I.
Jepang sejak awal 1944. Hal ini menyebabkan Jepang harus mengambil langkah
untuk mengatasi situasi buruk-kritis yang dihadapinya itu. Usaha pendekatan
terhadap para pemimpin, tokoh-tokoh di negeri-negeri yang didudukinyatermasuk
Indonesiatidak bisa tidak, harus dilakukan. Salah satu taktik yang dilakukan oleh
Komandan pasukan Jepang di Asia Tenggara adalah dengan membentuk lembaga
resmi yang menghimpun para pemimpin negeri pendudukannya, dan memberi
ruang untuk membicarakan hal-hal penting untuk menghadapi situasi yang sedang
dihadapi dan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi di hari-hari yang akan
datang.
Dalam kerangka berpikir seperti itulah, pimpinan pemerintah pendudukan
Jepang di Asia Tenggara membentuk sebuah lembaga yang diberi nama : Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakaiyang oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat diterjemahkan
sebagai
Badan
Penyelidik
Usaha
Persiapan
Kemerdekaan
(BPUPK)dan
anggotanya sebanyak 62 orang yang terdiri dari pemimpin, tokoh yang ada di Jawa.
Ketua (Kaitjoo) dari badan bentukan Jepang ini adalah Dr. K.R.T. Radjiman
Wedyodiningrat, seorang intelektual-kejawen, tokoh Boedi Oetomo sejak awal, dan
beberapa tokoh pimpinan terkemuka diangkat sebagai anggotanya, seperti Ir.
Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Prof. Dr. Soepomo, Mr. Muh. Yamin. Tokoh, pemimpin
Islam terkemuka yang menjadi anggota BPUPK antara lain Ki Bagus Hadikusumo,
K.H. Wahid Hasyim, H. Agus Salim, K.H. Kahar Mudzakkir. Sedang yang beragama
Kristen ialah Mr. Maramis, dan Mr. Latuharhari.
Badan ini, BPUPK, diresmikan pada 28 Mei 1945. Pada keesokan harinya, 29
Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 dimulailah periode sidang pertamanya. Fokus
pembicaraan dalam dua periode sidang badan ini adalah menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh ketuanya, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, Apa dasar negara kita,
kalau kita merdeka, kelak? Ketua meminta kepada semua anggota BPUPK untuk
1
menjadi Indonesia dan sejak 17-18 Agustus 1945 menjadi bangsa merdeka dan
negara merdeka dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
pernah diselingi oleh bentuk negara Federal, RISRepublik Indonesia Serikat yang
presidennya juga Ir. Soekarnodan berdasar kepada lima dasar yang tetap
disepakati sebagai Pancasila; kelima dasar yang dimaksud tercantum pada alinea
keempat dari Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara dan yang sejak
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berlaku lagi sebagai UUD Negara , dan sampai sekarang
disebut UUD 1945.
Dewasa ini terjadi wacana yang mungkin dapat menjadi wacana polemis yang
berkepanjangan. Dalam kaitan ini, posisi Pancasila sebagai dasar negara, bukanlah
sesuatu yang baru sebagai bahan polemik, melainkan sejak awal kelahiran
konseptualnya oleh anggota Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai (Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan BPUPK) terjemahan nama yang digunakan oleh Ketua, Dr.
K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar penerbitan pertama pidato
konseptual dasar negara oleh Ir. Soekarno pada 1 Juli 1947, dengan Judul Lahirnya
Pantja-Sila telah menyertainya. Wacana polemis terus terjadi pada 1950-an yang
sistem demokrasinya adalah Liberalistis sesuai dengan ketentuan-ketentuan
konsitusi yang berlaku ketika itu, UUD Sementara 1950. Dapat dikatakan suasana
polemis tentang posisi Pancasila sebagai dasar negara selama periode Demokrasi
Liberal, 1950-1958 terus berlangsung; bahkan situasi polemis tidak hanya terjadi di
ruang-ruang sidang DPR dan Badan Konstituante, bahkan juga terjadi dalam bentuk
gerakan bersenjata.
Situasi Polemis Tentang Dasar Negara: Pantja-Sila; 1950-1958
Ketika dalam periode Demokrasi Terpimpin, 1960-1965, situasi polemis itu terjadi
lagi.
Situasi Polemis Tentang Dasar Negara Pancasila: 1960-1965
III.
1.
Pancasila sebagai dasar negara pada 1950-an dan 1960-an, menunjukkan kepada
kita bagaimana tidak mudahnya melanjutkan dan memahami sebuah kesepakatan
agar dapat dipertahankan dan dijalankan sebagaimana tuntutan dari makna
kesepakatan/konsensus itu sendiri. Di bawah ini akan diberikan gambaran
kelahiran konsep Pancasila sebagai calon dasar negara.
