Anda di halaman 1dari 4

Nama: Dian Agung I

Nim : 201610080311164
Kelas: Bahasa dan Sastra Indonesia (Bahasa 3C)

Kearifan Lokal Sebagai Penguatan Pendidikan Berbasis Budaya


Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang menjunjung tinggi budayanya.
Masyarakat Individu atau kelompok tertentu mana pun dituntut untuk saling berbagi dan
bersinergi secara bebarengan. Dengan cara demikianlah suatu bangsa akan mampu
menghasilkan warisan yang berharga yang bersifat lintasgenerasi. Kerjasama antara
individu dan kelompok akan mampu melangkah jauh ke depan demi menjalin
ketanahairan dan kebangsaan.
Indonesia sebagai bangsa ditopang oleh manusia-manusia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai budaya. Kebudayaan merupakan faktor penting dalam membangun
kebudayaan. Melalui jalan kebudayaan, suatu bangsa mampu menghargai harkat dan
martabat dirinya, dan menghargai perjalanan historis yang telah dilampauinya
Globalisasi merupakan proses yang harus dilalui, dalam proses sekarang ini arus
budaya luar banyak yang masuk ke dalam negeri. Jika kita tidak siap memproktesi diri
sendiri maka akibatnya kita bisa menjadi manusia yang cenderung pragmatic,
materialistic, dan hedonik menjadi dominan di tengah masyarakat yang makin konsumtif
yang berujung pada kemiskinan spiritual, dan sederet panjang fenomena lainnya.
Dalam konteks yang demikian, diperlukan suatu landasan karakter yang kuat agar
bangsa tidak gamang untuk memilih suatu karakter sebagai representasi setiap warga
yang pada gilirannya akan merepresentasikan sikap suatu bangsa sebagai nation. Nation
and character building menjadi mutlak adanya, demi kelangsungan hidup bangsa.
Realiasasinya berupa upaya tanpa henti untuk menggali, menemukan, membangun, dan
terus-menerus memperkuat nilai-nilai budaya pribumi sebagai nilai dasar.
Melalui tegur-sapa yang ramah kita telah menumbuhkan sikap multikultural
dalam diri yang memiliki nilai tenggang rasa antara sesama sebagai dasar utama
pendidikan karakter berbudaya, disamping penempatan keberaneka keyakinan, tradisi,
adat, dan budaya.
Pengintegrasian nilai-nilai budaya dalam proses pendidikan siswa/mahasiswa
dituntut untuk mengkonstruksikan pengetahuan atau menyematkan benih-benih nilai
positif dirinya sebagai hasil pemikiran dan interaksinya dalam konteks sosial-budaya
yang mengkondisikannya berdasarkan interaksi dan pengetahuan yang dimilikinya,
Penempatan nilai budaya sebagai konteks pendidikan berpotensi mendekatkan
dan menyadarkan peserta-didik terhadap lingkungan kehidupannya. Dari adat istiadat dan
benda-benda budaya tempat nilai-nilai itu melekat dan bersemayam di dalamnya.
Strategi penghadiran lingkungan budaya merupakan bagian dari proses penebaran
benih dan penumbuhan nilai budaya. Ketika siswa berinterkasi dan beradaptasi dengan
lingkungan (budaya), mereka sedang berada dalam peritiwa belajar. Lingkungan budaya
merupakan sebuah fokus untuk mendapatkan pengalaman baru. Ketika nilai budaya
diintegrasikan dalam pendidikan, terdapat tiga alternatif yang dimungkinkan.
Pertama, pendidikan tentang nilai-nilai budaya tertentu. Alternatif ini
menempatkan nilai-nilai budaya sebagai subjek dan objek kajian. Nilai-nilai budaya
dipelajarai dalam satu program studi khusus tentang budaya dan untuk budaya.
Kedua, pendidikan dengan nilai-nilai budaya terjadi saat nilai budaya tertentu
diperkenalkan kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari suatu konsep.
belajar dengan nilai-nilai budaya meliputi pemanfaatan beragam hal yang inheren di
