Anda di halaman 1dari 31

Bedah Buku

“PERANAN KH RADEN MA’MUN NAWAWI DAN LASKAR HIZBULLAH


PADA MASA REVOLUSI KEMERDEKAAN INDONESIA (1945 – 1949)”
Dasar pemikiran
• Selama ini peran sentral ulama-santri dalam catatan-catatan sejarah Indonesia masih
cenderung terpinggirkan, termasuk peran sentral ulama-santri pada masa revolusi
kemerdekaan Indonesia. Berbagai kajian pada tingkat lokal dan regional mengenai perjuangan
kemerdekaan yang muncul belakangan ini tidak banyak menyebutkannya, dan sebagian
lagi bahkan mengabaikannya. Sebaliknya, eksistensi kelompok netral agama/nasionalis sekuler
mendapatkan perhatian yang lebih dalam penulisan sejarah Indonesia.
• Kenyataan semacam ini tidak menutup kemungkinan akan memunculkan anggapan
bahwa terbentuknya Negara Republik Indonesia menjadi sebuah negara yang merdeka
hanya dibidani oleh kaum nasionalis/netral agama saja. Dengan begitu, sejarah akan
terkesan bersifat memihak (tendensius) dan tidak objektif.
• Untuk itu, penulisan-penulisan sejarah yang memfokuskan kajiannya terhadap eksistensi
ulama-santri atau kelompok nasionalis agama dalam panggung sejarah nasional Indonesia
dirasa sangat diperlukan dan bermanfaat dalam rangka memperkaya khazanah pengetahuan
sejarah Indonesia, baik yang bersifat lokal atau pun nasional.
• Sebagai contoh, pada konteks periode revolusi kemerdekaan Indonesia di tingkat lokal,
eksistensi ulama-santri memiliki peran penting dalam upaya menegakkan
kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bersama badan-badan perjuangan yang ada
saat itu,para ulama-santri terlibat aktif melawan Sekutu-Belanda yang hendak menguasai kembali
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, tidak salah bila Holk H. Dengel
(2011: 1) menyebut ulama-santri sebagai salah satu “katalisator” atau pembuka jalan bagi
lahirnya nasionalisme dan tegaknya kemerdekaan Indonesia.
DASAR PEMIKIRAN
• Hizbullah merupakan badan perjuangan atau
kelaskaran yang terdiri dari pemuda-pemuda Islam.
Biasanya mereka berasal dari pondok-pondok
pesantren (santri), atau madrasah- madrasah.
• Sehubungan dengan ini, tulisan mengenai
“Peranan KH Raden Ma’mun Nawawi dan Laskar
Hizbullah Pada Masa Revolusi Kemerdekaan (1945-
1949)” perlu diangkat, karena tulisan yang komprehensif
dengan tema seperti ini belum ditemukan,
sehingga dapat memberikan khazanah baru dalam
historiografi lokal ataupun Nasional/ Indonesia
pada umumnya.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
• Ruang lingkup wilayah Bekasi yang diambil dalam penelitian ini adalah
Peranan KH Mamun Nawawi dan pendidikan dan pelatihan Laskar
Hizbullah Nasional (Jawa-Madura) di Cibarusah serta Dampaknya pada
Masa Revolusi Kemerdekaan. Sementara itu, alasan pembatasan kurun
waktu penelitian mulai tahun 1945 hingga tahun 1949, dikarenakan beberapa
pertimbangan.
• Tahun 1945 dijadikan sebagai titik awal dalam penelitian ini karena tahun
tersebut Awal Masa Revolusi Kemerdekaan, yang juga merupakan awal
Eksistensi Laskar Hizbullah dan pelatihan Laskar Hizbullah di Indonesia.
• Tahun 1949 menjadi titik akhir penelitian karena tahun tersebut
menandai berakhirnya Masa Revolusi Kemerdekaan dan eksistensi serta
peleburan Laskar Hizbullah dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI)
di Indonesia.
• Berdasarkan pemaparan di atas, terdapat beberapa permasalahan yang
akan dibahas. Permasalahan pokoknya adalah “Bagaimana Peranan KH
Mamun Nawawi dan Lasykar Hizbullah pada Masa Revolusi Kemerdekaan
di Bekasi dalam kurun waktu 1945- 1949?”.
Rumusan Masalah Penelitian
• Apa latar belakang berdirinya dan Proses
terbentuknya Lasykar Hizbullah di Indonesia?
• Bagaimanakah pelaksanaan Pendidikan dan
Pelatihan Lasykar Hizbullah di Cibarusah?;
• Bagaimana peranan Peranan KH Mamun
