38 Votes
Penelitian sejarah dapat dilihat dari segi perspektif sejarah/historis, serta waktu terjadinya
fenomena-fenomena yang diselidiki. Banyak ahli yang mempersamakan metode sejarah dengan
metode dokumenter, karena dalam metode sejarah banyak data yang didasarkan pada dokumen-
dokumen. Metode sejarah tidak sama dengan metode dokumenter, karena metode dokumenter
dapat saja mengenai masalah maslah kini dan tidak perlu mengenai masalah lalu. Penelitian
sejarah menggunakan catatan observasi atau pengamatan catatan observasi atau pengamatan
orang lain yang tidak dapat diulang-ulang kembali.
1. 1. Pengertian Penelitian Sejarah
Sejarawan Inggris E.H. Carr (dalam Gall, Gall & Borg, 2007), telah menjawab pertanyaan “What is
history?”. Sejarah adalah suatu proses interaksi yang terus-menerus antara sejarawan dan fakta
yang ada, yang merupakan dialog tidak berujung antara masa lalu dan masa sekarang. Artinya
sejarah adalah pengetahuan yang tepat terhadap apa yang telah terjadi. Menurut Nevins (1933),
sejarah adalah deskrispsi yang terpadu dari kedaan-keadaan atau fakta-fakta masa lampau yang
ditulis berdasarkan penelitian serta studi yang kritis untuk mencari kebenaran. Penelitian dengan
menggunakan metode sejarah penyelidikan yang kritis terhadap keadaan-keadaan,
perkembangan, serta pengalaman di masa lampau dan menimbang secara cukup teliti dan hati-
hati bukti validitas dari sumber sejarah serta interpretasi dari sumber- sumber keterangan
tersebut.
Secara umum dapat dimengerti bahwa penelitian sejarah merupakan penelaahan serta sumber-
sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara sistematis.
Dengan kata lain yaitu penelitian yang bertugas mendeskripsikan gejala, tetapi bukan yang
terjadi pada waktu penelitian dilakukan. Penelitian sejarah di dalam pendidikan merupakan
penelitian yang sangat penting atas dasar beberapa alasan. Penelitian sejarah bermaksud
membuat rekontruksi masa latihan secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan,
mengevaluasi, mengverifikasikan serta mensintesiskan bukti-bukti untuk mendukung bukti-
bukti untuk mendukung fakta memperoleh kesimpulan yang kuat. Dimana terdapat hubungan
yang benar-benar utuh antara manusia, peristiwa, waktu, dan tempat secara kronologis dengan
tidak memandang sepotong-sepotong objek-objek yang diobservasi.
Menurut E.H. Carr (dalam Gall, Gall & Borg, 2007), penelitian sejarah sebagai
proses sistematis dalam mencari data agar dapat menjawab pertanyaan tentang fenomena dari
masa lalu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari suatu
institusi, praktik, tren, keyakinan, dan isu-isu dalam pendidikan. Selain itu Jack. R. Fraenkel &
Norman E. Wallen (dalam Yatim Riyanto, 1996: 22), penelitian sejarah adalah penelitian yang
secara eksklusif memfokuskan kepada masa lalu. Penelitian ini mencoba merenkonstruksi apa
yang terjadi pada masa yang lalu selengkap dan seakurat mungkin, dan biasanya menjelaskan
mengapa hal itu terjadi. Dalam mencari data dilakukan secara sistematis agar mampu
menggambarkan, menjelaskan, dan memahami kegiatan atau peristiwa yang terjadi beberapa
waktu lalu. Sementara menurut Donald Ary dkk (Yatim Riyanto, 1996: 22) menyatakan bahwa
penelitian sejarah adalah untuk menetapkan fakta dan mencapai simpulan mengenai hal-hal
yang telah lalu, yang dilakukan secara sistematis dan objektif oleh ahli sejarah dalam mencari,
mengvaluasi dan menafsirkan bukti-bukti untuk mempelajari masalah baru tersebut.
Berdasarkan pandangan yang disampaikan oleh para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian penelitian sejarah mengandung beberapa unsur pokok, yaitu: 1) Adanya proses
pengkajian peristiwa atau kejadian masa lalu (berorientasi pada masa lalu); 2) Usaha dilakukan
secara sistematis dan objektif; 3) Merupakan serentetan gambaran masa lalu yang integrative
anatar manusia, peristiwa, ruang dan waktu; 4) Dilakukan secara interktif dengan gagasan,
gerakan dan intuiasi yang hidup pada zamannya (tidak dapat dilakukan secara parsial).