dalamnya, menjadi media pembelajaran dalam pembelajaran, menjadi konteks contoh
tentang konsep atau prinsip, serta konteks penerapan prinsip atau prosedur tertentu.
Ketiga, pendidikan melalui nilai-nilai budaya merupakan startegi yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau
makna yang diciptakannya melalui beragam perwujudan budaya berbasis nilai budaya.
Produk-produk budaya yang diwujudkan siswa bisa beragam, misalnya poster, lukisan,
lagu, ataupun puisi yang bertema nilai budaya, dapat diperhitungkan untuk melihat
seberapa jauh peserta didik memperoleh pemahaman proses tertentu, dan seberapa besar
kreativitasnya dalam rangka pencapaian kompetensi.
Pendidikan karakter penguatan budaya juga bisa dilakukan dengan melakukan
penekatan terdahap kearifan lokal. Setiap masyarakat memiliki kearifan lokal yang
berbeda. Kearifan lokal dibangun dan ditumbuhkan dari pandangan hidup dan nilai-nilai
yang menjadi pendoman masyarakat dalam menyelenggarakan kehidupannya, jadi
kearifan lokal salah satu bentuk pelestarian budaya.
Mengingat masyarakat yang majemuk/multikultural, maka pemahaman
masyarakat terhadap kearifan lokal dalam menguatkan kebersamaan dan persatuan
bangsa perlu dipahamkan, diwariskan, dan diajarkan dalam pendidikan, baik formal
maupun informal. Keluarga, masyarakat, dan sekolah mampu menyosialisasikan serta
menginternalisasikan kearifan lokal secara nyata melalui tindak bahasa santun dan
edukatif.
Adapun implementasi pendidikan karakter berbasih kearifan lokal guna
memperkuat pendidikan karakter berbasis budaya, bisa di lakukan dalam lingkungan
sekolah, seperti saat di dalam kelas, guru dapat menanamkan pendidikan karakter saat
proses pembelajaran berlangsung, guru dapat menyusun rencana pembelajaran yang
memerhatikan kearifan lokal.
Misalnya pada pembelajaran bahasa Indonesia di SD dengan kompentensi dasar
memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia, maka guru dapat membuat
apersepsi tentang keragaman bahasa daerah di Indonesia. Dalam pelaksanaan
pembelajaran inti, guru dapat membuat materi dengan mencocokan macam-macam
bahasa daerah di Indonesia dan meminta siswa untuk memperagakan percakapan dari
masing-masing daerah yang berbeda Bahasa.
Dalam lingkungan sekolah perlu diciptakan budaya sekolah yang mampu
menguatkan karakter baik/positif peserta didik. Dalam buku Panduan PPK bagi guru
(Kemdikbud, 2017) diterangkan kegiatan yang dapat dikembangkan untuk membangun
budaya sekolah adalah (1) Pembiasaan dalam kegiatan literasi; (2) Kegiatan
ekstrakurikuler, yang menginteregasikan nilai-nilai utama PPK, dan (3) menetapkan dan
mengevaluasi tata tertib atau peraturan sekolah seperti kegiatan (UKS) dan kegiatan bela
diri.
Sementara itu di lingkungan masyarakat, tim khusus kearifan lokal dapat bekerja
sama dengan komunitas, misalnya mendatangkan kesenian tari topeng Malangan. Mereka
komunitas langsung turun kesekolah untuk menunjukan alat music, kostum dan aksesoris
yang dipakai, media topeng serta gerakan yang ditampilkan menarik perhatian peserta
didik.
Contoh lain penguatan karakter berbasis kearifan lokal adalah program Siswa
Bakti Desa, selama tiga hari peserta didik berbaur dengan masyarakat, mereka memabntu
masyarakat dengan cara membantu, membersihkan rumah, dan halaman, juga beraktivitas
bersama masyarakat seperti kerja bakti. Dari contoh di atas, pendidikan karakter yang
dikembangkan dalam pembelajaran di kelas dan masyarakat adalah karkter nasionalis,
kerja sama (gotong royong), dan integritas.

Anda mungkin juga menyukai