Nawawi dalam Pelatihan dan Pendidikan
Lasykar Hizbullah pada masa revolusi
kemerdekaan (1945-1949) ?
Tujuan Penelitian
• Mengidentifikasi latar belakang
berdirinya dan Proses terbentuknya
Laskar Hizbullah di Indonesia?
• Mengkaji pelaksanaan Pendidikan dan
Pelatihan Laskar Hizbullah di Cibarusah?
• Mengetahui peranan Peranan KH Mamun
Nawawi dalam Pelatihan dan Pendidikan
Lasykar Hizbullah pada masa revolusi
kemerdekaan (1945-1949) ?
Metodologi Penelitian
Dengan mengacu pada maksud • Tahapan pertama dari metode sejarah adalah heuristik yakni proses
mencari, menemukan dan menghimpun sumber sejarah yang relevan dengan
dan tujuan penelitian, penelitian pokok masalah yang sedang diteliti. Untuk mendapatkan sumber tersebut
ini menggunakan prosedur penulis langsung terjun ke lapangan, baik mendatangi para pelaku atau saksi
sejarah yang masih ada, melakukan wawancara dengan keluarga tokoh KH
yang lazimnya digunakan Mamun Nawawi, murid pondok pesantren sekitar tahun 1945 – 1950an,
dalam penelitian sejarah. penggalian data di Kantor pusat dan perpustakaan PBNU Pusat,
Perpustakaan Universitas Syarifhidayatullah Jakarta, Dinas dan Perpustakaan
Tujuannya adalah untuk Sejarah TNI AD, maupun Perpustakaan Republik Indonesia dan Arsip
membuat rekontruksi masa Nasional Republik Indonesia.
lampau secara sistematis dan • Tahapan Kritik. Setelah sumber sejarah terhimpun, proses selanjutnya
dilakukan kritik terhadap sumber. Kritik sumber dibagi menjadi dua, yaitu
objektif (Herlina, 2011:1). kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal dilakukan untuk
Tujuan ini dicapai dengan menentukan otentisitas sumber, sedangkan kritik internal ditempuh untuk
menggunakan metode sejarah. menentukan kredibilitas data/informasi. Selain itu dilakukan juga proses
koroborasi yakni pendukungan data yang ada dalam sumber tersebut dengan
“Metode sejarah yaitu proses sumber lainnya yang bersifat independen. Dengan proses seperti itu
menguji dan menganalisis akhirnya diperoleh sumber yang kredibel atau dapat dipercaya.
secara kritis rekaman dan • Tahapan Interpretasi. Data yang telah lolos dari tahapan kritik kemudian
dilakukan interpretasi. Interpretasi merupakan tahapan menafsirkan
peninggalan agar peristiwa informasi dan pemberian makna, sehingga fakta-fakta tersebut menjelaskan
yang terjadi di masa lampau objek studi secara jelas dan lengkap. Selanjutnya dilakukan
dapat direkontruksi secara • Tahapan Historiografi atau penulisan sejarah. Hasil interpretasi atas
sumber- sumber yang terdeteksi sedemikian rupa ditulis menjadi sebuah
imajinatif” (Gottschalk, tulisan sejarah yang objektif, terarah dan sistematis, sehingga dapat
1985:32). dipertanggungjawabkan secara ilmiah kebenarannya.
BAB I PENDAHULUAN
Sistematika Penulisan 1 BAB IV PEMBENTUKAN LASKAR HIZBULLAH 66
A. Latar belakang Penelitian 1 66
A. Proses Pembentukan Laskar Hizbullah
B. Ruang Lingkup kajian dan Rumusan Masalah 3 67
1. Heiho dan Peta: Tentara Bentukan Jepang
C. Tujuan Penelitian 3
2. Upaya Jepang Rangkul Para Kyai dan Pesantren 69
D. Metode Penelitian 6
3. Latar Belakang Pembentukan Laskar Hizbullan 70
E. Sistematika Penulisan 8
B.Peran Laskar Hizbullah Pada Masa Kemerdekaan 83
BAB II CIBARUSAH SEBAGAI TITIK SENTRAL PERADABAN, 10
BAB V LASKAR HIZBULLAH PADA MASA REVOLUSI 86
PERJUANGAN, PENDIDIKAN, SOCIAL YANG STRATEGIS
KEMERDEKAAN (PERIODE 1945 – 1949)
DI BEKASI, BOGOR, KARAWANG, JAKARTA DAN
A. Awal Kedatangan Sekutu di Indonesia 86
SEKITARNYA
A. Masa Prasejarah 10 89
B.Peranan Ulama dan Santri dalam Revolusi
B. Era Kerajaan hinggal Kolonial 12
Kemerdekaan Indonesia
C. Cibarusah: Antara Bogor – Bekasi 16 100
C. Tujuan Pembentukan Laskar Hizbullah
D. Penyebaran Islam di Cibarusah dan Sekitarnya 24
D. Pelatihan Laskar Hizbullah di Cibarusah 102