Gall, Meredith D, Joyce P. Gall & Walter R. Borg. 2007. Educational Research. USA: Pearson
Education Inc.
Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Subana, M. dkk. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah.Bandung : Pustaka Setia.
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
3. Interpretasi adalah penafsiran fakta untuk ditulis hingga ada artinya, ada
maknanya. Fakta-fakta tersebut dilihat hubungannya, keterkaitan, disesuaikan
dengan fokus, hal terkait, dan kegunaannya hinga betul-betul layak dijadikan
‘bahan dasar’ penulisan sejarah.
SALAM PERUBAHAN
Metode Ilmu Sejarah
1/05/2011 apradinata No comments
metode sejarah dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang sistematis dalam
merekonstruksi masa lampau.Terdapat empat langkah metode sejarah yang wajib hukumnya
dilaksanakan oleh sejarawan dalam menulis karya sejarah. Empat langkah tersebut ialah :
1. Heuristik
Heuristik artinya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang terkait dengan topik
penelitian. Atau juga dapat di artikan sebagai kegiatan berupa penghimpunan jejak-jejak masa
lampau, yakni peninggalan sejarah atau sumber apa saja yang dapat dijadikan informasi dalam
pengeritian studi sejarah. Langakah- langkah dalam menghimpun data sejarah :
a. memilih subjek penulisan yang berdasarkan prinsip (dimana, siapa, bilamana, dan apa)
Pertanyaan tersebut berkenaan dengan aspek geografis, biografis, kronologis, fungsional atau
okupasional. Dari pertanyaan pokok itulah berbagai keharusan konseptual dilakukan dan
berbagai proses pengerjaan penelitian dan penulisan dijalani. Pertanyaan tersebut berfungsi un-
tuk menentukan penting atau tidaknya suatu peristiwa diteliti. Juga sebagai alat untuk
menentukan hal-hal mana yang bisa dijadikan “fakta sejarah”
1. Rekaman sezaman yang terdiri dari instruksi atau perintah, rekaman stenografis dan
fonografis, surat niaga dan hukum, serta buku catatan pribadi dan memorandum prive
2. Laporan konfidensial yang terdiri berita resmi militer dan diplomatik, jurnal atau buku
harian, dan surat-surat pribadi
3. Laporan-laporan umum yang terdiri dari laporan dan berita surat kabar, memoar dan
otobiografi, sejarah “resmi” suatu instansi, perusahaan dan sejenisnya.
4. Quesionaris tertulis
5. Dokumen pemerintah dan kompilasi, terdiri dari risalah instansi pemerintah, undang-
undang dan peraturan;
6. Pernyataan opini, terdiri tajuk rencana, esei, pidato, brosur, surat kepada redaksi, dan
sejenisnya;
7. Fiksi, nyanyian, dan puisi;
8. Folklore, nama tempat, dan pepatah.
Delapan sumber informasi tersebut bukanlah sumber sejarah dalam arti sebenarnya. Artinya ia
hanya sebagai sarana untuk mencari keterangan tentang subjek. Sedangkan sumber sejarah itu
sendiri adalah hasil yang diperoleh dari pencarian informasi tersebut yang nantinya digunakan
dalam penulisan sejarah setelah melalui tahapan pengujian.
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat dipergunakan dalam metode sejarah,
seperti: studi kepustakaan, pengamatan lapangan, wawancara (interview). Dapat pula digunakan
teknik lain seperti questionnaires, pendekatan tematis (topical approach) beserta berbagai
perangkat ilmu bantu lainnya, terutama digunakan terhadap topik yang mengarah kepada studi
kasus (case study).
2. Kritik
Hasil pengerjaan studi sejarah yang akademis atau kritis memerlukan fakta-fakta yang telah
teruji. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh melalui tahapan heuristik terlebih dahulu harus
dikritik atau disaring sehingga diperoleh fakta-fakta yang sobjektif mungkin. Kritik tersebut
berupa kritik tentang otentitasnya (kritik ekstern) maupun kredibilitas isinya (kritik intern), di-
lakukan ketika dan sesudah pengumpulan data berlangsung.Sumber sejarah yang telah dikritik
menjadi data sejarah.
