Anda di halaman 1dari 10

PANCASILA :

DARI KELAHIRAN RUMUSAN KONSEP, PROSES MENUJU


DAN MENJADI DASAR NEGARA
Oleh: DR. Anhar Gonggong
Pelajar Sejarah, Tenaga Professional Lemhanas RI Bidang Sosial Budaya

I.

Pendahuluan : Apa Dasar Negara Kita, Kalau Kita Merdeka Kelak?


Situasi amat buruk dan kritis yang dihadapi pemerintah dan bala tentara

Jepang sejak awal 1944. Hal ini menyebabkan Jepang harus mengambil langkah
untuk mengatasi situasi buruk-kritis yang dihadapinya itu. Usaha pendekatan
terhadap para pemimpin, tokoh-tokoh di negeri-negeri yang didudukinyatermasuk
Indonesiatidak bisa tidak, harus dilakukan. Salah satu taktik yang dilakukan oleh
Komandan pasukan Jepang di Asia Tenggara adalah dengan membentuk lembaga
resmi yang menghimpun para pemimpin negeri pendudukannya, dan memberi
ruang untuk membicarakan hal-hal penting untuk menghadapi situasi yang sedang
dihadapi dan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi di hari-hari yang akan
datang.
Dalam kerangka berpikir seperti itulah, pimpinan pemerintah pendudukan
Jepang di Asia Tenggara membentuk sebuah lembaga yang diberi nama : Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakaiyang oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat diterjemahkan
sebagai

Badan

Penyelidik

Usaha

Persiapan

Kemerdekaan

(BPUPK)dan

anggotanya sebanyak 62 orang yang terdiri dari pemimpin, tokoh yang ada di Jawa.
Ketua (Kaitjoo) dari badan bentukan Jepang ini adalah Dr. K.R.T. Radjiman
Wedyodiningrat, seorang intelektual-kejawen, tokoh Boedi Oetomo sejak awal, dan
beberapa tokoh pimpinan terkemuka diangkat sebagai anggotanya, seperti Ir.
Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Prof. Dr. Soepomo, Mr. Muh. Yamin. Tokoh, pemimpin
Islam terkemuka yang menjadi anggota BPUPK antara lain Ki Bagus Hadikusumo,
K.H. Wahid Hasyim, H. Agus Salim, K.H. Kahar Mudzakkir. Sedang yang beragama
Kristen ialah Mr. Maramis, dan Mr. Latuharhari.
Badan ini, BPUPK, diresmikan pada 28 Mei 1945. Pada keesokan harinya, 29
Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 dimulailah periode sidang pertamanya. Fokus
pembicaraan dalam dua periode sidang badan ini adalah menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh ketuanya, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, Apa dasar negara kita,
kalau kita merdeka, kelak? Ketua meminta kepada semua anggota BPUPK untuk
1

memberikan pendapat tentang pertanyaannya tersebut. Pada 29 Mei 1 Juni 1945


tampil beberapa anggota untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ketua
badan iniyang oleh Mr. M. Yamin disebut sebagai Badan Konstituante pertama
antara lain Prof. Dr. Soepomo, yang ide dasarnya diambil dari filosof Spinoza,
integralistik, yang sejalan dengan landasan bersatunya sang Raja dengan kaulonya.
Pada hari terakhir periode pertama, 1 Juni 1945, tampillah anggota terkemuka, Ir.
Soekarno, memberikan keterangan jawabannya terhadap pertanyaan yang diajukan
oleh Ketua badan ini. Beliau pun merumuskan jawabannya dan itulah yang
ditawarkannya sebagai calon dasar negarameminjam istilah yang digunakan oleh
Prof. Notonegoroyang diberi nama Pancasila.
II.

