pada tahun 1914 oleh tokoh
sosialis Belanda bernama Henk Sneevliet dengan nama awal partainya
yaitu Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) yang artinya
Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda. Lambat laun seiring dengan
semakin bertambahnya pengikut ISDV lama – lama partai ini menjadi
gerakan yang bersifat radikal sehingga kerap melakukan tindakan yang
bersifat melawan pemerintahannya sendiri (Belanda). Pada tahun 1924 Hank
Sneevliet kemudian merubah nama ISDV menjadi Partai Komunis di
Indonesia (PKI).
Tahun 1926, PKI yang sudah merasa memiliki performance dan didukung
massa yang powerfull semakin berani melakukan tindakan – tindakan fisik
hingga berujung pada pemberontakan melawan pemerintahan sah Belanda.
Akan tetapi Belanda masih cukuplah kuat dan berhasil menghancurkan sel –
sel pemberontakan yang di lakukan oleh PKI dan menjadikan PKI sebagai
partai terlarang. Apa yang dilakukan oleh pemerintahan Belanda pada waktu
itu semata – mata tidak ingin keselamatan Negara dan masyarakatnya
terancam akibat kelihaian PKI yang selalu berupaya merongrong dan
menciptakan permusuhan di antara mereka. Meski demikian, dilarangnya
keberadaan PKI oleh pemerintahan Belanda tidak pernah menyurutkan PKI
untuk terus melakukan konsolidasi melalui gerakan bawah tanah (diam –
diam) sampai akhirnya PKI kembali kuat secara kuantitas.
PKI dalam aksinya tidak pandang bulu, banyak para tokoh masyarakat,
pejabat daerah, perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan rakyat yang di
anggapnya sebagai musuh telah di bunuhnya. Melihat kekejaman PKI yang
tidak mengenal peri kemanusiaan serta membahayakan perjuangan bangsa
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan yang ada maka Panglima
Besar Soedirman segera mengambil keputusan cepat yaitu memerintahkan
Kolonel Gatot Soebroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa
Timur untuk melakukan penumpasan terhadap kekuatan PKI beserta
simpatisannya yang semakin membahayakan.
Saat melakukan razia dan penggeledahan di rumah salah satu tokoh PKI
Amir Syarifudin pada tanggal 21 September 1948 TNI berhasil
mengamankan sebuah dokumen penting dari kamarnya yang berisi :
“Pasukan yang ada di bawah atau yang pro PKI di tarik dari medan
pertempuran (garis demarkasi) dan ditempatkan di daerah – daerah yang
dianggap PKI strategis. Daerah Madiun akan dijadikan daerah gerilya untuk
melanjutkan perjuangan “oplang termijn” dan daerah Solo dijadikan “wild
west” agar perhatian umum selalu tertuju kesana.selain itu disamping tentara
“resmi” akan didirikan juga tentara illegal juga pemogokan – pemogokan
umum dan tindakan – tindakan kekerasan”
Pada tanggal 30 September 1948, TNI di bantu Polisi dan Rakyat berhasil
menguasai kembali kota Madiun dari tangan PKI dan menembak mati
Moeso, sedangkan Amir Syarifudin dan tokoh – tokoh lainnya yang juga
terlibat di dalam pemberontakan tersebut berhasil di tangkap untuk di jatuhi
hukuman mati.
Terjadinya G30S/PKI
Indijasi terlibatnya KGB ini saat reformasi 1998 dapat dilihat dari adanya
tuntutan untuk mencabut TAP MPRS No XXV/1966 Tentang Larangan Partai
Komunis Indonesia, adanya tuntutan hak politik bagi Tapol dan Napol dan
adanya orasi untuk menghapus Komando Teritorial (Koter). Kemu dian pada
tahun 2004 muncul sebuah buku berjudul “Aku Bangga Jadi Anak PKI” karya
Tjiptaning y`ng berprofesi sebagai Dokter yang akhirnya buku tersebut di
musnahkan oleh Kejaksaan Agung lewat instruksinya No INS -
003/A/JA/03/2007.
Baru ini, sebuah media nasional bernama Sindo News pada tanggal 15
Desember 2012 memuat berita tentang ungkapan Pangdam IV/Diponegoro
Mayjen TNI Hardiono Saroso yang diberi judul “PKI Kembali Muncul di
Jateng dan DIY” dimana isi daripada berita tersebut adalah tentang aktiftas
KGB yang saat ini sudah berani melakukan kegiatan secara terang –
terangan dengan dalih “meluruskan” sejarah.