BAB III PROFIL KH RADEN MA’MUN NAWAWI (1912 – 1975) 28 1. Pelatihan Laskar Hizbullah Pertama 104

A. Riwayat KH Raden Ma’mun Nawawi 28


2. Pelaksanaan Pelatihan Hizbullah
1. Keluarga 30 2.1 Pemilihan Wilayah CIbarusah Sebagai Pusat 107
2. Silsilah dari Bapak 30 Pelatihan Hizbullah
31 2.2 Proses Pelatihan Hizbullah di Cibarusah 110
3. Silsilah dari Ibu
E. Dampak Strategis Hasil Pelatihan Hizbullah di 118
B. Masa Pendidikan 32

1. Dari Pesantren hingga ke Mekkah 33 Cibarusah Terhadap Perjuangan Perang

2. Belajar ke Mekkah 35 Kemerdekaan (1945 – 1949)


3. Murid KH Hasyim Asya’ari 36
39
BAB VI PENUTUP 121
4. Mendalami Ilmu Falak
C. Mendirikan Pesantren Al Baqiyatussholihat 40 DAFTAR SUMBER 127
1. Aktivitas Pesantren dan Guru Umat 44
47
BIOGRAFI PENULIS 131
2. Menjadi Pedagang
3. Pandangan Kebangsaan 49

D. Pejuang Kemerdekaan 50
53
CIBARUSAH SEBAGAI TITIK SENTRAL
PERADABAN, PERJUANGAN,
PENDIDIKAN, SOCIAL YANG STRATEGIS
DI BEKASI, BOGOR, KARAWANG,
JAKARTA DAN SEKITARNYA