Kritik ekstern terhadap sumber lisan kalau memang menggunakan teknik wawancara dilakukan
terhadap para informan yang akan diwawancarai. Informan harus memiliki kemampuan untuk
memberikan keterangan yang sebenarnya. Hal itu dapat dilihat dari keterlibatannya atas suatu
peristiwa, serta tingkat keintelektualannya. Caranya antara lain dengan jalan meminta
keterangan kepada para informan tentang keterlibatan informan lainnya atas peristiwa tersebut.
Kritik ekstern terhadap sumber tertulis perlu dilakukan agar tidak terperangkap kepada dokumen
palsu. Oleh karena itu perlu dipertanyakan tentang otentik atau tidak sejatinya suatu sumber.
Juga perlu diketahui tentang asli dan utuhnya sumber-sumber. Kalau sebuah dokumen tidak lagi
utuh atau cacat, seorang sejarawan harus mengadakan restorasi teks agar dokumen tersebut
kembali utuh dalam arti isi yang terkandung dapat diterima secara ilmiah. Untuk itu diperlukan
berbagai ilmu bantu sejarah yang dapat memberikan penjelasan yang logis atas dokumen
tersebut, seperti arkeologi, filologi, dan sebagainya.
Kritik intern terhadap sumber tertulis terutama dilakukan dengan jalan melihat kompetensi, atau
kehadiran pengarang terhadap waktu atau peristiwa. Kepentingan pengarang, sikap berat
sebelah serta motif pengarang, juga sangat perlu untuk diketahui guna menentukan kredibilitas
isi tulisan. Sedangkan terhadap sumber tertulis berupa dokumen, dilakukan dengan melihat segi
semantik, hermeneutik, dan pemahaman terhadap historical mindedness.
Data sejarah belum bisa dikatakan fakta sejarah. untuk menjadi fakta sejarah maka data sejarah
harus dikoroborasikan atau didukung oleh data sejarah lainnya. Dukungan tersebut akan
menghasilkan fakta sejarah yang mendekati kepastian atau hanya dugaan. Bisa saja satu data
sejarah menjadi fakta sejarah, selama tidak ada pertentangan di dalamnya, ini dinamakan
prinsip argumentum ex silentio.
4. Interpretasi
Interpretasi adalah proses pemaknaan fakta sejarah. Dalam interpretasi, terdapat dua poin
penting, yaitu sintesis (menyatukan) dan analisis (menguraikan). Fakta-fakta sejarah dapat
diuraikan dan disatukan sehingga mempunyai makna yang berkaitan satu dengan lainnya.
Fakta-fakta sejarah harus diinterpretasikan atau ditafsirkan agar sesuatu peristiwa dapat
direkonstruksikan dengan baik, yakni dengan jalan menyeleksi, menyusun, mengurangi tekanan,
dan menempatkan fakta dalam urutan kausal. Dengan demikian, tidak hanya pertanyaan
dimana, siapa, bilamana, dan apa yang perlu dijawab, tetapi juga yang berkenaan dengan kata
mengapa dan apa jadinya.
Perlu pula dikemukakan di sini, bahwa dalam tahapan interpretasi inilah subjektifitas sejarawan
bermula dan turut mewarnai tulisannya dan hal itu tak dapat dihindarkan. Walau demikian,
seorang sejarawan harus berusaha sedapat mungkin menekan subjektifitasnya dan tahu posisi
dirinya sehingga nantinya tidak membias ke dalam isi tulisannya.
5. Historiografi
Tahap kelima ini adalah tahap terakhir metode sejarah. Setelah sumber dikumpulkan kemudian
dikritik (seleksi) menjadi data dan kemudian dimaknai menjadi fakta, langkah terakhir adalah
menyusun semuanya menjadi satu tulisan utuh berbentuk narasi kronologis. Imajinasi sejarawan
bermain disini, tetapi tetap terbatas pada fakta-fakta sejarah yang ada. Semuanya ditulis
berdasarkan urut-urutan waktu.
Dalam historiografi modern (sejarah kritis), seorang sejarawan yang piawai tidak lagi terpaku
kepada bentuk penulisan yang naratif atau deskriptif, tetapi dengan multidimensionalnya le-
bih mengarah kepada bentuk yang analitis karena dirasakan lebih scientific dan mempunyai
kemampuan memberi keterangan yang lebih unggul dibandingkan dengan apa yang
ditampilkan oleh sejarawan konvensional dengan sejarah naratifnya