Kontroversi
Seperti yang kita ketahui bahwasannya saat ini peristiwa G30S/PKI yang
terjadi pada tahun 1965 telah di jadikan kontroversi oleh seba gian pihak
khususnya oleh eks-PKI. Berikut perihal yang di kontroversikan :
Sanggahan :
Selain itu adanya penuturan Kolonel Latief terkait pembunuhan para jenderal
AD mengatakan bahwa Syam Kamaruzaman yang saat itu menjabat sebagai
Ketua Biro Khusus PKI telah menginstruksikan untuk melakukan
pembunuhan tersebut :
“ketika berada di luar sel, saya bertemu dengan syam. Dalam kesempatan
itu saya menanyakan mengapa PKI melakukan pemberontakan pada 30
september 1965. Dengan hati – hati dia mengatakan, “bung john perlu tahu,
bahwa memang PKI berniat meng-kup bung karno”, saya Tanya apa
alasannya, dia menjawab “bung karno memimpin revolusi itu secara plin
plan”. Dalam pembicaraan yang singkat itu, syam tidak menyebut
keterlibatan soeharto. Saya tidak mau terlibat lebih jauh. Terus terang saja
situasi waktu itu tidak memungkinkan”
Ada yang aneh apabila kita mencoba untuk menelisiknya lebih jauh, tentang
posisi mereka yang menempatkan diri sebagai korban 65 kemudian
menuntut pemerintah untuk meminta maaf secara resmi. Keanehan tersebut
adalah sudahkah mereka melakukan hal yang sama meminta maaf kepada
seluruh korban-korban mereka di masa lalu secara terbuka dan resmi ?
Bukankah siapa yang memulai maka dia pula yang harus mengakhiri.
Apabila ingin membangun suatu hubungan yang lebih baik serta bersifat
konstruktif demi kepentingan bersama maka tidak ada salahnya kita
berbuat gentle.
Kesimpulan
Front Anti Komunis (FAK) melarang pemerintah mencabut
TAP MPRS No. XXV/1966
Sumber Reff:
5. http://www.anneahira.com/proses-peralihan-kekuasaan-politik-setelah-
peristiwa-g30s-pki.htm
6. http://hsoedarsono.blogspot.com/2009_02_01_archive.html
7. http://widhisejarahblog.blogspot.com/2011_10_01_archive.html
8. http://m.sindonews.com/read/2012/12/15/22/697885/pki -mulai-muncul-di-
jateng-diy
http://nirmiliter12.blogspot.sg/2012/12/mewaspadai-kebangkitan-neo-komunis-di.html
Tutup Buku
Seharusnya isu tentang PKI ditutup sampai di sini. Sudah terlalu lama
PKI selalu dikambinghitamkan. Sudah terlalu banyak orang yang
menjadi korban akibat tindakan pengambinghitaman. Padahal yang
mengambinghitamkan tidak selamanya lebih baik daripada yang
dikambinghitamkan itu sendiri.
Isu PKI seringkali , untuk tidak mengatakan selalu, dijadikan sebagai
alat untuk mendiskreditkan kelompok atau individu tertentu guna
membatasi ruang gerak, aktivitas, dan peran dalam masyarakat.
Telah terbukti menjadi alat yang sangat efektif sehingga membuat
rezim dapat melakukan apa saja untuk mempertahankan kekuasaan.
Delegitimasi
***
Dalam situasi demikian, elite politik jangan diam hanya karena punya
kepentingan politik. Semua kita harus menjaga terpeliharanya
keamanan dan ketertiban. Karena itu, kalau ada pihak-pihak yang
memaksakan kehendak -- apalagi dengan cara kekerasan -- itu harus
dicegah.
Kita tak perlu serius terbawa oleh isu pengembangan syariat Islam,
termasuk berkaitan dengan RUU APP. Dasar negara kita adalah
Pancasila dan UUD 1945. Itu tidak bisa ditawar-tawar. Tapi kita harus
waspada, karena komunis akan memanfaatkan isu tersebut untuk
mengadu-domba kita sebagai bangsa.
Bahkan di antara sesama umat Islam pun tanpa sadar bisa diadu-
domba komunis. Kelompok Abdurrahman Wahid (Gus Dur), misalnya,
dibuat tersinggung oleh kelompok Islam yang lain -- karena yang
diusik adalah harga diri kelompok. Kalau sudah begitu, rasionalitas
pun ditinggalkan.