• Masa Pra Sejarah


• Era Kerajaan Hingga Kolonial
• Cibarusah: Antara Bogor dan
Bekasi
• Penyebaran Islam di Cibarusah
dan Sekitarnya
Profil KH Raden Ma’mun Nawawi
• Riwayat KH Raden Ma’mun
Nawawi
• Masa Pendidikan
• Mendirikan Pesantren Al
Baqiyatussholihat
• Pejuang Kemerdekaan
• Jaringan Ulama, Santri, dan
Jawara
• Karya-Karya dan Peninggalan
• Akhir Hayat KH Raden Ma’mun
Nawawi
Latar Belakang Pembentukan
Laskar Hizbullah (1)
• Pada masa penjajahan Jepang di Indonesia, tentara Jepang juga
menyadari bahwa sebagian besar rakyat Indonesia beragama Islam,
Jepang juga tahu bahwasannya Islam menganggap Belanda adalah
kaum kafir yang harus diperangi, maka dari itu Jepang tidak lupa
memperhatikan golongan Islam sebagai salah satu pendekatan untuk
menarik hati rakyat Indonesia.
• Di pulau Jawa tidak ada satu pun perlawanan rakyat yang serius sampai
sampai tahun 1944. Sementara itu, pihak Jepang mencari pemimpin-
pemimpin Indonesia untuk membantu mereka memobilisasi rakyat demi
kepentingan perang. Hal itu memaksa mereka mengalihkan pandangan
kepada kelompok–kelompok pimpinan lainnya. Pihak Jepang berharap
akan mengganti MIAI dari masa sebelum perang dengan suatu
organisasi yang berada diarahan bawah mereka (Ricklefs, Sejarah
Indonesia Modern, 430).
Latar Belakang Pembentukan
Laskar Hizbullah (2)
• Pada tahun 1943, pihak Jepang mulai mengerahkan usaha-usahanya pada mobilisasi.
Gerakan-gerakan pemuda yang baru diberi prioritas tinggi dan ditempatkan dibawah pengawasan
ketat pihak Jepang. Pada bulan Agustus 1942, sekolah-sekolah latihan bagi para pejabat dan
guru baru sudah dibuka di Jakarta dan Singapura, tetapi kini organisasi pemuda berkembang jauh
lebih luas.
• Suatu Korps pemuda (Seinendan) yang bersifat semi militer dibentuk pada bulan April 1943
untuk para pemuda yang berusia antar 14 dan 25 tahun (kemudian 22 tahun). Korps mempunyai
cabang-cabangnya sampai ke desa-desa yang besar, tetapi terutama aktif di daerah-daerah
perkotaan.
• Korps Kewaspadaan (Keibodan). Untuk para pemuda yang berusia 25 sampai 35 tahun,
dibentuklah suatu korps Kewaspadaan (Keibodan) sebagai organisasi pembantu polisi,
kebakaran, dan serangan udara.
• Pada pertengahan tahun 1943, dibentuk Heiho (Pasukan Pembantu) sebagai bagian dari
angkatan laut Jepang. Pada akhir perang, sekiar 25.000 pemuda Indonesia berada dalam Heiho,
dimana mereka mendapat latihan dasar yang sama dengan para serdadu Jepang.
• Akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1943, pemerintah Jepang meresmikan PETA (Tentara
Pembela Tanah Air) di Bogor, Jawa Barat. Keanggotaan PETA didominasi kalangan santri dan
ulama, termasuk sepuluh ulama diatas yang dicatat sebagai pendiri sekaligus komandan PETA
diwilayahnya masing-masing., sementara KH. Hasyim Asy’ari dipercaya sebagai penasehat
PETA. KH. Hasyim Asy’ari menanamkan ruh jihad di setiap dada para prajurit PETA bahwa tujuan
perang adalah karena Allah (Gugun, Resolusi Jihad, 43).
• Jepang akhirnya sadar, bahwa dalam aspek akidah, Islam tidak bisa tawar menawar.
Menurut Bizawie (2014) mengutip Saifuddin Zuhri dalam buku Guruku Orang-Orang Pesantren,
KH Hasyim Asy’ari dibebaskan karena banyak pengikut kiai Hasyim yang tidak patuh terhadap
Jepang selama memenjarakan kiai Hasyim Asy’ari, karena Jepang sendiri yang rugi tatkala
memenjarakan tokoh-tokoh kiai pesantren. Setelah kejadian pemenjaraan KH Hasyim Asy’ari,
ketentuan tentang Seikerei dihapuskan atau tidak diwajibkan bagi umat Islam Indonesia.
• Pembebasan ditempuh Jepang, karena menyadari adanya potensi dari kalangan Islam tradisional
–pada saat itu identik dengan Nahdlatul Ulama—yang merupakan mayoritas masyarakat Islam di
Jawa, mereka juga tidak ingin mengambil resiko hilangnya dukungan kalangan Islam
terbesar. Sebagai semacam “penebusan dan pengakuan” atas kesalahan Jepang, maka pada
tahun 7 Desember 1942 pemerintah militer yang dalam hal ini adalah Sheiko Shikikan (Panglima