Sebuah lembaga untuk wilayah pendudukan pasukan Jepang, Indonesia
sebagimana disebutkan pada bagian pendahuluandibentuk di tengah arus
kekalahan Jepang makin terlihat. Badan itu diberi nama Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai,
yang oleh Ketua (Kaitjoo) badan ini, Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
diterjemahkan sebagai Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan dan kita
menyingkatnya, BPUPK, tanpa huruf I, sebagaimana yang sering dilakukan oleh
pelbagai penulis. Badan ini dibuka secara resmi oleh Komandan Tertinggi Pasukan
Pendudukan Jepang di Asia Tenggara pada 28 Mei 1945, seperti yang dikatakan di
atas.
3
Menurut Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat, sidang badan ini dua kali, yaitu
sidang pertama 29 Mei-1 Juni 1945 dan sidang kedua, 10 Juli-17 Juli 1945. Menurut
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat:
Lahirnya Panca-Sila ini adalah buah stenografisch verslag dari
pidato Bung Karno yang diucapkan dengan tidak tertulis dahulu (voor de
vuist) dalam sidang pertama pada 1 Juni 1945 ketika sidang membicarakan
dasar (beginsel) negara kita, sebagai penjelasan daripada anganangannya. Sudah barang tentu kalimat-kalimat sesuatu pidato yang tidak
tertulis dahulu tidak sempurna tersusunnya. Tetapi yang penting ialah
ISINYA! (Kata pengantar terbitan pertama, 1947).
Dan tentang kapan kita merdeka, Ir. Soekarno berkata: Berpuluh-puluh tahun
yang lalu, kita menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun
1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan: INDONESIA MERDEKA
SEKARANG! Bahkan 3 kali sekarang. Yaitu Indonesia merdeka sekarang,
sekarang, sekarang!
1.
2.
Kebangsaan Indonesia
Internasionalisme, - atau Peri
Kemanusiaan
3. Mufakat, -demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan
Trisila
BPUPK
itu,
membentuk
panitia
kecil
5
Kelompok Nasionalis Sekuler
Menerima sepenuhnya konsep yang
diajukan oleh Ir. Soekarno
Kelompoktetapi
Nasionalis
Islam
Tidak menolak,
menghendaki
perubahan tertentu terhadap konsep Ir.
Soekarno itu
peserta Perang Dunia II pada akhir 1944 dan awal 1945, tampak pemerintah
pendudukan Jepang mencari strategi untuk meringankan bebannya menghadapi
kekalahannya yang mungkin segera datang. Salah satu langkah yang dilakukan
pimpinan pemerintahan pendudukan Jepang ialah melakukan pendekatan strategi
yang mungkin dapat diterima oleh para pemimpin bangsa Indonesia yang negerinya
diduduki. Hal ini berkaitan dengan janji kemerdekaan yang pernah diberikan pada
awal pendudukan pasukan fasisme Jepang. Yang dimaksudkan ialah mengganti
lembaga penjajakan persiapan kemerdekaan, BPUPK menjadi lembaga persiapan
6
Setelah melalui lobi yang sangat singkat dan menegangkansekitar dua jam
akhirnya
sidang
PPKI
sepakat
menghapuskan
ketujuh
kata
itu
dan
Masuknya Piagam Jakarta ke dalam alinea terakhir dari Dekrit Presiden 5 Juli
1959 itu, merupakan hasil lobi negosiatif antara pimpinan partai Nahdlatul Ulama
(NU) dengan pemerintah, yang diwakili oleh Kepala Staf Angkatan Darat/Menteri
Keamanan, Jend. A.H. Nasution. Hal ini diungkap oleh Sekretaris Jenderal Partai
NU, K.H. Saifuddin Zuhri dalam bukunya, Berangkat dari Pesantren, (Gunung
Agung, Jakarta, 1987), yang menyatakan :
Suatu malam di awal Juli 1959, telepon di rumah bordering pada
pukul 01.30 dinihari. Pak Idham meminta datang ke rumahnya . Aku
dimintanya mendampingi beliau berhubung akan datang dua orang pejabat
amat penting
Kedatangan kedua perwira tinggi itu untuk meminta saran NU
berhubung kedua-duanya akan berangkat ke Tokyo untuk menghadap
Presiden Soekarno yang sedang berobat di sana. Dari kalangan pimpinan
ABRI (istilahnya waktu itu Angkatan Perang Republik Indonesia, APRI)
akan mengusulkan kepada Presiden agar UUD 1945 diberlakukan kembali
melalui Dekrit Presiden. Berhubung dengan itu, kedua perwira tinggi
tersebut meminta pikiran NU materi apa yang perlu dimasukkan dalam
Dekrit Presiden.
Isinya terserah pemerintah, tetapi hendaklah memperhatikan suarasuara golongan Islam dalam Konstituante, kata Pak Idham Chalid. (hal.
451).
10