***
Gustaf Dupe
Perhimpunan Perjuangan Rakyat :
***
Kenapa perlu disebut bencana politik? Dari dulu isu politik memang
melahirkan bencana. Dibantainya enam orang jenderal pada 1
Oktober 65 (bukan 30 September 65), karena ada isu politik tentang
Dewan Jenderal yang mau merebut kekuasaan dari tangan Presiden
Soekarno. Ya tujuh jenderal yang dituduh menjadi anggota Dewan
Jenderal itu yang dibantai, tapi seorang lolos. Menyusul kemudian
bergelimpangannya ratusan ribu rakyat yang dibantai karena isu
Dewan Revolusi akan merebut kekuasaan dari tangan Presiden
Soekarno. Konon di mana-mana "orang PKI" sudah menggali lubang
untuk membantai semua orang dari golongan nasionalis dan agama.
Konon para jenderal yang dibantai itu dicongkel matanya, dipotong
alat kelaminnya. Konon pelakunya ya "orang PKI" itu. Karena
berbagai konon itu, maka mereka harus dibasmi sampai ke akar-
akarnya.
Telunjuk sang jenderal ternyata sangat tumpul. Dia bisa meraba ada
pengikut paham komunisme, tapi tidak bisa meraba banyak pengikut
paham soehartoisme di DPR. Kaos oblong bergambar palu arit
dipersoalkan tapi kaum anarkhis yang mengatasnamakan agama,
merusak dan menghancurkan apa saja yang dimiliki oleh pihak yang
dianggap tidak sepaham dengan mereka, dibiarkan saja. Budaya KKN
ala soehartoisme juga tak tersentuh oleh ujung jari yang amat tumpul
itu. Padahal, andaikata benar komunisme telah menyusup di DPR, itu
baru menyusup. Soehartoisme jelas bukan hanya menyusup tapi
malah menguasai DPR.
Lalu apa solusi yang perlu segera dilakukan berhubung Indonesia ini
negara berdasarkan hukum? Tak ada lain. Tangkap dan seret ke
pengadilan mereka yang memakai kaos oblong maupun celana kolor
bergambar palu arit. Jangan hanya diisukan. Kalau benar mereka
kader PKI dan menyebarkan paham komunisme, sedangkan TAP
MPRS No. XXV/1966 belum dicabut, jelas mereka ini melanggar
hukum dan hukumlah mereka. Lalu bagaimana pula dengan kader
soehartoisme? Yang ini tentu lain lagi. Tak mungkin ada yang bisa
menangkap, karena yang mau menangkap terlebih dahulu harus
menangkap dirinya sendiri, memborgol tangannya sendiri, lalu masuk
bui sendiri.
***
Cara tipu-muslihat seperti yang diuraikan diatas itu jelas bukan pula
hasil pemikiran murni Jendral Suharto.
***
Bisa saja mereka itu saling bantah atau saling tuding. Namun, isi
masalahnya sama. Mereka itu, baik sang politisi agama maupun sang
militer, sami mawon mencanangkan tentang betapa bahayanya PKI
yang
sedang bangkit lagi.
Walhasil:
Hiruk-pikuk tentang "Bahaya bangkitnya PKI", tentang
"Penyelundupan
Kader-Kader PKI", semua itu --- sasarannya adalah untuk
mengalihkan
perhatian, untuk membela dan membebaskan Suharo. Bila Suharto
bisa
bebas dari tuntutan pengadilan, mereka fikir, mereka juga akan
terbebaskan dari tuntutan pengadilan, tuntutan hukum atas
pelanggaran
besar yang mereka lakukan terhadap HAM, terhadap tindak korupsi
besar-besaran yang membikin negeri ini nyaris betul-betul bangkrut
dan
terpuruk
***
***
__,_._,___
***
"Ini penting agar tidak terjadi fitnah kepada anggota DPR," kata
Permadi dalam rapat dengar pendapat Komisi I DPR dan KSAD
Jenderal TNI Djoko Santoso di Jakarta, Selasa kemarin.
Permadi mengingatkan, pernyataan Pangdam Jaya dan Pangdam
Siliwangi yang menyebut DPR disusupi kader komunis telah
melampaui kewenangannya, karena memasuki wilayah politik. "Apa
Pangdam punya hak bicara (politik) seperti itu? Kalangan TNI tak
berhak menggulirkan wacana yang dapat melibatkan mereka kembali
ke arena politik," tutur Permadi.
Soal itu diketahui Alfian yang sejak delapan tahun lalu melacak dan
memantau kegiatan kader-kader komunis ke beberapa daerah,
khususnya di beberapa kota di Jawa Timur yang merupakan basis
pembinaan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi
massa bermantel PKI.