tertinggi militer Jepang) mengundang sebanyak 32 Ulama Jawa dan Madura, termasuk di
dalamnya KH Hasyim Asy’ari, KH Mahfudh Shiddiq, KH Wahid Hasyim, untuk menghadiri sebuah
resepsi penghormatan Jepang terhadap ulama di bekas Istana gubernur Jenderal di Jakarta.
• Pada Juli 1943 dimulai memobilisasi sekitar 60 kiai ke Jakarta untuk mengikuti kursus-
kursus latihan selama kurang lebih sebulan. Secara keseluruhan latihan diselenggarakan
sebanyak 17 kali. Dalam catatan Ricklefs di buku Sejarah Modern Indonesia, hingga bulan Mei
1945 terhitung lebih dari 1000 kiai telah menyelesaikan kursus pelatihan tersebut.
• Berangkat dari itu, barangkali melihat kesempatan emas yang diberikan oleh Jepang yang
memiliki kemampuan militer sebagaimana tentara profesional, para kiai pada Oktober 1945
menetapkan fatwa wajib jihad untuk melawan Belanda dan sekutunya.
Pembentukan Laskar Hizbullah
• Kekalahan Jepang secara beruntun di beberapa wilayah pendudukan
seperti di Pulau Bougenvile dan hancurnya Armada Kekaisaran I di
Kepulauan Guadalcanal, Komandan Ryukugun 16 terpaksa cepat-cepat
melibatkan rakyat Jawa untuk mendukung perang. Sementara itu, Koran
Asia Raja, edisi 13 September mempublikasikan, tuntutan sepuluh ulama
pada pemerintah Jepang di Jakarta. Tuntutan itu berisi permintaan
para ulama agar Jepang segera membentuk tentara sukarela yang
akan membela tanah air. Kesepuluh ulama itu adalah KH. Mas Mansoer,
Tuan Guru H. Mansoer, Tuan Guru H. Jacob, H. Moh Sadri, KH. Adnan,
Tuan Guru H. Cholid, KH. Djoenaedi, DR.H. Karim Amruyllah, H. Abdoel
Madjid dan U. Mochtar.
• Akhirnya, pada 3 Oktober 1943, pemerintah jepang meresmikan Peta
(Tentara Sukarela Pembela Tanah Air) di Bogor Jawa Barat.
Keanggotaan Peta didominasi kalangan santri dan ulama, termasuk
sepuluh ulama diatas yang dicatat sebagai pendiri sekaligus komandan
Peta di wilayahnya masing-masing. KH. Hasyim Asy’ari sebagai pendiri
NU dan ketua Masyumi dipercaya sebagai penasihat Peta.(Guyanie,
2010: 44).
Pembentukan Laskar Hizbullah
(Kaikyo Sainen Teishintai)
• Pembentukan Peta merupakan respon dari tuntutan tokoh-tokoh Islam yang
mengusulkan pada Letnan Jenderal Kumshiki Harada agar dibentuk Barisan
Pembela Islam yang bertujuan untuk mempertahankan Jawa.
• Secara keseluruhan, kekuatan Peta berjumlah 69 batalyon dengan jumlah 38.000
anggota. Keinginan yang sama muncul dari perwira muslim Jepang, yang bernama
“Abdul Hamid Ono” yang datang kepada KH. Wahid Hasyim untuk melatih para
pasukan muslim atau santri agar masuk ke dalam Heiho, untuk
membantu Jepang.
• Akan tetapi, usulan Abdul Hamid Ono itu ditolak, alasan KH. Wahid Hasyim
adalah:
1. Sebaiknya para pasukan muslim berperang untuk membela tanah air sendiri
karena akan menggunggah semangat para anggota muslim;
2. Sebaiknya dijadikan anggota cadangan saja;
3. Para santri yang kurang terlatih akan menyulitkan Jepang sendiri jika dikirim ke
garis perang.
• Berdasarkan usulan tadi, Jepang memutuskan membentuk Hizbullah yang
dalam bahasa Jepang adalah ‘Kaikyo Sainen Teishintai’ pada 15 Desember
1944. (Ayuhanafiq, 2013: 23-24)
Pembentukan Laskar Hizbullah (2)
• Pada bulan Oktober 1943, disetujuinya pembentukan Peta atas
usulan Gatot Mangunprojo, maka dilatihnya para calon
pasukan Peta tersebut. Ternyata banyak diantara pasukan
tersebut dari kalangan ulama diantaranya, KH. Sam’un dari Banten,
Mr. Kasman Singdimedjo dari Jakarta, KH. Basyumi dari Sukabumi,
dan masih banyak ulama lainnya.
• Namun pendaftaran Peta tidak lama ditutup, sedangkan masih
banyak para pemuda yang belum terlatih kemiliterannya. Para
ulama terus berusaha guna memenuhi hajat para pemuda dan
santrinya untuk terus memperjuangkan kemerdekaan.
• Akhirnya dengan perantara sepuluh ulama pada 13 September
1943, kemudian baru disetujui oleh pemerintah Jepang dengan
peresmian pembentukan Laskar Hizbullah pada tanggal 14