Ideologi yang Terus menjadi Wacana


Negeri Nusantara, kemudian Nederlandsch-Indie dan sejak 28 Oktober 1928

menjadi Indonesia dan sejak 17-18 Agustus 1945 menjadi bangsa merdeka dan
negara merdeka dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
pernah diselingi oleh bentuk negara Federal, RISRepublik Indonesia Serikat yang
presidennya juga Ir. Soekarnodan berdasar kepada lima dasar yang tetap
disepakati sebagai Pancasila; kelima dasar yang dimaksud tercantum pada alinea
keempat dari Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara dan yang sejak
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlaku lagi sebagai UUD Negara , dan sampai sekarang
disebut UUD 1945.
Dewasa ini terjadi wacana yang mungkin dapat menjadi wacana polemis yang
berkepanjangan. Dalam kaitan ini, posisi Pancasila sebagai dasar negara, bukanlah
sesuatu yang baru sebagai bahan polemik, melainkan sejak awal kelahiran
konseptualnya oleh anggota Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai (Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan BPUPK) terjemahan nama yang digunakan oleh Ketua, Dr.
K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar penerbitan pertama pidato
konseptual dasar negara oleh Ir. Soekarno pada 1 Juli 1947, dengan Judul Lahirnya
Pantja-Sila telah menyertainya. Wacana polemis terus terjadi pada 1950-an yang
sistem demokrasinya adalah Liberalistis sesuai dengan ketentuan-ketentuan
konsitusi yang berlaku ketika itu, UUD Sementara 1950. Dapat dikatakan suasana
polemis tentang posisi Pancasila sebagai dasar negara selama periode Demokrasi
Liberal, 1950-1958 terus berlangsung; bahkan situasi polemis tidak hanya terjadi di

ruang-ruang sidang DPR dan Badan Konstituante, bahkan juga terjadi dalam bentuk
gerakan bersenjata.
Situasi Polemis Tentang Dasar Negara: Pantja-Sila; 1950-1958

Gerakan bersenjata DI/TII- Jabar, Aceh,


Sulsel, Kalsel

Di ruang-ruang Sidang DPR dan


Badan Konstituante

Ketika dalam periode Demokrasi Terpimpin, 1960-1965, situasi polemis itu terjadi
lagi.
Situasi Polemis Tentang Dasar Negara Pancasila: 1960-1965

Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) pada


tahun 1963, D.N. Aidit di depan acara
Indoktrinasi Manipol USDEK mengeluarkan
pernyataan: Pancasila adalah alat pemersatu, ...
kalau begitu, Kalau kita sudah bersatu,
Pancasila tidak diperlukan lagi

III.

1.

Gerakan DI/TII terus berlangsung


sampai 1965.
2. Tahun 1965 terjadi apa yang disebut
dengan Gerakan 30 September 1965
yang dilakukan oleh Dewan Revolusi
yang dipimpin oleh: Letkol. Untung
dari Cakrabirawa.

Proses Kelahiran Konsep Pancasila sebagai Calon Dasar Negara


Keterangan singkat tentang situasi polemis berkaitan dengan kedudukan

Pancasila sebagai dasar negara pada 1950-an dan 1960-an, menunjukkan kepada
kita bagaimana tidak mudahnya melanjutkan dan memahami sebuah kesepakatan
agar dapat dipertahankan dan dijalankan sebagaimana tuntutan dari makna
kesepakatan/konsensus itu sendiri. Di bawah ini akan diberikan gambaran
kelahiran konsep Pancasila sebagai calon dasar negara.
Sebuah lembaga untuk wilayah pendudukan pasukan Jepang, Indonesia
sebagimana disebutkan pada bagian pendahuluandibentuk di tengah arus
kekalahan Jepang makin terlihat. Badan itu diberi nama Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai,
yang oleh Ketua (Kaitjoo) badan ini, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
diterjemahkan sebagai Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan dan kita
menyingkatnya, BPUPK, tanpa huruf I, sebagaimana yang sering dilakukan oleh
pelbagai penulis. Badan ini dibuka secara resmi oleh Komandan Tertinggi Pasukan
Pendudukan Jepang di Asia Tenggara pada 28 Mei 1945, seperti yang dikatakan di
atas.
3

Menurut Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, sidang badan ini dua kali, yaitu
sidang pertama 29 Mei-1 Juni 1945 dan sidang kedua, 10 Juli-17 Juli 1945. Menurut
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat:
Lahirnya Panca-Sila ini adalah buah stenografisch verslag dari
pidato Bung Karno yang diucapkan dengan tidak tertulis dahulu (voor de
vuist) dalam sidang pertama pada 1 Juni 1945 ketika sidang membicarakan
dasar (beginsel) negara kita, sebagai penjelasan daripada anganangannya. Sudah barang tentu kalimat-kalimat sesuatu pidato yang tidak
tertulis dahulu tidak sempurna tersusunnya. Tetapi yang penting ialah
ISINYA! (Kata pengantar terbitan pertama, 1947).

