Anda di halaman 1dari 4

Linda Nur Sukma

192171034
Pendidikan sejarah 2019

SEJARAH KELAM YANG DILEWATI BANGSA INDONESIA


MELALUI GERAKAN – GERAKAN PKI 1948-1965

Setiap negara memiliki alur kisah dan peristiwa bermakna tersendiri dalam setiap
perjalanan sejarahnya, baik itu menghasilkan makna positif maupun membuahkan makna
negatif yang diingat sepanjang masa dalam perjalanan suatu negara. Hal ini juga berlaku bagi
negara Indonesia, setelah kemerdekaan Indonesia didapatkan dan didaulat, maka seharusnya
sudah waktunya negara berbenah dengan segala revolusi yang terjadi di berbagai aspek
kehidupan mulai dari sosial, ekonomi hingga pendidikan yang mana salah-satu tujuan dari
Republik Indonesia yang tertera dalam pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia. Di tengah-tengah kesibukan mengisi masa
revolusi ini rupanya dalam internal Indonesia pun masih terdapat selisih paham mengenai
ideologi yang dianut bangsa Indonesia, ketidakpuasan terhadap pemerintah, beda keinginan
dalam menjalankan negara dan berbagai hal lainnya menimbulkan permasalahan baru dalam
bentuk pemberontakan. Hal ini terbukti dengan banyaknya pemberontakan yang terjadi pasca
kemerdekaan 1945, mulai dari pemberontakan Permesta atau Perjuangan Rakyat Semesta,
Pemberontakan PRRI, Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia yang menginginkan
Indonesia berdiri atas basis Islam, pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), dan yang
akan selalu dikenang bangsa dalam sejarah yakni salah satu bahaya laten pemberontakan PKI
Madiun yang dipimpin oleh Muso serta mantan Perdana Menteri Amir Syarifudin pada tanggal
18 September 1948 yang menimbulkan cukup banyak korban dan kepanikan bagi masyarakat
Indonesia. Pemberontakan oleh Muso dan Amir Syarifudin ini berhasil diredam akan tetapi
selang 17 tahun kemudian terjadilah lagi pemberontakan PKI yang banyak merenggut nyawa
dari tokoh-tokoh penting Indonesia yang terjadi pada 30 September 1965 yang kita kenal
istilahnya dengan G 30 S.
Dalam pemberontakan yang kedua yakni pada tahun 1965 PKI sudah mempersiapkan
berbagai hal secara matang, rapi dan terstruktur, mulai dari mencari simpatik dari Presiden
Sukarno, menjadikan tokoh-tokoh militer sebagai pendukung PKI seperti Panglima AURI.
Seorang pimpinan Angkatan Udara membantu pergerakan pasukan yang mendeklarasikan diri
sebagai Gerakan 30 S. Desas desus yang beredar jelas mengungkapkan bahwa tujuan utama dari
gerakan ini adalah tidak lain dan tidak bukan untuk mengambil alih kekuasaan negara.
Dalam buku Sejarah Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (1986) yang diterbitkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional disebutkan bahwa, dimulai sejak Januari 1965
saat Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia karena beberapa hal, PKI meminta
pembentukan Angkatan Kelima yang tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Panglima Angkatan
Darat. Kita ketahui bersama bahwa pada saat itu hubungan Sukarno dengan PKI cukup
harmonis sehingga bisa saja Angkatan Kelima ini dibentuk. Kondisi kesehatan Bung Karno
yang tidak terlalu sehat pun turut mendorong semangat Aidit sebagai pimpinan PKI untuk
melakukan pemberontakan atau lebih tepatnya kudeta secepatnya karena dirasa ini adalah
kesempatan emas selagi Presiden Sukarno dalam keadaan kesehatan yang menurun. Setelah
persiapan dirasa matang maka pada malam 30 September 1965 inilah dilancarkan aksi
pemberontakan dengan menyasar para petinggi-petinggi militer, tokoh-tokoh yang masuk target
dalam daftar yang sudah mereka rencanakan yakni terdiri dari 7 orang perwira Angkatan Darat
yang wajib mereka dapatkan dan mereka bawa hidup maupun mati ke Lubang buaya yaitu
Letjen Ahmad Yani, Mayjen Suprapto , Mayjen Haryono MT, Mayjen S. Parman, Brigjen
Sutojo Siswomihardjo dan Brigjen D.I. Pandjaitan, serta Jenderal A.H . Nasution. Namun,
dalam realitanya hanya 6 orang perwira yang dapat dilumpuhkan serta dibawa ke Lubang Buaya
untuk kemudian dimasukkan ke dalam lubang sumur. Jenderal A.H. Nasution dapat lolos dari
kekejaman PKI malam itu, akan tetapi sayangnya ajudannya yang sangat berprestasi yakni
Pierre Tendean dan putrinya yang bernama Ade Irma gugur dalam aksi kekejaman yang
dilancarkan oleh PKI kala itu. Sangat disayangkan Pierre Tendean yang sangat berprestasi
gugur pada kejadian itu dalam rangka memenuhi kewajiban dan tugasnya sebagai ajudan yang
berusaha melindungi atasannya.
PKI sudah berbesar hati dan bangga dengan terbunuhnya 7 orang perwira yang paling