Oktober 1944. Selanjutnya, laskar Hizbullah baru mengadakan
pelatihan militer pada 2 Februari 1945-15 mei 1945 di
Cibarusah.
Pemilihan Wilayah Cibarusah
Sebagai Pusat Pelatihan Hizbullah
Awal Januari 1945, Masyumi mengumumkan terbentuknya Dewan Pengurus Pusat
Hizbullah yang dipimpin oleh K.H. Zaenal Arifin dan Muhammad Roem sebagai wakilnya.
Sebagai komandan dan wakil komandan pelatihan, diangkatlah K.H. Mas Mansyur dan Prawoto
Mangkusasmito. “Atas persetujuan militer Jepang, pusat pelatihan Hizbullah yang pertama
dibentuk di kawasan Cibarusah.
Kamp Cibarusah didirikan untuk melahirkan opsir-opsir Hizbullah yang pertama. Pada
tahap awal sekira 500 pemuda Islam (berusia antara 18-21 tahun) dari 25 Keresidenan di
Jawa dan Madura telah mendaftar sebagai peserta. Mereka lantas dididik dengan ilmu-ilmu
kemiliteran dan doktrin-doktrin keislaman oleh para kiyai yang sebelumnya telah
masuk PETA. Para instruktur ini menjalankan kerja-kerjanya di bawah supervisi
seorang perwira Jepang berpengalaman. Namanya Kapten Yanagawa.
Berbeda dengan pendidikan PETA yang menyertakan kegiatan SEIKEREI (ritual
penghormatan tehadap Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke
matahari terbit), maka di Kamp Cibarusa kegiatan tersebut ditiadakan. Sebagai
gantinya maka setiap apel, para siswa Kamp Cibarusah menghadap ke arah barat,
kiblat umat Islam, sambil meneriakan takbir sebanyak tiga kali.
Setelah 3,5 bulan menjalani pendidikan yang sangat ketat, maka 500 pemuda Islam
tersebut dinyatakan lulus. Mereka kemudian disebar ke berbagai tempat di pulau Jawa
dan Madura guna mendirikan kesatuan-kesatuan Hizbullah. Bahkan menurut C. van Dijk
dalam Darul Islam, Sebuah Pemberontakan alumni-alumni Cibarusa ada juga yang
sampai mendirikan kesatuan Hizbullah di Kalimantan dan Sumatera.
Menurut sejarawan George Mc T. Kahin (2015), selama hampir sepanjang tahun
pertama berdirinya Republik Indonesia, Hizbullah berhasil mengumpulkan antara 20-25
ribu pemuda bersenjata yang kemudian diorganisasi dalam unit-unit batalyon. “Hizbullah
dikelola di bawah pimpinan Maysumi, kendati dalam kenyataannya hubungan antara
pimpinan Masyumi dan komandan Hisbullah seringkali sangat renggang,” (Kahin
dalam Nationalism and Revolution in Indonesia, 2015).
BEBERAPA PERTIMBANGAN PEMILIHAN CIBARUSA-BEKASI
SEBAGAI TEMPAT LATIHAN MILITER LASKAR HIZBULLAH
Pemilihan Cibarusah-Bekasi sebagai tempat latihan militer Laskar Hizbullah dengan
beberapa pertimbangan di antaranya adalah:
1. Wilayah Cibarusah secara geografis saat itu merupakan daerah lintasan sangat
strategis, di antaranya karena masih banyak hutan dan terdapat sebuah lapangan
yang cocok untuk melakukan pelatihan. Keberadaan hutan sangat mendukung
dalam kegiatan pelatihan tersebut, mengingat pola perlawanan yang diterapkan Jepang
sejak pembentukan Peta pada 1943 menerapkan sistem gerilya.
2. Faktor lainnya adalah Lokasi wilayah Cibarusah yang strategis, karena
pertimbangan jarak antara Bekasi dan Jakarta sebagai pusat pemerintahan
militer Jepang, sekaligus pusat di mana Kantor Pengurus Pusat Masyumi berada
yang tidak terlalu jauh, sehingga memudahkan dalam hal pengurusan administrasi
atau hal-hal yang terkait dengan pelatihan tersebut.
3. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh di Cibarusah, menunjukkan
bahwa pemilihan lokasi pelatihan di Cibarusah, bukan hanya faktor letak
Cibarusah Saat itu yang sangat strategis untuk menjangkau daerah sekitar
(Bekasi, Bogor, Karawang, Jakarta), juga tak terlepas dari kedekatan tokoh KH
Wahid Hasyim dengan ulama di Cibarusah, yaitu: KH. Raden Mamun Nawawi
(Cibogo Cibarusah), yang saat itu secara informal dijadikan sebagai penasehat
kegiatan pelatihan Hizbullah pertama tingkat Nasional di Cibarusah, di mana basis
Koordinasi pelatihan dilakukan di Masjid Mujahidin, Cibarusah saat itu.
PROSES PELATIHAN HIZBULLAH
DI CIBARUSAH