Mari kita masuk ke pembicaraan Anggota BPUPK, Ir. Soekarno tertanggal 1


Juni 1945, hari terakhir dari jadwal sidang pertama dari badan ini. Sebelum anggota
Ir. Soekarno berbicara pada 1 Juni itu. Tentang pembicara-pembicara terdahulu itu,
dalam memberikan tanggapan penilaiannya, dikatakan oleh anggota Ir. Soekarno :
Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato dan di dalam
pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan
Paduka Tuan Ketua Yang Mulia, yaitu bukan dasarnya indoensia merdeka.
Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua Yang Mulia
ialah, dalam bahasa Belanda: Philosofische Grondslag daripada Indonesia
Merdeka. Philosofische Grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang
sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat-hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di
atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi (lihat
buku kecil, Lahirnya Pantja-Sila, Poetra, tanpa tahun, hal. 9.)

Setelah memberikan keterangan singkat tentang adanya anggota yang


uraiannya tidak sesuai dengan tujuan pembicaraan dalam sidang-sidang Badan ini,
Ir. Soekarno memberikan pengertiannya tentang perkataan merdeka. Menurutnya:
Merdeka buat saya ialah political independence, politicke onafhankelighleid.
Selanjutnya saudara, saudara! Apakah yang dinamakan merdeka?
Di dalam tahun 33 saya telah menulis satu risalah. Risalah
bernama: Mencapai Indonesia Merdeka. Maka di dalam risalah tahun 33
itu, telah saya katakan bahwa Kemerdekaan, politieke onafhankelighleid,
political independence, tak lain dan tak bukan ilah satu jembatan, satu
jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa di seberangnya
jembatan itu kita sempurnakan kita punya masyarakat (hal. 12).

Dan tentang kapan kita merdeka, Ir. Soekarno berkata: Berpuluh-puluh tahun
yang lalu, kita menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun
1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan: INDONESIA MERDEKA
SEKARANG! Bahkan 3 kali sekarang. Yaitu Indonesia merdeka sekarang,
sekarang, sekarang!

Selanjutnya Ir. Soekarno memberikan susunan urutan dari konsep dasar


negara, weltanschauung yang diusulkannya kepada sidang pada 1 Juni 1945 itu.
Konsep Pancasila yang diusulkan di dalam Pidato Ir. Soekarno, 1 Juni 1945

1.
2.

Kebangsaan Indonesia
Internasionalisme, - atau Peri
Kemanusiaan
3. Mufakat, -demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan

Rumusan Panitia 9, 22 Juli 1945


Piagam Jakarta
...berdasar kepada
1.

Ketuhanan dengan kewajiban


menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia

Ir. Soekarno setelah mengajukan rumusan lima


sila dasar konsep negara, kemudian menyatakan
Atau, barangkali ada saudara-saudar yang tidak
suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras,
sehingga tinggal tiga saja...Djadi asalnya lima itu
telah menjadi tiga: socio nasionalisme, socio
demokrasi dan Ketuhanan. Kemudian...tidak
semua tuan-tuan senang pada Trisila dan minta
satu...Baiklah saya jadikan satu...Satu berkaitan
Indoneisa yang tulen, yaitu perkataan Gotong
Royong

Trisila

Ekasila: Gotong Royong

Segera setelah selesai mengucapkan pidato konseptualnya yang bernama


Pancasila, angota-anggota BPUPK menampakkan perbedaan pendapatnya tentang
usulan yang diajukan oleh anggota, Ir. Soekarno. Dalam kaitan itu, anggota BPUPK
terbelah dua kelompok, nasionalis sekuler dan nasionalis Islami.
Untuk menyelesaikan perbedaan pendapat di antara kedua kelompok
anggota

BPUPK

itu,

Dr. K.R.T. Wedyodiningrat

membentuk

panitia

kecil

beranggotakan 9 orang yang dianggap mewakili kedua kelompok yang berbeda


pendapat itu. Ke 9 anggota panitia kecil itu ialah Ir. Soekarno, sebagai Ketua,
Drs.

Tanggapan anggota BPUPKI terhadap Konsep Dasar


Negara: Pancasila oleh Ir. Soekarno

5
Kelompok Nasionalis Sekuler
Menerima sepenuhnya konsep yang
diajukan oleh Ir. Soekarno

Kelompoktetapi
Nasionalis
Islam
Tidak menolak,
menghendaki
perubahan tertentu terhadap konsep Ir.
Soekarno itu

Muhammad Hatta, sebagai Wakil Ketua, selanjutnya Muhammad Yamin, A.A.