***
“Dia bukan prajurit sejati,” kata bekas Ketua Umum Partai Rakyat
Demokratik (PRD) kepada Situs Berita Rakyat Merdekam siang ini
(Selasa 13/6).
“Ya jadinya seperti itu,” kata Budiman yang saat ini aktif di Relawan
Pejuang untuk Demokrasi (Repdem) yang merupakan underbow PDIP
ini.
Untuk itu dia mendesak DPR untuk segera memanggil Agustadi untuk
menanyakan langsung kepadanya apa motivasi dan maksud dia
mengeluarkan pernyataan seperti itu. dry.
***
.* * *
KOMUNIS
Menurut Alfian, gerakan kader komunis Indonesia pada saat ini sudah
mencapai "stadium empat". "Saya melihat bahwa hal ini merupakan
kelicikan dan kelicinan cara bermain kader-kader komunis - PKI –
sejak dulu. Mereka menunggu sampai orang tidak berdaya dan
kemudian baru memukul mati lawan-lawannya," ujarnya, tegas.
Alfian menyadari bahwa apa yang dia kemukakan itu akan mendapat
reaksi negatif. "Saya katakan, siapapun yang ingin kembali
membangkitkan paham komunis di Indonesia, anda boleh
menganggap sudah cukup di atas angin. Tetapi, Anda akan
berhadapan dengan orang-orang yang siap mati untuk menghadapi
kebangkitan anda," kata Alfian.
"Jika TAP itu dicabut maka mereka (PKI - Red) punya hak untuk
rehabilitasi dan konpensasi. Artinya, pemerintah harus keluarkan
uang Rp 2,5 miliar kali 20 juta klaim anggota mereka. Dengan
demikian PKI juga boleh ikut pemilu 2009. Ini bukan bercanda," kata
Alfian.
***
Amankan Jakarta
Penulis buku “Anak PKI Masuk Parlemen” ini mendesak agar Pangdam
Jaya lebih berpikir jernih dan tidak buang energi untuk ngurusi anak
cucu PKI. “Lebih bagus Pangdam Jaya amankan Jakarta dan jaga agar
NKRI ini tidak dikuyo-kuyo separatis. Orang Jakarta saja belum
merasa aman tinggal di Jakarta, ini kan tugasnya dia. Jadi, kalau
orang Jakarta masih merasa takut, nggak usah mikirin hal-hal cere,”
desaknya.
http://umarsaid.free.fr/Masalah%20antara%20PKI%20dan%20TNI-AD.htm
Tgl 10 Juli 1963 : Atas Desakan dan Tekanan PKI terbit Keputusan
Presiden RI No.139 th.1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang
PEMBUBARAN GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), lagi-lagi
hanya karena ANTI NASAKOM.
Tgl 6 Januari 1965 : Atas Desakan dan Tekanan PKI terbit Surat
Keputusan Presiden RI No.1/KOTI/1965 tertanggal 6 Januari 1965
tentang PEMBEKUAN PARTAI MURBA, dengan dalih telah Memfitnah
PKI.
Tgl 13 Januari 1965 : Dua Sayap PKI yaitu PR (Pemuda Rakyat) dan
BTI (Barisan Tani Indonesia) Menyerang dan Menyiksa Peserta
Training PII (Pelajar Islam Indonesia) di Desa Kanigoro Kecamatan
Kras Kabupaten Kediri, sekaligus melecehkan Pelajar Wanita'y, dan jg
merampas sejumlah Mushaf Al-Qur’an dan merobek serta menginjak-
injak'y.
Awal Tahun 1965 : PKI dgn 3 Juta Anggota menjadi Partai Komunis
terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. PKI memiliki banyak Ormas,
antara lain : SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia),
Pemuda Rakjat, Gerwani, BTI (Barisan Tani Indonesia), LEKRA
(Lembaga Kebudayaan Rakjat) dan HSI (Himpunan Sardjana
Indonesia).
Tgl 14 Mei 1965 : Tiga Sayap Organisasi PKI yaitu PR, BTI dan
GERWANI merebut Perkebunan Negara di Bandar Betsi, Pematang
Siantar, Sumatera Utara, dgn Menangkap dan Menyiksa serta
Membunuh Pelda Soedjono penjaga PPN (Perusahaan Perkebunan
Negara) Karet IX Bandar Betsi.
Tgl 30 September 1965 Pagi : Ormas PKI Pemuda Rakjat dan Gerwani
menggelar Demo Besar di Jakarta.