Pelatihan Hizbullah di CIbarusah dimulai


pada tanggal 28 Februari 1945, yang diikuti
oleh seluruh anggota Hizbullah Shuu
Priangan dan daerah lain Jawa-Madura
dikirim ke Cibarusah - Bekasi, dan
berakhir pada tanggal 30 Mei 1945.
Proses Pelatihan
• Latihan tersebut dilaksanakan selama 3 bulan dipimpin oleh Syndanco
PETA, yang terdiri dari Abdullah Sajad, Zaini Nuri, Abd. Rachman,
Kamal Idris dan lainnya. Selain latihan kemiliteran, para pemuda Islam
juga diberi bekal pendidikan kerohanian oleh para tokoh-tokoh Islam.
• Meski latihan semi militer hanya berjalan selama dua bulan, namun
Hizbullah cukup memberi amunisi kepada para pemuda Islam, sehingga
pada saat perang kemerdekaan 1945-1949 Hizbullah bersama tentara
reguler dan badan-badan perjuangan siap bertempur dan memainkan peran
penting dalam perang kemerdekaan 1945-1949.
• untuk mengikuti latihan kemiliteran bersama seluruh calon anggota Lasykar
Hizbullah se-Jawa dan Madura. Biaya transportasi, perlengkapan dan
pelatihan ditanggung oleh Pimpinan Masyumi masing-masing daerah
karesidenan. Anggota Hizbullah yang mengikuti pelatihan di Cibarusa ini
semuanya berjumlah 500 orang. Selama pendidikan berlangsung
mereka ditempatkan di barak-barak bambu.
Tahapan Pelatihan
Pelatihan perang ini dilaksanakan selama 3 (tiga)
bulan:
1.Bulan pertama diisi dengan latihan rohani
disertai latihan dasar keprajuritan.
2.Bulan kedua dengan latihan jasmani.
3.Bulan Ketiga memperkuat latihan rohani dan
jasmani.
Maksud pembagian waktu seperti ini, diharapkan
pada bulan-bulan pertama latihan para calon
anggota Lasykar Hizbullah memiliki semangat
persatuan yang sebulat-bulatnya dan memperkuat
ketauhidannya.
PELAKSANA LATIHAN BIDANG FISIK –
KEMILITERAN DAN BIDANG SPIRITUAL
Di bidang fisik dan kemiliteran, pelatihan
diberikan oleh para perwira tentara Jepang
dan Peta yang dipimpin langsung oleh Kapten
Yanagawa (Sebelumnya tercatat sebagai
pimpinan dalam penyelenggaraan latihan militer
bagi kesatuan militer Peta) (Notosusanto, 1979:
46).
Di bidang spiritual dipercayakan kepada K.H.
Mustafa Kamil dari Singaparna (Soeara Moeslimin,
No. 10. 1 Mei 1945).
Tim Pelatih Kerohanian
• KH. Mustafa Kamil dari Garut Jawa barat
• KH. Mawardi dari Surakarta Jawa Tengah
• KH. Zarkasi dari Ponorogo Jawa Timur
• KH. Mursid dari Pacitan
• KH. Abdul Halim dari Majalengka Jawa Barat
• KH. Thohir Dasuki dari Surakarta Jawa Tengah
• Kyai Roji’un dari Jakarta
• KH. Abdullah
Tujuan Latihan Kerohanian
Seluruh tahapan latihan baik rohani maupun jasmani dilakukan
untuk menuntut kebulatan semangat perjuangan dengan latar
semangat Keagamaan, keprajuritan, dan cinta tanah air. Dalam
Soeara Moeslimin, No. 23 dan 24, 15 Desember 1944, disebutkan
macamnya latihan rohani, yaitu:
• Mempertebal semangat ke-Islaman, seperti tauhid dan
hukum- hukum agama Islam;
• Mendidik semangat Dai Nipon;
• Mempertinggi akhlak agar secara sukarela mengerjakan berbagai
macam kepentingan umum dan mengerjakan ibadah-ibadah yang
ditentukan;
• Mempertebal dan membangkitkan semangat bekerja keras.
TUJUAN LATIHAN JASMANI
Sementara untuk latihan jasmani, yaitu:
• Mencegah serangan dari udara dan
bahaya kebakaran, serta
melindungi penduduk, juga
menangkap mata-mata musuh;
• Mengadakan latihan mengerahkan tenaga
pada waktu-waktu penting atau darurat;
• Latihan keprajuritan
PROSES PELATIHAN HIZBULLAH DI
CIBARUSAH
Latihan tersebut dilaksanakan selama tiga bulan dan
berakhir pada tanggal 30 Mei 1945. Latihan ditutup dengan
sambutan tertulis oleh KH. Hasyim Asy’ari selaku
Shumubucho (Kepala Jawatan Agama), yang dibacakan
oleh Abdul Kahar Muzakkir, yang isinya sebagai berikut:
“Saya yakin bahwa pemuda yang telah rela memasuki barisan Hizbullah dan
yang sabar mengatasi segala kesukaran dalam latihan ini, adalah pemuda-
pemuda Islam pilihan di seluruh jawa. Maka pada saat bangsa Indonesia
menghadapi suatu kejadian yang penting sekali, yakni timbulnya bangsa yang
merdeka, yang dapat menegakkan agama Allah, sungguh besar kewajibanmu
sebagai harapan bangsa. Bangsa-bangsa Indonesia kini sedang berjuang, untuk
membentuk dan menyelenggarakan Negara Indonesia yang merdeka. Kamu
harus menjadi tenaga yang sebaik-baiknya untuk mencapai cita-cita itu.
buktikanlah kepada segenap dunia, bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa
yang masih hidup dan umat Islam di Indonesia adalah umat yang masih hidup
pula. (Sunyoto, 2017: 77-78).
Berdasarkan sumber dari Nahdatul Ulama (NU) terdapat surat keterangan
pelatihan yang ditandatangani langsung oleh KH Hasyim Ashari, dengan tahun
jepang tertulis 19-5-2605 sebagaimana terlihat di bawah ini.
Penutupan Pelatihan
Pada tanggal 30 Mei 1945 Pelatihan militer bagi Lasykar Hizbullah di Cibarusa
ditutup oleh P.T. Nomura Kikakukatyco mewakili pemerintah militer Jepang.
Sementara itu, dari pihak Masyumi (Indonesia) hadir K.H. Wahid
Hasyim yang kedudukannya sebagai “ketua muda” PB. Masyumi. Semua anggota
Lasykar Hizbullah yang ikut pelatihan di Cibarusa diwajibkan berikrar:
1.Menyerahkan dirinya secara bulat pada Masyumi;
2.Harus mampu mendirikan Hizbullah di daerah tempat tinggalnya dan menunjuk
kepala atau pemimpin yang senantiasa berhubungan dengan pemimpin daerah
atau kantor Shuuchoo; dan
3.Tiap-tiap anggota Hizbullah diharuskan menjalin kerjasama dengan madrasah-
madrasah, pesantren-pesantren, serta para pemuda Islam di daerahnya dalam
rangka untuk mengulangi dan menyiarkan hasil latihan yang telah diperolehnya; dan
4.Tiap-tiap anggota Hizbullah yang telah dilatih wajib menjaga dirinya dan
kehormatannya sebagai Tentara Allah (Soeara Moeslimin, No. 10. 1 Mei 1945).
DAMPAK STRATEGIS HASIL PELATIHAN HIZBULLAH DI CIBARUSAH
TERHADAP PERJUANGAN PERANG KEMERDEKAAN (1945 – 1949)