Maramis, Soebardjo, dan K.H. Wachid Hasyim, K.H. Kahar Mudzakkir, H. Agus
Salim dan R. Abikusno Tjokrosuyoso. Panitia Sembilan (panitia kecil) ini diminta oleh
Ketua BPUPK untuk menemukan formula, yang disepakati bersama untuk
mengakhiri perbedaan di antara mereka.
Setelah melakukan rapat beberapa kali, panitia itu berhasil merumuskan
formula sebagai hasil kesepakatan mereka, kelompok nasionalis Sekuler dengan
kelompok nasionalis Islami yang kemudian dikenal dengan nama yang diberikan
oleh anggotanya, Muhammad Yamin, yaitu Piagam Jakarta atau Jakarta Charter
tertanggal 22 Juni 1945.
Dalam kaitan dengan dua rumusan awal dari calon dasar negara yang
dirumuskan itu, agaknya perlu diberi catatan sebagai berikut.
Konsep yang dibicarakan dan diperdebatkan oleh dua kelompok yang
berbeda itu ialah kosep Pancasila dan bukan konsep alternatif perasan dalam
bentuk Trisila dan/atau Ekasila. Jadi konsep perasan yang berupa alternatif tidak
ada kaitannya dengan kelanjutan dari pembicaraan calon dasar negara tertanggal
22 Juni 1945.
IV.

Dari Calon menjadi Dasar Negara


Di tengah-tengah situasi kritis yang dihadapi oleh Fasisme Jepang sebagai

peserta Perang Dunia II pada akhir 1944 dan awal 1945, tampak pemerintah
pendudukan Jepang mencari strategi untuk meringankan bebannya menghadapi
kekalahannya yang mungkin segera datang. Salah satu langkah yang dilakukan
pimpinan pemerintahan pendudukan Jepang ialah melakukan pendekatan strategi
yang mungkin dapat diterima oleh para pemimpin bangsa Indonesia yang negerinya
diduduki. Hal ini berkaitan dengan janji kemerdekaan yang pernah diberikan pada
awal pendudukan pasukan fasisme Jepang. Yang dimaksudkan ialah mengganti
lembaga penjajakan persiapan kemerdekaan, BPUPK menjadi lembaga persiapan
6

kemerdekaan, yaitu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan


ketuanya Ir. Soekarno dan Wakil Drs. Muhammad Hatta. Sedang Ketua BPUPK, Dr.
K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat menjadi salah satu anggota dari lembaga
kepanitiaan ini. Perhatikan nama lembaga baru ini, nama Indonesia sudah
disebutkan secara pasti.
Setelah itu perkembangan waktu menuju kemerdekaan tampak makin cepat.
Singkatnya, 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada pasukan
Sekutu yang dipimpin oleh Jenderal Mc. Arthur. Dalam waktu yang demikian singkat,
kurang dari dua hari, untuk segera menjadi bangsa merdeka, segera dilakukan.
Akhirnya, setelah melalui proses perdebatan dan gejolak, akhirnya kemerdekaan
bangsa Indonesia disepakati untuk diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Yang
menandatangani Proklamasi itu, disepakati oleh pertemuan di rumah Laksmana
Maeda, ialah Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia.
Besoknya, 18 Agustus 1945 bangsa Indonesia yang sudah menyatakan diri
sebagai bangsa Indonesia merdeka pada hari kemarin, 17 Agustus 1945, akan
segera membentuk-tegakkan sebuah negara merdeka. Rapat untuk mewujudkan
negara itu akan dilakukan melalui sidang PPKI yang akan diadakan pada 18 Agustus
1945. Dalam kaitan dengan akan diadakannya rapat PPKI yang membicarakan
pembentukan negara Indonesia merdeka beserta penentuan perangkat-perangkat
yang akan diadakan untuk digunakan dalam menjalankan pemerntahan negara
merdeka, Republik Indonesia ini, terjadi persoalan yang berkaitan dengan
pencantuman butir-butir dasar negara di dalam pembukaan UUD negara yang akan
dirumuskan dan ditetapkan di dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945.
Menurut Drs. Muhammad Hatta, Wakil Ketua PPKI, yang akan bersidang
pada 18 Agustus 1945 itu, pada tanggal 17 malam, beliau didatangi oleh seorang
opsir Jepang dari Indonesia Timur, yang menyampaikan keberatan, penolakan jika
rumusan butir-butir calon dasar negara sebagaimana yang terdapat di dalam
Piagam Jakarta, menjadi bagian dari pembukaan UUD negara yang akan
dibicarakan pada rapat PPKI 18 Agustus 1945. Setelah terjadi perdebatan dengan
Opsir Jepang dari Indonesia Timur itu, akhirnya Drs. Muhammad Hatta sepakat
untuk melakukan lobi sebelum sidang pada 18 Agustus 1945. Keberatan dari Opsir
Jepang Indonesia Timur itu berkaitan dengan rumusan Piagam Jakarta yang
berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya.