berpengaruh di Angakatan Darat ini, mereka mulai berbangga dan pada pagi hari sekitar pukul
07.00 WIB Letkol Untung, selaku Komandan Gerakan 30 September terang-terangan
menyiarkan sebuah pengumuman pertama mengenai penangkapan para jenderal, hingga pukul
13.00 WIB saat G.30.S/PKI memberikan pengumuman Dekrit No. 1 serta Keputusan No. 1 dan
No. 2. Isi Dekrit No. 1 yang mana isi dekrit ini berkaitan dengan Dewan Revolusi sebagai
sumber kekuasaan negara dan pendemisioneran Kabinet Dwikora. Isi Keputusan No. 1
mengenai pembentukan dan susunan Dewan Revolusi Indonesia. Isi Keputusan No. 2 tentang
penurunan pangkat bagi kolonel ke atas menjadi letnan kolonel, dan kenaikan pangkat bagi
mereka yang ikut aktif dalam G .30S/PKI. Mereka cukup percaya diri bahwa gerakan mereka
berhasil sampai saat mereka mendengar kabar bahwa Jenderal A.H. Nasution masih hidup dan
berbagai tindakan cepat dilakukan oleh Mayor Jenderal Soeharto yang bisa menguasai keadaan
serta langsung berkoordinasi dengan berbagai pihak yang menghasilkan kesimpulan pertama,
penculikan serta pembunuhan terhadap perwira-perwira tinggi Angkatan Darat menjadi bagian
dari usaha perebutan kekuasaan pemerintahan, lalu pimpinan Angkatan Udara yakni Omar
Dhani memberikan bantuan terhadap pasukan yang terlibat dalam Gerakan 30 September, serta
Batalyon 454/Diponegoro dan Batalyon 530/Brawijaya yang berada di sekitar Medan Merdeka
sempat menjadi tempat yang disalah gunakan oleh G 30 S ini. Pangkalan udara Halim Perdana
Kusuma menjadi pusat dari PKI untuk berkumpul kemudian mereka menduduki tempat tempat
vital di Jakarta.
Berbagai pengamanan dilakukan untuk menanggulangi situasi ini yakni dengan
memindahkan Presiden Sukarno ke Bogor setelah mengalami beberapa pertimbangan, berusaha
mengambil dan menduduki kembali tempat tempat penting di Jakarta tanpa menimbulkan
pertumpahan darah serta mengembalikan atau menginsafkan kembali batalyon 454/Diponegoro
dan Batalyon 530/Brawijaya.
Masykuri dalam buknya yang berjudul Pierre Tendean (1983/1984) dilampirkan teks
pidato Soeharto setelah berhasil merebut kembali RRI. Dalam pidato melalui radio ini Soeharto
menyampaikan beberapa hal penting diantaranya yakni:
1. Pada Tanggal 1 Oktober 1965 telah terjadi suatu peristiwa di Jakarta yang
dilakukan oleh satu golongan kontra-revolusioner yang mendeklarasikan diri
sebagai "Gerakan 30 September”.
2. Pada tanggal 1 Oktober 1965 gerakan yang mendeklarasikan diri sebagai “Gerakan
30 September ini” telah melakukan penculikan terhadap beberapa perwira tinggi
Angkatan Darat, yakni:
a. Lentan Jenderal A. Yani
b. Mayor Jenderal Soeprapto
c. Mayor Jenderal S. Parman
d. Mayor Jenderal Haryono MT.
e. Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan
f. Brigadir Jenderal Soetoyo Siswomiharjo
3. Para pemberontak menyalah gunakan Studio RRI Jakarta dan Kantor Besar
Telekomunikasi Jakarta untuk keperluan pemberontakan mereka.
4. PJM Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/
Pemimpin Besar Revolusi yakni tiada lain Bung Karno dan JM Menko Hankam/
'KASAB dapat dievakuasi dalam keadaan aman dan sehat wal'afiat.
5. Kumpulan orang yang menamakan dirinya sebagai "Gerakan 30 September" telah
membentuk "Dewan Revolusi Indonesia", serta mereka sudah mengambil alih
kekuasaan negara atau yang kita kenal sebagai coup dari tangan PJM
Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno dan
menempatkan Kabinet DWI KORA pada situasi atau kedudukan demisioner yang
mana dari hal ini jelas membuktikan bahwa mereka kontra-revolusioner.
6. Penekanan bahwa mereka yang menamakan diri Gerakan kontra-revolusioner 30
September pasti dapat ditumpas dan dihancur leburkan supaya tidak menjadi
bahaya laten yang berkepanjangan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila akan tetap jaya di bawah Pimpinan PJM Presiden/Panglima
Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi yakni, Bung Karno. Masyarakat Diharap
tetap tenang dan tetap waspada, siap-siaga serta diminta terus memanjatkan doa ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa serta mendoakan semoga PJM Presiden Panglima
Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno senantiasa ada dalam
lindungannya. Rakyat Indonesia pasti menang, karena rakyat Indonesia tetap
berjuang atas dasar PANCASILA dan diridhoi Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan adanya informasi yang disiarkan ini menjadikan PKI sedikit demi sedikit
membubarkan diri untuk menyelamatkan diri masing-masing setelah sebelumnya berpikir
gerakan mereka berhasil.

Anda mungkin juga menyukai