Para pemuda yang telah tergabung dalam Laskar Hizbullah kemudian pulang ke
daerahnya masing-masing. Mereka kemudian melatih Laskar Hizbullah di tingkat
desa, kelurahan, maupun kecamatan. Pendidikan dan latihan kemiliteran yang
disertai juga dengan gemblengan jasmani dan rohani selama di Cibarusah membuat
para pemuda itu sadar terhadap keberadaannya sebagai pemuda Islam Indonesia
dan benar-benar memiliki kesiapan untuk menghadapi segala kemungkinan yang
akan terjadi untuk mempertahankan negara dan agama Allah. Para pemuda yang
berangkat ke Cibarusah datang dengan dorongan semangat jihad patriotisme.
Semangat itu semakin menggelora pada saat mereka kembali ke daerah masing-
masing dengan menyandang predikat sebagai tentara Allah. (Suratman, 2017: 28-
29)
Sekembalinya dari pusat pelatihan Hizbullah di Cibarusah tersebut. Dibentuklah
di masing-masing kabupaten barisan Hizbullah, di Keresidenan Jawa Timur dengan
mengadakan latihan-latihan di :
Surabaya : Kawatan dan Kemayoran
Jombang : Pondok sebelah Cukir
Mojokerto : Halaman Rumah KH. Achyat Chalim
Sidoarjo : Madrasah NU Daleman
Gresik : Masjid Jami’ dekat Alun-alun
Sejak saat itulah semua kabupaten di seluruh Jawa – Madura dibentuk barisan
Hizbullah, yang intinya terdiri dari Pemuda Kepanduan Anshor, Hizbul Wathan, dan
santri-santri pondok.
Di Jawa Barat, Ketika terjadi perlawanan sengit melawan penjajah Belanda, Kyai
Noer Alie ikut berjuang bersama kekuatan pemuda Betawi dengan membentuk
Laskar Rakyat Bekasi, dan menjabat sebagai ketua. Ketika Agresi militer pada
tahun 1947, KH Noer Alie menghadap Jenderal Oerip Soemohardjo di Yogyakarta,
yang kemudian diperintahkan untuk bergerilya di Jawa Barat. KH Noer Alie
mendirikan serta menajdi Komandan Markas Pusat Hizbullah-Sabilillah Jakarta
Raya di Karawang. (Samsul Munir Amin, 2018).
Terbentuk menjelang kemerdekaan, Laskar Hizbullah lebih banyak berhadapan
dengan musuh (sekutu) setelah proklamasi. Sejak Oktober 1945 hingga akhir1946,
serta Agresi Militer Belanda pada tahun 1947. Laskar Hizbullah bertempur
menghadapi perlawanan tentara Sekutu, tersebar di wilayah seperti Surabaya,
Jawa Timur, Semarang dan Ambarawa, Jawa Tengah dan Priangan (Bandung dan
sekitanya) Jawa Barat. Namun peristiwa yang paling hebat yang dikenal saaat ini
adalah momen 10 November 1945 (Hari Pahlawan) dan 23 Maret 1946 (Hari
Bandung Lautan Api). Bahkan di Bekasi terjadi berbagai pertempuran dengan
Sekutu, beberapa peristiwa di antaranya: “Peristiwa Bekasi Lautan Api” dan
sebagainya. Peranan para tokoh agama dan jaringan ulama merupakan sesuatu yang
menjadi basis kekuatan selama masa Revolusi Kemerdekaan di Bekasi, Bogor,
Karawang dan Jakarta, di antara para tokoh tersebut, KH Noer Alie (Bekasi), KH Mamun
Nawawi (Cibarusah, Cibogo), KH Abdurrachman, KH Muhajirin (Bekasi) dan lain-lain.
LASKAR HIZBULLAH MELEBUR KE TNI
Usai proklamasi kemerdekaan, Soekarno yang terpilih sebagai presiden
Indonesia yang pertama mengeluarkan ketetapan untuk mempersatukan
TKR dan laskar perjuangan menjadi tentara resmi dengan nama Tentara
Nasional Indonesia (TNI), ketetapan itu diresmikan pada 3 Juni 1947
dengan menempatkan Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar TNI.
Sementara itu, kesatuan-kesatuan Hizbullah dalam TNI melebur ke
dalam kesatuan setingkat brigade, resimen, batalyon, seksi pasukan
dalam organisasi TNI. Dengan keputusan yang demikian, para perwira
dalam kesatuan Hizbullah yang menempati kedudukan di masing-masing
jenjang kesatuan yang menempati kedudukan dikepangkatan sebagaimana
yang diatur dan berlaku dalam kesatuan TNI. Sebagai contoh, KH Zainul
Arifin yang berkedudukan sebagai panglima laskar Hizbullah
mendapatkan pangkat mayor jenderal (Bizawie, 2014: 290-292).Keputusan
yang diambil oleh kesatuan Hizbullah itu menunjukkan bentuk memperkuat
barisan pertahanan yang bertekad menjaga kemerdekaan Indonesia serta
melawan segala bentuk penjajahan, tanpa harus bersikukuh
mempertahankan eksistensi laskar.

Anda mungkin juga menyukai