Setelah melalui lobi yang sangat singkat dan menegangkansekitar dua jam
akhirnya

sidang

PPKI

sepakat

menghapuskan

ketujuh

kata

itu

dan

menggantinya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan disepakatinya rumusan


butir-butir Pancasila sebagaimana yang kemudian disepakati pada tanggal 18
Agustus 1945 di dalam sidang PPKI, maka dasar negara Kesatuan Republik
Indonesia, telah disahkan! Singkatnya, dasar negara yang sah ialah yang disepakati
dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945.
V.

Penutup: Peranan Pemimpin Islam, Tidak Terabaikan-Lupakan!


Sebagai catatan penutup, perlu diberikan berdasar keterangan penjelasan

yang telah diberikan pada halaman-halaman terdahulu:


1. Pada sidang-sidang pertama, 29 Mei-1 Juni 1945 itu, persoalan yang
dibicarakan memang mengajukan dasar (beginsel) negara, untuk menjawab
pertanyaan yang diberikan oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat yang
berkaitan dengan dasar negara. Ir. Soekarno telah berbicara pada hari
terakhir dari masa sidang pertama itu. Sebelumnya telah berbicara beberapa
anggota lainnya, antara lain Prof. Dr. Soepomo.
2. Rumusan konsep dasar negara-weltanschaung yang diajukan dengan nama
Pancasila, adalah rumusan pribadi, individu pemimpin bangsa, cendekiawan
Ir. Soekarno.
3. Piagam Jakarta, rumusan awal dari pribadi-pemimpin bangsa, Ir. Soekarno
dibicarakan kembali oleh sebuah lembaga kepanitiaan yang beranggotakan 9
(sembilan) orang anggota BPUPK, untuk merumuskan formula kesepakatan
bersama. Ketua Panitia Kecil ini ialah Ir. Soekarno dan beliaulah pimpinan
untuk merumuskan kesepakatan dengan nama Piagam Jakarta. Lahirlah
rumusan kedua dari calon dasar negara yang dirumuskan, tidak lagi
rumusan individu, melainkan rumusan bersama 9 (sembilan) orang pemimpin
bangsa dari dua golongan utama di dalam perjuangan menuju dan menjadi
merdeka, yaitu kelompok nasionalis sekuler dan kelompok nasionalis Islami.
4. Selanjutnya, setelah menyatakan diri sebagai bangsa merdeka pada 17
Agustus 1945, PPKI bersidang pada 18 Agustus 1945 untuk menegakkan
sebuah negara merdeka dengan perangkat-perangkatnya. Salah satu yang
akan disah-tetapkan ialah Pembukaan UUD negara yang di dalamnya
terdapat rumusan butir-butir dasar negara. Lembaga PPKI yang dapat
dianggap telah beranggotakan wakil-wakil dari seluruh bangsa Indonesia
8