Tgl 13 Oktober 1965 : Ormas Anshar NU gelar Aksi unjuk rasa Anti
PKI di Seluruh Jawa.
Tgl 13 Februari 1966 : Bung Karno masih tetap membela PKI, bahkan
secara terbuka di dalam pidatonya di muka Front Nasional di Senayan
mengatakan : ”Di Indonesia ini tdk ada partai yg Pengorbanan'y
terhadap Nusa dan Bangsa sebesar PKI…”
Tgl 5 Juli 1966 : Terbit TAP MPRS No.XXV Tahun 1966 yang ditanda-
tangani Ketua MPRS–RI Jenderal TNI AH.Nasution tentang
Pembubaran PKI dan Pelarangan penyebaran Paham Komunisme,
Marxisme dan Leninisme.
Bulan Maret 1968 : Kaum Tani PKI di Blitar Selatan menyerang para
Pemimpin dan Kader NU, sehingga 60 (enam puluh) Orang NU tewas
dibunuh.
Sekitar tahun 1937 bung Aidit tiba di Jakarta, masuk sekolah dagang
sambil mengikuti kursus bahasa-bahasa asing. Karena biaya macet, tidak
sampai tamat.
Nama Aidit datang dari ayahnya, Abdullah Aidit, seorang aktivis Masyumi.
Maka Amat muda pun tinggal di rumah pamannya, Busu Rachman, yang
ternyata guru mengaji, ”Kami seluruh bersaudara tamat mengaji,
khatam. Termasuk Bang Amat.”
Sobron berkisah panjang lebar, bahwa di Belitung waktu itu, pada saat
anak siapa pun tamat membaca al-Quran, akan diperlakukan seperti raja
dalam suatu perayaan tradisional yang meriah. Termasuk ketika Amat
muda itu juga khatam al-Quran.
Pada tanggal 15 Agustus 1945 itu dari seorang wanita Indo, Aidit
mendengar berita Jepang sudah kalah. Sore harinya di gedung Menteng
31 berkumpul kira-kira 13 pemuda dipimpin oleh Chairul Saleh. Serentak
semuanya sepakat: Sekarang juga merdeka!
Untuk itu dibutuhkan pimpinan, kalau tidak akan terjadi kekacauan. Juga
harus dijaga jangan sampai pemimpin-pemimpin yang patriotik
diserahkan sebagai inventaris Jepang kepada Sekutu.
Empat pemuda diutus rapat menghadap Bung Karno. Suroto Kunto, D.N.
Aidit, Subadio Sastrosatomo, dan Wikana, yang bertindak sebagai juru
bicara.
Tiga hari tiga malam Aidit dan kawan-kawan tidak memejamkan mata.
Dan proklamasi barulah permulaan. Ia bandingkan dengan proklamasi
RRC, Vietnam.
Pada kedua negara itu, mereka menduduki beberapa daerah dengan
kekuatan senjata, baru proklamasi. Kita proklamasi dulu baru
dipertahankan terhadap musuh.
Kepala penjara Bukitduri waktu itu Pak Thayeb, ayah Prof. Dr. Syaril
Thayeb, Rektor Universitas Indonesia. Dengan bantuan pak Thayeb
mereka lolos ketika penjaga membuka pintu untuk mengantarakan
makanan dan obat.
Ia terus ke Solo, tempat CC PKI pada waktu itu. Dalam Kongres IV PKI
1945 Aidit mewakili PKI Solo. Dalam kongres itu ia bertemu dengan
Njoto, wakil dari Jember. Ia terpilih menjadi anggota Central Komite PKI.
Komentarnya, “Kami disuruh bayar lagi. Tentu saja kami tolak. Kan
mereka yang memulangkan kami.”
Pada 1959 diubah menjadi Ketua Rekan dan anak buah menyebutnya
“Kawan ketua Aidit”. Salam mereka bukan membungkuk (ini feodal
bukan?) tetapi angkat tangan sambil tersenyum.
Agitas, organisasi, dan mobilisasi massa adalah garis baru yang
ditegaskan PKI selama ini. S
Dalam kedudukan sebagai Ketua CC, Aidit sering kali melawat ke luar
negeri. Menghadiri kongres-kongres di Moskow dan negara-negara
komunis lainnya.
Kawan hidup Aidit seorang dokter spesialis atom untuk kesehatan tetapi
juga seorang aktivis Gerwani. Namanya, nyonya dokter Tanti Aidit.
Mereka kawin pada tahun 1948, rupanya di Solo.
“Sebenarnya anak saya 4, tetapi karena yang bungsu kembar jadi 5,”
kata Aidit