yang merdeka, telah sepakat menerima dan menetapkan butir-butir dasar


negara, sebagaimana yang tercantum pada alinea IV Pembukaan UUD
Negara, di dalam sidang PPKI 18 Agustus 1945. Pada 18 Agustus 1945
sebuah negara merdeka yang ditegakkan oleh sebuah bangsa merdeka yang
diproklamasikan 17 Agustus 1945 dan pada tanggal ditegakkannya, negera
merdeka itu telah memiliki sekaligus dasar negara yang diletakkan di dalam
rumusan Pembukaan UUD Negara-nya.
5. Hal yang sangat menarik, bahkan sangat mengagumkan, bahwa ketika
memimpin sidang-sidang perumusan kembali dasar negaradi dalam
sidang-sidang Panitia Kecil dan sidang-sidang PPKIIr. Soekarno tidak
ngotot mempertahankan tercantumnya nama Pancasila dari dasar negara
yang diajukannya pada tanggal 1 Juni 1945. Hal itu terbukti dengan tidak
dicantumkannya nama Pancasila di dalam rumusan Piagam Jakarta
tertanggal 22 Juni 1945 dan hal yang sama juga terjadi pada rumusan di
dalam sidang PPKI tertanggal 18 Agustus 1945, artinya nama Pancasila juga
tidak dicantumkan. Kalaulah tokoh, pemimpin utama ini mempertahankan
bagian pemikirannya dalam sidang-sidang dari kedua lembaga penentu
yang dipimpinnya, kemungkinan besar nama Pancasila itu dapat diterima dan
dicantumkan. Tetapi dengan sikap pemimpin-negarawan, beliau menerima
kesepakatan bersama.
6. Mungkin perlu diberi catatan yang berkaitan dengan posisi dari Piagam
Jakarta, karena Piagam Jakarta yang dirumuskan bersama bertanggal 22
Juni 1945, ternyata tercantum di dalam alinea terakhir dari Dekrit Presiden
bertanggal 5 Juli 1959 untuk berlakunya lagi UUD 1945. Lebih jelasnya, ada
baiknya kita kutip selengkapnya dari alinea Dekrit Periode 5 Juli yang
dimaksud:
Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta pada
tanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan
adalah merupakan suatu rangkaian-kesatuan dengan Konsitusi
tersebut (Panitia Pembina Djiwa Proklamasi); hal.107.

Masuknya Piagam Jakarta ke dalam alinea terakhir dari Dekrit Presiden 5 Juli
1959 itu, merupakan hasil lobi negosiatif antara pimpinan partai Nahdlatul Ulama
(NU) dengan pemerintah, yang diwakili oleh Kepala Staf Angkatan Darat/Menteri
Keamanan, Jend. A.H. Nasution. Hal ini diungkap oleh Sekretaris Jenderal Partai

NU, K.H. Saifuddin Zuhri dalam bukunya, Berangkat dari Pesantren, (Gunung
Agung, Jakarta, 1987), yang menyatakan :
Suatu malam di awal Juli 1959, telepon di rumah bordering pada
pukul 01.30 dinihari. Pak Idham meminta datang ke rumahnya . Aku
dimintanya mendampingi beliau berhubung akan datang dua orang pejabat
amat penting
Kedatangan kedua perwira tinggi itu untuk meminta saran NU
berhubung kedua-duanya akan berangkat ke Tokyo untuk menghadap
Presiden Soekarno yang sedang berobat di sana. Dari kalangan pimpinan
ABRI (istilahnya waktu itu Angkatan Perang Republik Indonesia, APRI)
akan mengusulkan kepada Presiden agar UUD 1945 diberlakukan kembali
melalui Dekrit Presiden. Berhubung dengan itu, kedua perwira tinggi
tersebut meminta pikiran NU materi apa yang perlu dimasukkan dalam
Dekrit Presiden.
Isinya terserah pemerintah, tetapi hendaklah memperhatikan suarasuara golongan Islam dalam Konstituante, kata Pak Idham Chalid. (hal.
451).

Melalui lobi dan pembicaraan di antara pelbagai pihakyang tentu saja


memiliki makna politis tertentupada 1 Juni 2016, Presiden Republik Indonesia, Ir.
Joko Widodo, telah menentapkan 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila sebagai
hari besar dan sekaligus hari libur. Dalam kaitan itu, sebagai seorang warga negara
Republik ini, dan sebagai seorang warganegara Islam, saya berharap agar langkah
pemerintah ini kita sambut dengan sebuah harapan : Pancasila kita terima secara
utuh dalam arti sumbangan pemimpin-pemimpin IslamMuhammadiyahdalam
proses perumusan dan penetapannya sebagai dasar negara dan tidak terabaikanlupakan.
Demikianlah keterangan yang dapat saya sampaikan di depan anda semua
yang sangat saya hormati. Saya tentu harus mengatakan bahwa keterangan yang
saya sampaikan ini, merupakan usaha untuk meletakkan pemahaman yang tepat,
terhadap perjalanan pencaharian dari para pemimpin bangsa kita, khususnya yang
berkaitan dengan dasar negara, untuk kemudian menjadi temuan, rumusan
bersama, agar kita memiliki dasar dan pegangan bersama di dalam alam
kemerdekaan negara dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan
itu: ...Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Pondok Gede, 9 Juni

10

Anda mungkin juga menyukai